QIRAAT AL-QUR’AN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Studi Al – Qur’an
Dosen pengampu: Dr. Nurliana, MA
Disusun Oleh :
KELOMPOK 5
1. Nadilla Maharani (1216.22.2771)
2. Rani Nelpia
2023
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirahim,
Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmatnya dan karunianya sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik
dan tepat waktu. Dengan terselesainya makalah ini, kami menyampaikan rasa
terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan atas
terselesainya makalah ini. Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai bahan
diskusi mata kuliah Sejarah Peradaban Islam dan sebagai media untuk lebih
mendalami setiap materi yang akan dipelajari dan dibahas dalam mata kuliah ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih belum sempurna. oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diperlukan untuk
memperbaiki makalah yang telah dibuat. Akhirnya semoga makalah ini dapat
berguna bagi kita, aamiin.
Penul
is.
1
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN ...................................................................................................3
BAB II
PEMBAHASAN ......................................................................................................3
A. Pengertian Qiraat .................................................................................................3
B. Syarat-syarat Qiraat Dikatakan Sahih .................................................................4
C. Macam-Macam Qiraat ........................................................................................5
D. Tokoh-tokoh Qiraat Sab’ah ................................................................................4
BAB III
PENUTUP ..............................................................................................................11
KESIMPULAN ......................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................11
2
BAB I
PENDAHULUAN
Sejumlah ulama ahli Al-Qur’an ada yang menganggap bahwa qiraat
merupakan kajian yang kurang menarik, karena kajian ini tidak bersentuhan
langsung dengan kehidupan umat islam sehari-hari. Namun demikian, justru yang
diperhatikan adalah sejauh mana wacana qiraat mampu memberi kita manfaat.
Oleh karena itu kita perlu pemahaman, pengetahuan dan hal-hal yang menyangkut
perkara benar dan batilnya mengenai qiraat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qiraat
Qiraat secara etimologi merupakan isim mashdar dari kata قِ َرآ َءة- َي ْق َرأ- َ قَ َرأ
yang artinya baca, membaca.1
Sedangkan secara terminologi telah dikemukakan oleh para pakar Al-
Qur’an, diantaranya:
1. Menurut az-Zarqani dalam kitab Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum Al-Qur’an
sebagaimana yang dikutip oleh Hasanuddin AF, qiraat adalah
perbedaan lafal-lafal Al-Qur’an baik menyangkut penyebutan huruf
maupun cara pengucapan huruf-huruf tersebut.2
2. Menurut Imam Syihabbuddin al-Qatalani dalam kitab Lataif al-Isyarat
fi Funun al-Qiraat sebagaimana yang dikutip oleh Nur Faizah,
1
Munawwir, Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab Terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 2007), hlm. 75.
2
Hasanuddin Af, Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum Dalam
Al-Qur’an, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.111-112.
3
menjelaskan bahwa qiraat adalah suatu ilmu untuk mengetahui
kesepakatan serta perbedaan para ahli qiraat (cara pengucapan lafad
Al-Qur’an) yang menyangkut aspek lughat, I’rab, hadzf, isbat, fasl,
wasl yang diperoleh dengan cara periwayatan.3
3. Menurut Ali as-Sabuni dalam kitab at-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an
qiraat adalah salah satu aliran dalam mengucapkan Al-Qur’an yang
dipakai oleh salah satu imam quran- ang berbeda dengan lainnya dalam
hal ucapan berdasarkan sanad-sand sampai kepada Rasul.4
Jadi penulis dapat menyimpulkan dari beberapa pendapat diatas bahwa
qiraat adalah ilmu yang membahas tentang perbedaan cara pengucapan
lafadz-lafadz, metode dan riwayat Al-Qur’an yang disandarkan oleh tujuh
imam qurra’ sebagai suatu madzab yang berbeda-beda dengan yang lainnya.
3
Nur Faizah, Sejarah Al-Qur’an, (Jakarta Barat: CV Artha Rivera, 2008), hlm. 133.
4
Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu Al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia,
1991), hlm. 374.
5
Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasni, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, (Bandung:
CV Pustaka setia, 1983), hlm. 45-46.
4
shahih yang telah ditetapkan oleh imam-imam, baik dari kalangan salaf
maupun khalaf.
C. Macam-Macam Qiraat
Macam-macam tingkatan qiraat menurut Ibnu Al-Jaziri sebagaimana yang
dikutip oleh Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i itu ada enam macam, yaitu
sebagai berikut:
1. المت َ َواتِ ْرadalah qiraat yang diriwayatkan oleh sejumlah periwayatan yang
banyak dari periwayatan yang banyak pula sehingga mereka tidak
mungkin sepakat untuk berdusta. Qiraat yang tergolong mutawatir, yaitu
qiraat sab’ah. Qiraah mutawatir ini adalah qiraat yang sah dan resmi
sebagai Al-Qur’an dan dapat dijadikan hujjah.
ْ ال َمadalah qiraat yang sanad-nya sahih yang diriwayatkan oleh orang
2. شه ْور
banyak, akan tetapi tidak sampai tingkatan mutawatir. Disamping itu
sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan rasm utsmani. Qiraat ini
dinisbatkan kepada 3 Imam terkenal yaitu: Abu Ja’far ibn Qa’qa al-
Madani, Ya’qub al-Hadrami, Khalaf al-Bazzar.
3. حا ْد
َ اآلadalah qiraat yang tidak mencapai derajat masyhur, sanad-nya
sahih, akan tetapi menyalahi rasm utsmani atau pun kaidah bahasa Arab.
Qiraat ini tidak sah dibaca sebagai riwayat yang dikeluarkan oleh hakim
dari jalur Ashil Al-Jahdari dari Abi Bakrah yang menyebutkan bahwa Nabi
SAW, membaca ayat:
5
Lafadz َ نن َِجيْكitu dibaca dengan ha’ bukan dengan jim. Qiraat ini tidak
dapat dijadikan pegangan dalam bacaan dan bukan termasuk Al-Qur’an.
5. ( ال َم ْوض ْوعpalsu) yaitu qiraat yang hanya dinisbatkan kepada orang
seseorang tanpa asal usul yang pati atau tidak sama sekali. Misalnya qiraat
yang dikumpulkan oleh Muhammad Jafar Al-Khuza’i dan ia
mengatakannya bersumber dari Abu Hanifah yang berbunyi:
إِنَّ َما يَ ْخشَى للا ِم ْن ِعبَا ِد ِه ْالعلَ َمآ َء
Pada ayat diatas sebenarnya pada lafadz للاitu berharakat fathah dan
ْالعلَ َمآءitu berharakat dhommah. Lafad ْالعلَ َمآءitu seharusnya menjadi fa’il
(subjek) bukan maf’ul (obyek).6
Menurut Imam As-Suyuthi yang dikutip oleh Muhammad bin Alawi Al-
Maliki Al-Hasni, beliau menambahkan satu macam qiraat yaitu:
6. ْ الم ْد َرجadalah adanya sispan pada bacaan yang berfungsi sebagai tafsir
atau penjelas terhadap suatu ayat. Contoh qiraat Abi Waqqash yaitu:
)12 :4/َوا ِْن كاَنَ َرج ٌل ي ْو َرث َكالَلَة اَ ِو ْام َرأَة ٌ َولَه اَ ٌخ اَ ْو ا ْختٌ ِم ْن أم (النساء
Tambahan kalimat ِم ْن أمsebagai penjelasan terhadap ayat tersebut.7
Jadi penjelasan diatas menjelaskan macam-macam tingkatan qiraat
berdasarkan jumlah sanad dalam periwayatan qiraat dari Nabi SAW.
6
Ahmad Syadali dan Ahmad Rafi’i, Ulumul Qur’an I, (Jakarta: CV. Pustaka Setia, 1997),
hlm. 228-230.
7
Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasni, Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, hlm. 48.
6
Nama lengkapnya: Abdullah bin Amir al-Yahshabi (8-118 H). Beliau
membaca Al-Qur’an dari Mughirah bin Abi Syihab (dari Utsman bin
Affan) dan Abu al-Darda.
2. Imam Katsir di Makkah
Nama lengkapnya: Abu Muhammad Abdullah bin Katsir (45-120 H).
Beliau membaca Al-Qur’an dari Abdullah ibn al-Sa’ib (dari Ubay bin
Ka’ab dan Umar bin Khattab), Mujahid ibn Jabar dan Dirbas (dari Ibnu
Abbas dari Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit).
3. Imam Ashim di Kufah
Nama lengkapnya: Abu Bakar Ashim bin Abi Najud al-Asadi (w. 129
H). Beliau membaca Al-Qur’an dari Abu Abd al-Rahman al-Simi (dari
Utsman bin Affan, Ali bin Abu Thalib, Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’ab dan
Zaid bin Tsabit).
4. Imam Abu Amr di Bashrah
Nama lengkapnya: Abu Amir Zabban bin al-Ala’ bin Ammar (68-154
H). Beliau membaca Al-Qur’an dari Hasan al-Bashri dari Abu al-Aliyah
dari Umar bin Khattab dan Ubay bin Ka’ab.
5. Imam Hamzah di Kufah
Nama lengkap: Hamzah ibn Hubayb ibn al-Ziyyat al-Kufti (80-156
H). Beliau membaca Al-Qur’an dari Ali Sulaiman al- A’masy, Said Ja’far
As-Shadiq, Hamran ibn A’yan, Manhal ibn Amr dan lain-lain.
6. Imam Nafi’ di Madinah
Nama lengkap: Nafi ibn Abd al-Rahman ibn Abi Nu’aym al-Laysi (w.
169 H). Beliau membaca dari Ali ibn Ja’far, Abd al-Rahman ibn Hurmuz
Muhammad ibn Muslim al-Zuhri dan lain-lain.
7. Imam Al-Kisa’i di Kufah
Nama lengkapnya: Abu Hasan Ali bin Hamzah Al-Kisa’i (w. 187 H).
Beliau membaca dari Hamzah bin Hubaib, Syu’bah, Ismail ibn Ja’far dan
lain-lainnya.8
8
Hasanuddin Af, Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum Dalam
Al-Qur’an, hlm. 146-149.
7
Tujuh Imam tersebut itulah yang masyhur, kemudian ahli qiraat tersebut
terkenal dengan “Qiraat Sab’ah”, karena masing-masing Imam memang
teliti dalam meriwayatkan qiraat yang berasal dari sahabat Nabi SAW.
9
Nur Faizah, Sejarah Al-Qur’an, hlm. 140-141.
8
1. Mengukuhkan atau menguatkan ketentuan hukum yang telah disepakati
dan di-ijma’-kan para ulama’.
2. Men-tarjih-kan hukum yang di-ikhtilaf-kan oelh para ulama’.
1. Menggabungkan dua ketentuan hukum yang berbeda.
2. Menunjukkan adanya dua ketentuan hukum yang berbeda, dalam kondisi
yang berbeda pula.
3. Menjadi hujjah bagi sementara ulama’ untuk memperkuat pendapatnya
mengenai sesuatu masalah hukum.
4. Menjelaskan suatu hukum dalam suatu ayat, yang berbeda dengan makna
menurut dhahir-nya.
5. Merupakan penjelas terhadap suatu lafadz dalam Al-Quran, yang mungkin
sulit untuk dipahami maknanya.10
Dibawah ini salah satu contoh dalam mengukuhkan atau menguatkan
ketentuan hukum yang telah disepakati dan di-ijma’-kan para ulama’,
menyangkut firman Allah berikut.
ِ َوا ِْن كاَنَ َرج ٌل ي ْو َرث َكالَلَة اَ ِو ْام َرأَة ٌ َولَه اَ ٌخ اَ ْو ا ْختٌ فَ ِلك ِل َو
احد ِم ْنهما َ السُّدس
“Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang
saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja),
Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.”
(Qs. Al-Nisa’/4: 12)
Berdasarkan ayat diatas, para ulama’ telah ber-ijma’, bahwa yang
dimaksud dengan saudara laki-laki dan saudara perempuan ( )اخ او اختdalam
ayat tersebut yaitu saudara laki-laki dan perempuan seibu saja.
Ayat diatas diperkuat dengan qiraat yang lain,yaitu:
ِ َوا ِْن كاَنَ َرج ٌل ي ْو َرث َكالَلَة اَ ِو ْام َرأَة ٌ َولَه اَ ٌخ اَ ْو ا ْختٌ ِم ْن أم فَ ِلك ِل َو
احد ِم ْنهما َ السُّد س
Qira’at Syazzat diatas adalah qiraat Said ibn Abi Waqash, terdapat
tambahan ( )من أمuntuk menjelaskan ayat tersebut dan mengukuhkan
ketetapan hukum.11
10
Ibid., hlm. 247-253.
9
Dengan demikian, qiraat Sa’ad ibn Abi Waqash tersebut dapat
memperkuat dan mengukuhkan ketetapan hukum yang telah di-ijma’-kan para
ulama’ sebagaimana yang telah disebutkan diatas.
11
Ibid., hlm. 248.
12
Manna’ Al-Qaththan, Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an, (Riyadh: Mansyurat al-Ashri al-
Hadits, 1973), hlm. 180.
10
BAB III
KESIMPULAN
Qiraat adalah perbedaan cara pengucapan lafadz, metode dan riwayat Al-
Qur’an yang disandarkan oleh tujuh imam qurra. Syarat qiraah shahih yaitu harus
sesuai dengan kaidah bahasa Arab, sesuai dengan rasm utsmani, dan memiliki
sanad shahih. Macam-macam tingkatan qiraat yaitu mutawatir, masyhur, ahad,
syadz, maudhu’ dan mudraj. Tokoh qiraat sab’ah ada tujuh yaitu Ibnu ‘Amir, Ibn
Katsir, ‘Ashim, Abu Amr, Hamzah, Nafi’ dan al-Kisa’i.
Timbulnya perbedaan qiraat disebabkan karena perbedaan qiraat dan taqrir
Nabi Muhammad terhadap berbagai qiraat, berbedanya qiraat yang diturunkan
Allah SWT, adanya perbedaan lahjah atau dialek bahasa. Mempelajari perbedaan
qiraat sangatlah penting dan sangat berpengaruh terhadap pengambilan istinbath
hukum dari Al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
AF, Hasanuddin. Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya Terhadap Istinbath Hukum
Dalam Al-Qur’an. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1995.
Al-Maliki, Muhammad Alawi. Mutiara Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Terjemahan
Rosihon Anwar. Bandung: CV Pustaka Setia. 1983.
Al-Qaththan, Manna’. Mabahits fi ‘Ulumil Qur’an. Riyadh: Mansyurat al-Ashri
al-Hadits. 1973.
Ash-Shaabuuniy, Muhammad Ali. Studi Ilmu Al-Qur’an. Terjemahan Aminuddin.
Bandung: CV Pustaka Setia. 1991.
Faizah, Nur. Sejarah Al-Qur’an. Jakarta Barat: CV Arta Rivera. 2008.
Munawwir, A W. Kamus Al-Munawwir Indonesia-Arab Terlengkap. Surabaya:
Pustaka Progressif. 2007.
11