Anda di halaman 1dari 6

TAFSIR AL QUR’AN

MAKALAH
Dibuat Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ulumul Qur’an
Diampu Oleh : Dr. Muslih MZ, MA

Disusun oleh :
Kelompok II
1. Masromah (093111129)
2. Faridah (093111130)
3. Muh. Chaeroddin (093111137)
4. Siti Istikharoh (093111139)

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
TAFSIR AL QUR’AN

I. PENDAHULUAN
Seorang manusia tatkala mendapatkan perintah untuk menjalankan
suatu kitab atau undang-undang maka ia pasti membutuhkan penjelasan dan
penafsiran isi kitab atau undang-undang tersebut. Begitu pula Al-Quran,
maka ia lebih membutuhkan penafsiran yang akurat dan diterima sebelum ia
menjalankannya.
Kebutuhan akan tafsir Al Quran menduduki tingkatan yang penting,
karena dengannya sesorang bisa mengamalkan Al-Quran sesuai kehendak
yang menurunkan Al-Qur’an yakni Allah SWT. Dan penafsiran Al-Qur’an
yang dilandasi oleh kaidah-kaidah ilmu syar’i dalam Ulumul Quran yang
dapat diikuti, karena tidak diperbolehkan menafsirkan Al-Quran dengan
semau sendiri.
Bertolak dari pemikiran tersebut maka makalah ini dibuat, dengan
harapan dapat memberi andil dalam membumikan Ulumul Quran dalam
kehidupan semua orang Islam.

II. PERMASALAHAN
Dalam makalah Tafsir Al-Quran ini, ada beberapa permasalahan yang
akan kami bahas yaitu sebagai berikut :
1. Definisi Tafsir
2. Sejarah Perkembangan Ilmu Tafsir Al-Quran
3. Pembagian Tafsir Al-Quran
4. Tafsir-Tafsir Yang Sesat

III. PEMBAHASAN
1. Definisi Tafsir
Secara lughah (bahasa), tafsir  berasal dari kata ‘fassara-
yufassiru’ yang berarti menjelaskan atau menerangkan.1
Secara istilah, Al-Imam Az-Zarkasyi –sesuai yang dikutip oleh
Al-Imam As-Suyuthi- menyatakan: “Tafsir adalah ilmu untuk
memahami Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw,
menjelaskan makna-maknanya serta menarik hukum-hukum dan
hikmah-hikmah darinya.”2
 
2. Sejarah Perkembangan Ilmu Tafsir Al-Quran
Tafsir Al Qur-an telah tumbuh di masa Nabi saw. sendiri dan
beliaulah penafsir awal (Al Mufassirul Awwal) terhadap kitab Allah.
Beliau menerangkan maksud-maksud wahyu yang diturunkan kepada-
nya. Sahabat-sahabat Rasul yang mulia, tidak ada yang berani

1
Al-Mishbahul Munir: 180
2
Al Imam As-Suyuthi, Al-Itqan fi Ulumil Quran: 2/174
Nenafsirkan Al Qur-an di ketika Rasul masih hidup. Rasul sendirilah
memikul tugas menafsirkan Al-Quran.3
Sesudah Rasulullah saw. wafat barulah para sahabat yang alim
mengetahui rahasia-rahasia Al-Quran dan yang mendapat petunjuk
langsung dari Nabi sendiri, merasa perlu bangun menerangkan apa yang
mereka ketahui dan menjelaskan apa yang mereka pahami tentang
maksud-maksud Al-Quran.4
Banyak sahabat yang ahli menafsir Al Qur-an. Namun demikian
yang terkenal di antara mereka, hanya 10 orang yaitu Khalifah yang
empat, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Ubay ibn Ka'ab, Zaid ibn Tsabit, Abu
Musa Al Asy'ari dan Abdullah ibn Zubair. Para khalifah yang banyak
diterima tafsirnya dan disampaikan kepada masyarakat, ialah Ali Abi
Thalib. Sedikit sekali diterima tafsir Khalifah yang lain. Hal itu
mungkin karena beliau-beliau itu lebih dahulu wafat.5
Di antara sahabat yang 10 orang sangat layak dinamakan Al
Mufassir, ialah Abdullah ibn Abbas yang telah didoakan oleh Nabi
semoga Allah memberikan kepadanya keluasan pemahaman dalam
agama dan keahlian dalam tafsir. Rasul menamakannya dengan
Tarjamanul Quran.6
Di antara para sahabat yang diterima tafsir selain dari yang 10 itu,
ialah Abu Hurairah, Anas ibn Malik, Abdullah ibn Umar, Jabir ibn
Abdullah dan Aisyah Ummul Mukminin. Hanya saja tafsir -tafsir yang
diriwayatkan dari beliau-beliau ini, sedikit jumlahnya, jika dibanding-
kan dengan tafsir-tafsir yang diriwayatkan oleh kesepuluh tokoh-tokoh
sahabat tersebut.7
Tafsir-tafsir para sahabat disambut oleh segolongan tokoh-tokoh
tabi'in yang tersebar di berbagai kota. Maka berkembanglah di Mekkah
suatu tabaqah mufassirin yaitu, tabaqah Madinah, tabaqah Iraq.8
Tafsir-tafsir dari tabi'in disambut oleh tabi'it tabi'in. Mereka ini
mengumpulkan tafsir-tafsir ulama yang telah lalu dan menyusun
kitabnya, seperti yang telah dilakukan oleh Sufyan ibn Uyainah, Waki'
bin Al Jarrah, Syu'bah ibn Al Hajjaj, Yazib ibn Harun dan Abdullah bin
Humaid.9
Mereka ini, adalah perintis jalan bagi Ibnu Jarir Ath Thabary yang
jeh dikatakan menjadi pemuka dari segala ahli tafsir dan merupakan
sumber dari tafsir-tafsir yang datang sesudahnya.10

3
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-Ilmu Al-Quran, PT. Pustaka Rizki
Putra, Semarang, 2002, hlm. 199.
4
Ibid.
5
Ibid. hlm. 199-200.
6
Ibid.
7
Ibid.
8
Ibid.
9
Ibid.
10
Ibid., hlm. 201.
Sesudah zaman Ath Thabary, barulah ahli-ahli tafsir menempuh
beberapa jalan yang berbeda. Karenanya, lahirlah tafsir yang dinamakan
At Tafsir bil Ma'tsur, yaitu tafsir yang berpedoman kepada tafsir-tafsir
disandarkan kepada sahabat, tabi'in dan tabi'it tabi'in.11
Dan lahirlah tafsir yang dinamakan At Tafsir bir Ra 'yi, Dalam
bidang inilah timbul berbagai aliran dan bermacam-macam pendapat
yang berlawanan. Karenanya, tafsir aliran ini, ada yang dipuji dan ada
pula yang dicela mengingat dekat jauhnya dengan hidayah Al-Quran.12

3. Pembagian Tafsir Al-Quran


Sebagian ulama membagi tafsir, dengan i’tibar yang lain kepada 3
bagian, yaitu sebagai berikut :
a. Tafsir bi riwayah yang dinamakan tafsir bil ma’tsur
1) Tafsir ayat Al-Quran dengan ayat Al-Quran.
Jika terdapat  keterangan yang global dalam suatu ayat 
maka keterangan tersebut diperinci dalam ayat lainnya.13
2)  Tafsir Al-Quran dengan As-Sunnah
Karena As-Sunnah adalah penjelas dari Al-Quran. Allah
Ta’ala berfirman: “Dan Kami turunkan kepadamu Al-Quran,
agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah
diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.” 14
Allah juga berfirman: “Dan Kami  tidak menurunkan
kepadamu Al-Kitab (Al-Quran) ini, melainkan agar kamu
dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum
yang beriman.”15 Rasulullah Saw bersabda: “Ingatlah bahwa
sesungguhnya aku diberi Al-Kitab dan yang sepertinya
bersamanya ( yaitu As-Sunnah).”16 Al-Imam Asy-Syafii17
berkata: “Setiap perkara yang diputuskan oleh Rasulullah Saw
adalah termasuk dari perkara yang beliau fahami dari Al-
Quran.”18   
3) Tafsir Al-Quran dengan keterangan para sahabat.
Al-Hafidh Ibnu Katsir berkata: “Apabila kita tidak
menjumpai penafsiran dalam Al-Quran dan juga dalam as-
sunnah, maka kita merujuk kepada perkataan para sahabat Ra
karena mereka adalah kaum yang paling mengetahui perkara
11
Ibid.
12
Ibid.
13
Al-Itqan: 2/175 dan Tafsir Ibnu Katsir: 1/3
14
QS. An-Nahl: 44
15
QS. An-Nahl: 64
16
HR. Abu Dawud hadits: 4604 dari Miqdam bin Ma’dikarib Ra
17
Beliau adalah Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris Asy-Syafii Al-Muthallibi
seorang ulama besar, pendiri madzab dan pengarang kitab Ar-Risalah, Al-Umm, dan Al-Musnad.
Lahir di Gaza 150 H dan wafat di Mesir tahun 204 H
18
Tafsir Ibnu Katsir: 1/3 dan Al-Itqan: 2/176
tersebut, (yang demikian) oleh karena mereka telah
menyaksikan qarinah-qarinah dan keadaan -keadaan yang
khusus (diketahui) oleh mereka, dan juga mereka memiliki
pemahaman yang sempurna, ilmu yang benar dan amal yang
salih, apalagi ulama- ulama dan pembesar-pembesar mereka
seperti imam empat (Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali) yang
menjadi khulafaur rasyidin dan para imam yang mendapat
petunjuk (dari kalangan mereka).”19
Ketiga tafsir di atas adalah tafsir Ahlus sunnah wal
jamaah atau tafsir bil ma’tsur yang diridlai oleh Allah Azza wa
Jalla.
Adapun contoh-contoh kitab tafsir bil ma’tsur yaitu
Tafsir Ath-Thabary, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Abu Laits As
Samarkandy, Tafsir Ad Dararul Ma’tsur fit Tafsiri bil Ma’tsur
karya Jalaluddin As-Suyuthy, Tafsir Al Baghawy, dan Tafsir
Baqy ibn Makhladi.

b. Tafsir bid dirayah yang dinamakan tafsir bir ra’yi.


Mengenai tafsir bir ra'yi, para ulama berbeda-beda pendapat.
Ada yang mengharamkan, ada yang membolehkan. Akan tetapi
perbedaan paham mereka, pada hakikatnya, berkisar tentang boleh
tidaknya menjazamkan atau menyatakan sesuatu secara yang pasti,
bahwa itulah kehendak Allah tanpa alasan yang kuat atau
menafsirkan Al-Quran tanpa memperhatikan kaidah-kaidah bahasa
dan prinsip-prinsip syara' atau mengedepankan kepentingan dalam
menggunakan ayat-ayat Al-Quran.20
Adapun apabila syarat-syarat yang diperlukan terdapat
dengan sempurna pada diri mufassir, maka tidak ada halangan dia
berusaha menafsirkan Al Qur-an dengan Ar Ra'yi, bahkan tidak
salah kalau kita mengatakan, bahwasanya Al-Quran sendiri
mengajak kita berijtihad di dalam memahami ayat-ayat-Nya dan
memahami ajaran-ajaran-Nya.21
As Suyuthy telah menukilkan dari Az Zarkasyi kesimpulan
syarat-syarat yang diperlukan untuk membolehkan seseorang
menafsirkan Al Qur-an dengan Ar Ra'yi. Syarat-syarat itu
semuanya dapat disimpulkan di dalam 4 syarat :22
1) Mengambil riwayat yang diterima dari Rasulullah dengan
menghindari yang dha'if dan yang maudhu'.
2) Memegangi pendapat para sahabi. Ada yang mengatakan
hadits rnarfu'. Dan ada yang mengatakan bahwa pendapat
sahabi yang dipandang sama dengan hadits yang marfu',

19
Tafsir Ibnu Katsir: 1/3
20
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, op.cit., hlm. 202.
21
Ibid.
22
Ibid., hlm. 202-203.
hanyalah yang berpautan dengan asbabun nuzul dan
seumpamanya yang tidak dapat diperoleh dengan akal.
3) Mempergunakan ketentuan-ketentuan bahasa dengan
menghindari sesuatu yang tidak ditunjukkan kepadanya oleh
bahasa Arab yang terkenal.
4) Keempat, mengambil mana yang dikehendaki untuk siyaq
(hubungan) pembicaraan dan ditunjuki oleh ketentuan-
ketentuan syara'.
Macam inilah yang didoakan oleh Nabi untuk Ibnu Abbas,
dengan perkataannya Allahumma faqqihhu fiddini wa'allimhut
ta'wila = Wahai Tuhanku, berilah kepadanya pengertian yang
dalam tentang hukum-hukum agama dan ajarkanlah kepadanya
takwil (tafsir) Al-Quran.23
Tafsir-tafsir yang terkenal yang memenuhi syarat-syarat ini,
ialah :24
- Tafsir Ar Razy (wafat 606 H.) yang dinamakan Mafatihul
Ghaibi.
- Tafsir Al Baidhawy yang dinamakan Anwarut Tamil wa Asrarut
Ta'wil.
- Tafsir Abu Suud (wafat tahun 982 H.) yang dinamakan Irsyadul
Aqlis Salim Ila Mazajil Qur-anil Karim.
- Tafsir An Nasafi (wafat tahun 710 H.) yang dinamakan
- Madarikuttanzil wa Haqaiqut Ta 'wil, dan
- Tafsir Al Khazin (wafat tahun 741 H.) yang dinamakan Lubabut
Ta 'wil ft Ma 'anil Tanzil.

c. Tafsir bil isyarah yang dinamakan tafsir isyari.


 
4. Tafsir-tafsir sesat
Adapun selain tafsir di atas maka banyak tafsir yang telah
menyimpangkan umat Islam seperti:
Tafsir Al-Quran dengan ra’yu atau pemikiran tokoh atau logika
atau penalaran perorangan. Tafsir model ini adalah menyimpang.
Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang berpendapat (menafsiri)
dalam Al-Quran dengan ra’yu (pemikiran) sendiri maka hendaknya ia
mempersiapkan tempat duduknya dari neraka.”25 Amirul Mukminin
Umar ............

23
Ibid,. hlm. 203.
24
Ibid.
25
HR. At-Tirmidzi: 4023 dalam Abwabut Tafsir, Bab Ma Ja’a filladzi Yufassirul Quran bi
Ra’yih dan dinilai hasan olehnya.

Anda mungkin juga menyukai