Anda di halaman 1dari 21

TAFSIR IBNU KATSIR QS LUQMAN AYAT 12-21

Diajukan Untuk Memenuhi Makalah Mata kuliah Studi Kitab Tafsir

Dosen Pengampu :
Aftonur Rosyad, M.Ud

Disusun oleh ;
Lailatul ismi (18)
2018114340132

FAKULTAS USHULUDIN DAN STUDI AGAMA


PROGAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
INSTITUT AGAMA ISLAM PANGERAN DIPONEGORO NGANJUK
2021

1
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat allah SWT yang senantiasa melimpahkan Rahmat,
Taufiq serta Hidayah-Nya, sehingga kami selaku penulis dapat menyelesaikan makalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Studi Kitab Tafsir.
Dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapatkan dorongan serta bimbingan
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak M. Ali yusron, M.A selaku Rektor IAI Pangeran Diponegoro Nganjuk.
2. Bapak Ali Anwar M.PD.I, selaku dekan fakultas ushuludin dan studi agama (FUSA) IAI
Pangeran diponegoro
3. Teman-teman Mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IQT)
4. Semua pihak yang mendukung dan membantu menyelesaikan makalah ini
Demikian tugas ini penulis susun untuk memenuhi tugas Studi Kitab Tafsir harapan
kami selaku penulis semoga makalah ini bisa bermanfaat, khususnya bagi para pembaca.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyaknya kekurangan,
karenanya saran dan kritik yang membangun samgat kami harapkan.

Nganjuk,29 Desember 2021

Penulis

2
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keberadaan Tafsir al-Qur’an al-Adzim yang lebih populer dengan Tafsir Ibnu Kasir,
sudah tidak asing lagi bagi para pengkaji dan peminat studi al-Qur’an dan tafsirnya. Dewasa
ini, seiring dengan meningkatnya kesadaran dalam memahami dan mengamalkan al-Qur’an,
animo masyarakat untuk memahami dan menyebarluaskan Tafsir Ibnu Kasir dapat dikatakan
semakin bagus. Ini terbukti antara lain dengan semakin banyak dan baiknya penerbitan katab
tafsir ini di masyarakat. Kitab ini pun beredar dalam bentuk CD dan terjemahan dalam bahasa
indonesia. Itu semua mengindikasikan bahwa kitab tafsir ini menempati posisi yang sangat
penting di antara kitab-kitab tafsir lainnya.
Selanjutnya untuk memahami Tafsir Ibnu Kasir, sebaiknya kita mengetahui hal-hal
yang terkait dengannya. Hal-hal yang dimaksud antara lainbiografi penulisnya, sistematika
penyusunan kitab,serta corak dan metode penafsirannya. Semua itu akan penulis coba untuk
menguraikannya sesuai dengan harapan dapat menjadi pengantar dalam memahami kitab ini.

B.     RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Setting Historis Biografis Ibnu Kasir ?
2. Bagaimana corak dan metode Tafsir Ibnu Kasir ?
3. Bagaimana tafsir ibnu katsir tentang Qs. Luqman ayat 12-21?

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Setting Historis Biografis Ibnu Kasir.


Beliau adalah pengarang tafsir Ibnu Kasir yang mempunyai nama lengkap I’mad al-
Din Isma’il ibn ‘Umar ibn Kasir al-Quraisyqi. Ia biasa dipanggil dengan sebutan Abu al-
Fida’. Ia lahir di Basrah tahun 700 H/1300 M. Dalam bidang hadits, ia banyak belajar dari
ulama-ulama Hijaz. Ia memperoleh ijazah dari al-Wani. Ia juga dididik oleh pakar hadits
terkenal di Suriah yakni Jamal ad-Din al-Mizzi (w, 742 H/ 1342 M), yang kemudian menjadi
mertuanya sendiri. Dalam waktu yang cukup lama, ia hidup di Suriah sebagai orang yang
sederhana dan tidak terkenal. Popularitasnya dimulai ketika ia terlibat dalam penelitian untuk
menetapkan hukuman terhadap seorang zindiq yang didakwa menganut paham hulul
(inkarnasi). Penelitian ini diprakarsai oleh Gubernur Suriah, Altunbuga al-Nasiri di akhir
tahun 741 H/ 1341 M.
Pada tahun 748 H/ 1341 M ia menggantikan gurunya Muhammad ibn Muhammad al-
Zahabi (1284-1348 M) di sebuah lembaga pendidikan Turba Umm Salih. Selanjutnya ia juga
diangkat menjadi kepala lembaga pendidikan hadits di Dar al-Hadits al-Asyrafiyah
setelah  Hakim Taqiuddin al-Subki wafat yaitu kepala terdahulu yang ia gantikan. Kemudian
di tahun 768 H/ 1366 M ia diangkat menjadi guru besar oleh Gubernur Mankali Buga di
Masjid Umayah Damaskus.
Selain itu, Dalam al-Mu’jam Imam Dzahabi megungkapkan tentang Ibnu Katsir, “
adalah seorang imam, mufti, pakar hadits. Spesialis fiqih, ahli hadist yang cermat dan
mufassir yang kritis”. Lain halnya dengan Ibnu Hubaib yang menyebutnya sebagai, “
pemimpin para ahli tafsir, menyimak, menghimpun dan menulis buku. Fatwa-fatwa dan
ucapannya banyak didengar hampir diseluruh pelosok. Ibnu katsir banyak tersohor karena
kecermatan dan tulisannya. Ia merupakan pakar dalam bidang sejarah, hadist dan tafsir.
Sosok ulama seperti Ibn Katsir, memang jarang kita temui, ulama yang lintas
kemampuan dalam disiplin ilmu. Spesialisasinya tidak hanya satu jenis ilmu saja. Selain itu,
ia juga sangat produktif dalam karya, telah banyak karya-karya yang lahir dari tangan dan
ketajaman berpikirnya.
Di antara karya-karya beliau adalah :
1) kitab Tafsȋr al-Qur’ân al-‘Adzȋm yang dikenal dengan nama tafsir Ibnu Katsir
2) Jamȋul masânȋd wa as-Sunan Hâdȋ li Aqwami Sunan, sebanyak 8 jilid yang berisi
tokoh-tokoh perawi hadits

5
3) at-Takmȋlah fȋ Ma’rifatus Tsiqat wad Dhu’afâ wal Majâhȋl, sebanyak 5 jilid yang
berisi nama-nama perawi yang kuat dan yang lemah
4) Mukhtashar kitab Muqaddimah Ibnu shallah; al-Bâ’is al-Hadȋts, berisi masalah ilmu
hadits
5) al-Bidâyah wan Nihâyah sebanyak 14 jilid dalam bidang sejarah
6) al-Fashal fȋ sirah ar-Rasul; Thabaqât asy-Syâfi’iyah.
7) al-Ijtihâd fȋ Thalâbil Ijtihâd dalam bidang fiqh.1
8) Al-Kawâkibub Darâri fȋ at-Târȋkh
9) Tafsȋrul Qur’ân;al-ijtihâd fȋ Talabil jihâd
10) Al-wadhihun Nafȋs fȋ Manâqibul Imâm Muhammad Ibn Idris.2
11) Kitâbul Ahkâm
12) Ahkâmul kabȋr
13) Syarah Shahih al-Bukhârȋ
14) simâi3
B. Sumber penafsiran
Tafsir Ibnu Katsir merupakan tafsir dengan corak bi al-ma’tsur/ bi  al-riwayah karena dalam
tafsir ini sangat dominan memakai riwayat/hadis, pendapat sahabat dan tabi’in. Adapun metode yang
digunakan adalah metode tahlili (analitis) karena dalam penafsiran ayat demi ayat dilakukan secara
analitis menurut urutan mushaf al- Qur’an.Berbagai sikap Ibnu Katsir dalam menafsirkan yakni
terhadap riwayat  Israilyat, penafsiran ayat-ayat hukum, naskh, muhkam.
Tafsir bil ma'tsur ialah tafsir yang berdasarkan pada Al-Qur'an atau riwayat yang
sahih yang sesuai dengan urutan dalam syarat-syarat mufassir. yaitu menafsirkan al-QUr'an
dengan al-Qur'an, Al-Qur'an dengan sunnah, perkataan sahabat karena merekalah yang paling
mengetahui kitabullah, atau dengan pendapat tokoh-tokoh besar tabi'in. Pada umumnya
mereka menerimanya dari para sahabat4

Imam Al-hakim berkata; "sesungguhnya tafsir para sahabat yang telah menyaksikan wahyu
dan turunnya adalah memiliki hukum marfu' artinya, bahwa tafsir para sahabat itu
mempunyai kedudukan hukum yang sama dengan hadis nabawi yang diangkat kepada Nabi
SAW. dengan demikian, tafsir sahabat itu termasuk ma'tsur.5

Adapun tafsir para tabi'in ada perbedaan pendapat dikalangan ulama'. sebagain ulama'
berpendapat, tafsir itu termasuk ma'tsur karena para tabi'in berjumpa dengan para sahabat.

1
Manna Khalil al-Qaththan, Mabâhits fȋ Ulȗmil Qur’ân, (Surabaya: al-Hidayah, 1973)
2
Mudzakir AS terj. Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, 528.
3
Ismâȋl bin ‘Umar ibn Katsȋr ad-Damsyiqȋ, Tafsȋr al-Qur’ân al-‘Adhim, 4
4
Terj Aunur Rafiq, pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006) hlm 434
5
Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni Ikhtisar Ulumul Qur’an Praktis (Jakarta: pustaka Amani, 2001)hlm  106

6
Ada pula yang berpendapat, tafsir itu sama saja dengan tafsir bir ra'yi (penafsiran dengan
pendapat). Artinya, para tabi'in itu mempunyai kedudukan yang sama dengan mufassir yang
hanya menfsirkan berdasarkan kaidah bahasa Arab.6

C. Corak Penulisan tafsir


metode yang digunakan Ibnu Katsir adalah dengan menafsirkan ayat Alquran dengan
ayat Alquran. Sebab keterangan pada suatu ayat yang disebutkan Allah SWT secara global
dapat ditemukan rinciannya pada ayat yang lain. Metode tafsir al-muqarran yang
dimaksudkan penulis disini adalah sebagaimana yang diketahui oleh al-Farmawi yakni suatu
metode tafsir al-Qur’an dengan mengemukakan ayat-ayat al-Qur’an yang ditulis oleh
sejumlah para mufasir, dimana seorang mufasir menghimpun sejumlah ayat-ayat al-Qur’an,
kemudian menulis kaji dan teliti penafsiran sejumlah mufasir mengenai ayat tersebut melalui
kitab-kitab tafsir mereka. Apakah mereka penafsir dari generasi salaf atau khalaf, apakah
mereka itu tafsir bi al-matsur, atau tafsir bi ra’yi
D. Sasaran, tertib ayat
Ibnu Kasir dalam menafsirkan al-Qur’an dapat dikategorikan sebagai manhaj
tahlili (metode analitis). Kategori ini dikarenakan penafsinya ayat demi ayat secara analitis
menurut urutan mushaf al-Qur’an. Meski demikian, metode penafsiran kitab ini pun dapat
dikatakan semi tematik (maudu’i), karena ketika menafsirkan ayat ia mengelompokkan ayat-
ayat yang masih dalam satu konteks pembicaraan ke dalam satu tempat baik satu atau
beberapa ayat, kemudian ia menampilkan ayat-ayat lainnya yang terkait untuk menjelaskan
ayat yang sedang ditafsirkan itu.7
Jelas bahwa metode penafsiran Ibnu Kasir tersebut ia aplikasikan dengan
langkah-langkah penafsiran yang dianggapnya paling baik (ahsanul turuq al-tafsir). Secara
garis besar langkah-langkah yang ditempuh Ibnu Kasir adalah; pertama, menyebutkan ayat
yang ditafsirkannya, kemudian ia tafsirkan dengan bahasa yang mudah dan ringkas. Jika
dimungkinkan, ia menjelaskan ayat tersebut dengan ayat lain. Kemudian membandingkannya
sehingga maksudnya menjadi jelas. Seperti halnya ketika ia menafsirkan kalimat ‫دى‬KK‫ه‬
‫للمتقين‬ (al-Qur’an sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa) ia menafsirkan ayat ini
dengan ayat 44 dari surat al-fushilat, ayat 82 dari surat al-Isra’ dan ayat 85 dari surat Yunus.8
Kedua,  mengemukakan berbagai hadits atau riwayat yang disandarkan kepada Nabi
6
Syekh Muhammad Ali Ash-Shabuni 106

7
 Ibid., hlm. 138

8
Lihat Ibnu Kasir, juzz 1, hlm. 55

7
SAW (marfu’) yang berhubungan dengan ayat yang ia tafsirkan. Bukan sekedar
mengemukakan haditsnya saja, melainkan ia juga mengemukakan pendapat para sahabat,
tabi’in dan para ulama’ salaf. Misalnya, ketika ia menampilkan banyak hadits untuk
menjelaskan kata ghibah dalam ayat ‫وال يعتب بعضكم بعضا‬ , ia menegaskannya dengan hadits
Nabi yaitu ‫ذكرك أخاك بما يكره‬ (kamu membicarakan saudaramu, dengan perkataan yang tidak
disenanginya).9 Ketiga, mengemukakan berbagai macam pendapat mufasir atau ulama’
sebelumnya. Terkadang ia menentukan pendapat yang paling kuat diantara pendapat para
ulama’ yang dikutipnya.

E. Aliran / Kecenderungan
Tafsir ibnu Katsir cenderung al-Ijtima’ yakni corak penafsiran yang berorientasi pada
sastra budaya kemasyarakatan, suatu corak penafsiran yang menitik beratkan penjelasan ayat
al-Qur’an pada segi-segi ketelitian redaksionalnya, kemudian menyusun kandungan ayat-
ayatnya dalam suatu redaksi yang indah dengan penonjolan tujuan utama turunnya ayat
kemudian merangkaikan pengertian ayat tersebut dengan hukum-hukum alam yang berlaku
dalam masyarakat dan pembangunan dunia.

F. Tafsir Ibnu Katsir tentang Qs. Luqman ayat 12-21

1. Biografi Luqmanul Hakim


Luqmanul Hakim menurut pendapat yang lebih kuat, dia bukan seorang nabi. Ia
seorang manusia saleh semata, ia seorang budak belian, berkulit hitam, berparas pas-pasan,
hidung pesek, kulit hitam legam. Namun demikian, namanya diabadikan oleh Allah SWT
menjadi nama salah satu surat dalam Al-Qur‟an yakni surat Luqman. Penyebutan ini
tentu bukan tanpa maksud. Luqman diabadikan namanya oleh Allah, karena memang orang
saleh yang patut diteladani. Bahwa Allah SWT tidak menilai seseorang dari gagah tidaknya,
juga tidak dari statusnya, jabatannya, warna kulit dan lainnya, akan tetapi Allah menilai dari
ketakwaan dan kesalehannya.10 Luqman adalah nama dari seorang yang selalu mendekatkan
diri kepada Alah dan merenungkan alam yang ada di kelilingnya. Sehingga mendapat kesan
yang mendalam, demikian juga renungannya terhadap hidup ini, sehingga terbukalah baginya
rahasia hidup itu sehingga mendapat hikmat.
Arti hikmat ialah kesan yang tinggal dalam jiwa manusia dalam melihat
9
Lihat Ibnu Kasir, juzz 7, hlm. 249

10
Sulaiman Al Kumayi, Dahsyatnya mendidik anak Gaya Rasulullah, (Yogyakarta: Semesta Hikmah, 2015), h.
126-127

8
pergantian di antara suka duka hidup, melihat kebahagiaan yang dicapai sesudah perjuangan
melawan hawa nafsu dan celaka yang didapati oleh orang yang melanggar garis-garis
kebenaran yang masih ditempuh. Sehingga orang-orang dalam perjalanan, masih di tengan
jalan orang itu, namun ia sudah tahu akibat yang akan ditemuinya kelak. Orang yang ahli
hikmat itu disebut “Al-Hakim”. Sebab itu dikenal juga Luqman ini dengan sebutan Luqman
Al-Hakim (Luqman ahli Hikmat).11
2. Asbabun Nuzul

Surat Luqman adalah surat yang turun sebelum Nabi Muhammad saw berhijrah ke
Madinah. Menurut mayoritas ulama‟ semua ayat-ayatnya Makkiyah. Penamaan surat ini
sangat wajar karena nama dan nasehat beliau yang sangat menyentuh diuraikan disini, dan
hanya disebut dalam surat ini.Tema utamanya adalah ajakan kepada Tauhid dan kepercayaan
akan keniscayaan kiamat serta pelaksanaan prinsip-prinsip dasar agama. Al-Biqa‟i
berpendapat bahwa tujuan utama surat ini adalah membuktikan betapa kitab Al-Qur‟an
mengandung hikmah yang sangat dalam, yang mengantar kepada kesimpulan bahwa yang
menurunkannya adalah Dia (Allah) yang maha bijaksana dalam firman-Nya. Dia memberi
petunjuk untuk orang-orang yang bertaqwa. Surat ini terdiri dari 33 ayat menurut ulama‟
Mekkah dan Madinah, dan 34 menurut ulama‟ Syam, Kufah dan Bashrah. Perbedaan itu
sebagaimana anda ketahui hanya perbedaan dalam cara menghitung bukan berarti ada ayat
yang tidak diakui oleh yang menilaianya hanya 33 ayat.12 Asbabun Nuzul ayat 13 adalah
ketika ayat ke-82 dari surat Al- An‟am diturunkan, para sahabat merasa keberatan. Kemudian
mereka datang menghadap Rasulullah saw seraya berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah di
antara kami yang dapat membersihkan keimanannya dari perbuatan zalim?” Jawab beliau: “
Bukan begitu. Bukankah kau telah mendengar wasiat Luqman Hakim kepada anaknya: Hai
anakku, janganlah kau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah
adalah benar-benar kezaliman yang besar.13 Sa‟ad bin Malik seorang lelaki yang sangat taat
dan menghormati ibunya. Ketika ia memeluk islam, ibunya berkata: “Wahai Sa‟ad mengapa
kamu tega meninggalkan agamamu yang lama, memeluk agama yang baru. Wahai anakku,
pilihlah salah satu kau kembali memeluk agama yang lama atau aku tidak makan dan minum
sampai mati.” Maka Sa‟ad kebingungan, bahkan ia dikatakan tega membunuh ibunya.
Maka Sa‟ad berkata: “ Wahai ibu, jangan kau lakukan yang demikian, aku memeluk agama
11
Hamka, Tafsir Al-Azhar juz XXI, (Jakarta: Putra Panjimas, 1982), h. 114
12
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, pesan kesan dan keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), Juz 11,
h. 107-108
13
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah-An-Nas,(Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2002), h. 660

9
baru tidak akan mendatangkan madharat, dan aku tidak akan meninggalkannya”. Maka Umi
Sa‟ad pun nekad tidak makan sampai tiga cara menghitung bukan berarti ada ayat yang tidak
diakui oleh yang menilaianya hanya 33 ayat. 14 Asbabun Nuzul ayat 13 adalah ketika ayat ke-
82 dari surat Al- An‟am diturunkan, para sahabat merasa keberatan. Kemudian mereka datang
menghadap Rasulullah saw seraya berkata, “Wahai Rasulullah, siapakah di antara kami yang
dapat membersihkan keimanannya dari perbuatan zalim?” Jawab beliau: “ Bukan begitu.
Bukankah kau telah mendengar wasiat Luqman Hakim kepada anaknya: Hai anakku,
janganlah kau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah adalah benar-
benar kezaliman yang besar.15

Sa‟ad bin Malik seorang lelaki yang sangat taat dan menghormati ibunya. Ketika ia
memeluk islam, ibunya berkata: “Wahai Sa‟ad mengapa kamu tega meninggalkan agamamu
yang lama, memeluk agama yang baru. Wahai anakku, pilihlah salah satu kau kembali
memeluk agama yang lama atau aku tidak makan dan minum sampai mati.” Maka Sa‟ad
kebingungan, bahkan ia dikatakan tega membunuh ibunya. Maka Sa‟ad berkata: “ Wahai
ibu, jangan kau lakukan yang demikian, aku memeluk agama baru tidak akan mendatangkan
madharat, dan aku tidak akan meninggalkannya”. Maka Umi Sa‟ad pun nekad tidak makan
sampai tigahari tiga malam. Sa‟ad berkata: “Wahai ibu, seandainya kau memiliki seribu jiwa
kemudian satu per satu meninggal, tetap aku tidak akan meninggalkan baruku (islam). karean
itu terserah ibu mau makan atau tidak”. Maka ibu itupun makan. Sehubungan dengan itu,
maka Allah swt menurunkan ayat ke-15 sebagai ketegasan bahwa kaum muslimin wajib taat
dan tunduk kepada perintah orang tua sepanjang bukan yang bertentangan dengan perintah
perintah Allah SWT.16

14
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, pesan kesan dan keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), Juz 11,
h. 107-108
15
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah-An-Nas,(Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2002), h. 660
16
Muhammad Shihib Thohir, Mushaf Marwah, (Bandung: Roudhoh Jannah, 2009), h. 412

10
3. Kelebihan Dan Kekurangan Dalam Tafsir Ibnu Katsȋr

Kelebihan penafsiran Ibnu Katsir  diantaranya


1. Para pakar tafsir dan ‘Ulumul Qur’an umumnya menyatakan bahwa tafsir Ibnu Katsir
ini merupakan kitab tafsir bi al-matsur terbesar kedua setelah tafsir al-Thabari.
2. penafsiran ayat dengan ayat al-Qur’an
3. al-Qur’an dan dengan hadis yang tersusun secara semi tematik, bahkan dalam hal ini
ia dapat dikatakan sebagai perintisnya. Selain itu, dalam tafsir ini pun banyak memuat
informasi dan kritik tentang riwayat Israiliyat dan menghindari kupasan-kupasan
linguistik yang terlalu bertele-tele. Karena itulah al-Suyuti memujinya sebagaikitab
tafsir yang tiada tandingannya.
4. tafsir ini memberi pengaruh yang sangat signifikan kepada sejumlah mufasir yang
hidup sesudahnya, termasuk Rasyid Rida, penyusun Tafsir al-Manar.
5. Mengumpulkan ayat-ayat al-qur’an yang mempunyai kolerasi makna yang saling
mendukung.
6. Menerangkan asbabun  nuzul, jika pada ayat itu mempunyai sebab-sebab turunya.
sedangkan kekurangan penafsiran Ibnu Katsir  diantaranya
1. Muhammad al-Gazali, misalnya, menyatakan bahwa  betapapun Ibnu Katsir dalam
tafsirnya telah berusaha menyeleksi hadis-hadis atau riwayat-riwayat (secara relatif
ketat), ternyata masih juga memuat hadis hadis yang sanadnya da’if dan kontradiktif.
Hal ini tidak hanya ada dalam tafsir Ibnu Katsir tetapi juga pada kitab-kitab tafsir bil
ma’tsur pada umumnya

11
4. Teks Dan Terjemahan
12 ‫َولَقَ ْد َءاتَ ْينَا لُ ْق َمـٰنَ ْٱل ِح ْك َمةَ َأ ِن ٱ ْش ُكرْ هَّلِل ِ ۚ َو َمن يَ ْش ُكرْ فَِإنَّ َما يَ ْش ُك ُر لِنَ ْف ِس ِهۦ ۖ َو َمن َكفَ َر فَِإ َّن ٱهَّلل َ َغنِ ٌّى َح ِمي ٌد‬
13 ‫ى اَل تُ ْش ِر ْك بِٱهَّلل ِ ۖ ِإ َّن ٱل ِّشرْ كَ لَظُ ْل ٌم َع ِظي ٌم‬ َ َ‫وَِإ ْذ ق‬
َّ َ‫ال لُ ْق َم ٰـنُ ٱِل ْبنِ ِهۦ َوهُ َو يَ ِعظُهۥُ يَ ٰـبُن‬
ِ ‫ى ْٱل َم‬
14 ‫صي ُر‬ َ ِ‫ص ْينَا ٱِإْل ن َسـٰنَ بِ ٰ َولِ َد ْي ِه َح َملَ ْتهُ ُأ ُّمهۥُ َو ْهنًا َعلَ ٰى َو ْه ٍن َوف‬
َّ َ‫ص ٰـلُ ۥهُ فِى عَا َم ْي ِن َأ ِن ٱ ْش ُكرْ ِلى َولِ ٰ َولِ َد ْيكَ ِإل‬ َّ ‫َو َو‬
َ ‫يل َم ْن َأن‬
َّ َ‫َاب ِإل‬
‫ى‬ َ ِ‫اح ْبهُ َما فِى ٱل ُّد ْنيَا َم ْعرُوفًا ۖ َوٱتَّبِ ْع َسب‬
ِ ‫ص‬َ ‫ْس لَكَ بِ ِهۦ ِع ْل ٌم فَاَل تُ ِط ْعهُ َما ۖ َو‬
َ ‫ك بِى َما لَي‬ َ ‫وَِإن َج ٰـهَدَاكَ َعلَ ٰ ٓى َأن تُ ْش ِر‬
15 َ‫ى َمرْ ِج ُع ُك ْم فَُأنَبُِّئ ُكم بِ َما ُكنتُ ْم تَ ْع َملُون‬
َّ َ‫ۚ ثُ َّم ِإل‬
ِ ‫ض يَْأ‬
ٌ ‫ت بِهَا ٱهَّلل ُ ۚ ِإ َّن ٱهَّلل َ لَ ِط‬
‫يف‬ ِ ْ‫ت َأوْ فِى ٱَأْلر‬
ِ ‫ص ْخ َر ٍة َأوْ فِى ٱل َّس َم ٰـ ٰ َو‬
َ ‫ك ِم ْثقَا َل َحبَّ ٍة ِّم ْن خَرْ َد ٍل فَتَ ُكن فِى‬
ُ َ‫ى ِإنَّهَٓا ِإن ت‬
َّ َ‫يَ ٰـبُن‬
16 ‫خَ بِي ٌر‬
‫ُأْل‬ َ ِ‫صابَكَ ۖ ِإ َّن ٰ َذل‬
ِ ‫ك ِم ْن ع َْز ِم ٱ ُم‬
17 ‫ور‬ ِ ‫صلَ ٰوةَ َوْأ ُمرْ بِ ْٱل َم ْعر‬
َ ‫ُوف َوٱ ْنهَ َع ِن ْٱل ُمن َك ِر َوٱصْ بِرْ َعلَ ٰى َمٓا َأ‬ َّ ‫ى َأقِ ِم ٱل‬
َّ َ‫يَ ٰـبُن‬
18 ‫ور‬ ٍ ‫َال فَ ُخ‬ ِ ْ‫ش فِى ٱَأْلر‬
ٍ ‫ض َم َرحًا ۖ ِإ َّن ٱهَّلل َ اَل ي ُِحبُّ ُك َّل ُم ْخت‬ ِ َّ‫ك لِلن‬
ِ ‫اس َواَل تَ ْم‬ َ ‫صعِّرْ خَ َّد‬ َ ُ‫َواَل ت‬
19 ‫ير‬ ِ ‫ت ْٱل َح ِم‬ ُ ْ‫صو‬ َ َ‫ت ل‬ ِ ‫ك ۚ ِإ َّن َأن َك َر ٱَأْلصْ ٰ َو‬
َ ِ‫صوْ ت‬ َ ‫ك َوٱ ْغضُضْ ِمن‬ َ ِ‫ص ْد فِى َم ْشي‬ ِ ‫َوٱ ْق‬
ِ َّ‫اطنَةً ۗ َو ِمنَ ٱلن‬
‫اس َمن ي َُج ٰـ ِد ُل فِى‬ ِ َ‫ظ ٰـ ِه َرةً َوب‬َ ُ‫ض َوَأ ْسبَ َغ َعلَ ْي ُك ْم نِ َع َمهۥ‬ ِ ْ‫ت َو َما فِى ٱَأْلر‬ ِ ‫َألَ ْم تَ َروْ ۟ا َأ َّن ٱهَّلل َ َس َّخ َر لَ ُكم َّما فِى ٱل َّس َم ٰـ ٰ َو‬
20 ‫ب ُّمنِير‬ ٍ ‫ٱهَّلل ِ بِ َغي ِْر ِع ْل ٍم َواَل هُدًى َواَل ِكتَ ٰـ‬
21 ‫ب ٱل َّس ِعير‬ ِ ‫وا بَلْ نَتَّبِ ُع َما َو َج ْدنَا َعلَ ْي ِه َءابَٓا َءنَٓا ۚ َأ َولَوْ َكانَ ٱل َّش ْيطَ ٰـنُ يَ ْدعُوهُ ْم ِإلَ ٰى َع َذا‬ ۟ ُ‫نزَل ٱهَّلل ُ قَال‬ ۟ ‫و َذا قِي َل لَهُ ُم ٱتَّبع‬
َ ‫ُوا َمٓا َأ‬ ِ ‫َِإ‬

Artinya:

12. Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu:
"Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka
sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur,
maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." 13. Dan (ingatlah) ketika Luqman
berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kezaliman yang besar." 14. Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-
tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang
ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu. 15. Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka
janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan
ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu,
maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. 16. (Luqman berkata): "Hai
anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu
atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya).
Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.17. Hai anakku, dirikanlah shalat
dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian
itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). 18. Dan janganlah kamu memalingkan
mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan
angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan
diri. 19. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya
seburuk-buruk suara ialah suara keledai.6 20. Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah
telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan
menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang
membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab
yang memberi penerangan. 21. Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang
diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami
dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-
bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala
(neraka)?.

5. Menurut Tafsir Ibnu Katsir


Pada bahasan ini akan diuraikan pemikiran tokoh Ibnu Katsir tentang konsep pendidikan karakter
dalam Al-Qur‟an surat Luqman ayat 12-21. Pembahasan tersebut dimulai dari surat 31:12 yang
berbunyi:

12 ‫س ِۦه ۖ َو َمن َكفَ َر فَِإنَّ ٱهَّلل َ َغنِ ٌّى َح ِمي ٌد‬ ْ َ‫ش ُك ْر فَِإنَّ َما ي‬
ِ ‫ش ُك ُر لِنَ ْف‬ ْ ‫َولَقَ ْد َءاتَ ْينَا لُ ْق َمـٰنَ ٱ ْل ِح ْك َمةَ َأ ِن ٱ‬
ْ َ‫ش ُك ْر هَّلِل ِ ۚ َو َمن ي‬

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah
kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia
bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji."

Firman Allah ta‟ala “Dan sungguh, telah kami berikan hikmah kepada Luqman.” (12) yaitu
pemahaman, ilmu, dan tabir mimpi, “yaitu “Bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla atas
karunia yang telah Allah Ta‟ala berikan dan anugerahkan kepadanya, yaitu karunia yang
telah Allah Ta‟ala khususkan baginya di antara orang-orang yang sejenis dan sezaman
dengannya. Lalu Allah Ta‟ala berfirman, “Dan barangsiapa bersyukur kepada Allah, maka
sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.” Yaitu sesungguhnya manfaat dan pahala
tersebut hanyalah kembali kepada orang-orang yang bersyukur.17
13 ‫ش ِركْ ِبٱهَّلل ِ ۖ ِإنَّ ٱلش ِّْر َك لَظُ ْل ٌم َع ِظي ٌم‬ ْ ُ‫َوِإ ْذ قَا َل لُ ْق َمـٰنُ ٱِل ْبنِ ِۦه َو ُه َو َي ِعظُهۥُ يَ ٰـبُنَ َّى اَل ت‬
14 ‫صي ُر‬ ْ ‫ص ٰـلُهۥُ فِى عَا َم ْي ِن َأ ِن ٱ‬
ِ ‫ش ُك ْر لِى َولِ ٰ َولِ َد ْي َك ِإلَ َّى ٱ ْل َم‬ َ ِ‫سـٰنَ بِ ٰ َولِ َد ْي ِه َح َملَ ْتهُ ُأ ُّمهۥُ َو ْهنًا َعلَ ٰى َو ْه ٍن َوف‬ َ ‫ص ْينَا ٱِإْل ن‬َّ ‫َو َو‬
َ َ‫سبِي َل َمنْ َأن‬
‫اب‬ َ ‫صا ِح ْب ُه َما فِى ٱل ُّد ْنيَا َم ْع ُروفًا ۖ َوٱتَّبِ ْع‬ َ ‫س لَ َك بِ ِهۦ ِع ْل ٌم فَاَل تُ ِط ْع ُه َما ۖ َو‬
َ ‫ش ِر َك بِى َما لَ ْي‬ ْ ُ‫َوِإن َج ٰـ َهدَاكَ َعلَ ٰ ٓى َأن ت‬
15 َ‫ِإلَ َّى ۚ ثُ َّم ِإلَ َّى َم ْر ِج ُع ُك ْم فَُأنَبُِّئ ُكم بِ َما ُكنتُ ْم تَ ْع َملُون‬

“13. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar."14. Dan Kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah
mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam
dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-
Kulah kembalimu.15. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti
keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu
apa yang telah kamu kerjakan.”

Selanjutnya tafsiran ayat 13-15 Allah Ta‟ala berfirman mengabarkan tentang


wasiat surat Luqman kepada anaknya yaitu orang yang paling dicintai, sehingga ia berhak untuk
diberikan kebaikan yang paling utama. Luqman memberikan wasiat kepada anaknya, yaitu
memberikan wasiat kepadanya agar menyembah Allah Ta‟ala semata dan tidak berbuat syirik
kepada-Nya sedikitpun. Lalu dia berkata seraya memberi peringatan kepadanya, “sesungguhnya
mempersekutukan Allah adalah benar-benar kezhaliman yang besar (13) yaitu syirik adalah
kezhaliman yang paling besar. Selanjutnya Ibnu Katsir menyandingkan wasiat kepada anaknya agar
menyembah Allah Ta‟ala semata dengan berbakti kepada kedua orang tua (14). Seorang anak harus
patuh dan berbuat baik kepada orangtua, selama mereka tidak memerintahkan untuk menggadaikan
atau menjual agama demi kecintaan anak terhadap orangtua(15).15

Pada ayat 16-19 adalah wasiat-wasiat yang bermanfaat yang telah Allah Ta‟ala firmankan
tentang Luqman Al-Hakim, agar orang-orang dapat meniru dan meneladaninya. Allah Ta‟ala
berfirman pada surat 31:16

17
Abil fida Isma‟il bin katsir Addamasyqiy, Tafsir Al-Qur‟anul Adhim Ibnu Katsir, Juz 3, (Singapura:
kutanahazu pinag, tt), h. 443-444
ِ ‫ض يَْأ‬
ٌ‫ت ِب َها ٱهَّلل ُ ۚ ِإنَّ ٱهَّلل َ لَ ِطيف‬ ِ ‫ت َأ ْو فِى ٱَأْل ْر‬ َّ ‫ص ْخ َر ٍة َأ ْو فِى ٱل‬
ِ ‫س َم ٰـ ٰ َو‬ َ ‫َي ٰـبُنَ َّى ِإنَّ َهٓا ِإن تَ ُك ِم ْثقَا َل َحبَّ ٍة ِّمنْ َخ ْر َد ٍل فَتَ ُكن فِى‬
16 ‫َخبِي ٌر‬

"Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam
batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya
(membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.”

Allah Ta‟ala akan mendatangkannya pada hari kaimat kelak ketika Dia meletakkan
timbangan-timbangan keadilan, dan Alah Ta‟ala akan memberi balasan atasnya. Jika amal
perbuatan itu baik, maka balasannyapun baik, dan jika amal perbuatan itu buruk, maka
balasannya pun buruk. Sebagaimana Firman Allah dalam surat Al- Anbiya‟:47 dan sekalipun
amal tersebut sekecil biji dzarrah yang tertutup rapat, dalam batu besar, atau ada dia ngkasa
raya, niscaya Allah akan mendatangkan balasanya.18

Selanjutnya Allah Ta‟ala berfirman surat 31:17 sebagai berikut:

17 ‫صابَكَ ۖ ِإنَّ ٰ َذلِكَ ِمنْ ع َْز ِم ٱُأْل ُمو ِر‬


َ ‫ٱصبِ ْر َعلَ ٰى َمٓا َأ‬
ْ ‫َن ٱ ْل ُمن َك ِر َو‬ ِ ‫صلَ ٰوةَ َوْأ ُم ْر بِٱ ْل َم ْع ُر‬
ِ ‫وف َوٱ ْنهَ ع‬ َّ ‫يَ ٰـبُنَ َّى َأقِ ِم ٱل‬

“Wahai ankku! Laksanakanlah shalat, yaitu sesuai dengan ketentuannya, fardhunya, dan
waktunya. “Dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang
mungkar.” Yaitu sesuai dengan kemampuan dan kesanggupanmu. “Dan bersabarlah
terhadap apa yang menimpamu”. Selanjutnya Allah Ta‟ala, “Dan janganlah kau
memalingkan wajahmu dari manusai (karena sombong).”

Selain nasihat Luqman kepada anak-anaknya untuk mendirikan shalat sesuai dengan batasan-
batasannya, fardlu-fardlunya, dan waktu- waktunya, ia juga dalam ayat tersebut menyuruh
anaknya untuk mengerjakan amar ma‟ruf dan nahi munkar terhadap manusia. Disamping itu
Ibnu Katsir menjelaskan tentang perintah mendirikan shalat yang diibrahkan dalam Luqman
mendidik anaknya sekaligus Luqman menganjurkan kepada anaknya untuk selalu bersikap
sabar dalam melaksanakan perintah Alah Swt.19
Ibnu Katsir lebih lanjut menjelaskan tentang apa yang dinasihatkan Luqman kepada anaknya
yang merupakan buah hatinya yang paling ia sayangi dengan nasihat agar anaknya
mempunyai akhlak yang baik, dalam firman-Nya surat 31:18
ِ ‫ش فِى ٱَأْل ْر‬
18 ‫ض َم َر ًحا ۖ ِإنَّ ٱهَّلل َ اَل يُ ِح ُّب ُك َّل ُم ْختَا ٍل فَ ُخو ٍر‬ ِ ‫ُص ِّع ْر َخ َّد َك لِلنَّا‬
ِ ‫س َواَل تَ ْم‬ َ ‫َواَل ت‬

18
Ibid., h. 445-446

19
Abil fida Isma‟il bin katsir Addamasyqiy, Tafsir Al-Qur‟anul Adhim Ibnu Katsir, Ibid., h. 446
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Ibnu Katsir menyebutkan kriteria akhlak baik dalam bergaul dengan masyarakat dalam surat
Luqman ayat 18 yakni Luqman menasihati dan mendidik anaknya agar jangan memalingkan
muka di saat berbicara dengan orang lain atau saat mereka berbicara kepadamu, jangan
pernah menganggap mereka remeh dan bersikap sombong kepada mereka. Luqman juga
menasihati anaknya dengan anjuran untuk selalu bersikap lemah lembut, berwajah ceria
ketika bertemu, bergaul, berkomunikasi dengan mereka.20

Kemudian Ibnu Katsir menjelaskan tentang makna nasihat Luqman kepada anaknya yang
berkisar tentang pendidikan akhlak dalam firman Allah surat 31:19
19 ‫ص ْوتُ ٱ ْل َح ِمي ِر‬
َ َ‫ت ل‬ ْ ‫ص ْوتِ َك ۚ ِإنَّ َأن َك َر ٱَأْل‬
ِ ‫ص ٰ َو‬ َ ‫ض ِمن‬ ُ ‫شيِ َك َوٱ ْغ‬
ْ ‫ض‬ ِ ‫َوٱ ْق‬
ْ ‫ص ْد فِى َم‬

“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-
buruk suara ialah suara keledai”.

Ibnu Katsir menafsirkan makna sederhana dalam berjalan, maksudnya berjalanlah


seseorang dengan langkah yang biasa dan wajar, jangan pula mengeraskan suara terhadap hal
yang tidak ada faedahnya. Suara yang paling buruk adalah suara keledai, yakni suara yang
keras dan berlebihan itu diserupakan dengan suara keledai dalam hal keras dan nada
tingginya. Adanya penyerupaan dengan suara keledai ini menunjukkan bahwa hal tersebut
diharamkan dan sangat dicela.21

Kemudian Ibnu Katsir menjelaskan tentang makna nasihat Luqman kepada anaknya yang
berkisar tentang pendidikan akhlak dalam firman Allah Qs. Luqman ayat 20-21

ِ ‫اطنَةً ۗ َو ِمنَ ٱلنَّا‬


‫س َمن يُ َج ٰـ ِد ُل‬ ْ ‫ض َوَأ‬
ِ َ‫سبَ َغ َعلَ ْي ُك ْم نِ َع َمهۥُ ظَ ٰـ ِه َرةً َوب‬ ِ ‫ت َو َما فِى ٱَأْل ْر‬
ِ ‫س َم ٰـ ٰ َو‬ َ َ ‫َألَ ْم ت ََر ْو ۟ا َأنَّ ٱهَّلل‬
َّ ‫س َّخ َر لَ ُكم َّما فِى ٱل‬
20 ‫ب ُّمنِير‬ ٍ ‫فِى ٱهَّلل ِ بِ َغ ْي ِر ِع ْل ٍم َواَل ُهدًى َواَل ِكتَ ٰـ‬
21 ‫س ِعير‬ ِ ‫ش ْيطَـٰنُ يَ ْدعُو ُه ْم ِإلَ ٰى َع َذا‬
َّ ‫ب ٱل‬ ۟ ُ‫وا َمٓا َأن َز َل ٱهَّلل ُ قَال‬
َّ ‫وا بَ ْل نَتَّبِ ُع َما َو َج ْدنَا َعلَ ْي ِه َءابَٓا َءنَٓا ۚ َأ َولَ ْو َكانَ ٱل‬ ۟ ‫َوِإ َذا قِي َل لَ ُه ُم ٱتَّبِ ُع‬

Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan

20
Ibid., h. 446

21
Ibid., h. 446
untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan
untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah
tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang
memberi penerangan. Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutilah apa yang diturunkan
Allah.” Mereka menjawab, "(Tidak), tetapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati
bapak-bapak kami mengerjakannya.” Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak
mereka) walaupun setan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-
nyala (neraka)?
Allah Swt. mengingatkan kepada makhluk-Nya akan semua nikmat yang telah Dia limpahkan
kepada mereka, bahwa Dia telah menundukkan bagi mereka semua bintang yang di langit
sebagai penerangan buat mereka di malam hari dan di siang harinya. Dia telah menciptakan
pula bagi mereka awan, hujan, salju serta embun yang ada di langit, dan Dia jadikan langit
bagi mereka sebagai atap yang terpelihara. Dan Allah telah menciptakan bagi mereka bumi
ini sebagai tempat tinggal yang disertai sungai-sungainya, pepohonannya, tanam-
tanamannya, dan buah-buahannya. Dia telah melimpahkan pula kepada mereka nikmat-
nikmat-Nya yang lahir dan yang batin, yaitu dengan mengutus para rasul dan menurunkan
kitab-kitab-Nya kepada mereka untuk menyingkirkan semua keraguan dan penyakit. Tetapi
dengan adanya semua itu tidaklah mereka semuanya beriman, bahkan di antara mereka ada
orang-orang yang membantah tentang keesaan Allah dan diutus-Nya para rasul. Bantahan
mereka terhadap hal itu tidak berdasarkan pengetahuan, tidak bersandarkan kepada alasan
yang benar, tidak pula berdasarkan kitab yang ada lagi benar. Karena itulah maka disebutkan
oleh firman Allah Swt.:
ٍ ‫س َمنْ يُ َجا ِد ُل فِي هَّللا ِ ِب َغ ْي ِر ِع ْل ٍم َوال ُهدًى َوال ِكتَا‬
{‫ب ُمنِي ٍر‬ ِ ‫}و ِمنَ النَّا‬
َ
Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu
pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan. (Luqman: 20)
Yakni kitab yang jelas lagi memberikan penerangan yang gamblang.
{‫}وِإ َذا قِي َل لَ ُه ْم‬
َ
Dan apabila dikatakan kepada mereka. (Luqman: 21)
Maksudnya, dikatakan kepada mereka yang membantah tentang keesaan Allah.
{ُ ‫}اتَّبِ ُعوا َما َأنز َل هَّللا‬
Ikutilah apa yang diturunkan Allah. (Luqman: 21)
kepada Rasul-Nya berupa syariat yang disucikan.
{‫}قَالُوا بَ ْل نَتَّبِ ُع َما َو َج ْدنَا َعلَ ْي ِه آبَا َءنَا‬
Mereka menjawab, "(Tidak), tetapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-
bapak kami mengerjakannya.” (Luqman: 21)
Tiada alasan bagi mereka melainkan hanya mengikuti jejak bapak-bapak mereka yang
terdahulu. Dalam ayat lain Allah Swt. berfirman menjawab mereka:
َ َ‫}َأ َولَ ْو َكانَ آبَاُؤ ُه ْم اَل يَ ْعقِلُون‬
{ َ‫ش ْيًئا َوال يَ ْهتَدُون‬
(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui
sesuatu apa pun, dan tidak mendapat petunjuk? (Al-Baqarah: 170)
Hai orang-orang yang beralasan mengikuti perbuatan nenek moyangnya, apakah kalian tetap
mengikuti mereka juga sekalipun mereka berada di jalan yang sesat, lalu kalian menjadi
generasi penerus mereka dalam kesesatan itu? Karena itulah disebutkan dalam surat ini
melalui firman selanjutnya:
{‫س ِعي ِر‬
َّ ‫ب ال‬ َّ ‫}َأ َولَ ْو َكانَ ال‬
ِ ‫ش ْيطَانُ يَ ْدعُو ُه ْم ِإلَى َع َذا‬
Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun setan itu menyeru
mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)? (Luqman: 21)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tentang Kitab Tafsir Ibnu Katsir Salah satu karya Ibnu Katsir yang monumental dan
populer hingga sekarang adalah Tafsir Ibnu Katsir. Mengenai nama tafsir yang dikarang oleh
Ibnu Katsir ini tidak ada data yang dapat memastikan berasal dari pengarangnya. Hal ini
karena dalam kitab tafsir dan karya-karya lainnya Ibnu Katsir tidak menyebutkan judul/nama
bagi kitab tafsir, padahal untuk karya-karya lainnya ia menamainya. Ada beberapa pendapat
mengenai nama tafsir Ibnu Katsir
1.    Para penulis sejarah tafsir al-qur’an  seperti Muhammad Husaȋn al-Zahabi dan
Muhammad ‘Alȋ al-Sâbȗnȋ menyebut tafsir karya ibnu katsir ini dengan nama Tafsir al-
Qur’ân al-‘Azȋm.
2.    ada pula yang memakai judul Tafsir Ibnu Katsir, perbedaan nama/judul tersebut
hanyalah pada namanya sedangkan isinya sama.
3.    Sementara Ibnu Thaqri Bardi menyebut karya tersebut dengan nama Tafsir Al-Quran
al-Karim.
Ketiga nama itu sebenarnya bisa diterima sebagai esensi yang dimaksudkan tidak lain
adalah Tafsir Ibnu Katsir karya Ibnu Katsir sendiri. Tafsir al-Quran al-‘Azhim.  Dari masa
hidup penulisnya diketahui bahwa kitab tafsir ini muncul pada abad ke-8 H/14 M. 
Berdasarkan data yang diperoleh kitab ini pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 1342
H/ 1923 M yang terdiri dari empat jilid.
Tafsir ini menggunakan sumber-sumber primer yang menjelaskan ayat-ayat al-quran
dengan bahasa yang sederhana dan gampang dipahami. Tafsir ini lebih mementingkan
riwayat-riwayat yang otentik dan menolak pengaruh-pengaruh asing seperti israiliyat. Tafsir
ini merupakan salah satu kitab yang berkualitas dan otentik.
Tafsir ini disusun oleh Ibnu Katsir berdasarkan sistematika  tertib susunan ayat-ayat dan
surat-surat dalam mushaf al-Quran yang lazim disebut sebagai sistematika tertib mushafi.
Secara rinci kandungan dan urutan tafsir yang terdiri dari empat jliid ini ialah jilid 1 berisi
tafsir surah al-fatihah (1) s/d an-nisa (4), jilid II berisi tafsir surah al-maidah (5) s/d an-nahl
(16), jilid III berisi tafsir surah al-isra(17) s/d Yasin (36), dan jilid IV berisi  surah al-saffat
(37) s/d an-nas (114).

9
Tafsir ini merupakan tafsir paling masyhur yang memberikan perhatian besar terhadap
apa yang diriwayatkan dari para mufassir salaf dan menjelaskan  makna-makna ayat  dan
hukum-hukumnya serta menjauhi pembahasan i’rab dan cabang balagah pada umumnya
dibicarakan secara panjang lebar oleh kebanyakan mufassir.[5] Namun jika menguraikan
masalah balagah dan i’rab  sangat padat dan mengena. Jika tidak terlalu tenggelam dalam
mendiskusikan masalah-masalah fiqih, ia memang sering mendiskusikan tapi seperlunya.
Perhatian utamanya adalah menafsirkan al-qur’an dengan sumber-sumber yang dapat
dipercaya. Maka wajar, jika sementara ulama mengakui tafsir ini sunyi dari kontaminasi
penafsiran Israiliyyat  dan jauh dari riwayat-riwayat palsu (maudu’at).
Masalah Israiliyyat mendapat perhatian khusus Ibnu Katsȋr. Dalam tafsirnya ini, ia
snagat serius membongkar riwayat-riwayat Israiliyyat yang banyak dimuat dalam kitab-kitab
tafsir lian.

9
DAFTAR PUSTAKA

Manna Khalil al-Qaththan, Mabâhits fȋ Ulȗmil Qur’ân, (Surabaya: al-Hidayah, 1973)

Mudzakir AS terj. Manna Khalil al-Qaththan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, 528.

Ismâȋl bin ‘Umar ibn Katsȋr ad-Damsyiqȋ, Tafsȋr al-Qur’ân al-‘Adhim, 4Ibnu Kasir, Tafsir al-

Qur’an al-‘Adzim, Kairo: Dar al-taufiqiyah li al-turats, 2009.

Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Drs. Mudzakir AS, cet. 14, Bogor:

Litera Antarnusa, 2011.

Hamka, Tafsir Al-Azhar juz XXI, (Jakarta: Putra Panjimas, 1982), h. 114

Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, pesan kesan dan keserasian Al-Qur‟an, (Jakarta: Lentera

Hati, 2003), Juz 11, h. 107-108

A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Studi Pendalaman Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah-An-Nas,

(Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), h. 660

Anda mungkin juga menyukai