Anda di halaman 1dari 15

1

PERKEMBANGAN TAFSIR ABAD V

( al-Zamaksyari>:Tafsir al-Kasya>f)

Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Sejarah Perkembangan Tafsir

Oleh:

CHALID

NIM: 80600220002

Dosen Pemandu:

Dr. Muh. Daming K,M.Ag

Dr. Hj.Rahmi Damis, M.Ag

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

PROGRAM PASCASARJANA UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2020
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab yang paling banyak diulas dan ditafsirkan oleh

ulama dari masa ke masa, diantaranya dapat dilihat dari apa yang tertuang dalam

jutaan jilid buku dari generasi ke generasi dengan bentuk yang berbeda-beda

sesuai dengan kemampuan dan kecenderungan penulisnya dalam menggali

kandungannya, dan diantara buku-buku itu muncul dalam bentuk tafsir.

Penafsiran al-Qur’an telah mengalami perkembangan yang luar biasa. Dimulai

dari penafsiran yang bersifatsyafawiyah (dari mulut ke mulut) sampai pada

munculnya kitab-kitab tafsir yang telah dibukukan dan sekarang di-CD-kan.

Tafsir sejak masa Rasulullah saw sampai sekarang itu dapat diklasifikasikan

menjadi dua, yaitu tafsir bi al-Ma’s\ur dan tafsir bi al-Ra’yi.1

Tafsir bi al-Ma’s\ur adalah bentuk penafsiran al-Qur’an yang

menggunakan ayat al-Qur’an, hadis atau fatwa sahabat dan tabi’in. Adapun tafsir

bi al-ra’yi adalah bentuk penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan pendapat


(ra’yu). Di antara sekian banyak tafsir bi al-Ra’yiyang tidak luput dari

keterangan di atas dan menarik untuk dikaji adalah tafsir al-kasya>fkarya ulama

besar al-Zamakhsyari>. Sebuah karya tafsir yang memiliki corak, metode dan

karateristik yang erat kaitannya dengan kapasitas dan kualitas keilmuan serta

latar belakang penulisnya.

1
Abd al-Ghafur Mahmud Musthafa Ja’far, al-Tafsir wa al-Mufassirun fi S\aubih al-Jadid,
(Cet.I; Kairo: Dar al-Salam 2007/1428) h. 401-402. Pembagian ini berdasarkan sumber tafsir
menurut Muhammad Sayyid Jibril, sedang Ibrahim Abdurrahman Khalifah menambah satu
bagian lagi yaitu al-Tafsir al-Isyariy yakni tafsir yang bersumber dari ilham atau al-
Faydh(Limpahan dari Tuhan).
3

B. Rumusan Masalah
Maka berdasarkan latar belakang diatas rumusan masalah yang akan

pemakalah paparkan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Riwayat Hidup al-Zamakhsyari> ?

2. Bagaimana KarakteristikTafsir al-Kasya>f ?

3. Bagaimana Penilaian Ulama Terhadap Tafsir al-Kasya>f ?


4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat Hidup al-Zamakhsyari>


Nama lengkapnya adalah Abu> al-Qa>sim Mahmu>d bin ‘Umar bin

Muhammad bin Ahmad bin ‘Umar al-Khawarizmi al-Zamakhsyari>. Ia lahir pada

hari Rabu tanggal 27 Rajab 467 H bertepatan dengan tahun 1074 M di

Zamakhsyari>, suatu desa yang terdapat dalam wilayah Khawarizm, Turkistan,

dan meninggal pada tahun 538 H di Jurjaniah Khawarizm.2 Menjelang usia

remaja al-Zamakhsyari> meninggalkan kampung halamannya untuk menuntut

ilmu menuju Bukhara, sebuah pusat ilmu pengetahuan termuka pada saat itu.

Belum lama belajar disana, kemudian ayahnya mengahadap Ilahi menyebabkan

dia terpaksa kembali ke Khawarizm dan berguru kepada Mudhar Mahmu>d bin

Jarir al-Zaha>bi al-Asfaha>ni> (w. 507 H.) seorang tokoh yang menguasai berbagai

disiplin ilmu. Dibawah bimbingan ulama besar itulah al-Zamakhsyari> berhasil

menguasai sastra Arab, logika, filsafat, dan teologi. Akhirnya al-Zamakhsyari>

menjadi salah satu ulama yang disegani dan menempati posisi yang tinggi dalam
bidang pemerintahan.

Pada tahun 526 H. hingga tahun 529 H. Zamakhsyari> berada di Makkah,


karena itu ia juga dikenal dengan julukan “Ja>r Allah” (tetangga Allah). Selama

berada disana ia berhasil mengarang karya monumentalnya “al-Kasya>f”. ia wafat


pada tahun 538 H. di Khawarizm setelah kembali dari Makkah.

Disamping kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh al-Zamakhsyari> yaitu

menimba ilmu dan mengajarkannya secara langsung kepada muridnya. Al-

2
Fahd al-Rumiy, Buhuts fi Ushu>l al-Tafsir wa Manahi>j, (Cet. IV; Kairo: Maktabah
Wahbah, 1419 H.) h. 152. Dan lihat juga Muhammad Husayn al-Z\ahabi, al-Tafsir wa al-
Mufassirun, Juz I (Cet. VII; Kairo:Maktabah Wahbah 2000) h. 34. Lihat juagYunahar Ilyas,
Feminisme dalam kajian Tafsir al-Qur’an Klasik dan Kontemporer, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1998) h. 29.
5

Zamakhsyari> juga mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya melalui

kegiatan penulisan buku. Al- Zamakhsyari> adalah seorang ulama yang cukup

banyak menghasilkan karya tulis yang jumlahnya mencapai lebih dari 50 judul

buku dalam berbagai bidang ilmu, seperti ilmu agama, bahasa, nahwu, sastra, dan

lain-lainya yang kini menjadi bukti kedalaman dan keragaman ilmu yang

dimilikinya demikian sekilas tentang pengarang Tafsir al-Kasya>f.3

B. Karakteristik tafsir al-Kasya>f


1. Tentang al-Kasya>f dan Latar Belakang Penulisannya
Kitab Tafsir al-Kasya>f Haqa>iq Ghawa>mid al-Tanzi>l wa ‘Uyun al-Aqa>wil
fi Wujuh al-Ta’wil” (Penyingkap Tabir Hakikat Tersembunyi Waliyu dan Mata
Air Firman dalam Aneka Penta’wilan) lebih dikenal dengan nama “al-
Kasya>f”karya al-Imam Abu> al-Qa>sim Jarullah Mahmu>d bin ‘Umar bin
Muhammad al-Zamakhsyari> antara lain diterbitkan oleh Da>r al-Kutu>b al-

Ilmiyyah Beiru>t Libanon. Sampulnya berwarna merah tua, jumlah halaman secara

keseluruhan 2879 yang terdiri dari 4 Juz. Juz 1 berisi 696 halaman yang berisi

Muqaddimah dan penafsiran Surah al-Fatihah sampai Surah al-Maidah. Juz II


berisi 736 halaman yang berisi penafsiran surah al-‘An’am sampai Surah al-

Kahfi. Juz III berisi 615 halaman yang berisi penafsiran Surah al-Maryam sampai
Surah al-Fatir. Juz IV berisi 832 halaman, berisi penafsiran surah yasin sampai

surh al-Nas.
Latar belakang penulisan tafsir al-kasya>f diungkapkan oleh al-

Zamakhsyari> dalam mukaddimah tafsirnya. Di antara faktor yang melatar

belakanginya adalah banyaknya ulama dari kalangan mu’tazilah yang setelah

kagum dengan jawaban-jawaban penafsiran al-Zamakhsyari>, mereka

3
Di antara karya-karya yang telah dihasilkan oleh al-Zamakhsyari> dapat pembaca lihat.
M. Rusydi Khalid, Mengkaji Metode Para Mufassir (Mana>hij al-Mufassirin), (Cet. I;Makassar:
Alauddin University Press, t.th) h. 36-37.
6

mengusulkan agar beliau menulis sebuah kitab tafsir. Faktor lainnya adalah

antusias masyarakat yang begitu besar untuk mengetahui apa yang beliau

jelaskan sekitar tafsir al-Qur’an.

2. Manhaj Tafsir al-Kasya>f


Kitab al-kasya>f merupakan salah satu dari kitab tafsir yang berbentuk

tafsir bi al-Ra’yi dengan menggunakan metode tah{li>li. Kitab ini digolongkan

demikian karena sumber data yang dipergunakan oleh mufassir dalam analisisnya

lebih banyak menggunakan rasio atau sering diistilahkan dengan tafsir bi al-

Ijtihad, atau tafsir bi al-Dirayah. Tafsir bi al-Ra’yitidaklah berarti hanya

mengandalkan ra’yu-nya semata. Sulit bahkan keliru apabila tafsir bi al-Ra’yi

tidak diikuti oleh tafsir bi al-Ma’s\ur,karena hal itu merupakan dasar dari tafsir.

Dengan kata lain, satu kitab tafsir dikategorikan bi al-Ra’yi ataupun bi al-Ma’s\ur

maka yang dimaksudkan adalah faktor yang dominan dari keduanya pada kitab

itu. Oleh sebab itu, karena yang dominan dari al-Kasya>f menggunakan al-Ra’yu,

maka tafsir ini dikategorikan tafsir bi al-Ra’yi, walaupun ia juga menggunakan

bentuk bi al-Ma’s\ur dalam tafsirnya.4


Sebagai contoh, ketika ia menafsirkan QS. Al-Fiil (105): 1-5 :

‫( َو ْر َﺳ َﻞ‬2) ‫ﯿﻞ‬ٍ ‫( ﻟ َ ْﻢ َ ْﳚ َﻌ ْﻞ َﻛ ْﯿﺪَ ُ ْﱒ ِﰲ ﺗَﻀْ ِﻠ‬1) ‫ﻟ َ ْﻢ َ َﺮ َﻛ ْﯿ َﻒ ﻓَ َﻌ َﻞ َرﺑ َﻚ ِﺑ ْﲱ ِﺎب اﻟْ ِﻔ ِﻞ‬


(5) ٍ‫(ﻓَ َﺠ َﻌﻠَﻬ ُْﻢ َﻛ َﻌ ْﺼ ٍﻒ َﻣ > ُﻛﻮل‬4) ‫ﯿﻞ‬ ٍ ‫ﺎر ٍة ِﻣ ْﻦ ِ ِّﲭ‬7
َ ‫( َ ْﺮ ِﻣ ِﳱ ْﻢ ِ ِﲝ‬3) ‫ﺑِﯿ َﻞ‬+ ‫َﻠَ ْ ِﳱ ْﻢ َﻃ ْﲑ ًا‬0
Terjemahan :
“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak
terhadap tentara bergajah ? bukankah Dia telah menjadikan tipu daya
mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia ? Dan Dia
mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong yang
melempari mereka dengan batu-batu (yang berasal) dari tanah yang

4
Penafsiran al-Zamakhsyari> dalam kitabnya (al-kasya>f) banyak terfokus pada
pembahasan ilmu bayan dan ma’ani, padahal masih banyak ilmu lain yang bisa dijelaskan dalam
menafsirkan al-Qur’an. Lihat. Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir Kajian
Komprehensif Metode Para Tafsir, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006) h. 226
7

terbakar, lalu dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan


(ulat)”
Ayat tersebut diatas ditafsirkan oleh al-Zamakhsyari> dengan

menggunakan riwayat dari Ibnu Abbas seperti berikut ini:

Diriwayatkan bahwa Abrahah bin al-Shahbah al-Asyram penguasa Yaman


dari Ashhamah al-Najasyi membangun gereja di San’a diberi nama al-
Qullais. Ia ingin agar orang-orang menziarahi berhaji kegereja itu,
Seorang Arab dari kinanah datang ke gereja itu dimalam hari dan
manajisinya, yang membuat Abrahah marah besar. Versi lain
menyebutkan bahwa ada beberapa orang Arab menyalakan api lalu angin
bertiup sampai membakar gereja itu. Abrahah lalu bersumpah untuk
menghancurkan Ka’bah. Abrahah lalu memimpin pasukan Habsyi dan
membawa seekor gajah yang kuat dan besar namanya Mahmud. Ia juga
membawa 12 ekor gajah lain, ada yang mengatkan 8 gajah, bahkan ada
yang mengatakan 1000 ekor gajah. Di perbatasan Makkah pasukan itu
dicegat oleh Abdul Muthalib agar tidak meruntuhkan Ka’bah dengan
imbalan upeti 1/3 kekayaan Tihamah. Tapi Abrahah tetap menyerbuh
dengan membawa gajahnya. Gajah itu bila diarahkan ke Makkah ia tak
bergerak, sebaliknya bila diarahkan ke Yaman atau arah lain ia berlari.
Allah lalu mengirim burung-burung hitam atau hijau atau putih yang
membawa batu di paruhnya dan di kedua kakinya yang melemparkan
batu-batu panas itu kepada pasukan Abrahah sehingga mereka mati
bergelimpangan…5
a. Corak atau orientasi al-Kasya>f
Dalam pembahasan tafsirnya tampak orientasi/ittijah dan corak/ la>wn dari

Tafsiral-kasya>f sebagai tafsir lugha>wi, (tafsir yang menggunakan kaedah-kaedah

bahasa) dan juga tafsir I’tiza>li> (tafsir dengan kecenderungan mazhab mu’tazilah)

kesan pertama yang akan muncul pada saat membaca dan mengamati tafsir al-
kasya>f adalah kelebihan kitab ini dalam mengungkapkan dan menggali sisi
bahasa/balaghah al-Qur’an. Kepakaran al-Zamakhsyari> dalam bidang bahasa

Arab agaknya memberikan pengaruh yang kuat dalam usahanya menafsirkan

ayat-ayat Allah. Disisi lain, penyusunan al-kasya>f dengan corak bahasa tersebut

5
Al-Zamakhsyari>, al-kasya>f, Juz IV (Cet. III; Beirut:Da>r al-Ktab al-Arabi, 1407 H) h.
797.
8

didukung oleh adanya minat penduduk di kawasan masyriq (dunia Arab sebelah

timur) kepada kesusastraan Arab lebih besar dibandingkan dengan minat

penduduk muslim Magrib (belahan barat dunia Arab).

Pendekatan bahasa yang dipergunakan al-Zamakhsyari> menyebabkan

tafsir al-kasya>f mempunyai satu corak tafsir (lawn al-Tafsir) yang sangat kuat

dan terkenal yaitu corak lugha>wi (bahasa), walaupun beliau juga menggunakan

pendekatan-pendekatan lain seperti fiqh, dan teologi. Beliau telah berusaha dan

berhasil mengungkapkan bentuk-bentuk balaghah al-Quran. Dan hal itu diakui

oleh para ulama Imam al-Zaha>bi misalnya, mengakui bahwa belum ada kitab

tafsir yang bisa menyamai al-kasya>f dalam pengungkapan penafsiran yang digali

dari kelebihan sisi bahasa al-Quran. Tidaklah mengherankan bahwa kitab-kitab

tafsir yang muncul sesudahnya terinspirasi dan menjadikan al-Kasya>f sebagai

referensi utama, walaupun terkadang mereka sendiri adalah penantangnya.

Disamping bahasa, beliau juga menggunakan pendekatan fikh, seperti

ketika menafsirkan Q.S al-Fatihah (1):1:


‫ ّاﻟﺮﲪﻦ ّاﻟﺮﺣﲓ‬E‫ا‬D ‫ِﺴ ِﻢ‬G
Terjemah :
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang
Dalam tafsiral-kasya>f, al-Zamakhsyari> menjelaskan bahwa para Qurra dan

Fuqaha Madinah, Bashrah, dan Syam menganggap bahwa basmalah di atas bukan

merupakan ayat dari Surah al-Fatihah dan bukan pula ayat dari surah lainnya,

tapi hanya sebagai pemisah dan mendapat berkah. Sedangkan para Qurra dan

Fuqaha dari Makkah dan Kufah menganggapnya sebagai salah satu ayat dari al-

Fatihah dan surah lainnya.

Dari perbedaan pendapat mengenai basmalah bukan ayat sebagai yang

dianut mazhab Abu> Hani>fah, mereka tidak menjahar basmalah ketika membaca

al-Fatihah dalam shalat. Sedangkan Imam Sya>fi’i> beserta pengikutnya menjahar


9

basmalah karena menganggapnya sebagai ayat dari al-Fatihah dan surah-surah al-

Qur’an lainnya kecuali Surah al-Taubah.

Contoh lain ketika al-Zamakhsyari> menafsirkan surah al-Maidah ayat 6:

‫وﺳ ُ ْﲂ‬ِ ‫َ ُ ْﲂ ا َﱃ اﻟْ َﻤ َﺮا ِﻓ ِﻖ َوا ْﻣ َﺴ ُﺤﻮا ِ\ ُﺮ ُء‬M‫اﻟﺼ َﻼ ِة ﻓَﺎ ْﻏ ِﺴﻠُﻮا ُو ُﺟﻮﻫ ُ َْﲂ َو ﯾْ ِﺪ‬ D ‫ُﻮا ا َذا ﻗُ ْﻤ ُ ْﱲ ا َﱃ‬V‫ﻦ ٓ َﻣ‬Mَ X‫ ِا‬D ‫ ﳞَﺎ‬Zَ
K K K
‫ْ ُ ْﲂ‬V‫ ٌﺪ ِﻣ‬gَ ‫َ َﲆ َﺳ َﻔ ٍﺮ ْو َ^ َﺎء‬0 ‫ﺮوا َوا ْن ُﻛ ْﻨ ُ ْﱲ َﻣ ْﺮ َﴇ ْو‬Dُ ‫ﺎﻃﻬ‬D َ‫ُ ًﺒﺎ ﻓ‬V‫َو ْر ُ^ﻠَ ُ ْﲂ ا َﱃ ْاﻟ َﻜ ْﻌ َﺒ ْ ِﲔ َوا ْن ُﻛ ْﻨ ُ ْﱲ ُﺟ‬
‫ْ ُﻪ‬V‫ﲂ ِﻣ‬Mْ ُ ‫ﻤ ُﻤﻮا َﺻ ِﻌﯿﺪً ا َﻃ ِ ّﯿ ًﺒﺎ ﻓَﺎ ْﻣ َﺴ ُﺤﻮا ﺑ ُِﻮ ُﺟﻮ ِﻫ ُ ْﲂ َو ﯾْ ِﺪ‬K D ‫َ َﯿ‬iَ‫ ّ َﺴ َﺎء ﻓَ َ ْﲅ َﲡِﺪُ وا َﻣ ًﺎء ﻓ‬lِ ‫اﻟ‬K ‫ ُ ُﱲ‬m‫ﻂِ ْو َﻻ َﻣ ْﺴ‬K ِ‫ِﻣ َﻦ اﻟْﻐَﺎﺋ‬
(6) ‫ون‬ َ ‫ َ ْﺸ ُﻜ ُﺮ‬y ‫ ُ ْﲂ‬D ‫َﻠَ ْﯿ ُ ْﲂ ﻟَ َﻌﻠ‬0 ‫ﱲ ِﻧ ْﻌ َﻤﺘَ ُﻪ‬D ِ ‫ُ ِﺮﯾﺪُ ِﻟ ُﯿ َﻄﻬّ َِﺮُ ْﰼ َو ِﻟ ُﯿ‬M ‫َﻠَ ْﯿ ُ ْﲂ ِﻣ ْﻦ َﺣ َﺮجٍ َوﻟَ ِﻜ ْﻦ‬0 ‫ ِﻟ َﯿ ْﺠ َﻌ َﻞ‬E‫ا‬
ُ D ُ‫ُ ِﺮﯾﺪ‬M ‫َﻣﺎ‬
Terjemah :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku,
dan sapulah kepalamu dab (basuh) kakimu samapi kedua mata kaki…
Dalam menafsirkan “wamsahu biri-usikum” diatas, al-Zamakhsyari>

mengemukakan perbedaan yang terjadi antara imam Sya>fi’i>, Ma>lik dan Hana>fi.

Imam Mali>k memahami bahwa menyapu kepala adalah menyapunya secara

keseluruhan, seluruh kepala. Imam Syafi>’i berpendapat cukup sebagian kecil

kepala, sedang Imam Abu> Hani>fah mengatakan cukup menyapu ubun-ubun atau

seperempat kepala. Ia tidak membela salah satu pendapat, tetapi beliau

menyatakan bahwa mengusap sebahagian dari kepala atau keseluruhannya


memiliki pengertian yang sama, yaitu meletakkan tangan di atas kepala dengan

satu tujuan yang sama yakni mengusap kepala. Dalam menafsirkan ayat-ayat fiqh

seperti yang ada di atas al-Zamakhsyari> berusaha untuk bersikap netral walaupun

dia sendiri adalah pengikut Hana>fi.6


Corak lain yang menonjol dari kitab al-kasya>f adalah corak kalam/teologi

sesuai kecenderungan pada paham mu’tazilah. Kepanatikan al-Zamakhsyari> akan


aliran mu’tazilah menyebabkan kitab al-kasya>f memuat banyak penafsiran yang

mendukung aliaran teologi yang terkenal mendahulukan rasio itu.

6
Al-Zamakhsyari>, al-Kasya>f, Juz I. , h. 99.
10

Kemu’tazilahan Tafsir al-kasya>f bisa terlihat pada saat menafsirkan ayat-ayat

yang terkait dengan ajaran-ajaran Mu’tazilah, utamanya ajaran yang pokok

seperti al-Ushu>l al-Kha>msh.

Ketika beliau sampai pada ayat yang zahirnya bertentangan dengan

pemahaman mu’tazilah, beliau berusaha sedemikian mungkin untuk

membatalkan dan memalingkan makan zahirtersebut kepada kemungkinan arti

lain yang dimiliki kata itu. Kesalahan seperti itu sering terjadi pada ulama

mu’tazilah pada umumnya dan sebagian filosof.

Sebagai contoh, di antara pentauhidan mu’tazilah adalah mustahilnya

Allah untuk dilihat didunia dan di akhirat. Ketika beliau sampai pada penafsiran

dua ayat (22 dan 23) dari Q.S al-Qiyamah:


(23) ‫( ا َﱃ َر ِ ّﲠَﺎ •َ ِﻇ َﺮ ٌة‬22) ‫ﴐ ٌة‬
َ ِ َ• ‫ُو ُﺟﻮ ٌﻩ ﯾ َ ْﻮ َﻣ ِ| ٍﺬ‬
K
Terjemah:
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri kepada
Tuhannyalah mereka melihat.
al-Zamakhsyari memalingkan arti kata “na>zhirah” dari arti asalnya

“melihat” kepada arti lain yaitu “tawaqquf” yang berarti: menunggu dan

berharap. Hal itu dilakukannya oleh karena arti melihat akan bertentangan
pendapat mu’tazilah.

Cara lain yang terlihat dalam al-kasya>f (jika ayat yang akan ditafsir
bertentangan dengan faham Mu’tazilah) adalah pengklasifikasian ayat-ayat

muh{kama>t dan mutasya>biha>t. Ayat-ayat yang sesuai ajaran teologi yang


dianutnya, dikategorikan masuk pada klasifikasi yang pertama, jika tidak maka

ayat-ayat itu dimasukkan pada kategori yang kedua. Setelah itu, ayat-ayat yang

mutasybihat itu ditakwilkan agar sesuai dengan yang muhkamat. Hal itu beliau

ungkapkan ketika menafsirkan Q.S ali-Imran ayat 7:


ٌ َ ِ‫َﺸَ ﺎﲠ‬ƒ‫َ ِﺎب َو …ﺧ َُﺮ ُﻣ‬i‫ُﻦ …م اﻟْ ِﻜ‬D ‫ﺎت ﻫ‬
……‫ﺎت‬ َ َi‫َﻠَ ْﯿ َﻚ اﻟْ ِﻜ‬0 ‫ْ َﺰ َل‬‰ ‫ي‬X‫ ِا‬D ‫ﻫ َُﻮ‬
ٌ َ‫ ٌت ُﻣ ْﺤ َﳬ‬Zَ ٓ ‫ْ ُﻪ‬V‫ﺎب ِﻣ‬
11

Terjamah:
‫ُﻦ …م‬D ‫ﳢﺎﲤﺤﳣﻼت ﻫ‬ƒ‫ﺎت ﻣﺸ‬ ٌ ِ‫َﺸﺎﲠ‬ƒ‫–ﺎﻩ ُﻣ‬ƒ‫« ﺑ ٔن ﺣﻔﻈﺖ ﻣﻦ ˜ﺣ™ل و˜ﺷ‬1» ‫ﲈت ٔﺣﳬﺖ ﻋﺒﺎرﲥﺎ‬ ٌ ‫ُﻣ ْﺤ َﻜ‬
‫ )اﱃ َر ِ ّﲠﺎ‬، (‫ﺼﺎر‬
ُ ْ‫ﺑ‬¤‫ﺎل ذ› )ﻻ ﺗُﺪْ ِر ُﻛ ُﻪ ْا‬œ‫ وﻣ‬،‫ﳱﺎ‬žٕ‫ﻠﳱﺎ و ﺮ ّد ا‬0 ‫ﺸﺎﲠﺎت‬ƒ‫ﺎب ﲢﻤﻞ اﳌ‬i‫ﺎب ٔى ٔﺻﻞ اﻟﻜ‬i ِ ‫اﻟْ ِﻜ‬
K 7
ِ
(‫•ﻇ َﺮ ٌة‬
Dapat dilihat dari keterangannya bahwa beliau memasukkan al-An’am

103 yang menyebutkan bahwa Allah tak dapat dilihat baik di dunia maupun di

akhirat sebagai ayat muh{kama>t, sedang al-Qiyamah 23 yang menyatakan bahwa

orang-orang mukmin di akhirat dapat melihat Tuhan sebagai ayat mustasya>biha>t.

Ini berbeda dengan pandangan ahlu sunnah wa al-Jamaah bahwa hanya di dunia

Allah tak dapat dilihat, sedang diakhirat orang-orang beriman akan menikmati

memandang wajah Allah secara jelas.8

b. Sistematika dan Bentuk Penyajian Tafsir al-Kasya>f


Sistematika dan bentuk penyajian tafsir al-kasya>f adalah penyajian runtut

dan rinci (tah{li>li), yakni menafsirkan al-Qur’an ayat demi ayat dan surah demi

surah secara berurutan dan rinci, sesuai dengan tertib susunan ayat dan surah

dalam Mushaf Usma>ni.9

Seperti cara yang ditempuh oleh mufassir lain, al-Zamakhsyari> secara

singkat menjelaskan makiyyah atau madaniyyah di setiap awal surah, dan

menyebutkan jumlah ayatnya. Setelah itu beliau masuk ke ayat yang akan

ditafsirkan, memulainya dari makna mufradat menyebutkan I’rabnya jika

dianggap perlu, untuk menguatkan arti dan maksudnya. Pembahasan lebih

mendalam pada saat memaparkan sisi kemukjizatan al-Qur’an diantaranya pada

7
Al-Zamakhsyari>, al-Kasya>f, Juz I. , h. 338
8
Sekalipun ulama-ulama ahlu Sunnah menentang Akidah Mu’tazilah yang dianut oleh al-
Zamakhsyari>, namun mereka banyak mereguk manfaat dari ilmu beliau dan mengikuti cara-cara
yang mereka tempuh. Lihat Muhammad Basuni Fawdah, al-Tafsir al-Mana>hij, Terjemah,
(Bandung: Pustaka, 1997 ) h. 116
9
Lihat. Nashiruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1998) h. 50
12

sisi korelatif, munasabah ayat. Beliau juga menambahkan bentuk-bentuk qira’at

dan asbab nuzul. Problematika tafsir beliau paparkan dalam bentuk dialog “Kalau

kamu berpendapat begitu… saya katakan begini…”

Dalam menafsirkan al-Qur’an, beliau menafsirkan ayat per ayat kemudian

memenggal ayat-ayat tersebut dengan kata perkata, seperti pada contoh

sebelumnya. al-Zamakhsyari> tergolong mufassir yang menguatkan fadhilah

surah. Namun banyak hadis-hadis fadhilah surah adalah hadis maudu yang diakui

sendiri oleh pembuatnya.

C. Penilaian Ulama terhadap al-Kasya>f

Kitab al-kasya>f diakui oleh para ulama sebagai kitab yang berkualitas

tinggi dan memiliki beberepa keistimewaan yang membuatnya berbeda dari kitab

tafsir lain. Di antara keistimewaan itu adalah.

a. Penafsirannya mampu mengungkap rahasia-rahasia balaghah dalam al-

Qur’an. Dalam hal ini, al-Zaha>bi mengungkapkan bahwa tidak ada kitab

tafsir lain yang mampu menandingi al-kasya>f dahulu maupun sekarang.

Pujian senada diungkapkan oleh Ibnu khaldun, ketika khaldun berbicara


tentang tafsir yang menggunakan pendekatan bahasa, I’rab dan balaghah,

beliau menyatakan bahwa sekian banyak tafsir yang di dalamnya memuat


tentang keilmuan semacam ini, kitab al-kasya>f adalah yang terbaik.

b. Al-kasya>f, seperti yang dijelaskan oleh al-Zarqa>ni adalah kitab tafsir yang
isinya sederhana dan tidak berbelit-belit.

c. Bersih dari kisah israiliyyat, kecuali pada kisah Nabi Daud dan Nabi

Sulaiman. Apabila ia mengemukakan kisah israiliyyat, maka ia

menyatakan ketidakbenarannya.

d. Berpegang pada bahasa arab dan uslubnya, dan Nazam (susunan kalimat)

dalam menerangkan maksud ayat.


13

e. Menjelaskan aspek-aspek kemukjizatan al-Qur’an dalam banyak ayat al-

Qur’an yang tidak dapat ditandingi oleh manusia sampai kapanpun

dengan pendekatan sastra.

Kelebihan dan kemasyhuran kitab ini sangat terlihat dari banyaknya

respon dari banyaknya mafassir sesudahnya melalui kitab-kitab syarah dan

khulasah. Baik dalam bentuk pujian, kritikan, danada ulama yang memuji dan

mengkritiknya sekaligus. Diantara ulama yang mengkritik al-kasya>f karena

faham mu’tazilahnya adalah Ahmad bin al-munir al-Iskandari>, ibn al-Qayyim al-

Jauziyyah, Taqiyuddin al-Subkhi, Abu Hayyan al-Andalusia, Ibnu Khladun Syikh

Haydar al-Hirawi dan Jalaluddin al-Suyuthi. Beberapa diantara mereka

menyusun kitab untuk membantah paham mu’tazilah al-kasya>f seperti al-Intishaf


fi ma Tadhammanahu al-Kasya>f min al-I’tizal, karya Ahmad bin al-munir al-
iskandariyyah.

Pujian disampaikan pada al-kasya>f karena al-Zamaksyari>adalah ulama

yang menguasai bahasa Arab, I’rab balaghah, dan syair-syair Arab sehingga

mampu mengungkap kemukjizatan al-Qur’an dari segi keindahan bahasa dan


susunannya. Namun kritikan pada al-kasya>f karena penulisnya adalah orang yang

berpaham mu’tazilah dan berupaya membelokkan sejumlah ayat al-Qur’an


dengan cara takwil dan istidlal agar sejalan dengan akidah mu’tazilah. Kritikan

pada al-kasya>f juga karena kitab ini kurang ber-istisyhad (mengambil dalil) dari
hadis, suka mengambil hadis dhaif tentang fadhilah surah, dan pengarannya

bersikap keras dan kadang merendahkan ulama ahlusunnah wa al-Jamaah.


14

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. al-Zamaksyari> adalah Abu> al-Qa>sim Mahmu>d bin ‘Umar bin

Muhammad bin ahmad bin umar al-Khawarizmi. Ia terkenal sebagi

ulam yang produktif. Tafsirnya al-kasya>f al-Zamakshari< merupakan

karyanya yang paling terkenal dibandingakan dengan 50-an karya

tulisnya yang lain, kesemuanya sekaligus menjadi tanda kedalaman

dan keluasan ilmunya.

2. Tafsir al-kasya>f termasuk kitab tafsir bi al-Ra’yidengan metode

analisis (tah{li>li). Karakteristik yang paling menonjol pada al-kasya>f

adalah corak lugha>wi. Kemampuan penulisnya mengungkapkan

tingginya tata bahasa dan balaghah, retorika al-Qur’an merupakan

kelebihan al-kasya>f yang tidak tertandingi dan mengundang

kekaguman para ulama. Karakteristik lain yang menonjol dari al-


kasya>f adalah kecenderungan penulisnya pada paham mu’tazilah.
Ayat-ayat yang sesuai dengan paham mu’tazilah dijadikan sebagai

dalil penguat. Sedangkan ayat-ayat hukum fiqih, al-kasya>f sangat

hati-hati dan berusaha untuk bersifat netral.

3. Kualitas al-kasya>f terlihat dari banyaknya respon para ulama terhadap

kitab tafsir yang ditulis sekitar tiga tahun itu. Baik dalam bentuk

pujian maupun dalam bentuk telaah kritis terhadap paham mu’tazilah

pada kitab itu. Hanya saja, realitas seperti itu tidak bisa membendung

kekaguman ulama lain terhadap tingginya kualitas ilmiah al-Kasya>f.


15

DAFTAR PUSTAKA
al-Rumiy, Fahd. Buhuts fi Ushu>l al-Tafsir wa Manahi>j. 1419. Cet. Ke-IV. Kairo:
Maktabah Wahbah.
al-Z|ahabi, Muhammad Husayn al-Tafsir wa al-Mufassirun. 2000. Cet. Ke-VII.
Kairo:Maktabah Wahbah.
Al-Zamakhsyari>.al-Kasya>f. 1407. Cet. Ke-III. Beirut: Da>r al-Kutub al-Arabi.
Baidan, Nashiruddin. Metodologi Penafsiran al-Qur’an. 1998. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Fawdah, Muhammad Basuni. al-Tafsir al-Mana>hij. Terj. 1997. Bandung: Pustaka.
Ilyas, Yunahar. Feminisme dalam kajian Tafsir al-Qur’an Klasik dan
Kontemporer. 1998. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ja’far, Abd al-Ghafur Mahmud Musthafa. al-Tafsir wa al-Mufassirun fi S\aubih
al-Jadid. 2007. Cet. Ke-I. Kairo: Dar al-Salam.
Khalid, M. Rusydi. Mengkaji Metode Para Mufassir (Manahij al-Mufassirin).
t.th. Cet. Ke-I. Makassar: Alauddin University Press.
Mahmud, Mani’ Abd Halim. Metodologi Tafsir Kajian Komprehensif Metode
Para Tafsir. 2006. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai