Anda di halaman 1dari 15

KAJIAN PADA KELOMPOK AYAT TENTANG AHL AL-KITAB PADA TAFSIR

Al-KASYSYAF KARYA AL-ZAMAKHSYARI

Natasya Rezalleansyah Putri1, Riseu Ayu Lestari2, Sahra Indah Rizqiyah3, Saufan 4
1, 2, 3, 4
Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin
UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Abstract
This study aims to discuss the study of the verses of Ahl al-Kitab in the interpretation of the
Qur'an according to Tafsir Al-Kasysyaf. The method used in this research is a qualitative
method with a library research approach. The results of this study include Al-Zamakhsyari's
biography, sources, methods and styles of Tafsir Al-Kasysyaf, and the definition of Ahl Kitab
according to scholars and Al-Zamakhsyari. This study concludes that the full name of Imam
Al-Zamakhsyari is Abd Al-Qasim Jar-Allah Ibn 'Umar Ibn Muhammad Az-Zamakhsyari.
He wrote his commentary entitled Al-Kasysyaf 'an Haqa'iq Ghawamid al-Tanzil wa 'Uyun
al-Aqawil fi Wujub al-Ta'wil. At the insistence of the Mu'tazilites. The style used in this
interpretation is Lawn Adabi wa I'tiqadi, which is a linguistic style as well as a theological
style. The purpose of writing this commentary is to represent Mu'tazilah theology. Many
scholars, including al-Zamakhsyari, agree that the definition of ahl al-Kitab is Jews and
Christians.

Keyword : Ayat, Ahl Al-kitab, Al-Kasysyaf, Al-Zamakhsyari, Tafsir

Abstrak
Penelitian ini bertujuan membahas tentang kajian terhadap ayat-ayat Ahl al-Kitab
dalam penafsiran Al-Qur’an menurut Tafsir Al-Kasysyaf. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan studi pustaka
(library research). Hasil penelitian ini meliputi biografi Al-Zamakhsyari, sumber,
metode dan corak tafsir Al-Kasysyaf, dan definisi dari Ahl Kitab menurut ulama dan
Al-Zamakhsyari. Penelitian ini menyimpulkan bahwa nama lengkap dari Imam Al-
Zamakhsyari adalah Abd Al-Qasim Jar-Allah Ibn ‘Umar Ibn Muhammad Az-
Zamakhsyari. Beliau menulis kitab tafsirnya yang berjudul Al-Kasysyaf ‘an Haqa’iq
Ghawamid al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujub al-Ta’wil. Berdasarkan desakan
pengikut Mu’tazilah. Corak yang dipakai dalam tafsir ini adalah Lawn Adabi wa
I‘tiqadi, yaitu corak kebahasaan dan juga corak teologis. Tujuan penulisan tafsir ini
adalah untuk merepresentasikan teologi Mu’tazilah. Jumhur ulama termasuk al-
Zamakhsyari sepakat bahwa definisi ahl kitab yakni kaum Yahudi dan Nasrani.

Kata kunci: Ayat, Ahl Al-kitab, Al-Kasysyaf, Al-Zamakhsyari, Tafsir

Pendahuluan

Al-Qur’an menggambarkan tentang ahl kitab Yahudi dan Nasrani dalam


berbagai ayat Al-Qur’an (Nasution: 2019). Ahl al-Kitab merupakan salah satu term di
dalam al-Qur’an yang masih mendapat perhatian banyak bagi pengkaji Islam. Hal
itu disebabkan mereka tidak sepakat dalam memahami maknanya (Mukmin: 2021).
Diantara para ahli yang mencoba menawarkan pemahaman atas Ahl al-Kitab adalah
al-Zamakhsyari dengan kitab tafsirnya yakni tafsir Al-Kasysyaf.
Pada era keemasan Islam, banyak ulama yang produktif dan menghasilkan
banyak karya tulis sehingga menjadi rujukan bagi generasi berikutnya. Diantaranya
dalam bidang tafsir yang lahir pada era itu adalah kitab al-Kasysyaf karya al-
Zamakhsyari. Para ulama memuji dan mengakui kelebihan kitab tersebut, terutama
pada corak kebahasaannya. Selain itu, terdapat pula corak teologis yang lebih
cenderung terhadap salah satu pemahaman ilmu kalam, yakni aliran Mu’tazilah
(Mulyaden; Hilmi & Yusuf: 2022).

Sejumlah penelitian terdahulu telah menjelaskan berbagai hal antara lain


Fitri, R. N. (2021) dengan judul Makna ahli kitab dalam Alquran perspektif
hermeneutika Fazlur Rahman terbitan Digital Library UIN Sunan Ampel Surabaya.
Fitri, R. N. (2021) menyatakan pengertian ahl kitab secara harfiah berarti “yang
memiliki kitab” adalah konsep yang memberi pengakuan terhadap penganut agama
di luar agama Islam yang mempunyai kitab suci, maksudnya memberikan
pengakuan sebatas hak untuk bereksistensi dengan kebebasan menjalankan agama
mereka masing-masing. Di dalam Alquran terdapat 31 ayat yang menggunakan kata
Ahl al-Kitab dan secara umum disebutkan bagi penganut Yahudi dan Nasrani (Fitri:
2021). Menurut Alfiyah, A. (2018) berjudul Kajian Kitab Al Kasyaf Karya
Zamakhsyari terbitan Al Furqan: Jurnal Ilmu Al Quran dan Tafsir. Alfiyah, A. (2018)
menjelaskan biografi Al-Zamakhsyari serta latar belakang penulisan tafsir Al-
Kasysyaf, nama lengkap beliau adalah ‘Abd al-Qasim Mahmud ibn Muhammad ibn
‘Umar al-Zamakhshari. Tetapi ada juga yang menulis Muhammad ibn ‘Umar ibn
Muhammad al-Khawarizmi al- Zamakhshari. Ia dilahirkan di Zamakhsyar, sebuah
kota kecil di Khawarizm pada hari Rabu 27 Rajab 467 H atau 18 Maret 1075 M. Al-
Zamakhshari menulis kitab tafsirnya yang berjudul Al-Kasysyaf ‘an Haqa’iq
Ghawamid al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi Wujub al-Ta’wil. Berdasarkan desakan
pengikut Mu’tazilah di Mekah dan atas dorongan al-Hasan ‘Ali ibn Hamzah ibn
Wahhas serta kesadaran diri sendiri, akhirnya Al- Zamakhshari berhasil
penyelesaian penulisan tafsirnya dalam waktu kurang lebih 30 bulan. Penulisan
tafsir tersebut dimulai ketika ia berada di Mekah pada tahun 526 H dan selesai pada
hari senin 23 Rabi’ul Akhir 528 H. Penafsiran yang ditempuh Al-Zamakhshari dalam
karyanya ini sangat menarik, karena uraiannya singkat tapi jelas (Alfiyah: 2018).

Penelitian terdahulu bermanfaat bagi penyusunan kerangka berpikir


penelitian ini. Tafsir Al-Kasysyaf merupakan salah satu kitab tafsir yang memiliki
kelebihan dan kekurangan dalam tafsirnya. Di antara kelebihannya yakni: a.
Terhindar dari israiliyat b. menerangkan pengertian makna kata berdasarkan atas
penggunaan bahasa Arab dan gaya bahasa yang digunakan. c. Penekanan terhadap
aspek balaghah d. Memakai metode dialog (Alfiyah: 2018). Dan karena metode yang
digunakan Zamakhsyari dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah metode tahlili,
metode tafsir ini mempunyai beberapa kekurangan sebagai berikut: a. Bahasan-
bahasannya dirasakan sebagai “mengikat” generasi berikut karena sifat
penafsirannya amat teoretis. b. Tidak menyelesaikan satu pokok masalah (bahasan)
secara tuntas karena seringkali satu pokok bahasan diuraikan sisinya atau
kelanjutannya pada ayat lain (Qowim: 2012).

Berdasarkan paparan di atas, penulis berusaha menyusun formula penelitian,


yaitu tujuan, asumsi, dan pertanyaan penelitian (Darmalaksana, 2020). Penelitian ini
bertujuan membahas Ayat tentang beberapa tentang Ahl Kitab Dalam Tafsir Al-
Kasysyaf Karya al-Zamakhsyari. Diasumsikan bahwa terdapat makna ayat tentang
Ahl Kitab dalam Tafsir Al-Kasysyaf Karya al-Zamakhsyari. Pertanyaannya ini
adalah bagaimana Ayat tentang Ahl Kitab dalam Tafsir Al-Kasysyaf Karya al-
Zamakhsyari.

Metode Penelitian

Penelitian merupakan jenis kualitatif melalui studi pustaka (Darmalaksana,


2020). Adapun pendekatan untuk interpretasi data digunakan analisi isi dengan cara
library research dengan memiliki sumber data primer yaitu kitab tafsir Al-Kasysyaf
dan untuk pengumpulan data menggunakan metode kepustakaan melalui membaca
literatur terpercaya, meneliti dan memahami buku-buku serta sumber literatur
lainnya.

Pembahasan

A. Biografi Al-Zamakhsyari

 Riwayat Hidup

Nama lengkap dari Imam Al-Zamakhsyari adalah Abd Al-Qasim Jar-Allah


Ibn ‘Umar Ibn Muhammad Az-Zamakhsyari. Tetapi ada juga yang menulis
Muhammad Ibn ‘Umar Ibn Muhammad Az-Zamakhsyari Al-Khawarizmi yaitu
sebuah desa kecil di Jamakhsyar (Daar al-Hadis : Qahirah, 2005). Beliau dikenal
dengan sebutan Abu al-Qasim. Ia bergelar Jar Allah (tetangga Allah) sebuah gelar
yang diberikan kepada seseorang setelah bermukim di Makkah dalam kurun waktu
yang cukup lama. Imam Az-Zamakhsyari adalah ulama besar yang hidup pada
abad ke 5-6 Hijriyah atau sekitar abad 11-12 Masehi. Beliau lahir pada hari rabu 27
rajab 467 H atau 18 maret 1075 M. Beliau berasal dari keluarga miskin, tetapi ‘alim
dan ta’at beragama.

 Pendidikan
Pendidikan beliau dimulai dari gemblengan orang tuanya kemudian ia
melanglang mencari ilmu ke Baghdad, dan beliau menjumpai ulama-ulama dan
mulai berguru kepada mereka. Kemudian beliau masuk ke kota Khurasan dan
berulang kali beliau masuk ke kota tersebut dan mencari ilmu disana. Beliau tidak
akan masuk ke suatu kota melainkan berkumpul dengan para ahli ilmu dan beliau
menjadi murid mereka. Kemudian beliau menjadi seorang imam dengan
persetujuan dari berbagai pihak.

Selesai belajar di Khurasan beliau pergi ke Makkah dan menetap cukup lama,
dan disana pula ia menulis tafsirnya, al-kasyssyaf An haqa ‘iqi at-Tanzili wa ‘Uyuni
Aqawil Fi Wujuhit Ta’wil. Dan di Makkah pula beliau mempelajari kitab Sibawaihi
pakar gramatika arab yang terkenal (w. 518 H). kemudian pulang dan menjadi salah
satu murid Abu Mudar al-Nahwi san berhasil menguasai Bahasa Arab, logika,
filsafat dan ilmu kalam.

Kemudian pernah di Baghdad menjadi murid Abu al-Khottab al-Batr Abi


Sya’idah al- Syafani, Abi Manshur al-Harisi dalam pengajian hadits dan menjadi
murid al-Damagani al-Syarif ibnu Syajari dalam ilmu fiqih. Setelah dua tahun
kembali ke kampung halaman akhirnya berkesempatan lagi untuk kembali ke
Makkah dan menetap selama tiga tahun di tahun 256-259 H atau 1132-1135 M, dan
bertempat tinggal dekat dengan baitullah sehingga mendapat gelar sebagai Jar-Allah
(tetangga Allah). Imam Az-Zamakhsyari membujang selama hidupnya, banyak
faktor yang menyebabkan Imam Az- Zamakhsyari memilih hidup sendiri,
disamping karena kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan, penyakit jasmani
yang di derita serta kondisi finansialnya yang menjadi alasan kenapa ia memilih
hidup membujang dan sebagian waktunya diabdikan untuk mencari ilmu dan
menyebarkan faham yang dianutnya. Oleh karena itu pencatat biogorafinya
mencatat 50 karya yang telah di tulisnya dan masih ada yang berbentuk manuskrip.
Imam Az-Zamakhsyari wafat pada malam arafah tahun 538 di jurjaniyah,
khawarijim. Sepulang dari Makkah untuk kedua kalinya sebagian mereka
meratapinya dengan mengubah beberapa bait sya’ir antara lain : “bumi Makkah pun
menumpahkan air mata dari kelopaknya karena merasa sedih ditinggal Mahmud”.

 Karya-karya Imam Az-Zamakhsyari

Semasa hidupnya Imam Az-Zamakhsyari Menyusun buku lebih dari lima


puluh buku dalam berbagai disiplin ilmu. Diantaranya

a. Bidang Tafsir : al-Kasyaf an Haqoiqut Tanzil wa Uyuun al-Aqaawil fi Wujuuhit


Ta’wil
b. Bidang Hadits : al-Fa’iq fi Ghorib al-Hadits
c. Bidang Fiqih : al-Ra’id fi al-Fara’idl
d. Bidang Ilmu Bumi : al-Jibaal wal Amkinah
e. Bidang Akhlak : Mutasyabih Asma’ al-Ruwat
f. Bidang Nahwu dan Bahasa : al-Namuujaz fi al-Nahwi dan Asaas al-Balaghah
(Beirut, Dar al-kutub al-ilmiyah, 1995)

B. Metode dan corak tafsir Al-Kasysyaf

Al-Zamakhsyari melakukan interpretasi seluruh ayat dalam Al-Qur'an


dengan menggunakan metode umum tahlili, yaitu suatu cara penafsiran yang
memunculkan ayat-ayat Al-Qur'an dengan cara menjelaskan segala makna dan
faktor-faktor yang terkandung di dalamnya, sesuai dengan urutan bacaan dalam
mushaf Utsmaniyah, yakni dimulai dari surat al-Fatihah hingga surat al-Nas (Al-
Zamakhsyari, n.d.).

Menurut sumber penafsirannya, Tafsir Al-Kasysyaf dapat dikategorikan atau


termasuk dalam tafsir bi al-ra’y, karena dalam tafsir Al-Kasysyaf memang al-
Zamakhsyari tidak menafsirkan suatu ayat yang berdasarkan atas ayat yang lain,
tidak pula menukil hadis Nabi yang mendukung penafsirannya, kecuali hanya di
beberapa ayat saja, bahkan ia tidak pula menukil pendapat para sahabat dan tabi’in
dalam penafsirannya. Dan hal yang paling pokok yang mendorong para ulama
memasukkan tafsir ini dalam kelompok tafsir bi al-ra’y ialah penafsirannya sangat
didominasi oleh pendapat dan pandangan kelompok yang dianut oleh mufassirnya
(Alfiyah: 2018).

Sedangkan, sistematika penulisan (metode khusus) tafsir Al-Kasysyaf ini


disusun dengan tertib mushafi. Yaitu berdasarkan urutan surat dan ayat dalam
mushaf Utsmani, mufassir selain memerhatikan aspek balaghah, juga memerhatikan
aspek nahwu (gramatikal) dalam tafsir ini (Alfiyah: 2018).

Selain metode di atas, tafsir Al-Kasysyaf juga menggunakan metode dialog


atau komunikatif, dimana ketika Al-Zamakhsyari hendak menjelaskan maksud dari
suatu kata, kalimat, atau isi suatu ayat, ia selalu menggunakan kata tersebut dalam
in qulta “jika engkau bertanya”. Hal ini menunjukkan bahwa ia seolah-olah sedang
berdialog dengan seseorang. Setelah itu, Kemudian, ia mendefinisikan arti dari kata
tersebut dengan ungkapan qultu yang berarti “saya menjawab” (Alfiyah: 2018).

Selain itu juga, ia menggunakan syair dalam penafsiran kata dalam suatu
ayat. Syair-syair Arab yang terdapat dalam tafsir Al-Kasysyaf merupakan salah satu
unsur penopang yang digunakan oleh Al-Zamakhshari untuk mendukung
analisisnya dari aspek kebahasaan dan penggunaan kata-kata tersebut pada masa
sebelum dan semasa turunnya al-Qur’an (Alfiyah: 2018).

Corak yang dipakai dalam tafsir Al-Kasysyaf adalah Lawn Adabi wa I‘tiqadi
(Alfiyah: 2018). Yaitu corak kebahasaan dan juga corak teologis (Mulyaden; Hilmi &
Yusuf: 2022). Karena Latar belakang Al-Zamakhsyari sebagai ahli bahasa Arab
dalam penafsirannya Al-Zamakhsyari menggunakan metode bahasa, sehingga
memiliki gaya penafsiran yang sangat kental dengan corak lughawi. Ia sangat
mempertimbangkan keindahan susunan ayat Al-Qur’an dan balaghah-nya dengan
penjelasan yang sangat menarik. Kemampuan penguasaan bahasa tersebut ia
jadikan modal utama dalam menafsirkan Al-Qur’an. Karena terkadang sebuah kata
dalam Al-Qur’an harus di-takwil-kan, yaitu memberi arti lain yang masih di dalam
cakupan maknanya, sehingga Ia berpendapat, bahwa tidak akan mampu
menafsirkan Al-Qur’an kecuali mufassir yang sangat menguasai ilmu bayan dan
ilmu ma’ani (Mulyaden; Hilmi & Yusuf: 2022).

Selain itu, ia merupakan seorang teolog sekaligus seorang tokoh Mu’tazilah.


Dalam tafsirnya, mungkin ada perbedaan pendapat atas pemahaman kaum
Mu'tazilah. Dalam terjemahan Al-Kasysyaf, Al-Zamakhsyari biasanya mendukung
keahlian para Mu'tazilah, sehingga ternyata tafsir al-Kasyaf adalah representasi dari
Mu’tazilah (Al-Zamakhsyari, n.d.).

Ada banyak ajaran teologi Mu'tazilah di dalamnya, termasuk tauhid. Pada


hakikatnya tauhid adalah pusat ajaran Islam, namun kaum Mu'tazilah
menempatkan tauhid sebagai sila pertama dalam al-ushul al-khamsah mereka.
Kedua, al-'Adl, yaitu keadilan Tuhan yang berkaitan dengan gerak-gerik Tuhan.
Menurut Mu'tazilah, orang memiliki kebebasan berkehendak dan kekuasaan atas
gerakan mereka. Ketiga, Al-Wa’du wa Al-Wa'id, yang juga menegaskan bahwa
jaminan dan ancaman Tuhan. Keempat, al-manzilah baina al-manzilatain, menurut
kaum Mu'tazilah merupakan daerah yang terletak di antara surga dan neraka.
Kelima, al-amr bi al-ma'rif wa al-nahi' an al-munkar (Al-Zamakhsyari, n.d.).

Tafsir Al-Kasysyaf diidentifikasi oleh para ulama sebagai tafsir yang


mempunyai kelebihan. Ini memiliki beberapa manfaat dibandingkan dengan
interpretasi yang berbeda. Keunikannya terletak pada dialog atau tafsir yang
mengungkap rahasia balaghah yang terkandung di dalam al-Qur'an. Menurut Ibnu
Khaldun, tafsir yang menggunakan metode kaidah bahasa I'rab dan balaghah dari
sekian banyak tafsir yang mencakup berbagai jenis keilmuan, termasuk al-Kasyaflah
yang terbaik (Al-Zamakhsyari, n.d.).

C. Definisi Ahl Kitab Menurut para Ulama

Kata Ahl dalam bahasa Arab terserap dalam kebahasa Indonesia


mengandung dua pengertian yaitu :

1) Orang yang mahir, menguasai, paham sekali dalam suatu ilmu (kepandaian).
2) Kaum, keluarga, anggota sanak saudara, dan orang-orang yang termasuk
dalam pengikut suatu golongan (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, 2008: 19).
Sedangkan secara terminologi Ahl al-Kitab adalah kaum yang mempunyai
kitab suci namun secara khusus istilah Ahl al-Kitab dipakai untuk menyebut para
penganut agama sebelum datangnya agama Islam yang mana bagi mereka telah
diturunkan kitab-kitab suci, seperti Injil, Taurat dan Zabur yang diturunkan kepada
Nabi dan Rasul. Namun jumhur ulama sepakat kaum Yahudi dan Nasranilah yang
dinyatakan sebagai Ahl al-Kitab. Sedangkan yang lain masih diperdebatkan
penamaannya oleh para ulama maupun ahli tafsir (Ensiklopedia Islam, 1994: 77).
Sedangkan Ahl al-Kitab menurut pandangan ulama ahli tafsir adalah sebagai
berikut:

a. Ibnu Katsir
Berpendapat bahwa yang di sebut dengan Ahl al-Kitab adalah Kaum Yahudi dan
Nasrani, pemilik Kitab Taurat dan Injil, maupun pengikut-pengikut dari kelompok
mereka.

b. Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari


Berpendapat bahwa kata “Ahl al-Kitab” hanya digunakan untuk menyebut dua
komunitas agama samawi sebelum datangnya Islam yaitu orang-orang yang
memeluk agama Yahudi dan Nasrani saja.

c. Ahmad Musthafa Al-Maraghy


Berpendapat bahwa yang disebut dengan Ahl al-Kitab hanyalah mereka yang
menganut agama Yahudi dan Nasrani saja bukan diluar mereka.

d. Sayyid Qutub
Berpendapat tidak berbeda dengan ulama tafsir di atas bahwa yang disebut Ahl
al-Kitab orang-orang yang menganut agama Yahudi dan Nasrani.

Menurut Imam Syafi'i

Dalam hal ini Imam Syafi’i (w. 204 H) menegaskan bahwa yang dimaksud
Ahlul Kitab hanya terbatas pada dua golongan saja, yaitu golongan Yahudi dan
Nasrani dari Bani Israel. Sedangkan diluar Bani Israel, sekalipun beragama Yahudi
atau Nasrani, menurut Imam Syafi’i, tidak termasuk Ahlul Kitab.

Imam Syafi’i berargumen bahwa Nabi Musa a.s dan Isa a.s hanya diutus
untuk kaumnya, yaitu Bani Israel (hal ini menunjukkan bahwa objek seruan Nabi
Musa a.s dan Nabi Isa a.s yang diutus hanya Bani Israel). (Tafsir Imam Syafi’i , vol.
II,hlm. 56 )

Adapun agama Majusi (Zoroaster) , menurut Imam Syafi’i tidak termasuk


dalam kategori Ahlu kitab (Al-Umm : Vol.V, hlm. 405 ). Hal itu karena Majusi tidak
diturunkan kepadanya Kitab, dan juga tidak mengikuti salah satu dari agama
Yahudi maupun Nasrani. Dengan demikian, kaum Muslim tidak dihalalkan
menikmati makanan sembelihan orang-orang Majusi, dan tidak dapat pula
mengawini wanita-wanita mereka, walaupun dalam masalah membayar jizyah
( pajak ), keudukan Majusi dan Ahlul Kitab dianggap sama.

Tafsir ayat-ayat tentang Ahl Kitab

Definisi mengenai Ahl Kitab terdapat dalam beberapa ayat di antara yang
akan kami bahas yakni:

Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 105

‫ب َواَل ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ اَ ْن يُّنَ َّز َل َعلَ ْي ُك ْم ِّم ْن َخي ٍْر ِّم ْن َّربِّ ُك ْم ۗ َوهّٰللا ُ يَ ْختَصُّ بِ َرحْ َمتِ ٖه َم ْن يَّ َش ۤا ُء ۗ َوهّٰللا ُ ُذو‬
ِ ‫َما يَ َو ُّد الَّ ِذ ْينَ َكفَرُوْ ا ِم ْن اَ ْه ِل ْال ِك ٰت‬
‫ْالفَضْ ِل ْال َع ِظي ِْم‬

“Orang-orang kafir dari golongan Ahlulkitab dan orang-orang musyrik tidak


menginginkan diturunkannya kepadamu suatu kebaikan dari Tuhanmu. Akan
tetapi, secara khusus Allah memberikan rahmat-Nya kepada orang yang Dia
kehendaki. Allah pemilik karunia yang besar”.

Tafsir Kemenag:

Para Ahli Kitab yang terdiri atas orang-orang Yahudi, Nasrani begitu pula
orang-orang musyrik, tidak mau percaya kepada Nabi Muhammad karena mereka
iri hati dikarenakan dia diberi wahyu oleh Allah yang lebih baik. Mereka sedikit pun
tidak mau mengakui bahwa Al-Qur′an kitab yang paling banyak mengandung
kebaikan dan penuh hidayah. Dengan Al-Qur′an itulah Allah menghimpun dan
menyatukan umat serta melenyapkan penyakit syirik yang bersarang di hati
mereka, juga memberikan beberapa prinsip peraturan hidup dan penghidupan
mereka.

Demikian halnya orang-orang musyrik, setelah mereka melihat kenyataan


bahwa makin lama Al-Qur′an makin tampak kebenarannya, dan menjadi pendorong
yang kuat bagi perjuangan Muslimin, mereka pun berusaha sekuat tenaga untuk
menguasai keadaan dan menghancurkan perjuangan umat Islam hingga lenyap
sama sekali.

Meskipun demikian, mereka tidak akan dapat merealisasikan angan-angan


mereka karena Allah telah menentukan kehendak-Nya, memilih orang yang
dikehendaki semata-mata karena rahmat-Nya. Dia pulalah yang melimpahkan
keutamaan bagi orang yang dipilih untuk diberi kenabian. Dia pula yang
melimpahkan kebaikan dan keutamaan, sehingga seluruh hamba-Nya bersenang-
senang dalam kebahagiaan. Maka tidak seharusnyalah apabila ada seorang hamba
Allah yang merasa dengki kepada seseorang yang telah diberi kebaikan dan
keutamaan, karena saluran kebaikan dan keutamaan itu datangnya dari Allah
semata (Tafsir Kemenag: 2019).

Sedangkan mnurut Tafsir Al-Kasysyaf:


Disini bisa diartikan

"Orang-orang yang kafir di antara Ahli Kitab dan juga orang-orang musyrik tidak
menginginkan agar kebaikan diturunkan kepadamu dari Tuhanmu."

Yang pertama dijelaskan bahwa orang-orang kafir itu ada dua jenis: Ahli Kitab

dan orang-orang musyrik, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman: ”Orang-orang yang

kafir dari golongan Ahli Kitab dan orang-orang musyrik" (QS. Al-bayyinah: 1).

Kedua: menghilangkan kebaikan, dan ketiga: untuk memulai tujuan. Dan

(kebaikan) artinya Wahyu, serta rahmat, sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:

"Apakah mereka bersumpah dengan rahmat Tuhanmu" dan maknanya adalah:

bahwa mereka melihat diri mereka layak diwahyukan kepada mereka, sehingga

mereka iri padamu, dan mereka melakukannya bukan seperti itu diturunkan suatu

wahyu kepadamu. Dan makna (Allah mengkhususkan), yaitu dengan kenabian.

Makna (Yang dia kehendaki) yaitu Dia hanya menghendaki apa yang dibutuhkan

oleh kebijaksanaan. Dan makna (Dzulfadl al-Amma) adalah pemberitahuan bahwa

kenabian adalah karunia yang besar.


Selanjutnya dalam surat Al-Baqarah : 109

Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 109

ُّ ‫ب لَوْ يَ ُر ُّدوْ نَ ُك ْم ِّم ۢ ْن بَ ْع ِد اِ ْي َمانِ ُك ْم ُكفَّار ًۚا َح َسدًا ِّم ْن ِع ْن ِد اَ ْنفُ ِس ِه ْم ِّم ۢ ْن بَ ْع ِد َما تَبَيَّنَ لَهُ ُم ْال َح‬
‫ق ۚ فَا ْعفُوْ ا َواصْ فَحُوْ ا‬ ِ ‫َو َّد َكثِ ْي ٌر ِّم ْن اَ ْه ِل ْال ِك ٰت‬
‫َح ٰتّى يَْأتِ َي هّٰللا ُ بِا َ ْم ِر ٖه ۗ اِ َّن َ عَلى ُك ِّل َش ْي ٍء قَ ِد ْي ٌر‬
ٰ ‫هّٰللا‬
“Banyak di antara Ahlulkitab menginginkan agar mereka dapat
mengembalikan kamu setelah kamu beriman menjadi kafir kembali karena rasa
dengki dalam diri mereka setelah kebenaran jelas bagi mereka. Maka, maafkanlah
(biarkanlah) dan berlapang dadalah (berpalinglah dari mereka) sehingga Allah
memberikan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu”.

Tafsir Kemenag:

(Allah swt menjelaskan bahwa sebagian besar Ahli Al-Kitab selalu berangan-
angan agar dapat membelokkan kaum Muslimin dari agama Tauhid menjadi kafir
seperti mereka, setelah mereka mengetahui dengan nyata bahwa apa yang dibawa
oleh Nabi Muhammad saw itu benar dan sesuai dengan prinsip yang terkandung
dalam Kitab Taurat.

Ayat ini mengandung peringatan kepada orang-orang Islam agar mereka


waspada terhadap tipu muslihat yang dilakukan Ahli Kitab itu. Adakalanya dengan
jalan mengeruhkan ajaran Islam, dan adakalanya dengan jalan menumbuhkan
keragu-raguan di kalangan umat Islam sendiri.

Mereka melakukan tipu muslihat karena kedengkian semata, tidak timbul


dari pandangan yang bersih. Kedengkian mereka bukanlah karena keragu-raguan
terhadap kandungan isi Al-Qur′an atau bukan karena didorong oleh kebenaran
yang terdapat dalam Kitab Taurat, tetapi karena dorongan hawa nafsu, kemerosotan
mental dan kedongkolan hati mereka. Itulah sebabnya mereka terjerumus dalam
lembah kesesatan dan kebatilan.

Sesudah itu Allah memberikan tuntunan pada umat Islam bagaimana


caranya menghadapi tindak-tanduk mereka. Allah menyuruh umat Islam
menghadapi mereka dengan sopan santun serta suka memaafkan segala kesalahan
mereka, juga melarang agar jangan mencela mereka hingga tiba saatnya Allah
memberikan perintah. Karena Allah-lah yang akan memberikan bantuan kepada
umat Islam, hingga umat Islam dapat menentukan sikap dalam menghadapi
tantangan mereka, apakah mereka itu harus diperangi atau diusir. Peristiwa ini telah
terjadi, umat Islam memerangi Bani Quraizah dan Bani Nadir dari Medinah setelah
mereka merobek-robek perjanjian. Mereka memberi bantuan kepada orang-orang
musyrikin, setelah mereka diberi maaf berulang kali.

Kemudian Allah memberikan ketegasan atau janji bahwa Dia akan


memberikan bantuan kepada kaum Muslimin, dengan menyatakan bahwa Dia
berkuasa untuk memberikan kekuatan lain. Dia berkuasa pula untuk memberikan
ketetapan hati agar umat Islam tetap berpegang pada kebenaran. Sehingga mereka
dapat mengalahkan orang-orang yang memusuhi umat Islam secara terang-terangan
serta menyombongkan kekuatan (tafsir kemenag: 2019)
Sedangkan tafsiran ayat ini menurut al-Zamakhsyari adalah:

Bisa diartikan :

“Banyak di antara Ahlulkitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan


kamu setelah kamu beriman menjadi kafir kembali karena rasa dengki dalam diri
mereka setelah kebenaran jelas bagi mereka. Maka, maafkanlah (biarkanlah) dan
berlapang dadalah (berpalinglah dari mereka) sehingga Allah memberikan perintah-
Nya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu”.

Jika Anda mengatakan: Apa hubungannya dengan perkataannya: "dari diri mereka
sendiri"? "

Aku berkata: Ini memiliki dua sisi: yang pertama: terikat pada kasih sayang,
artinya: mereka berharap Anda akan berpaling dari agama Anda, dan mereka
menginginkan itu dari diri mereka sendiri, karena nafsu mereka, bukan karena
ketakwaan dan kecenderungan dengan kebenaran, karena mereka berharap setelah
menjadi jelas bagi mereka bahwa Anda berada di atas kebenaran. Bagaimana
mereka bisa diinginkan oleh yang benar? Yang kedua, berkaitan dengan rasa
dengki, yaitu rasa iri yang berlebihan yang berasal dari asalnya sendiri. Maka
maafkanlah dan berdamailah dengan mereka, maka ambillah bersama mereka jalan
ampunan atas kebodohan dan permusuhan mereka, hingga Allah mendatangkan
perintah-Nya, yakni pembunuhan Bani Qurayzah, penggusuran Bani al-Nadir, dan
kehinaan mereka dengan memukul penghormatan atas mereka. Dan Tuhan
berkuasa atas segala sesuatu, dan Dia mampu membalas dendam kepada mereka.

Pada QS Ali Imran ayat 65


“Wahai Ahli Kitab! Mengapa kamu berbantah-bantahan tentang Ibrahim, padahal
Taurat dan Injil diturunkan setelah dia (Ibrahim)? Apakah kamu tidak mengerti?”
(QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 65).

Al-Zamakhsyari menafsirkan:

Bersaksi dan ketahuilah bahwasanya orang-orang kafir selalu berpaling dari


kebenaran setelah jelasnya. Setiap golongan orang Yahudi dan Nasrani mengira
bahwa nabi Ibrahim adalah bagian dari mereka.

Mereka menentang Rasulullah Saw dan orang-orang mukmin. Dikatakan kepada


mereka: agama yahudi terjadi setelah diturunkan Taurat, dan Kristen setelah
diturunkan Injil, dan antara Ibrahim dan Musa seribu tahun, dan antara Ibrahim dan
Isa dua ribu tahun, jadi bagaimana mungkin Ibrahim berada di agama yang tidak
terjadi sampai setelah perjanjiannya dengan waktu yang lama?

Selanjutnya dalam surat Ali Imron : 69

ِ ُ‫ضلُّوْ نَ ُك ۗ ْم َو َما ي‬
َ‫ضلُّوْ نَ آِاَّل اَ ْنفُ َسهُ ْم َو َما يَ ْش ُعرُوْ ن‬ ِ ‫ت طَّ ۤا ِٕىفَةٌ ِّم ْن اَ ْه ِل ْال ِك ٰت‬
ِ ُ‫ب لَوْ ي‬ ْ ‫َو َّد‬

“Segolongan Ahlulkitab ingin menyesatkan kamu. Padahal, mereka tidak


menyesatkan (siapa pun), kecuali diri mereka sendiri. Akan tetapi, mereka tidak
sadar”.

Tafsir Kemenag:

Usaha segolongan Ahli Kitab akan sia-sia belaka, dan tipu daya mereka akan
menimpa mereka sendiri, karena perbuatan mereka selalu diarahkan pada tujuan
untuk menyesatkan orang mukmin. Mereka tidak mempunyai kesempatan untuk
memperhatikan cara mendapatkan petunjuk. Pandangan mereka akan tertutup
sehingga tidak dapat melihat kebenaran ayat yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad, yang memberikan penjelasan tentang kebenaran dari kenabiannya.
Boleh dikatakan bahwa mereka tidak berpikir sebagaimana mestinya, bahkan
mereka menyia-nyiakan akal, juga mereka telah merusak fitrah mereka sendiri
sehingga tidak bisa menjangkau kebenaran.

Sikap dan perbuatan segolongan Ahli Kitab dicela, karena mereka tidak
menyadari keadaan mereka yang buruk. Mereka akhirnya jatuh dalam lembah
kesesatan dan tidak dapat melihat lagi adanya kebenaran yang menuntun ke jalan
yang lurus.

‫د اِ ْي َمانِ ُك ْم ُكفَّار ًۚا َح َسدًا ِّم ْن ِع ْن ِد اَ ْنفُ ِس ِه ْم‬iِ ‫ب لَوْ يَ ُر ُّدوْ نَ ُك ْم ِّم ۢ ْن بَ ْع‬
ِ ‫َو َّد َكثِ ْي ٌر ِّم ْن اَ ْه ِل ْال ِك ٰت‬

“Banyak di antara Ahli Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat


mengembalikan kamu setelah kamu beriman, menjadi kafir kembali, karena rasa
dengki dalam diri mereka”, …. (al-Baqarah/2: 109)
‫َو ُّدوْ ا لَوْ تَ ْكفُرُوْ نَ َك َما َكفَرُوْ ا فَتَ ُكوْ نُوْ نَ َس َو ۤا ًء‬

Mereka ingin agar kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi
kafir, sehingga kamu menjadi sama (dengan mereka). … (an-Nisa′/4: 89);Dengan
demikian dapat diketahui bahwa tujuan Ahli Kitab menimbulkan persoalan yang
meragukan di kalangan kaum Muslimin, tiada lain hanyalah untuk menyesatkan
orang-orang mukmin dari agama yang benar, sehingga mengingkari ajaran-ajaran
Nabi Muhammad saw (tafsir kemenag: 2019)

Sedangkan tafsiran ayat ini menurut al-Zamakhsyari adalah:

Bisa diartikan :

"Sekelompok Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu, dan mereka hanya menyesatkan
diri mereka sendiri dan mereka tidak menyadarinya."

Mereka adalah orang-orang Yahudi, dan mereka menyeru Hudzaifah, Ammar


dan Muadh ke agama Yahudi. (Dan mereka tidak menyesatkan kecuali diri mereka
sendiri) yakni azab kesesatan itu hanya kembali kepada mereka, karena bagi mereka
siksaan itu dilipatgandakan dengan kesesatan dan kesesatan mereka, atau mereka
tidak mampu menyesatkan kaum muslimin, melainkan menyesatkan orang-orang
seperti mereka dari pengikut mereka.

Kesimpulan

Nama lengkap dari Imam Al-Zamakhsyari adalah Abd Al-Qasim Jar-Allah Ibn
‘Umar Ibn Muhammad Az-Zamakhsyari. Ia menulis kitab tafsirnya yang bernama
al-kasyssyaf An haqa ‘iqi at-Tanzili wa ‘Uyuni Aqawil Fi Wujuhit Ta’wil. Dengan
menggunakan metode tahlili, bercorak kebahasaan dan memuat teologi Mu’tazilah.

Definisi ahli kitab menurut kebanyakan ulama dan al-Zamakhsyari adalah 2


golongan, yakni Yahudi dan Nasrani. Sedangkan Imam Syafi’I menyatakan bahwa
ahli kitab adalah orang Yahudi dan Nasrani dari Bani Israel, diluar Bani Israel,
sekalipun beragama Yahudi atau Nasrani, menurut Imam Syafi’I, tidak termasuk
Ahlul Kitab.
Daftar Pustaka

Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia Digital 2019

Az-Zamakhsyari, al-Kasyaf an Haqoiqi al-Tanzil wa Uyuuni al-Aqowili fi al-wujuuh al-


Takwil, (Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1995)

Al-Zamakhsyari. (n.d.). al-Kasysyaf ‘an Haqaiq al-Tanzil wa ‘Uyun al-Aqawil fi


Wujuh al-Takwil. In Aplikasi Maktabah Syamilah.

Hamim Ilyas, Op,Cit), Halaman. 44, lihat juga Muhammad Husain Az-Zahabi, at-
Tafsir wal-Mufassirun, (Daar al-Hadis : Qahirah, 2005), Halaman. 429

Syamsuddin bin Muhammad bin Ali bin Ahmad ad-Daudi, Thabaqatu al-Mufassirin,
Amirah al-Qahirah, Cet, ke-2. Halaman. 315

Op,Cit, Muhammad Husain az-Zahabi, Halaman. 430

Ibid, Hamim Ilyas, Halaman 34-37

Op, Cit, Muhammad Husain az-Zahabi, Halaman. 364

Manna Khalil al-Qathtthan, Studi-Studi Ilmu al-Quran, (Bogor: Pustaka Lentera Antar
Nusa, 2011), Halaman. 530

Fitri, R. N. (2021). Makna ahli kitab dalam Alquran perspektif hermeneutika Fazlur
Rahman. UIN Sunan Ampel Surabaya.

Mulyaden, Asep; Hilmi, Muhammad Zainul; Yunus, Badruzzaman M. (2022).


Manhaj Tafsir Al-Kasyaf Karya Al-Zamakhsyari. Jurnal Iman dan Spiritualitas,
2 (1).

Darmalaksana, W. (2020). Formula Penelitian Pengalaman Kelas Menulis. Kelas


Menulis UIN Sunan Gunung Djati Bandung, 1-8.

Alfiyah, A. (2018). Kajian Kitab Al Kasyaf Karya Zamakhsyari. Al Furqan: Jurnal Ilmu
Al Quran Dan Tafsir, 1 (1), 56–65.

Mukmin, A. (2021). Ahl al-Kitab perspektif M. Quraish Shihab dan Implikasi


Hukumnya dalam Bermuamalah. IQTISHADUNA 4(2), 570-584.
Nasution, M. A. (2019). Radikalisme atau tasamuh: Analisis Terhadap Ayat-Ayat Al-
Qur’an Tentang Ahli Kitab. Jurnal AL-MAQASID: Jurnal Ilmu Kesyariahan dan
Keperdataan 5 (2), 172-185.

Qowim, A. H. (2012). Penafsiran Ayat-Ayat tentang Penciptaan dan Kemampuan Jin


(Studi Komparatif Penafsiran Az-Zamakhsyari dalam Tafsir Al-Kasysyāf dan Fakhr
Ar-Rāzi Dalam Tafsir Mafātīḥ Al-Gaib). Undergraduate (S1) thesis, IAIN
Walisongo.

Anda mungkin juga menyukai