Anda di halaman 1dari 15

‫مدارك التنزيل و حقائق التاويل‬

(‫)تفسري النسفي‬

Makalah

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah

Studi Naskah Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Program Magister UIN Alauddin Makassar

Oleh:

RAHAYU ALAM
NIM: 80600222010

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. H. M. Rasyid Khalik, M.A

Dr. Firdaus, M.Ag.

PASCASARJANA

UIN ALAUDDIN MAKASSAR


2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an al-Karim adalah kitab yang dimuliakan dalam agama Islam. Kitab

yang tidak datang kepadanya kebatilan dari awal penurunan sampai akhirnya masa.

Kitab yang begitu agungnya hingga pengkajiannya tak lekang oleh zaman. Sebagai
kitab yang Agung, Al Qur’an tidak hanya dihafalkan tetapi juga dikaji secara

mendalam agar dapat dipahami isi dan maksudnya. Salah satu usaha ulama’ untuk

menafsirkan Qur’an adalah dengan cara menulis berbagai kitab Tafsir secara

mendalam.

Terdapat banyak kitab tafsir dari para ulama’ baik klasik maupun

kontemporer. Di Zaman sekarang ini sudah banyak buku tafsir yang populer dan

dapat kita jumpai dengan mudah. Berbeda dengan buku tafsir klasik, buku tafsir

kontemporer umumnya berbahasa indonesia sehingga lebih mudah untuk dipelajari.

Kemudian timbul pertanyaan, lalu bagaimana dengan kitab tafsir klasik berbahasa

arab yang sudah ada pada beberapa Abad yang lalu? Haruskah kita melupakannya?
Tentu kita tak lepas dari pencarian berbagai referensi buku tafsir, tak

terkecuali buku tafsir klasik baik berbahasa arab murni ataupun pegon. Sebenarnya

buku tafsir kontemporer juga banyak merujuk kitab tafsir klasik sebelumnya.

Adapaun dalam kitab ini membahas tentang karya khususnya kitab Mada>rik al-

Tanzil wa Haqa>’iq al-ta’wil karya imam Al Nasafi.

2
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana biografi dari Imam Al-Nasafi?

2. Bagaimana metode dan corak kitab Madarik al-Tanzil wa Haqa’iq al-

ta’wil?

3. Bagaimana contoh penafsiran kitab Madarik al-Tanzil wa Haqa’iq al-

ta’wil?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui biografi dari Imam Al-Nasafi?

2. Untuk mengetahui metode dan corak kitab Madarik al-Tanzil wa Haqa’iq

al-ta’wil.

Untuk mengetahui bentuk dari kitab Madarik al-Tanzil wa Haqa’iq al-ta’wil?

3. Untuk mengetahui contoh penafsiran dari kitab Madarik al-Tanzil wa

Haqa’iq al-ta’wil.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Al-Nasafi

Abdullah bin ahmad al-Nasafi, merupakan ahli tafsir dari kalangan Hanafiah.

Imam al-Nasafi yang memiliki nama lengkap Hafizẖuddin abu Al-Barakat Abdullah
ibn Aẖmad ibn Maẖmũd al-Nasafi. Nama Al-Nasafi merupakan penisbatan kepada

sebuah daerah yang disebut Nasaf yang ada di negeri Sanad yang terletak antara

Jihun dengan Samarkand.

Tidak berbeda dengan ulama kebanyakan, Imam Nasafi adalah sosok yang

zuhud, saleh dan takwa. Ia juga menguasai beragam keilmuan mulai dari fikih,

aqidah, teologi, dan tafsir.1 Ia berhasil merangkum berbagai metodologi riset yang

ada, nasafi mempunyai karakter metodologi yang independen dalam karyanya.

Sebagai ulama ahlu sunnah, nasafi mempunyai sikap yang tegas dan jelas terhadap

setiap penyimpangan dalam penafsiran al-Qur’an.2

Informasi yang sulit didapatkan ialah tentang masa kelahirannya. Satu-


satunya sumber yang menyebutkan waktu kelahirannya adalah Al-Mausu’ah al-

’Arabiyyah al-Muyassarah yang diasuh oleh Muhammad Syafiq Gharbal, yaitu tahun
1232-1310 M atau tahun 630 H. Imam al-Nasafi lahir pada masa kemunduran dinasti

Abbasiyyah ketika kerajaan Mongol menyerang dunia Islam. Karena itu,

pertumbuhan dan kehidupan keluarganya sama sekali tidak diketahui, dan

1
Saiful Amin Ghofur, Mozaik MufasirAl-Qur’an, (Yogyakarta: Kaukaba, 2013, hlm.49
2
Mani’ abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006, hlm.
44- 45

4
disebutkan dalam buku Kasyf Al-Asrãr Syarh Al-Mushannif ala Al-Manar, yang

menunjukkan bahwa ayahnya seorang yang shalih dan terpelajar. Nasafi wafat pada

tahun 701 hijriah dikota ‘aidzaj yang terletak diantara Khuzistan dan Ashfahan. 3

Imam nasafi merupakan ulama’ yang produktif, beliau mengarang nerbagai

kitab di bidang tafsir, faqih, pakar teologi dan ushul fiqih. Diantara karya beliau

adalah:

1. ‘umdah al ‘aqa’id fi al kalam


2. Al I’timad

3. Al Kafi fi syarhal al-Wafi

4. Syarh ‘umdah al ‘aqa’id

5. Manar al anwar fi ushul al fiqh

6. Kanz al daqa’iq fi fiqh al hanafi

7. Madarik al tanzil wa haqa’iq al ta’wil.

B. Metodologi Kitab Tafsir Mada>rik al-Tanzi>l

1. Bentuk fisik

Bentuk fisik kitab Madarik al-Tanzil wa Haqa’iq al-ta’wil berwarna biru tua.

Berjumlah 2 jilid. Jilid pertama berjumlah 331 halaman dari surat Al Fatikhah

sampai Al Isro’. Dan jilid ke 2 berjumlah 338 halaman dari surat Al Kahfi sampai

An-Nas. Penerbitnya adalah Darul Fikr, pada tahun 107 Hijriah dikota Beirut,

Libanon. Sistematika kitab tafsir ini adalah Muskhafi, karena berdasarkan urutan

surat dari Al Fatikhah sampai an-Nas.

3
M Mazwin, https://www.google.co.id =biografi+al+nasafi, tgl 9 september 2015, pkl 14.10

5
2. Latar belakang penulisan kitab Madarik al-Tanzil wa Haqa’iq al-ta’wil

Yang melatar belakangi imam Nasafi menulis kitab ini adanya permintaan

dari seseorang yang menyuruh imam Nasafi untuk menulis mengenai penakwilan dan

himpunan bentuk-bentuk i’rob, qiraat dan badi’ yang ada didalam al-Qur’an. Hal itu

berdasarkan ungkapan beliau : ‚Adalah seorang yang pintanya sangat sulit bagiku
untuk tidak memperkenankannya memintaku menulis sebuah buku netral tentang

penakwilan disamping menghimpun bentuk-bentuk i’rab(gramatika Arab), qira’at,

badi’ dan petunjuk-petunjuk yang tersirat. Sarat dengan pendapat Ahlu sunnah dan

tidak dimuati kekeliruan ahli bid’ah dan kesesatan‛.4

3. Sistematika Pembahasan

Imam Al-Nasafi> dalam menafsirkan Al-Qur’an, tentu tidak lepas dari

salah satu metode tafsir yang ada. Kitab Tafsir Mada>rik Al-Tanzi>l Wa H{aqa>iq

Al-Ta’wi>l sebagaimana kebanyakan kitab-kitab tafsir pada masa itu, menggunakan


metode tah}li>li> (analisis). Penafsiran yang menonjolkan pengertian dan kandungan

lafadz-lafadznya, munasabah ayat, sebab-sebab turunnya, dan riwayat-riwayat yang

berkaitan dengan ayat. Kemudian sistematika penulisan dalam kitab ini yakni, Imam

Al-Nasafi> pertama-tama menjelaskan mengenai huruf-huruf muqaththa’ah pada awal

surat tertentu. Setelah itu Imam Al-Nasafi> menjelaskan makna ayat Al-Qur’an

satu per satu sesuai dengan urutan mushaf. Apabila ayat yang terdapat

4
Mahmud, Metodologi Tafsir, 45; Mohamed, Imam
Al-Nasafi>, dalam madinagate.org/index.php/id/tafsir-Al-Qur’an/profil-ahli-tafsir/item/4782-imam-Al-
Nasafi> diakses 21 Agustus 2021

6
asba>b al-nuzu>l maka akan dijelaskan sebab turunnya terlebih dahulu. Kemudian

diikuti dengan penjelasan menggunakan analisis kebahasaan, mengutip hadits-

hadits Nabi SAW, qira’at-qira’at, maupun pendapat dari beberapa mazhab.

Beliau juga menafsirkan dengan menghubungkan ayat satu dengan yang

lainnya dalam satu surat yang sama, atau mencari maknanya dalam kandungan

ayat di surat yang lain dari Al-Qur’an. Dalam hal penggunaan hubungan ayat

(munasaba) ini, dalam Tafsir Al-Nasafi> ditampakan dengan kentara.


Tafsir ini disusun secara mush}afi yaitu menfasirkan Al-Qur’an sesuai

dengan urutan mushaf Utsmani, dari ayat ke ayat, dan dari surat ke surat, yang

dimulai dari surat Al-Fa>tih}a hingga surat Al-Na>s. Kitab Tafsir

Al-Nasafi> pada cetakan awal terdiri dari dua jilid, yang dicetak di sebuah sekolah di

Aleppo. Jilid pertama diketahui berjumlah 13.230 halaman dengan ukuran 21x13 cm

dan jilid kedua berjumlah 13.231 halaman denga ukuran kitab 22x15 cm.35

Kitab yang peneliti gunakan adalah cetakan versi Da>r Al-Kalim Al-

D{ayyib, Beirut, tahun 1998, kitab ini sudah ditahqiq oleh Yu>suf ‘Ali Badi>wi>

dan Muhyi Al-Di>n Di>b Mastu> dan kitab ini diterbitkan menjadi tiga jilid. Jilid
pertama berjumlah 744 halaman yang terdiri dari surat Al-Fa>tih}a sampai surat

Al-Tawba. Jilid kedua dengan jumlah halaman 750 halaman, yang terdiri dari

surat Yu>nus sampai surat Luqma>n. Dan jilid ketiga dengan 752 halaman yang

terdiri dari surat Al-Sajdah sampai Al-Na>s Dan salah satu ciri yang menjadi

karateristik tafsir ini adalah pembahasan tidak terlalu ringkas dan tidak bertele-tele

dalam menafsirkannya.5

5
Mamluatul Istibsyaroh, Pandangan fikih imam al-nasafi<> dalam kitab tafsir mada<rik al-tanzi<l
wa h{aqa<iq al-ta’wi<l (kajian ayat-ayat taharah, skripsi, IAIN Ponogoro, 2021), h. 31.

7
4. Metode dan corak

Kitab Madarik al-Tanzil wa Haqa’iq al-ta’wil merupakan kitab yang

menggunakan metode tahlili. Hal itu dapat di lihat dari isinya yang runtut dan

penjelasannya yang cukup panjang dari ayat surat Al Fatihah sampai An Nas.

Sedangkan Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, al-Nasafi sebenarnya tidak

memiliki kecenderungan khusus menggunakan satu corak yang Spesifik secara


mutlak, misalnya bercorak fiqih saja, bercorak lughawi, adabi wa ijtima’i, falsafi,

dan lain sebagainya. Namun mengandung segala unsur yang mengkin berkaitan dari

setiap ayat yang ditafsirkannya. Hal ini barangkali adalah konsekuensi dari metode

tafsir tahlili yang ditempuh oleh Imam al-Nasafi dalam tafsirnya ini.

Namun, setidaknya ada beberapa corak yang bisa diidentifikasi dari

pembacaan terhadap penafsiran Imam al-Nasafi dalam tafsirnya. Di antaranya ialah,

1. Mengandung corak Fiqih

Hal ini disimpulkan sebagai salah satu corak dari penafsiran Imam

al-Nasafi adalah karena memang di kebanyakan kesempatan beliau memang


banyak mengulas persoalan hukum, yaitu pada ayat-ayat hukum

( ayat al-ahkam) yang terdapat dalam al-Qur’an. Di sini beliau terkadang

mengutip berbagai pandangan Imam Mazhab, lalu memilih kecenderungannya

kepada salah satu mazhab tersebut.

2. Mengandung corak Ilmi

Tafsir ini mengandung corak Ilmi karena penafsiran di dalamnya

banyak memberi perhatian pada ayat-ayat kauniyyah (alam semesta) yang ada

8
dalam Al-Qur’an dan mengaitkannya dengan ilmu pengetahuan modern. Saat

menjumpai ayat-ayat kauniyyah, Imam al-Nasafi tidak melewatkannya begitu

saja, beliau memberikan penjelasan yang panjang lebar menenai ayat ini.8

3. Mengandung corak lughawi

Pendekatan bahasa merupakan suatu hal yang mendasar dalam

penafsiran. Hal ini dikarenakan pemahaman yang akan dibangun tidak bisa
dilepaskan dari tradisi gramatika kebahasaan Arab. Selain itu, al-Qur’an

diturunkan dengan berbahasa Arab, tentu saja secara tidak langsung memiliki

konsekuensi keterikatan yang sangat kuat dengan pemahaman seluk-beluk

bahasa Arab itu sendiri. Hal ini akan lebih jelas pada pembahasan selanjutnya

terkait unsur bahasa dalam tafsir Imam al-Nasafi ini.6

5. Penilaian dari Ulama’ lain

Kitab Madarik al-Tanzil wa Haqa’iq al-ta’wil adalah kitab tafsir yang ilmiah.
Isi nya tidak berbelit-belit dan juga tidak terlalu singkat. Terdapat beberapa kritik

yang ditujukan terhadap tafsir Nasafi. Diantaranya, penjelasan yang minim terhadap

pendapat yang berkenaan dengan ayat-ayat yang menjadi huj jah beragam aliran,
beliau hanya menjelaskan sedikit tentang suatu ayat.

Kelemahan tafsir nasafi juga terletak pada gaya bahasa yang sulit dipahami

oleh masyarakat awam. Tafsirnya memuat berbagai disiplin ilmu yang berkaitan erat

dengan al quran, yang terkadang sulit untuk dipahami. Dan meski sudah berhati-hati,

tetapi dalam tafsirannya masih banyak dijumpai isra’iliyyat’.

6
Mazwin, Metode dan corak tafsir imam al-nasafi (studi analisis terhadap tafsĩr madãrik al-
tanzĩl waẖaqãiq al-ta’wĩl), Skripsi, (UIN Syarif Kasim: Riau, 2014), h. 8-9

9
6. Kelebihan dan Kekurangan

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa Tafsir An Nasafi merupakan

kitab yang sederhana, jelas, padat, dan ringkas mengenai penta’wilan. Namun meski

ringkas, imam pun mencakup seluruh segi I’rob dan qira’atnya. Mengandung segala

keindahan badi’ dan isyarat, jauh dari kebatilan, juga tidak panjang atau pendek.

Meski termasuk kategori tafsir ilmiah, namun Annasafi kurang selektif

terhadap hadis–hadis yang dikutipnya. Dalam tafsir ini masih banyak ditemukan
tafsir – tafsir Isroiliyat. Selain itu ia tidak cukup berani untuk memberi penjelasan

yang memadai terhadap berbagai pendapat yang berkenaan dengan ayat–ayat yang

menjadi hujjah beragama aliran.

Hal lain juga patut diungkap sebagai kelemahan tafsir ini adalah kerapnya

mengkritik tafsir al–Kasyaf, namun ia mengakui bahwa selain tafsir Baidhawi,

tafsirnya juga terinspirasi karya az–Zamakhsyari tersebut. Dari TafsirBaidhawi, ia

mengadopsi kedalaman makna, pemahaman yang rasional, pengarahan yang tepat,

dan kelugasan yang fokus pada penafsiran. Adapun dari tafsir az–Zamakhsyari, ia

meminjam analisis bahasanya. Ia tak terbantah jika mengekor pada az–Zamakhsyari


dan Baidhawi. Karena itu ia terlihat ambigu.7

C. Contoh penafsiran al-Nasafi dalam Kitab Madarik al-Tanzil wa haqa’iq al-ta’wil

1. QS Al Hujurat :10
‫اَّللَ لَ َعلم ُك ْم تُ ْر ََحُو َن‬
‫َخ َويْ ُك ْم َواتم ُقوا م‬
َ ‫ْي أ‬ ِ ‫إِمَّنَا الْم ْؤِمنو َن إِ ْخوةٌ فَأ‬
َ ْ َ‫َصل ُحوا ب‬
ْ َ ُ ُ
Terjemahnya:

7
http://istiqomahfiqolbi.blogspot.com/2016/08/analisis-kitab-tafsir-madarik-al-tanzil.html

10
Sesungguhnya orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu

damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah

terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.

‫َخ َويْ ُك ْم} ىذا تقرير ملا ألزمو من تويل‬


َ ‫ْي أ‬ ِ ‫{إِمَّنَا املؤمنون إِ ْخوةٌ فَأ‬
َ ْ َ‫َصل ُحواْ ب‬
ْ َ
‫اإلصالح بْي من وقعت بينهم املشاقة من املؤمنْي وبيان أن اإلميان قد ققد بْي أىلو‬
‫من السبب القريب والنسب الالصق ما إن مل يفضل اإلخوة مل ينقص قنها مث قد جرت‬
‫العادة قلى أنو إذا نشب مثل ذلك بْي االخوين وال الزم السائر أن يتناىضوا يف رفعو‬
‫وإزاحتو ابلصلح بينهما فاالخوة يف الدين احق‬
‫{واتقوا هللا لعلكم ترَحون} بذلك أخوتكم يعقوب {واتقوا هللا لَ َعلم ُك ْم تُ ْر ََحُو َن} أي‬
‫واتقوا هللا فالتقوى حتملكم قلى التواصل واالئتالف وكان قند فعلكم ذل ك وصول‬
‫رَحة هللا إليكم مرجواً واآلية تدل قلى أن البغي ال يزيل اسم اإلميان ألنو مساىم مؤمنْي‬
8
‫مع وجود البغ‬
Pada ayat ini, Imam Nasafi menafsirkan bahwa adanya tali persaudaraan

antar orang beriman. Maka apabila ada pertikaian diantara orang mukmin,

hendaknya kita mendamaikan mereka. Dan antara sesungguhnya iman dapat terjalin

dengan adanya hubungan nasab (keturunan).

Beliau juga menjelaskan bahwa pertikaian antar saudara sebenarnya sudah

ada dari zaman dahulu. Apabila pertikain terjadi saudara kandung, maka wajib bagi

yang bersangkutan berkumpul untuk mengatasi masalah tersebut. Imam Nasafi

mengaitkan permasalahan diatas dengan persoalan Nabi Ya’kub (yaitu adanya

keirian antar anaknya).

8
Abdullah bin Ahmad bin Mahmud Al Nasafi, Madarik al-Tanzil wa Haqa’iq al-ta’wil, Juz
3,(Beirut: Darul Firk), h. 352-353.

11
Lalu mengenai makna takwa, Imam Nasafi menyebutkan bahwa takwa berarti

wujud pertahanan seseorang terhadap perkara yang bisa menyampaikannya kepada

kerusakan. Dengan bertakwa dapat mendatangkan Rahmat Allah. Dan adanya

kejelekant idak dapat menghilangkan namanya iman. Karena orang disebut

beriman(orang yang taat), karena adanya orang yang melakukan kejahatan.

2. QS al-Mudass|ir/74: 4
)4( َ َ‫َوثِيَاب‬
‫ك فَطَ ِّه ْر‬

Terjemahnya:
‚Dan pakaianmu bersihkanlah
‫{وثيابك فطهر} ابملاء قن النجاسة ألن الصالة ال تصح إال هبا وىي األوىل يف غريه‬
‫وجرىم الذيول إذ ال يؤمن معو إصابة‬
ّ ‫مصالة أو فقصر خمالفة للعرب يف تطويلهم الثياب‬
‫النجاسة أو طهر نفسك مما يستقذر من األفعال يقال فالن طاىر الثياب إذا وصفوه‬
9
‫ابلنقاء من املعايب وفالن دنس الثياب للغادر وألن من طهر ابطنو يطهر ظاىره ظاىر‬

Menurut Imam Al-Nasafi>, perintah untuk membersihkan pakaian pada

ayat ini adalah membersihkan dengan air dari segala najis. Karena

sesungguhnya salat tidak sah kecuali dalam keadaan yang bersih.

Membersihkan diri lebih utama dilakukan sebelum mengerjakan salat, atau

dalam artian lain hendaknya untuk memendekkan pakaian, karena pada

budaya masyarakat Arab dengan memanjangkan pakaian terlihat seperti

sedang meyeret ekor dan bisa saja secara tidak sadar pakaian yang terseret

tersebut terkena najis. Ayat ini juga ditafsirkan dalam makna lain bisa saja

9
Abdullah bin Ahmad bin Mahmud Al Nasafi, Madarik al-Tanzil wa Haqa’iq al-ta’wil, Juz
3h. 526.

12
yang dimaksudkan untuk dibersihkan pada ayat ini adalah membersihkan

diri dari perbuatan-perbuatan yang kotor. Sebagaimana dikatakan: Fulan

membersihkan pakaiannya. Yang demikian itu menggambarkan bahwa

Fulan mensucikan diri dari aib-aib, sebab jika Fulan mengotori pakaiannya

maka sama saja dia orang yang berkhianat. Karena sesungguhnya jika ia

menyucikan batinnya, maka ia juga menyucikan hal-hal yang tampak pada

lahiriahnya.
Pada ayat ini Imam Al-Nasafi> menjelaskan bahwa bersuci yang

dilakukan secara hukmi dan maknawi memiliki hubungan yang sangat

erat. Bersuci secara hukmi disini hendaknya membersihkan pakaian

dengan air yang bersih supaya dapat menghilangkan segala najis yang ada

di pakaian tersebut. Sebagaimana yang sudah kita ketahui bahwa syarat

sahnya salat adalah dalam keadaan yang suci, baik itu suci badannya,

pakaiannya, dan tempatnya. Maka sangatlah penting untuk memperhatikan

dengan teliti kebersihan sebelum mengerjakan salat. Lalu bersuci secara

maknawi diperintahkan untuk membersihkan diri dari perbuatan-


perbuatan yang buruk dan kotor, seperti halnya berkhianat, menggunjing

dan mengolok-olok orang lain, dan hal-hal buruk lainnya. Karena dengan

membersihkan diri dari perbuatan buruk dapat menjadikan hati lebih

beriman dan bertakwa, sehingga seseorang dengan hati yang bersih akan

ikut memperbaiki segala hal yang berkaitan dengan lahiriahnya.

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tafsīr al-Nasafī atau yang lebih terkenal dengan Madārik at-Tanzīl wa

Haqā’iq at-Ta’wīl ditulis oleh Abu al-Barkāt bin Ahmad bin Mahmūd al-Nasafī al-
Hanafī. Beliau lahir di Nafas, kota Sind yang terletak diantar Jihun dan Samarqand.
wafat pada tahun 701 H di kota ‘Aidzaj yang terletak di Khuziztan dan asfahan.

beliau merupakan ulama’ yang bermazhab Hanafī. Tafsir al-Nasafī merupakan

kutipan dari Tafsīr al-Kassyāf dan Tafsīr al-Baiḍāwy. Akan tetapi beliau

menghapus teolgi Mu’tazilah yang terkandung dalam Tafsīr al-Kassyāf. Dari Tafsīr

Al-Kassyāf beliau mengutip tentang segi kebahasaan yaitu dari segi I’rab dan
balagah. Sedangkan dalam Tafsīr al-Baiḍāwy beliau mengutip segi pemahaman

makna-makna yang mendalam, nasihat-nasihat, dan pembahasanya yang fokus.

Metode penafsiran yang ditempuh oleh al-Nasafī dalam penjabaran makna

ayat menggunakan metode ijmali dan dalam sistematika penyajiannya beliau


menggunakan penyajian runtut sesuai urutan mushaf al-Qur`an. Tafsir ini sendiri

tergolong kedalam Tafsīr bi al-Ma`thur Mahmūd. Tetapi tidak menuntut

kemungkinan beliau menggunakn Hadis Nabi ṣalla Allah ‘Alayhi wa sallam,

meskipun kadarnya hanya sedikit.

14
DAFTAR PUSTAKA

Saiful Amin Ghofur, Mozaik MufasirAl-Qur’an.


Mani’ abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
M Mazwin, https://www.google.co.id =biografi+al+nasafi, tgl 9 september 201.
Mahmud, Metodologi Tafsir, 45; Mohamed, Imam
Al-Nasafi>, dalam madinagate.org/index.php/id/tafsir-Al-Qur’an/profil-ahli-
tafsir/item/4782-imam-Al-Nasafi> diakses 21 Agustus 2021
Mamluatul Istibsyaroh, Pandangan fikih imam al-nasafi<> dalam kitab tafsir mada<rik
al-tanzi<l wa h{aqa<iq al-ta’wi<l (kajian ayat-ayat taharah, skripsi, IAIN
Ponogoro, 2021), h. 31.
http://istiqomahfiqolbi.blogspot.com/2016/08/analisis-kitab-tafsir-madarik-al-
tanzil.html
Abdullah bin Ahmad bin Mahmud Al Nasafi, Madarik al-Tanzil wa Haqa’iq al-
ta’wil, Juz 3,(Beirut: Darul Firk.

15

Anda mungkin juga menyukai