Anda di halaman 1dari 13

TAFSIR AL-ADABI< AL-IJTIMA<’I<

Makalah

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Mata Kuliah Mazahib al-
Tafsir wa Mana>hijuh Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Program Magister Pascasarjana UIN Alauddin Makassar

Oleh:

ASRI INDAH
NIM. 80600222008

Dosen Pengampu:
Dr. H. Muhammad Irham, M.Th.I
Dr. Muh. Daming K, M.Ag.

PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah swt. Yang Maha Pengasih dan Maha

Penyayang. Puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,

serta inayah-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul

‚Tafsir al-Adabi> al-Ijtima>‘i>‛ dengan tepat waktu. Tak lupa pula untuk selalu

mengirimkan salawat dan salam kepada Nabi Muhammad saw., keluarga, dan

sahabat-sahabat beliau.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Mazahib al-

Tafsir wa Mana>hijuh, dan menambah wawasan tentang ilmu kebahasaan dalam

al-Qur’an bagi para pembaca dan penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. H. Muhammad Irham,

M.Th.I dan Dr. Muh. Daming K, M.Ag. selaku dosen mata kuliah Mazahib al-

Tafsir wa Mana>hijuh. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak

yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, dan tentunya

masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.

Oleh karenanya, penulis dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik

yang membangun dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi
para pembaca.

Polewali Mandar, 31 Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2

BAB II ..................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

A. Pengertian Tafsir al-Adabi> al-Ijtima>‘i> ......................................................... 3

B. Latar Belakang Munculnya Tafsir al-Adabi> al-Ijtima>‘i> ............................. 4

C. Karakteristik dan Contoh Tafsir al-Adabi> al-Ijtima>’i> ................................. 6

BAB III.................................................................................................................... 9

PENUTUP ............................................................................................................... 9

A. Kesimpulan .................................................................................................. 9

B. Implikasi....................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada abad ke-19 dunia Islam mengalami masa-masa suram. Bahkan terus-

menerus merosot, terbelakang dan banyak negara muslim yang sedang

menghadapi pendudukan asing. Dan pada masa itulah muncul seorang pemimpin

yang mengumandangkan seruan untuk membangkitkan umat Islam kembali,

yaitu Jamaluddin al-Afgani. Murid pertamanya yang mengikuti jejaknya ialah

Syaikh Muhammad Abduh. Dia yang mengajar pembaharuan dalam berbagai

prinsip dan pengertian Islam. Ia menghubungkan ajaran-ajaran agama dengan

kehidupan modern, dan membuktikan bahwa Islam sama sekali tidak

bertentangan dengan peradaban, kehidupan modern serta apa yang bernama

kemajuan.

Maka dari itu lahirlah kitab-kitab tafsir yang sangat memberikan

perhatian umat, baik dari sisi-sisi maupun dari segi kajiannya, seperti nahwu,

istilah-istilah dalam balagah, bahasa dan lain-lain. Perhatian pokok dari kitab-

kitab tafsir ini adalah memfungsikan al-Qur’an sebagai kitab hidayah dengan

cara yang sesuai dengan ayat-ayat al-Qur’an dan makna-maknanya yang bernilai

tinggi, yaitu memberi peringatan dan kabar gembira. Oleh karena tafsir itu yang
bermanfaat bagi umat Islam adalah tafsir yang menjelaskan al-Qur’an dari segi

bahwa ia adalah kitab yang berisi ajaran-ajaran agama yang menunjukkan kepada

manusia cara untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Corak ataupun model penafsiran tersebut dikenal dengan nama al-laun al-

adabi> al-ijtima>’i>. Dan salah satu kitab tafsir yang bercorak seperti ini adalah
tafsir al-Manar yang merupakan hasil karya dari dua tokoh yang mempunyai

hubungan guru dan murid, yaitu Syaikh Muhammad Abduh dan Sayyid

1
2

Muhammad Rasyid Ridha. Maka dari itu, dalam tulisan ini penulis akan

memaparkan tafsir al-adabi> al-ijtima>’i>, baik itu dari pengertian, latar belakang

munculnya, dan karakteristiknya serta contohnya.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian tafsir al-adabi> al-ijtima>‘i>?

2. Bagaimana latar belakang munculnya tafsir al-adabi> al-ijtima>‘i>?

3. Bagaimana karakteristik dan contoh tafsir al-adabi> al-ijtima>‘i>?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengertian tafsir al-adabi> al-ijtima>‘i>.

2. Untuk mengetahui latar belakang munculnya tafsir al-adabi> al-ijtima>‘i>.

3. Untuk mengetahui karakteristik dan contoh tafsir al-adabi> al-ijtima>‘i>.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir al-Adabi> al-Ijtima>‘i>

Istilah al-adabi> al-ijtima>‘i> terdiri dari dua kata, yaitu al-adabi> dan al-

ijtima>‘i>. Secara etimologi, kata al-adabi> jika dilihat dari bentuknya termasuk
mas{dar (infinitif) dari kata kerja aduba, yang berarti sopan santun, tata krama
dan sastra. Sedangkan secara terminologi, kata al-adabi> bermakna norma-norma

yang dijadikan pegangan bagi seseorang dalam bertingkah laku dalam

kehidupannya dan dalam mengungkapkan karya seninya. Oleh karena itu, istilah

al-adabi> bisa diterjemahkan sastra budaya.


Adapun kata al-ijtima>‘i>, secara etimologi yang berakar pada huruf jim,

mim, dan ‘ain, yaitu jama’a yang bermakna menyatukan sesuatu. Kata ini
menjadi bentuk ijtima’a, yang melahirkan infinitif ijtima’, yang berarti banyak

bergaul dengan masyarakat atau bisa diterjemahkan kemasyarakatan. Jadi, dapat

dikatakan bahwa tafsir al-adabi> al-ijtima>’i> adalah tafsir yang berorientasi pada

sastra budaya dan kemasyarakatan, yang oleh Mu’in Salim disebut dengan tafsir

sosio-kultural.
Menurut al-Farmawy, tafsir al-adabi> al-ijtima>’i> adalah corak tafsir yang

menitikberatkan penjelasan ayat-ayat al-Qur’an pada aspek ketelitian redaksinya,


lalu menyusun kandungannya dalam redaksi yang indah dengan penonjolan

aspek-aspek petunjuk al-Qur’an bagi kehidupan, serta menghubungkan

pengertian ayat tersebut dengan hukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan

pembangunan dunia.1

1
Supiana dan M. Karman, Ulumul Qur’an (Bandung: Pustaka Islamika, 2002), h. 316-
317.

3
4

Selain itu, Manna al-Qat}t}an menyatakan bahwa tafsir al-adabi> al-ijtima>’i>

adalah tafsir yang diperkaya dengan riwayat salaf dan dengan uraian tentang

sunnatullah yang berlaku dalam masyarakat, menguraikan gaya ungkapan al-


Qur’an yang pelik dengan menyingkapkan maknanya dengan ibarat-ibarat yang

mudah serta berusaha menerangkan masalah-masalah yang musykil dengan

maksud untuk mengembalikan kemuliaan dan kehormatan Islam serta mengobati

penyakit masyarakat melalui petunjuk al-Qur’an.2 Sedangkan menurut Dr.

Muhammad Husain al-Dzahabi tafsir al-adabi> al-ijtima>’i> adalah tafsir yang

menyingkapkan balagah, keindahan bahasa al-Qur’an dan ketelitian redaksinya,

kemudian mengaitkan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dengan sunnatullah dan

aturan hidup kemasyarakatan, yang berguna untuk memecahkan problematika

umat Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya.3

Corak tafsir al-adabi> al-ijtima>’i> sebagai corak penafsiran yang

menekankan penjelasan tentang aspek-aspek yang terkait dengan ketinggian gaya

bahasa al-Qur’an (balagah) yang menjadi dasar kemukjizatannya. Atas dasar itu

mufassir menerangkan makna-makna ayat-ayat al-Qur’an, menampilkan

sunnatullah yang tertuang di alam raya dan sistem-sistem sosial, sehingga ia


dapat memberikan jalan keluar bagi persoalan kaum muslimin secara khusus, dan

persoalan umat manusia secara universal sesuai dengan petunjuk yang diberikan
oleh al-Qur’an.4

B. Latar Belakang Munculnya Tafsir al-Adabi> al-Ijtima>‘i>

2
Manna Al-Qatt}}an, Mabahits Fii Ulum Al-Qur’an (Beirut: Muassasah Ar-Risalah, 1976),
h. 337.
3
Muhammad Husain Al-Dzahabi, At-Tafsir wal Mufassirun, Juz 3 (Mesir: Daar Al-Kitab
Al-Arabi, 1976), h. 215.
4
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2009), h. 108.
5

Mengenai latar belakang munculnya corak tafsir al-adabi> al-ijtima>’i>

pastilah tidak lepas dari tokoh pembaharu di Mesir, yakni Jamaluddin al-

Afgani. Hal ini wajar kiranya mengingat bahwa beliau adalah tokoh Islam yang

dianggap pertama kali bersikap tegas terhadap tantangan modernitas, beliau

menyatakan kembali kepada tradisi Islam dengan cara yang sesuai untuk

menjawab berbagai problem penting yang muncul akibat ‚Barat‛ dengan klaim

modernitasnya yang semakin mengusik ‚Timur Tengah‛ dengan tradisi Islam

tradisionalnya. Tema besar yang diperjuangkan Jamaluddin al-Afgani adalah

bahwa Islam merupakan kekuatan yang sangat penting untuk menangkal ‚Barat‛.

Pemikiran lain yang dimunculkan oleh Jamaluddin al-afgani adalah tentang

adanya persamaan antara pria dan wanita. Wanita dan pria sama dalam

pandangannya, keduanya mempunyai akal untuk berpikir.

Semangat pembaharuan Jamaluddin al-Afgani yang berangkat dari respon

sosial politik itu diikuti oleh para muridnya. Muhammad Abduh adalah salah satu

murid al-Afgani yang sejalan dengan pemikirannya dalam mengadakan reformasi

dengan cara menyadarkan umat akan pentingnya mengusir penjajah, serta

mengejar ketertinggalan-ketertinggalan dunia Islam terhadap dunia barat.

Gerakan nyata dari reformasi keagamaan dan politik al-Afgani dan Abduh adalah

majalah al-Urwah al-Wusqa yang mampu memberikan kesadaran kolektif


terhadap negara-negara Arab dan Islam lainnya untuk bangkit menuju kemajuan

dalam arti luas.5

Banyak ulama dan ilmuan Islam yang terpanggil dan mengikuti jejak

mereka, termasuk Muhammad Rasyid Ridha yang telah menyaksikan penderitaan

umat dan makin merosotnya keadaan sosial keagamaan. Sehingga dari kondisi

5
Muhammad Imarah, ‚Corak Tafsir Adabi Ijtima’i‛ dalam
http://khazanahquranhadits.wordpress.com/2013/12/20/corak-tafsir-adabi-ijtimai, diakses tanggal
9 Juni 2023.
6

sosial politik Timur Tengah tersebut, dirumuskanlah Tafsir al-Manar oleh

Muhammad Abduh beserta Rasyid Ridha. Disebutkan oleh Harun Nasution

dalam bukunya Pembaharuan dalam Islam mengutip pendapat Muhammad

Abduh dalam bukunya al-Islam Din al-‘Ilm wa al-Madaniah, menyebutkan bahwa

‚kondisi sebagian umat Islam pada saat dituliskannya tafsir al-Manar itu adalah

kondisi jumud, statis dan tidak berkembang karena tradisi Islam saat itu diwarnai

oleh animisme dan masyarakatnya enggan memakai akal‛. Kondisi masyarakat

yang seperti itu diperparah oleh sistem pemerintahan Mesir yang seolah sengaja

membiarkan rakyat menjadi bodoh.6

Karena itulah usaha pertama Abduh dalam gerak pembaharunya adalah

memperbaiki sistem pendidikan sebagai jantung umat Islam. Setelah munculnya

putri-putri Mesir yang terdidik dan terpelajar, baik dari pendidikan lokal maupun

pendidikan Barat, maka mulailah ada gelombang-gelombang reformasi dan

pembaharuan sebagaimana yang diharapkan oleh Abduh. Dalam kondisi politik

dan masyarakat yang seperti itu, sebuah respon politik yang belum pernah terjadi

pada zaman mufassir sebelumnya lahir. Majalah al-Manar yang nantinya menjadi

tafsir al-Manar ditulis dengan corak baru dalam tafsir sebagai usaha menjawab

tantangan zamannya. Corak tafsir yang dikembangkan oleh Abduh dan Rasyid

Ridha itu kemudian dikenal corak al-adabi> al-ijtima>’i>.


C. Karakteristik dan Contoh Tafsir al-Adabi> al-Ijtima>’i>

Adapun ciri atau karakteristik dari tafsir al-adabi> al-ijtima>’i yaitu

penonjolan ketelitian redaksi ayat-ayat al-Qur’an, penguraian makna yang

dikandung dalam ayat dengan redaksi yang menarik hati, dan adanya upaya

untuk menghubungkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hukum-hukum alam yang


6
Dikutip dari Harun Nasution dalam Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan
Gerakan oleh Kukuh Budiman dalam skripsi ‚Term Di’afan (Lemah) dalam Surat an-Nisa ayat 9
(Studi Tematik Kitab Tafsir al-Manar Karya Rasyid Ridha)‛, Skripsi (Yogyakarta: Fakultas
Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2011), h. 31-32.
7

berlaku dalam masyarakat.7 Dalam artian lain yaitu memahami ayat dari segi

balagahnya untuk kemudian dipahami sesuai dengan makna yang dimaksud di

dalamnya dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan indah.

Sehingga al-Qur’an dengan mudah dipahami oleh umat Islam dari kalangan

manapun (bukan hanya ulama) untuk dijadikan sebagai huda li al-nas,

sebagaimana yang merupakan fungsi utama dari al-Qur’an.

Selain itu, ada pula yang menyebutkan bahwasanya ciri dari tafsir al-

adabi> al-ijtima>’i>, yaitu:8


1. Memandang bahwa setiap surah merupakan satu kesatuan, ayat-ayat yang

mempunyai hubungan yang serasi.

2. Ayat al-Qur’an bersifat umum

3. Al-Qur’an adalah sumber akidah dan hukum

4. Penggunaan akal secara luas dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an

5. Menentang dan memberantas taqlid

6. Mengaitkan interpretasi al-Qur’an dengan kehidupan sosial

Adapun contoh dari dapat dilihat dalam contoh penafsiran Juz Amma oleh

Muhammad Abduh dalam QS al-Fi>l: 3-4.

)4( ‫) تَ ْرِمي ِه ْم ِِِب َج َارٍة ِم ْن ِس ِج ٍيل‬3( ‫يل‬ِ ِ


َ ‫َوأ َْر َس َل َعلَْيه ْم طَْي ًرا أ َََبب‬
Terjemahnya:
3. Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung-burung yang berbondong-
bondong. 4. Yang melempari mereka dengan batu-batu dari tanah yang
membatu.
Kata ‫ أبابيل‬ialah kawanan burung atau kuda dan sebagainya yang masing-

masing kelompok mengikuti kelompok lainnya. Sedangkan yang dimaksud

7
Rif’at Syauqi Nawawi, Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh Kajian Masalah Akidah
dan Ibadat (Jakarta: Paramadina, 2002), h. 111.
8
M. Quraish Shihab, Studi Kritis Tafsir Al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), h.
548-549.
8

dengan ‫طيرا‬
ً ialah hewan yang terbang di langit, baik yang bertubuh kecil

ataupun besar; tampak oleh penglihatan mata ataupun. Adapun kata ‫ سجيل‬berasal

dari bahasa Persia yang bercampur dengan bahasa Arab, yang berarti tanah yang

membatu.9

Di dalam tafsir tersebut, Muhammad Abduh menjelaskan bahwa lafaz ‫طيرا‬

tersebut merupakan dari jenis nyamuk atau lalat yang membawa benih penyakit

tertentu. Dan bahwa lafal ‫ بحجارة‬itu berasal dari tanah kering yang bercampur

dengan racun, dibawa oleh angin lalu menempel di kaki-kaki binatang tersebut.

Dan apabila tanah bercampur racun itu menyentuh tubuh seseorang, racun itu

masuk ke dalamnya melalui pori-pori, dan menimbulkan bisul-bisul yang pada

akhirnya menyebabkan rusaknya tubuh serta berjatuhannya daging dari tubuh

itu.10

Dengan begitu, dapat dilihat bahwa penafsiran Abduh ini, lebih bersifat

soaial masyarakat modern. Dalam artian bahwa beliau lebih menonjolkan

ketelitian redaksi ayat-ayat tersebut, kemudian menguraikan makna yang

dikandung dalam ayat tersebut dengan redaksi yang menarik hati, dan adanya

upaya untuk menghubungkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hukum-hukum alam

yang berlaku dalam masyarakat.

9
Muhammad Abduh, Tafsir Juz Amma, terj. Muhammad Bagir (Bandung: Mizan, 1998),
h. 320.
10
Muhammad Abduh, Tafsir Juz Amma, terj. Muhammad Bagir, h. 322.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tafsir al-adabi> al-ijtima>’i> adalah tafsir yang berorientasi pada sastra,

budaya dan kemasyarakatan, suatu corak penafsiran yang menitikberatkan

penjelasan ayat al-Qur’an pada segi-segi ketelitian redaksionalnya, kemudian

menyusun kandungan ayat-ayatnya dalam suatu redaksi yang indah dengan

penonjolan tujuan utama turunnya al-Qur’an, yakni membawa petunjuk dalam

kehidupan, kemudian merangkaikan pengertian ayat tersebut dengan hukum-

hukum alam yang berlaku dalam masyarakat dan pembangunan dunia.

Tokoh-tokoh yang berperan dalam kajian tafsir al-adabi> al-ijtima>’i> ini

tidak terlepas dari para tokoh-tokoh pembaharu di Mesir, yakni Jamaluddin al-

Afgani, Syekh Muhammad Abduh, Muhammd Rasyid Ridha dan dilanjutkan oleh

ulama-ulama lain. Adapun ciri atau karakteristik dari tafsir al-adabi> al-ijtima>’i>

adalah penonjolan ketelitian redaksi ayat-ayat al-Qur’an, penguraian makna yang

dikandung dalam ayat dengan redaksi yang menarik hati, dan adanya upaya

untuk menghubungkan ayat-ayat al-Qur’an dengan hukum-hukum alam yang

berlaku dalam masyarakat.

B. Implikasi
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan baik dari

aspek isi ataupun bahasa. Oleh karenanya, sangat dibutuhkan kritik atau saran

yang bersifat membangun guna kelanjutan perbaikan dari makalah ini. Penulis

berharap dengan adanya makalah ini, bisa menambah khazanah keilmuan bagi

pembaca, terkhusus penulis pribadi yang terkait dengan objek kajian. Selain itu,

dengan adanya makalah ini, pembaca atau siapapun itu bisa mengimplikasikan

hal-hal yang kiranya bermanfaat dalam makalah ini dalam kehidupan sehari-hari.

9
DAFTAR PUSTAKA
Abduh, Muhammad. Tafsir Juz Amma. Terj. Muhammad Bagir. Bandung:
Mizan, 1998.
Budiman, Kukuh. ‚Term Di’afan (Lemah) dalam Surat an-Nisa ayat 9 (Studi
Tematik Kitab Tafsir al-Manar Karya Rasyid Ridha)‛. Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga, 2011.
Al-Dzahabi, Muhammad Husain. At-Tafsir wal Mufassirun. Juz 3. Mesir: Daar
Al-Kitab Al-Arabi, 1976.
Imarah, Muhammad. ‚Corak Tafsir Adabi Ijtima’i‛ dalam
http://khazanahquranhadits.wordpress.com/2013/12/20/corak-tafsir-adabi-
ijtimai, diakses tanggal 9 Juni 2023.
Nawawi, Rif’at Syauqi. Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh Kajian Masalah
Akidah dan Ibadat. Jakarta: Paramadina, 2002), h. 111.
Al-Qatt}}an, Manna. Mabahits Fii Ulum Al-Qur’an. Beirut: Muassasah Ar-Risalah,
1976.
Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam
Kehidupan Masyarakat. Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2009.
Shihab, M. Quraish. Studi Kritis Tafsir Al-Manar. Bandung: Pustaka Hidayah,
1994.
Supiana dan M. Karman. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Islamika, 2002.

10

Anda mungkin juga menyukai