“ TAFSIR TAHLILI “
Dosen pengampu: Dr. Ahmad dzaky M.PD
Di susun oleh :
AMUNTAI 2023
KATA PENGANTAR
Bismillahhirahmanirrahim
Puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena telah memberikan kesehatan serta rahmat-
Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tak
lupa juga sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW. Dan semoga kita semua mendapatkan syafa’atnya di hari akhir kelak.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir, yang dibimbing oleh
Bapak Dr. Ahmad Dzaky, M.PD dimana dalam makalah ini akan diuraikan mengenai Tafsir
Tahlili.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Dimana kami
sebagai mahasiswa yang masih dalam proses pembelajaran, dalam makalah ini terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan. Sehingga kritik dan saran yang membangun sangat kami
harapkan untuk perbaikan dimasa mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.
Kelompok 10
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pembahasan tafsir merupakan hal yang penting pada setiap waktu dan tempat. Hal itu
dikarenakan kebutuhan umat Islam akan petunjuk yang terkandung di dalam al-Qur‟an al
karim untuk menjalani kehidupan di dunia ini. Adapun kebutuhan petunjuk manusia sangat
beragam satu sama lainnya dalam satu daerah, atau masa dahulu dengan masa kontemporer.
Oleh karena itu tafsir al-Qur‟an membutuhkan aktualisasi agar dapat mudah dipahami oleh
masyarakat Muslim dengan realita mereka yangberbeda-beda adat kebiasaannya.
Para ahli tafsir pun berusaha untuk menafsirkan al Qur‟an dengan pendekatan dan metode
yang berbeda-beda antara satu ahli tafsir dengan lainnya.Mengenai pendekatan tafsir yang
melihat pada sumber penafsiran, ahli tafsir mengkategorikan tafsir al-Qur‟an menjadi 4
kategori; pertama tafsir bil ma‟tsur (riwayah).Kedua, tafsir bil ra‟yi (dirayah).Ketiga, tafsir
bil-lughah (bahasa).Keempat, tafsir isyari.
Adapun metode tafsir yang digunakan oleh para ahli tafsir dalam penafsiran al Qur‟an
dapat dikategorikan menjadi empat metode; Pertama, Metode tafsir Ijmali.Kedua, metode
tafsir tahlili.Ketiga, metode tafsir maudhu‟i.Keempat, metode tafsir muqoron.Pembagian
kategori ini merupakan pengkategorian baru, karena kategori ini muncul setelah penelitian
pada buku-buku tafsiryang beragam, sehingga para ahli ilmu membagi metode tafsir yang
digunakan oleh para ahli tafsir menjadi 4 macam.
Metode tahlili merupakan metode penafsiran yang digunakan oleh para ulama dahulu dan
paling luas cakupan bahasannya. Hal itu dikarenakan mufasir membagi beberapa jumlah ayat
pada satu surat dan menjelaskannya kata perkata secara rinci dan komprehensif. Pada
kesempatan ini, penulis berusaha untuk membahas metode tafsir tahlili.
B. Rumusan Masalah
BAB II
1
PEMBAHASAN
Metode merupakan akar kata yang berasal dari "methodos"yang berarti jalan
atau cara.[2] Secara etimologis "Tahlili" berasal dari bahasa Arab hallala-yuhallilu-
tahlilan yang berarti “ membebaskan[3] mengurai, menganilisis”. Tafsir metode
tahlili adalah tafsir yang menyoroti ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan segala
makna dan aspek yang terkandung di dalamnya sesuai urutan bacaan yang terdapat
di dalam al-Qur’an Mushaf ‘Utsmani.[4]Muhammad Baqir al-Sadr menyebut tafsir
metode tahlili ini dengan tafsir tajzi’i, yang secara harfiah berarti “tafsir yang
menguraikan berdasarkan bagian-bagian, atau tafsir parsial”.
Metode tahlili (analitis) juga bisa diartikan dengan menafsirkan ayat-ayat al-
Qur’an dengan memaparkan berbagai aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat
yang sedang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di
dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecenderungan dari mufasir yang menafsirkan
ayat tersebut.[5]
Dengan demikian, yang dimaksud dengan metode tahlili adalah suatu metode
penafsiran yang berusaha menafsirkan ayat-ayat al-qur'an dengan memaparkan
segala aspek yang terkandung di dalam ayat ayat yang ditafsirkan itu serta
menerangkan makna-makna yang tercakup didalamnya sesuai urutan bacaan yang
terdapat didalam al-Qur'an mushaf Ustmani dengan keahlian dan kecenderungan
mufassir yang menafsirkan ayat –ayat tersebut.[8]
Dengan demikian dapat di pahami bahwa karakter utama dari jenis tafsir ini
biassanya mufassir menguraikan makna global yang dikandung oleh al-qur'an secara
konfrehensif dari berbagai seginya, menafsirkan berdasarkan tertib ayat demi ayat
dan surah demi surah sesuai dengan urutannya di dalam mushaf.
Metode tahlili atau yang dinamai Muhammad Baqir al-Shadr sebagi tafsir tajzi'i
ini ada beberapa aspek yang dianggap perlu oleh seorang mufassir tajzi'i uraikan
yang tahapan kerjanya yaitu dimulai dari :
2
a. Menerangkan munasabah atau hubungan ayat yang ditafsirkan dengan ayat
sebelum atau sesudahnya, maupun antara satu surah dengan surah lain .
a.Menafsirkan ayat ayat secara berurutan dari ayat pertama sampai ayat teraklhir
dalam mushaf, (mulai dari surah al-Fatihah hingga surah an-Naas).[9]
e. Menjelaskan hal –hal yang bisa disimpulkan dari ayat yang ditafsirkan baik
yang berkenaan dengan hukum piqh, tauhid, ataupun yang lainnya.
Dari segi pendekatan tafsir tahlili dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: tafsir bi al-
ma'tsur dan tafsir bi al-ra'y i[10]. Namun seiring dengan perkembangan zaman ,
selanjutnya metode tahlili berkembang dengan beberapa bagian, yaitu: at tafsir al-
shufi, tafsir al-falsafi, tafsir al-piqhi, tafsir al-ilmi ,dan tafsir al-adabi al ijtima'i.[11]
1) Tafsir bi al-ma'tsur
3
mereka kutip dari Nabi, tetapi juga memasukkan ide–ide dan pemikiran mereka
(melakukan ijtihad).[13]
Adapun kitab kitab yang memakai metode ini antara lain: kitab tafsir ruh al-ma'ani fi
tafsir al-qur'an wa al-sab' al-matsani karya Al Alusi, al tafsir al-kabir wa mafatih al-
ghayb karya Fakhr al-din al-Razi,dan jami' al-bayan fi tafsir al-qur'an al karim karya
Ibnu jarir At-Thabari.
2) Tafsir bi al-Ra'y
Tafsir bi al-ra'y adalah penafsiran yang dilakukan dengan menetapkan rasio sebagai
titik tolak. Tafsir corak ini dinamakan juga dengan al-tafsir al-ijtihadi yaitu
penafsiran yang menggunakan ijtihad. Tafsir bi al-ra'y dapat juga diartikan dengan
tafsir ayat-ayat al-Qur'an yang di dasarkan pada ijtihad para mufassirnya dan
menjadi akal pikiran sebagai pendekatan utamanya.[14]
Inilah salah satu sebab apa yang membuat tafsir dalam bentuk al-ra'y dengan metode
tahlili (alitis) dapat melahirkan corak penafsiran yang beragam sekali seperti tafsir
fiqh, falsafi, sufi, 'ilmi, adabi ijtima'i. Dikarenakan adanya kebebasan serupa itulah,
maka tafsir bi al-Ra'y berkembang jauh lebih pesat meninggalkan tafsir bi al-ma'tsur,
sebagaimana diakui oleh ulama tafsir semisal Manna' al-Qaththan.[15]
3) Tafsir al-Shufi
Tafsir al-Shufi adalah tafsir yang berusaha menjelaskan maksud ayat al-Qur’an dari
sudut esoterik atau berdasarkan isyarat-isyarat tersirat yang tampak dari seorang
shufi dalam suluknya (tafsir yang ditulis para sufi).
Tafsir ini ada dua macam, yaitu: Tafsir shufi al-nadzari (teoritis)yaitu mufassir
menafsirkan al-Qur’an dengan menggunakan mazhab nya dan sesuai dengan ajaran-
ajaran mereka (mereka sering menggunakan ta’wil untuk menyesuaikan pengertian
ayat-ayat al-Quran dengan teori-teori tasawuf yang mereka anut). Tafsir shufi
al-‘amali (praktis) yaitu menakwilkan ayat-ayat al-Qur’an dengan berdasarkan
isyarat-isyarat tersembunyi / tersirat (samar) yang menurut para sufi hanya diketahui
oleh sufi ketika mereka melakukan suluk (seperti melakukan banyak ibadah dan
kehidupan sederhana).
Di antara kitab-kitab tafsir yang dapat digolongkan sebagai kitab tafsir shufi adalah:
tafsir al-Qur'an al-'Azhim karya Abu Muhammad Sahal ibn 'Abdullah ibn Yunus ibn
'Abdullah al-Tusturi, Haqaiq al-Tafsir karya Abu 'Abd al-Rahman Muhammad ibn al
Husain ibn Musa al-Uzdi al-Salmi, dan al-Bayan fi Haqaiq al-Qur'an karya Abu
Muhammad Ruzbahan ibn Abi al-Nasr al-Baqli al-Syirazi.
4) Tafsir al-Falsafi
4
persoalan-persoalan filsafat). Menurut adz-Dzahabi tafsir falsafi yaitu tafsir yang
didominasi oleh teori-teori filsafat atau tafsir yang menempatkan teori-teori ini
sebagai paradigmanya.[16]
Contoh dari kitab tafsir ini adalah al-Tafsir al-Kabir wa Mafatih al-Ghayb karya al-
Fakhr al-Razi.
5) Tafsir al-Fiqhi
Tafsir al-fiqh adalah corak tafsir yang lebih menitik beratkan kepada pembahasan
dan tinjauannya pada aspek hukum dari al-Qur'an. Seperti masalah-masalah
fiqhiyyah dan cabang-cabangnya serta membahas perdebatan-perdebatan pendapat
seputar pendapat-pendapat imam madzhab. Tafsir fiqhi juga dikenal dengan tafsir
ahkam , yaitu tafsir yang lebih berorientasi kepada ayat-ayat hukum dalam al-Qur'an
(ayat-ayat hukum). Tafsir fiqhi lebih populer dengan sebutan tafsir ayat ahkam atau
tafsir ahkam.
Kitab-kitab tafsir yang termasuk dalam corak ini, antara lain; Ahkam al-Qur'an karya
Al-Jashshash, Ahkam al-Qur'an karya Ibn al-'Araby, Tafsir al-Nasafi karya al-Nasafi
(mazhab Hanafi), Tafsir al-Kabir / Mafatih al-Ghaib karya Fakh ar-Razi.
6) Tafsir al-Ilmi
Kitab-kitab tafsir ini antara lain: al-Tafsir al-'Ilmi li al-Ayat al-Kawniyyah fi al-
Qur'an al-Karim karya Hanafi Ahmad, Jawahir fi al-Qur'an karya Syaikh Tantawi
Jauhari, al-Ghidza' wa al-Dawa karya Jamal al-Din al-Fandy.
Tafsir al-Adabi al-Ijtima'i adalah corak penafsiran yang menjelaskan ayat-ayat al-
Qur'an berdasarkan ketelitian uangkapan yang disusun dengan bahasa yang luas,
dengan menekankan tujuan pokok diturunkannya al-Qur'an, lalu mengaplikasikannya
pada tatanan sosial, seperti pemecahan masalah-masalah umat Islam dan bangsa pada
umumnya, sejalan dengan perkembangan masyarakat.[18]
5
ayat-ayat tersebut dalam suatu redaksi yang indah dengan penonjolan tujuan utama
dari tujuan-tujuan al-Qura'an yaitu membawa petunjuk dalam kehidupan.
Kitab-kitab tafsir yang menggunakan metode ini, antara lain: Tafsir al-Manar karya
Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, Tafsir al-Qur'an al-Karim karya Mahmud
Syaltut dan Tafsir al-Wadhih karya Mahmud Baht al-Hijazy, Tafsir al-Qur'an al-
Karim karya Ahmad Musthafa al-Maraghi.[19]
Tafsir ini berasal sejak pada masa sahabat nabi s.a.w pada mulanya terdiri dari
tafsiran atas beberapa ayat saja,yang kadang kadang mencakup pemjelasan mengenai
kosakatanya. Dalam perjalanan waktu para ulama tafsir merasakan kebutuhan
adanya tafsir yang mencakup seluruh isi al qur'an. Karenanya pada akhir abad ketiga
dan awal keempat Hijriyah (ke-10M) ahli ahli tafsir seperti Ibnu Majah,At
Thabari,dan lain lain lalu mengkaji keseluruhan isi Al qur'an dan membuat model
model paling maju dari tafsir Tahlili ini[20].Sedangkan perkembangannya menurut
M.Quraish Shihab jauh sebelum metode maudhu'i digunakan atau paling lambat At
Thabari (310/922M). Kitab kitab al qur'an yang pernah di tulis para mufassir pada
masa awal pembukuan tafsir hampir semuanya menggunakan metode Tahlili,baik itu
kitab Tafsir bi al ma'thur seperti jami'al bayan Ta'wil ayi Alqur'an milik Ibnu Jarir At
Thabari maupun At tafsir Al-kabir atau Mafatih Al-ghayb karya Muhammad Fakhr
al-din al-Razi,begitu juga dengan aliran tafsir al-Isyari seperti kitab Gharaib al-quran
wa Raghain al Furqan karya an-Naysaburi(728M/1328H)[21].
Definisi Pendidikan Islam Terdapat beragam defenisi tentang pendidikan Islam yang
diberikan oleh berbagai kalangan sesuai dengan pandangan dan kecenderungan mereka
masing- masing. Ia
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
6
individu menunaikan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi dan berhasil mewujudkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Tarbiyah berasal dari kata rabb yang menurut Anis bermakna tumbuh
dan berkembang. Pengertian seperti ini juga diberikan oleh Al-Qurthubiy yang menyatakan
bahwa pengertian dasar kata Rabb menunjukkan makna
tumbuh, berkembang, memelihara, merawat, mengatur, dan menjga kelestarian ataueksistensi
nya. Sementara itu al-asfahany, kata al-rabb bisa berarti mengantarkansesuatu kepada
kesempurnaan dengan bertahap atau membuat sesuatu untukmencapai kesempurnaan secara
bertahap.
Akar kata ta’lim adalah alima. Menurut ibn al-manzhur, kata ini bisa
memiliki beberapa arti, sepesrti mengetahui, atau mengenal, mengetahui atau merasa, danme
mberi kabar kepadanya. Kemudian menurut luis ma’luf kata al-‘ilm yangmerupakan masdar
dari ‘alama bermakna mengetahui sesuatu dengan sebenar- benarnya, sementara kata ‘alima
bermakna mengetahui dan menyakininya.
Menurut shalaby, terma ta’dib sudah digunakan pada masa islam klasik,terutama untuk
pendidikan yang diselenggarakan di kalangan istana parakhalifah.pada masa itu, sebutan yang
digunakan untuk memanggil guru adalah muaddib. Shalaby, dengan mengutip al-jahiz,
menyatakan bahwa terma
muaddib berasal dari kata adab, dan adab itu bisa berarti budi pekerti atau meriwayatkan.Gur
u para putera khaliffah disebut muaddib dikarenakan mereka brtugasmendidikkan budi
pekerti dan meriwayatkan kecerdasan orang-orang terdahulukepada mereka.
B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, apabila ada kekurangan maupun kesalahan
mohon berikan saran dan kritik yang membangun, sehingga menjadi lebih baik lagi untuk
kedepannya. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin
DAFTAR PUSTAKA
7
Qur'an, (Damaskus: Dar al-Qalam, 1997)
al-Attas, Muhammad Naquib, The Concept of Education in Islam: A Frame Work
for an Islamic Phylosophy of Education, Terj. Haidar Bagir (Bandung: Mizan, 1996)
Azra, Azyumardi, Esei-esei intelektual Muslim dan pendidikan Islam, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1998)
Ibn Manzur, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar Shadir, 1990)
Langgulung, Hasan, Asa-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al- Husna, 1992)
Langgulung, Hasan, Beberapa pemikiran tentang pendidikan
Islam (Bandung: PT. Al-Ma'arif, 1980)
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 7, No. 1, Januari-Juni 2008
Mursa, Muhammad Munir, al-Tarbiyah al-Islamiyah: Ushuluha wa Ththawwuruha fi
al-Bilad al-Arabiyah, (Kairo: 'alam al-kutub, 1977)
PUSTAKA
Ahmad, A. (2021). Konsep
Ta’dib Syed Muhammad
Naquib Al-Attas dan
Implikasinya
dalam Pendidikan Islam. AN
NUR: Jurnal Studi Islam ,
13(1), 32–50.
https://doi.org/10.37252/AN-
NUR.V13I1.98
8
Imroatun, I., & Ilzamudin, I.
(2020). Sejarah Peristilahan
Tarbiyah Dan Taklim
Dalam Tinjauan Filsafat
Pendidikan Islam.
Ulumuddin : Jurnal Ilmu-Ilmu
Keislaman, 10(2), 163–176.
Jaya, F. (2020). Konsep Dasar
Dan Tujuan Pendidikan Dalam
Islam: Ta’lim,
Tarbiyah Dan Ta’dib.
TAZKIYA, 9(1).
PUSTAKA
Ahmad, A. (2021). Konsep
Ta’dib Syed Muhammad
9
Naquib Al-Attas dan
Implikasinya
dalam Pendidikan Islam. AN
NUR: Jurnal Studi Islam ,
13(1), 32–50.
https://doi.org/10.37252/AN-
NUR.V13I1.98
Imroatun, I., & Ilzamudin, I.
(2020). Sejarah Peristilahan
Tarbiyah Dan Taklim
Dalam Tinjauan Filsafat
Pendidikan Islam.
Ulumuddin : Jurnal Ilmu-Ilmu
Keislaman, 10(2), 163–176.
10
Jaya, F. (2020). Konsep Dasar
Dan Tujuan Pendidikan Dalam
Islam: Ta’lim,
Tarbiyah Dan Ta’dib.
TAZKIYA,
Jaya, F. (2020). Konsep Dasar Dan Tujuan Pendidikan Dalam Islam: Ta’lim,
Tarbiyah Dan Ta’dib. TAZKIYA, 9(1).
PUSTAKA
Ahmad, A. (2021). Konsep
Ta’dib Syed Muhammad
Naquib Al-Attas dan
Implikasinya
dalam Pendidikan Islam. AN
NUR: Jurnal Studi Islam ,
13(1), 32–50.
https://doi.org/10.37252/AN-
NUR.V13I1.98
11
Imroatun, I., & Ilzamudin, I.
(2020). Sejarah Peristilahan
Tarbiyah Dan Taklim
Dalam Tinjauan Filsafat
Pendidikan Islam.
Ulumuddin : Jurnal Ilmu-Ilmu
Keislaman, 10(2), 163–176.
Jaya, F. (2020). Konsep Dasar
Dan Tujuan Pendidikan Dalam
Islam: Ta’lim,
Tarbiyah Dan Ta’dib.
TAZKIYA, 9(1).
12
Nama istana yg mengelanggarakan dengan tema ta’dab
13