Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah “Al-Arabiyah at-


Tatbiqiyah” yang diampu oleh Imran Salim, Lc., MA

Disusun Oleh :

Bella Novianty 1207.19. 2151


Elsa Aprian Deny 1207.19.2162
Fazrur Rahman 1207.19.2165

SEMESTER 2
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) IBNU SINA
BATAM
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena Rahmat dan
HidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini, yang
berjudul “AT_TAWABI’I”.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
besar Muhammad SAW, yang telah membimbing umat dari jalan kegelapan
menuju jalan yang terang benderang yang diridhoi oleh Allah SWT yaitu agama
Islam.
Walaupun penulis sudah berupaya semaksimal mungkin, demi terselesainya
karya ilmiah ini, penulis tetap menyadari bahwa kemampuan penulis jauh dari
kesempurnaan, dan sudah pasti masih banyak kekurangannya. Sehingga kritik dan
saran yang sifatnya membangun semangat penulis yang sangat penulis harapkan.
Dan atas terselesaikannya penyusunan makalah ini, tak lupa penulis ucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Imran Salim, Lc., MA selaku dosen mata kuliah Al-Arabiyah At-
Tatbiqiyah yang telah membimbing dan mendidik penulis sehingga penulis
menjadi mahasiswa yang berilmu.
2. Teman-teman yang membantu penulis dalam penulisan makalah ini.
Semoga bimbingan dan bantuan serta dorongan yang diberikan mendapat balasan dari
Allah SWT.Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Batam, 29 Februari 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…..………………………………………………………………………………….
KATA PENGANTAR ....................................................................................................................................
ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................................... 1
1. Latar Belakang................................................................................................................................... 1
2. Rumusan Masalah.............................................................................................................................. 1
3. Tujuan................................................................................................................................................ 1
4. Metode Penelitian .............................................................................................................................. 1
BAB II ............................................................................................................................................................ 2
PEMBAHASAN ............................................................................................................................................. 2
1. Definisi At-Tawaabi’ ......................................................................................................................... 2
2. Pembagian At-Tawabi’ ...................................................................................................................... 3
A. An-Na’tu 3 ................................................................................................................................ ‫ﺖﻌﻨﻟﺍ‬
B. At-taukid ‫ﺪ‬IIIIIIIIIIII6 ......................................................................................................................... J‫ﻴﻛﻮﺘﻟﺍ‬
C. Al-Badlu ‫ﻝﺪ‬IIIIIII8 .............................................................................................................................. ‫ﺒﻟﺍ‬
D. Al- Athfu ‫ﻒ‬IIII9 ............................................................................................................................ J‫ﻄﻌﻟﺍ‬
BAB III ......................................................................................................................................................... 12
PENUTUP .................................................................................................................................................... 12
1. Kesimpulan ...................................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Ilmu nahwu adalah salah satu cabang ilmu bahasa Arab yang terpenting.
Karena dengan ilmu tersebut seorang muslim akan memahami warisan Nabi yang
tidak ternilai harganya, tuntunan dan pedoman hidup di dunia dan akhirat,
yaitu al-Qur’an dan Hadits. Dan juga untuk memahami aqwal (petuah-petuah)
‘ulama yang terangkum dalam kitab klasik yang dikenal dengan istilah “Kitab
Kuning” atau “Kitab Gundul”.
Salah satu kajian urgen dalam ilmu nahwu adalah haalatu raf’i al-ism dan
dalam makalah ini insya Allah pemakalah akan memaparkan bagian dari haalatu raf’i
al-ism yang ketujuh, yaitu at-tawaabi’.
Dengan merujuk kepada referensi ulama bahasa Arab klasik maupun
kontemporer disertai dengan pembahasan yang sistematik, pemakalah
berharap karya ini bisa bermanfaat bagi para mahasiswa dan seluruh kaum muslimin
dalam memahami nash-nash (al-Qur’an dan as-Sunnah) serta kitab ulama yang
berbahasa Arab.

2. Rumusan Masalah

Beranjak dari latar belakang di atas maka pemakalah membatasi pembahasan


yang terangkun dalam beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
a. Apa definisi at-tawaabi’ secara bahasa dan istilah?
b. Bagaimana pembagian dalam at-tawaabi’?
c. Apa itu na’at, athaf, badal dan taukid serta seluk beluknya?

3. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini sebagai berikut:

a. Mengetahu definisi at-tawaabi’.


b. Mengetahui pembagian dalam at-tawaab
c. Mengetahui seluk beluk yang berkaitan dengan na’at, athaf, badal dan taukid.

4. Metode Penelitian

Penulisan makalah dilakukan dengan menggunakan metode pustaka (library


reserch), yaitu mencari dan mengumpulkan data-data ilmiyah yang relevan dengan
tema yang dibahas dengan mencari bahan dan sumber-sumber melalui rujukan yang
terpercaya.
1
BAB II
PEMBAHASAN

AT-TAWAABI’ LI ISMI AL-MARFUU’

1. Definisi At-Tawaabi’

At-tawaabi’ secara bahasa adalah bentuk plural dari At-taabi’, yaitu isim
faa’il dari taba’a-yatba’u yang berarti yang mengikuti. Sedangkan pengertian taabi’
secara istilah banyak dijelaskan oleh Ulama Bahasa Arab. Berikut diantara
pengertian taabi’ dinukil dari beberapa sumber:
a. Dalam Mulakhos Qawa’idul Lughatil ‘Arabiyyah, Fu’ad Ni’mah
menjelaskan:
Tawabi’ adalah kalimat-kalimat yang ketentuan i’rabnya mengikuti i’rab
1
kalimat sebelumnya baik itu marfu’, manshub atau majrur .
b. Dalam Al-Muyassar fiI Iilmin Nahwi, Aceng Zakariya menjelaskan:
Tawabi’ adalah isim-isim yang ketentuan i’rabnya tergantung i’rab isim
yang lain. Jika isim yang lain marfu’, maka ia ikut marfu’. Demikian pula dalam
2
hal mansub dan majrurnya .

Dari beberapa pengertian di atas, bisa diambil pengertian paling sederhana


yaitu, “Tawaabi’ (lafadz yang mengikuti) adalah isim yang mengikuti i’rab lafadz
3
sebelumnya secara mutlak .

1
Fuad Ni’mah, Mulakhkhash Qawaa’id Al-Lughat Al-Arabbiyah, (Beirut: Daar Ats-
Tsaqaafat Al-Islamiyyah), hlm. 51
2
Aceng Zakaria, Ilmu Nahwu Praktis Sistem Belajar 40 Jam, (Garut: Ibn Azka Press, 2004
M), hlm. 173
3
Behaud Din Abdullah Ibnu ‘Aqil, Terjemahan Alfiyyah Syarah Ibnu ‘Aqi Jilid 2, (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2011 M), hlm. 625
2
2. Pembagian At-Tawabi’

At-tawabi terbagi menjadi empat macam, yaitu: na’tun ‫ ﺖﻌﻨﻟﺍ‬, ‘athfun


‫ ﻒﻄﻌﻟﺍ‬, taukiidun ‫ ﺪﻴﻛﻮﺘﻟﺍ‬, dan badlun ‫ ﻝﺪﺒﻟﺍ‬. Adapun penjelasan secara komprehensif
sebagai berikut:

A. An-Na’tu ‫ﺖﻌﻨﻟﺍ‬
Definisi : Na’tu (‫ ) ﺖﻌﻨﻟﺍ‬secara bahasa berarti sifat. Jamaknya adalah
nu’uutun.

Para ulama dan pakar bahasa Arabpun banyak yang


mendefinisikan na’at, diantaranya sebagai berikut:
1) Ibnu Malik : Na’at yaitu tabi’ yang menyempurnkan makna lafazh yang
diikutinya dengan menjelaskan salah satu diantara sifat-sifatnya, atau dengan
menjelaskan sebagian dari lafazh yang berta’alluq kepadanya, sedangkan ia
4
menjadi penyebabnya .
2) Aceng Zakaria : Na’at atau disebut juga shifat adalah isim yang mengikuti
5
isim yang lain dengan fungsi untuk menjelaskan sifat dari isim sebelumnya .
3) Syamsul Ma’arif : Na’at adalah tabi’ yang menjelaskan matbu’nya.9
4) Muhammad bin Muhammad bin Dawud bin Abu ‘Abdillah as- Shanhaji :
Na’at adalah kata yang disebut setelah isim untuk menjelaskan sebagian
6
keadaan isim tersebut atau keadaan isim lain yang berhubungan dengannya .

 Ketentuan Na’at

Na’at atau sifat wajib mengikuti mausufnya dalam empat hal


sebagaimana disebutkan oleh Aceng Zakaria,yaitu sebagai berikut:
Dalam i’rab, contoh:
Dalam mudzakkar dan muannats, contoh:
Dalam ma’rifat dan nakirah, contoh:
7
Dalam mufrad, mutsanna dan jama’, contoh :

 Pembagiaan Na’at

Na’at terbagi menjadi dua bagian, yaitu:


1) Na’at haqiqi, yaitu na’at yang menjelaskan salah satu sifat kata yang
diikutinya. Atau na’at yang menjelaskan salah satu sifat kata yang
diikutinya (man’utnya).
Melihat definisi na’at diatas, na’at itu adakalanya menjelaskan
sebagian keadaan man’ut dan adakalanya menjelaskan keadaan kata
lain yang berhubungan dengan man’utnya, na’at haqiqi inilah yang
8
menjelaskan sebagian keadaan man’ut .

4
A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab – indonesia Terlengkap, (Yogyakarta: Pustaka
Progressif, 1997 M), hlm. 1436
5
Aceng Zakaria, Al-Muyyassar fii ‘Ilmi An-Nahwi, (Garut: Pesantern Persatuan Islam,
1417 H), hlm. 113
6
Misbahussurur, Cara Mudah Belajar Ilmu Nahwu Terjemah Berikut Penjelasan Kitab
Al-Ajurumiyyah, (Cilacap: Ihya Media, 2009 M), hlm. 136
7
Fuad Ni’mah, Mulakhkhash Qawaa’id Al-Lughat Al-Arabbiyah, (Beirut: Daar Ats-
Tsaqaafat Al-Islamiyyah), hlm. 51
8
Aceng Zakaria, Ilmu Nahwu Praktis Sistem Belajar 40 Jam, (Garut: Ibn Azka Press, 2004

3
Catatan:
Na’at haqiqi ini merafakan dhamir mustatar atau dhamir yang
tersimpan yang kembali kepada man’ut.
Na’at haqiqi harus mengikuti man’utnya empat hal dari 10 hal,
maksudnya satu dari (i’rab rafa, nashab dan khafdh), satu dari (mufrad,
tatsniyah dan jama’), satu dari (ma’rifat dan nakirah) dan satu dari
(mudzakkar dan muannats).

Na’at ini menyesuaikan man’utnya dalam beberapa hal :


I’rob (rofa’-nasob-jer)
ma’rifat-nakiroh
muanas-mudzakar
Jumlahnya (mufrod-tasniyah-jamak)

Contoh :

1) ‫ﻢﺎﻟﻋ ﻞﺟﺭ ﻡ ﺮﻛ‬


(Mulia orang laki-laki yang alim)

Kata ‫ ﻢﻟﺎﻋ‬adalah na’at i’robnya rofa alamatnya dlomah,


mengikuti man’ut (‫ )ﻞﺟﺭ‬dalam segi rofa’, nakiroh, mudzakar dan mufrod.

2) ‫ﻦﻴﺘﻤﺎﻟﻋ ﻦﻴﺗﺃﺮﻣﺍ ﺖﻣﺮﻛﺃ‬


(saya memuliakan dua perpempuan yang alim)

Kata ‫ﻴﺘﻤﻟﺎﻋ‬J‫ ﻦ‬adalah na’at i’robnya nashob alamatnya ya’,


mengikuti man’ut (‫ )ﻦﻴﺗﺃﺮﻣﺍ‬dalam segi nashob, nakiroh, muanas dan tasniah.

3) ‫ﻦﻴﻨﻣﺆﻤﺎﻟﻨﻴﻌﺷﺎﺨﻟﺍ ﺖﻴﺑ ﻰﻟﺇ ﺖﺒﻫﺫ‬


(saya pergi ke rumahnya orang-orang mu’min yang khusyu’)

Kata ‫ ﻦﻴﻌﺷﺎﺨﻟﺍ‬adalah na’at i’robnya jer alamatnya ya’,


mengikuti man’ut (‫ )ﻦﻴﻨﻣﺆﻤﻟﺍ‬dalam segi jer, ma’rifat, mudzakar dan jamak.

4) ‫ﻡﻼﻗﺄﺑﺓﺪﻳﺪﺟ ﺖﺌﺟ –ﺓﺪﻳﺪﺟ ﺐﺘﻜﺑ ﺖﺌﺟ‬


(saya datang [membawa beberapa buku/beberapa pena yang baru)

Kata ‫ ﺓﺪﻳﺪﺟ‬adalah na’at i’robnya jer alamatnya kasroh, mengikuti man’ut (


‫ﺐﺘﻛ‬/‫ )ﻡﻼﻗﺃ‬dalam segi jer, nakiroh. Dalam hal ini man’utnya (‫ﺐﺘﻛ‬/‫)ﻡﻼﻗﺃ‬
9
mempunyai arti benda banyak, maka na’atnya berbentuk mufrod-muanas .

M), hlm. 174-175


9
Syamsul Ma’arif, Nahwu Kilat Perpaduan antara Teori dan Praktik Ringkas dan
Jelas, (Bandung: Nuansa Aulia, 2013 M), hlm. 95-96
4
5) Na’at sababi, yaitu na’at yang disebut setelahnya.Atau na’at yang
menjelaskan salah satu sifat dari kata yang mempunyai hubungan dan
pertalian dengan kata yang diikutinya (man’utnya).

Na’at sababi ini selalu dalam bentuk mufrad walaupun man’utnya


berbentuik tatsniyah atau jama’. Dan dalam hal mudzakar dan muannats
10
disesuaikan dengan isim zhahir yang dirafa’kan .

Catatan:

Na’at sababi ini merafa’kan isim zhahir yang memuat dhamir yang
kembali kepada man’ut. Pada contoh pertama, kata merupakan isim zhahir yang
dirafa’kan oleh kata (kata menjadi fa’ilnya ). Kata memuat dhamir ha yang
kembali kepada man’ut.
Na’at sababi yang merafa’kan isim zhahir yang memuat dhamir yang
kembali pada man’ut itu harus mengikuti man’utnya dalam dua hal dari lima hal,
maksudnya satu dari (i’rab rafa, nashab, dan khafdh) dan satu dari (ma’rifat dan
nakirah). Pada contoh pertama misalnya, kata (selaku man’utnya) i’rabnya
11
rafa’, maka ikut rafa’, kata maka kata ikut ma’rifat .

Contoh :
a) ‫ﺎﻫﻮﺑﺃﻢﻳﺮﻛ ﻣﺍﺕﺭﺯ ﻰﻟﺇ ﺖﻴﺑﺓﺃﺮ‬
(saya berkunjung rumah perempuan yang mulia ayahnya)

o Kata ‫ ﻢﻳﺮﻛ‬adalah na’at sababiy i’robnya jer tandanya kasroh, mengikuti


man’ut (‫ )ﺓﺃﺮﻣﺍ‬hanya dalam segi i’rob (jer) dan nakiroh.
o kata sesudahnya (‫ )ﺎﻫﻮﺑﺃ‬sebagai fa’il, dlomir ‫ ﺎﻫ‬kembali ke ‫ﺓﺃﺮﻣﺍ‬.
o Kata ‫ ﺎﻫﻮﺑﺃ‬mengikuti ‫ ﻢﻳﺮﻛ‬dalam segi mudzakar.

b) ‫ﺎﺘﺳﻷﺍ ﺐﻫﺫ‬J‫ﻬﻤﺳﺎ ﺭﻮﻬﺸﻣ ﺔﺒﺘﻜﻣ ﻰﻟﺇ ﺫ‬


(Bapak guru pergi ke perpustakaan yang terkenal namanya)

o Kata‫ ﺭﻮﻬﺸﻣ‬adalah na’at sababiy i’robnya jer tandanya kasroh, mengikuti


man’ut (‫ﺒﺘﻜﻣ‬J‫ )ﺔ‬hanya dalam segi i’rob (jer) dan nakiroh.
o kata sesudahnya (‫ )ﺎﻬﻤﺳﺍ‬sebagai fa’il, dlomir ‫ ﺎﻫ‬kembali ke ‫ﺔﺒﺘﻜﻣ‬.
o Kata‫ ﺎﻬﻤﺳﺍ‬mengikuti ‫ ﺭﻮﻬﺸﻣ‬dalam segi mudzakar

10
Misbahussurur, Cara Mudah Belajar Ilmu Nahwu Terjemah Berikut Penjelasan Kitab
Al-Ajurumiyyah, (Cilacap: Ihya Media, 2009 M), hlm. 147
11
Syamsul Ma’arif, Nahwu Kilat Perpaduan antara Teori dan Praktik Ringkas dan Jelas,
(Bandung: Nuansa Aulia, 2013 M), hlm. 95
5
1) Na’at berupa Jumlah, yaitu na’at yang jika terdapat jumlah
(fi’iliyah/ismiyah) jatuh setelah isim nakiroh.

Contoh :
a) ‫ﻥﻮﺒﺗﺮﻴﺒﺘﻜﻟﺍ ﻥﻮﻔﻅﻮﻣ ﻲﻓﺔﺒﺘﻜﻣ‬
(Di dalam perpustakaan terdapat beberapa pegawai yang
merapikan buku-buku)

Jumlah fi’liyah (J‫ )ﺗﺮﻳﻥﻮﺒ‬adalah na’at jumlah dan mun’utnya adalah


‫ ﻥﻮﻔﻅﻮﻣ‬berupa isim nakiroh.

b) ‫ﺪﻬﺘﺠﺗ ﻲﻓ ﻲﻫ ﺔﺒﺎﻟﻁ ﻩﺬﻫ‬J‫ﻪﺳﺭﺩ‬


(ini adalah siswi yang mana ia bersungguh-sungguh dalam
pelajarannya)

Jumlah ismiyah (‫ )ﺪﻬﺘﺠﺗﻲﻫ‬adalah na’at jumlah dan mun’utnya adalah


12
‫ ﺔﺒﻟﺎﻁ‬berupa isim nakiroh

B. At-taukid ‫ﺪ‬k‫ﻴﻛﻮﺘﻟﺍ‬
Definisi : At-Taukid Secara bahasa berarti mengokohkan dan menguatkan.

Para ulama dan pakar bahasa Arabpun banyak yang


mendefinisikan Taukid, diantaranya sebagai berikut:
a. Aceng Zakaria : Taukid adalah isim yang mengikuti isim lain yang
berfungsi untuk menguatkan arti (pengeras arti) dan
menghilangkan keraguan si pendengar.
b. Syamsul Ma’arif : Taukid adalah tabi’ yang menguatkan mathbu’nya.
c. Muhammad bin Muhammad bin Dawud bin Abu ‘Abdillah as-
Shanhaji : Taukid itu mengikuti muakkad dalam rafa’, nashab,
khafadh, dan ma’rifatnya.

Taukid mengikuti kata sebelumnya (muakkad) dalam hal i’robnya.

Pembagian At-taukid

1) Taukid Lafdhi adalah taukid dengan cara pengulangan kata/kalimat


Contoh :

‫ ﺍﺪﻳﺯ ﺍﺪﻳﺯ ﺕﺮﺼﻧ‬، ‫ﺪﻳﺯﺍﺕﺮﺼﻧ ﺕﺮﺼﻧ‬

Kata/kalimat yang bergaris bawah sebagai taukid lafdhi.

12
Misbahussurur, Cara Mudah Belajar Ilmu Nahwu Terjemah Berikut Penjelasan Kitab
Al-Ajurumiyyah, (Cilacap: Ihya Media, 2009 M), hlm. 147
6
2) Taukid Ma’nawi taukid yang menggunakan kata-kata tertentu (،‫ﻼﻛ‬
‫ﺎﺘﻠﻛ‬، ‫ﺲﻔﻧ‬، ‫ﻦﻴﻋ‬، ‫ﻞﻛ‬، J‫ )ﻊﻴﻤﺟ‬dan selalu dimudlofkan pada dlomir yang
13
kembali/sesuai dengan muakkadnya .
Contoh :

a. ‫ﻪﺴﻔﻧ ﺮﻳﺯﻮﻟ ﺖﺤﻓﺎﺻ‬


(Saya bersalaman [dengan] menteri yaitu dirinya sendiri)

o Kata ‫ ﻪﺴﻔﻧ‬adalah taukid i’robnya nashob alamatnya fathah,


mengikuti muakkad (‫ )ﺮﻳﺯﻮﻟﺍ‬dalam segi I’robnya (nashob), dan
dlomir (‫ )ﻩ‬pada taukid kembali pada muakkad (‫)ﺮﻳﺯﻮﻟﺍ‬.

b. ‫ﺎﻤﻫﺎﺘﻠﻛﻥﺎﺗﺃﺮﻤﻟﺍ ﺕءﺎﺟ‬
(Dua perempuan telah datang keduanya)

o Kata ‫ﻛ‬J‫ ﺎﻤﻫﺎﺘﻠ‬adalah taukid i’robnya rofa’ alamatnya alif,


mengikuti muakkad (‫ )ﻥﺎﺗﺃﺮﻤﻟﺍ‬dalam segi I’robnya (rofa’), dan
dlomir (‫ )ﺎﻤﻫ‬pada taukid kembali pada muakkad (J‫)ﻥﺎﺗﺃﺮﻤﻟﺍ‬.

c. ‫ﷲ ﺍﻭﺮﻜﺸﻳ ﻢﻬﻠﻛ ﻥﺃ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﻰﻠﻋ ﺐﺠﻳ‬


(Wajib bagi orang-orang yaitu semuanya/seluruhnya untuk
bersyukur kepada Allah)

o Kata ‫ ﻢﻬﻠﻛ‬adalah taukid i’robnya jer alamatnya kasroh,


mengikuti muakkad (‫ )ﺱﺎﻨﻟﺍ‬dalam segi I’robnya (jer), dan
dlomir (‫ )ﻢﻫ‬pada taukid kembali pada muakkad (‫)ﺱﺎﻨﻟﺍ‬

Ketentuan lain :
a. Kata ‫ ﻦﻴﻋ‬-‫ﺲﻔﻧ‬dapat untuk taukid tasniyah atau jamak, misal :
‫ﻢﻬﻨﻴﻋﺃ ﻥﻮﻤﻠﺴﻤﻟﺍ ءﺎﺟ‬/ ‫ ﻢﻬﺴﻔﻧﺃ‬, ‫ﺎﻤﻬﻨﻴﻋﺃ ﻥﺎﻤﻠﺴﻤﻟﺍ ءﺎﺟ‬/‫ﺎﻤﻬﺴﻔﻧﺃ‬
b. Kata ‫ ﻞ‬-‫ﻊﻴﻤﺟ‬II‫ﻛ‬hanya untuk jamak.
c. Kata ‫ﻼﻛ‬, khusus untuk taukid tasniyah mudzakar rofa’ dan pada
nashob-jer menjadi ‫ﺎﻤﻬﻴﻠﻛ‬. Kata ‫ﺎﺘﻠﻛ‬, khusus untuk tasniyah muanas rofa’
14
dan pada nashob-jer menjadi .‫ﺎﻤﻬﻴـﺘﻠﻛ‬

Apabila mengathafkan (menghubungkan) dengan huruf athaf pada


ma’thuf ‘alaih yang beri’rab rafa’ maka ma’thufnya dirafa’kan, jika pada
ma’thuf ‘alaih yang beri’rab nashab maka ma’thufnya dinashabkan, jika
pada ma’thuf ‘alaih yang beri’rab khafazh maka ma’thuf ‘alaihnya
dikhafadhkan dan jika ma’thuf ‘alaih yang beri’rab jazm maka ma’thufnya
dijazmkan.

13
Fuad Ni’mah, Mulakhkhash Qawaa’id Al-Lughat Al-Arabbiyah, (Beirut: Daar Ats-
Tsaqaafat Al-Islamiyyah), hlm. 45
14
Misbahussurur, Cara Mudah Belajar Ilmu Nahwu Terjemah Berikut Penjelasan Kitab
Al-Ajurumiyyah, (Cilacap: Ihya Media, 2009 M), hlm. 152
7
C. Al-Badlu ‫ﻝﺪ‬k‫ﺒﻟﺍ‬

Definisi: Badal ‫ ﻝﺪﺒﻟﺍ‬secara bahasa berarti merubah atau mengganti.29

Para ulama dan pakar bahasa Arabpun banyak yang


mendefinisikan badal, diantaranya sebagai berikut:
a. Ibnu Malik : Badal adalah tabi’ yang mempunyai maksud sama (dengan
mathbu’nya), tanpa memakai perantara.
b. Aceng Zakaria : Badal adalah isim yang mengikuti isim lain dan berfungsi
untuk menggantikan mubdal minhu (yang digantikannya).
c. Syamsul Ma’arif : Badal adalah tabi’ yang menjadi sasaran dengan tanpa
perantara.
d. Muhammad bin Muhammad bin Dawud bin Abu ‘Abdillah as- Shanhaji :
Badal adalah tabi’ yang dimaksud dengan hukum tanpa ada perantara ia
dengan mathbu’nya.

Ketentuan Badal
Ketika kalimah isim digantikan oleh kalimah isim yang lain atau
kalimah fi’il digantikan oleh kalimah fi’il yang lain, maka badal harus
mengikuti mubdal minhu dalam semua i’rabnya.
I’rabnya badal itu mengikuti mubdal minhu. Apabila mubdal
minhunya rafa’ maka badalnya ikutnya rafa, apabila mubdal
minhunya nashab maka badalanya ikut nasab

Pembagian Badal

1) Badal Muthobiq / Seimbang (‫ﻞ‬I‫ﻛ ﻦ‬II‫)ﻣ ﻞﻛ‬


Contoh :

‫ ﺮﻣﺎﻋ ﻮﺧﺃ ﺪﻤﺤﻣ ءﺎﺟ‬، ‫ﻳﺯ ﻖﻳﺪﺻ ﺎﻴﻠﻋ ﺖﻣﺮﻛﺃ‬J‫ﺪ‬

(Telah datang Muhammad yaitu saudaranya Amir, Saya


memuliakan Ali yaitu temannya Zaid)

o Kata/kalimat yang bergaris bawah sebagai Badal Muthobiq.

2) Badal Isytimal (‫ )ﻝﺎﻤﺘﺷﺍ‬Adalah badal yang tercakup/terkandung


(secara abstrak) dalam mubdal minhu (seperti kecerdasan, kemuliaan,
ilmu dll) dan selalu dimudlofkan pada dlomir yang kembali pada
mubdal minhu.
Contoh :

‫ ﻪﻤﻠﻋ ﻲﻠﻋ ﻊﺴﺗﺍ‬، ‫ﻪﺘﻋﺎﺠﺷ ﻲﻠﻋ ﺮﻬﺘﺷﺍ‬

(Luas Sayidina Ali yaitu ilmunya, Terkenal Sayidina Ali


yaitu keberaniannya)

o Kata/kalimat yang bergaris bawah sebagai Badal Isytimal.

8
3) Badal Ba’dlu mun kul (‫ﻞ‬III‫ﻛ ﻦ‬III‫ﻣ ﺾ‬III‫ )ﻌﺑ‬: Adalah badal yang merupakan
bagian dari mubdal minhu [secara dhohir kelihatan] dan selalu
15
dimudlofkan pada dlomir yang kembali pada mubdal minhu .
Contoh :

‫ ﻩﺪﻳ ﺎﻴﻠﻋ ﺖﺤﻓﺎﺻ‬، ‫ ﻪﻔﻧﺃ ﺪﻳﺯ ﺡﺮﺟ‬، ‫ﺮﻣﺎﻋ ﻪﻠﺟﺭ ﻰﻟﺇ ﺕﺮﻈﻧ‬

(saya berslaman dengan Ali yaitu tangannya, Zaid dilukai


yaitu hidungnya, Saya melihat Amir yaitu kakinya)

o Kata/kalimat yang bergaris bawah sebagai Badal Ba’dlu min


kul.

D. Al- Athfu ‫ﻒﻄﻌﻟﺍ‬

Definisi : Secara bahasa athaf (‫ﻒ‬IIII‫ )ﻄﻌﻟﺍ‬berarti condong atau cenderung.

Para ulama dan pakar bahasa Arabpun banyak yang


mendefinisikan athaf, diantaranya sebagai berikut:
a. Ibnu Malik : Athaf adakalanya untuk menjelaskan atau untuk memperjelas
Athaf bayan adalah tabi’ yang menyerupai sifat, dengan melaluinya
makna yang dimaksud dapat terungkapkan.
b. Aceng Zakaria : Athaf adalah isim yang mengikuti isim lainnya dengan
perantara huruf athaf.
c. Syamsul Ma’arif : Athaf adalah tabi’ dengan perantaraan huruf.
d. Muhammad bin Muhammad bin Dawud bin Abu ‘Abdillah as- Shanhaji :
Athaf nasaq (al-Ma’thuf bil-harfi) adalah tabi’ yang mengikuti
matbu’ yang antara keduanya diselai-selai oleh salah satu dari
beberapa huruf ‘athaf.24

Ketentuan Athfu

Apabila mengathafkan (menghubungkan) dengan huruf athaf


pada ma’thuf ‘alaih yang beri’rab rafa’ maka ma’thufnya dirafa’kan,
jika pada ma’thuf ‘alaih yang beri’rab nashab maka ma’thufnya
dinashabkan, jika pada ma’thuf ‘alaih yang beri’rab khafazh maka
ma’thuf ‘alaihnya dikhafadhkan dan jika ma’thuf ‘alaih yang beri’rab
jazm maka ma’thufnya dijazmkan.
Dengan demikian, ketika ma’thuf dihubungkan pada ma’thuf
‘alaih dengan huruf athaf maka i’rabnya mengikuti i’rabnya ma’thuf
‘alaih.26

Catatan :

Huruf athaf berfungsi bukan saja mangatafkan isim kepada isim, tetapi
juga berlaku dalam mengathafkan fi’il kepada fi’il.

15
Aceng Zakaria, Ilmu Nahwu Praktis Sistem Belajar 40 Jam, (Garut: Ibn Azka Press, 2004 M),
hlm. 177-178.
9
Huruf-huruf athaf yaitu :
1) ‫ ﻭﺍﻮ‬: ‫ﻰﻠﺻ ﻡﺎﻣﻹﺍ ﻡﻮﻣﺄﻤﻟﺍﻭ ﻲﻓ ﺪﺟ‬kk‫ﻟﺍ‬
(Imam dan ma’mum sholat di masjid)

o ‫ ﻭﺍﻮﻟﺍ‬mempunyai arti ‫( ﻡﻮﻣﺄﻤﻟﺍ‬ma’thuf) dan ‫( ﻡﺎﻣﻹﺍ‬ma’thuf


alaih), melakukan pekerjaan yang bersamaan16.

2) ‫ ﺝﺮﺧ ﺫﺎﺘﺳﻷﺍ ﺬﻴﻣﻼﺘﺎﻟﻓ‬: ‫ءﺎﻔﻟﺍ‬


(Guru keluar kemudian siswa)

o ‫ءﺎ‬IIIIII‫ ﻔﻟﺍ‬mempunyai arti ‫ﻴﻣﻼﺘﻟﺍ‬J‫( ﺬ‬ma’thuf) melakukan pekerjaan setelah


‫( ﺫﺎﺘﺳﻷﺍ‬ma’thuf alaih) dalam waktu dekat.

3) ‫ ﻞﺧﺩ ﻲﻓ ﺔﻨﺠﻟﺍ ءﺎﻴﺒﻧﻷﺍ ﻢﺛ ﻥﻮﻨﻣﺆﻤﻟﺍ‬: ‫ﻢﺛ‬


(Para Nabi masuk surga kemudian para mu’minin)

o ‫ ﻢﺛ‬mempunyai arti ‫( ﻥﻮﻨﻣﺆﻤﻟﺍ‬ma’thuf) melakukan pekerjaan setelah


‫( ءﺎﻴﺒﻧﻷﺍ‬ma’thuf alaih), secara berurutan dalam waktu yg tidak dekat.

4) ‫ ﻭﺃ‬: ‫ﺃﺮﻗِﺍ ﺓﺪﻳﺮﺠﻟﺍ ﻭﺃ ﺔﻠﺠﻤﻟﺍ‬


(Bacalah koran atau majalah)

o ‫ ﻭﺃ‬mempunyai arti adanya dua pilihan yang boleh dilakukan salah


satunya [‫( ﺔﻠﺠﻤﻟﺍ‬ma’thuf) atau ‫( ﺓﺪﻳﺮﺠﻟﺍ‬ma’thuf alaih)].

5) ‫ ﻡﺃ‬: ‫ﺎﻤﻠﻗ ﻡﺃ ﺎﺑﺎﺘﻛ ﺖﻳﺮﺘﺷﺍ ﺃ‬


(Apakah buku atau pena yang kamu beli?)

o ‫ ﻡﺃ‬mempunyai arti perlunya kejelasan yang dimaksud apakah ‫ﺎﻤﻠ‬


17
‫( ﻗ‬ma’thuf) atau ‫( ﺎﺑﺎﺘﻛ‬ma’thuf alaih)] .

6) ‫ ﺢﺠﻨﻳ ﺪﻬﺘﺠﻤﻟﺍ ﻻ ﻥﻼﺴﻜﻟﺍ‬: ‫ﻻ‬


(Orang yang bersungguh-sungguh akan sukses bukan orang malas)

o ‫ ﻻ‬mempunyai arti bahwa yang dimaksudkan adalah‫( ﺪﻬﺘﺠﻤﻟﺍ‬ma’thuf


alaih) bukan ‫ﻼﺴﻜﻟﺍ‬J‫( ﻥ‬ma’thuf).

16
Misbahussurur, Cara Mudah Belajar Ilmu Nahwu Terjemah Berikut Penjelasan Kitab Al-
Ajurumiyyah, (Cilacap: Ihya Media, 2009 M), hlm. 148.
17
Behaud Din Abdullah Ibnu ‘Aqil, Terjemahan Alfiyyah Syarah Ibnu ‘Aqi Jilid 2,
(Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2011 M), hlm. 675
10
7) ‫ ﻞ‬: ‫ﻞﺑ ﺪﻬﺘﺠﻤﻟﺍ ﺐﺣﺎﺼﺗ ﻥﻼﺴﻜﻟﺍ‬kkk‫ﺑ‬
(Janganlah berteman dengan orang yang malas, melainkan orang yang
sungguh-sungguh)

o ‫ ﻞﺑ‬mempunyai arti bahwa yang dimaksudkan bukanlah ‫( ﻥﻼﺴﻜﻟﺍ‬ma’thuf


18
alaih), tapi ‫ﻬﺘﺠﻤﻟﺍ‬J‫( ﺪ‬ma’thuf).

8) ‫ ﺎﻣ ﺕﺃ‬: ‫ﻟ‬J‫ﺱﺭﺪﻟﺍ ﻦﻜﻟ ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ ﺮﻗﻦﻜ‬


(Saya tidak membaca pelajaran melainkan al Qur’an)

o ‫ ﻦﻜﻟ‬mempunyai arti bahwa yang dimaksudkan bukanlah ‫( ﺱﺭﺪﻟﺍ‬ma’thuf


19
alaih), tapi ‫( ﻥﺁﺮﻘﻟﺍ‬ma’thuf) .

9) ‫ ﻰﺘ‬: ‫ﻰﺘﺣﻪﺳﺃﺭ ﺖﻠﻛﺃ ﻚﻤﺴﻟﺍ‬kkkk‫ﺣ‬


(Saya makan ikan hingga kepalanya)

o ‫ﻰﺘ‬IIII‫ﺣ‬mempunyai arti bahwa yang dimaksudkan pada‫( ﻚﻤﺴﻟﺍ‬ma’thuf


alaih), hingga ‫( ﻪﺳﺃﺭ‬ma’thuf)20.

18
Aceng Zakaria, Ilmu Nahwu Praktis Sistem Belajar 40 Jam, (Garut: Ibn Azka Press, 2004 M),
hlm. 181-182.
19
A.W. Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab – indonesia Terlengkap, (Yogyakarta:
Pustaka Progressif, 1997 M), hlm.235
20
Fuad Ni’mah, Mulakhkhash Qawaa’id Al-Lughat Al-Arabbiyah, (Beirut: Daar Ats-
Tsaqaafat Al-Islamiyyah), hlm. 45.
11
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan

At-tawaabi’ secara bahasa adalah bentuk plural dari At-taabi’, yaitu isim
faa’il dari taba’a-yatba’u yang berarti yang mengikuti. Sedangkan secara istilah
tawaabi’ (lafadz yang mengikuti) adalah isim yang mengikuti i’rab lafadz
sebelumnya secara mutlak.

At-tawabi terbagi menjadi empat macam, yaitu: na’tun (), ‘athfun (),
taukiidun (), dan badlun ().
Na’tu () secara bahasa berarti sifat. Jamaknya adalah nu’uutun ( ),
sedangkan sinonimnya adalah shifatun (). Secara istilah na’at atau disebut juga shifat
adalah isim yang mengikuti isim yang lain dengan fungsi untuk menjelaskan sifat
dari isim sebelumnya. Na’at atau sifat wajib mengikuti mausufnya dalam empat hal,
(1) i’rab, (2) mudzakkar dan muannats, (3) ma’rifat dan nakirah, dan (4) mufrad,
mutsanna dan jama’.
Secara bahasa athaf berarti condong atau cenderung. Sedangkan secara
istilah athaf adalah isim yang mengikuti isim lainnya dengan perantara huruf athaf.
Adapun huruf-huruf athaf itu adalah: (1) = dan (2) = maka (3) = kemudian (4) =
atau (5) = ataukah (6) = sehingga (7) = tetapi (8) = tidak (9) = melainkan. Ketika
ma’thuf dihubungkan pada ma’thuf ‘alaih dengan huruf athaf maka i’rabnya
mengikuti i’rabnya ma’thuf ‘alaih. Huruf athaf berfungsi bukan saja mangatafkan
isim kepada isim, tetapi juga berlaku dalam mengathafkan fi’il kepada fi’il.
Badal secara bahasa berarti merubah atau mengganti. Sedangkan secara
istilah badal adalah isim yang mengikuti isim lain dan berfungsi untuk menggantikan
mubdal minhu (yang digantikannya). Badal terbagi menjadi empat macam, yaitu
badal syai minasysyai atau badal kul minal kul, badal ba’dh minal kul, badal
isytimal, dan badal ghalath.
Taukid secara bahasa adalah mengokohkan dan menguatkan. Taukid
adalah isim yang mengikuti isim lain yang berfungsi untuk menguatkan arti
(pengeras arti) dan menghilangkan keraguan si pendengar. Taukid itu mengikuti
muakkad dalam lafazh, nashab, khafadh dan ma’rifatnya. Taukid terbagi kepada dua
bagian, yaitu lafzhi dan ma’nawi. Taukid lafzhi, yaitu taukid yang lafazhnya
diulangi sebanyak dua atau tiga kali, baik isim atau fi’il, atau taukid dengan
mengulang lafazh muakkad atau lafazh lain. Sedangkan taukid ma’nawi, yaitu
taukid dengan menggunakan lafazh tertentu. .

12
DAFTAR PUSTAKA

Al-Hasyim, Ahmad. 2007. Cara Mudah Belajar Ilmu Nahwu .jakarta:


Kencana Prenada Media.
Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia
Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif.
Al-Hasyim, Ahmad. 2005. Jawahir al-Balaghah. Kairo: Penerbit Maktabah Al-Adab.
Chirzin, Muhammad. 1998. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Jakarta: Penerbit
Dana Bhakti Prima Yasa.
Anwar, Abu. 2005. Ulumul Qur’an Sebuah Pengantar. Pekanbaru: Penerbit Amzah.
Al-Hasyim, Ahmad. 2005. Jawahir al-Balaghah. Kairo: Penerbit Maktabah Al-Adab.
Sonhaji, Iman.2006. Al-Qur’an Terjemah Indonesia. Kudus: Penerbit Menara Kudus
A.W. Munawwir. 1997. Kamus Al-Munawwir Arab – indonesia Terlengkap.
Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997

13

Anda mungkin juga menyukai