Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

TANMU

“‫”مختصرجدا‬

DOSEN PENGAMPU: HERIZAL, M.Pd

DISUSUN OLEH:

NURMAN : 20202886372

SIANI ULANDARI : 20202886374

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
KAMPUS IV INSTITUT AGAMA ISLAM QAMARUL HUDA
BAGU LOMBOK TENGAH
2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji syukur kehadirat Allah subhanahuata’ala, yang telah melimpahkan


rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “‫ ”مختصرجدا‬dengan lancar. Dalam penulisan makalah ini
penulis tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Herizal,
M.Pd selaku dosen Pengampu mata kuliah Tanmu, dan semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian penyusunan makalah ini.

Kami sadar bahwa sebagai manusia tentu mempunyai kesalahan dan


kekhilafan.Oleh karena itu penulis makalah ini memohon maaf apabila dalam
penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para
pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Batu Samban, 13 Maret 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR.....................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

1. Latar Belakang....................................................................................1
2. Rumusan Masalah...............................................................................1
3. Tujuan Penulisan................................................................................2

BAB II KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN..........................................3

A. Ilmu Kalam.........................................................................................3
1. Definisi.........................................................................................3
B. Nama Kitab.........................................................................................4
1. Biografi.........................................................................................4
2. Penyajian.......................................................................................7
3. Kelebihan dan Kekurangan...........................................................8
4. Praktek.........................................................................................9

BAB III PENUTUP......................................................................................10

A. Kesimpulan ................................................................................10

Daftar Pustaka ..............................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di zaman sekarang banyak sekali sarana yang dapat digunakan untuk
belajar, salah satunya adalah teknologi. Teknologi merupakan suatu sarana
yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dengan teknologi kita
juga bisa mempelajari berbagai macam kaidah bahasa, termasuk kaidah
bahasa Arab. Bahasa Arab adalah bahasa yang Allah telah pilih untuk
menjelaskan agama ini. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang meragukan
bahwa kedudukan bahasa Arab beserta semua ilmunya pada ilmu-ilmu Islam
laksana bagaikan lisan pada anggota tubuh manusia. Bahkan tidak
berlebihan jika kita mengatakan kedudukannya laksana hati pada tubuh
manusia. Karena dia merupakan bahasa Islam yang tertinggi, yang
dengannya Al-Qur’an Al-Azhim diturunkan, sebagaimana Firman Allah
Subhanahu Wa Ta'ala Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-
Qur’an sebagai bacaan yang berbahasa Arab yang jelas agar kalian berfikir.”
(QS. Yusuf: 2) Sedangkan ilmu bahasa arab mempunyai banyak cabang,
salah satunya adalah ilmu nahwu.
Nahwu adalah kaidah-kaidah bahasa Arab untuk mengetahui bentuk
kata dan keadaan-keadaannya ketika masih satu kata (Mufrod) atau ketika
sudah tersusun (Murokkab). Ilmu nahwu sangat penting dipelajari karena
merupakan landasan awal dalam mempelajari bahasa arab. Cara terbaik
untuk bisa menangkap muatan pesan Al-Qur’an adalah memahami
bahasanya. Karena Al-Qur’an berbahasa Arab, berarti kita harus bisa
memahami kaidah-kaidah bahasa Arab. Dengan begitu kita harus bisa
menjadikan Al-Qur’an sebagai cahaya pencerah kehidupan
B. Rumusan Masalah
1. Apakah Ilmu Nahwu?
2. Bagaimana Biografi Pengarang?
3. Bagaimana cara Penyajian?

1
4. Apa Kelebihan dan Kekurangan?
5. Bagaimana cara Prakteknya?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mrengetahui Ilmu Nahwu
2. Untuk mengetahui Biografi Pengarang
3. Untuk mengetahui cara Penyajian
4. Untuk mengetahui Kelebihan dan Kekurangan
5. Untuk mengetsahui cara Prakteknya

2
BAB II

KAJIAN TEORI DAN PEMBAHASAN

A. DEFINISI ILMU NAHWU


Nahwu menurut bahasa berarti tujuan, contoh, ukuran, bagian dan
sebagainya. Sedangkan menurut  Syaikh Musthofa Al-ghuyalaini adalah ilmu
tentang  kaidah kaidah yang dengannya diketahui keadaan kata bahasa Arab
dari segi i’rab dan mabninya. Artinya dari segi keadaan susunannya kita bisa
mengetahui akhir kata tersebut dalam keadaan rafa, nashab, jar, jazem, ketika
berada dalam suatu kalimat
         Nahwu adalah suatu ilmu yang dengannya untuk mengetahui hukum
hukum kalimat arab baik secara mufrad atau tersusun Atau kaidah-kaidah
untuk mengetahui bentuk-bentuk kata baik dalam keadaan Mufrad,
Tasniyyah, maupun Jama’
         Menurut al- Sayyid Ahmad Dahlan, nahwu adalah ilmu tentang kaidah-
kaidah untuk mengetahui hukum kata bahasa Arab ketika tersusun dalam
kalimat dari segi i’rab dan mabninya, termasuk didalamnya sebab- sebab
pembatalan hukum dan penghapusan kata ganti
Ilmu nahwu diartikan dengan sintaksis yang berarti adalah ilmu yang
menyusun kalimat sehingga kaidah-kaidahnya mencakup hal lainnya selain
i'rob dan mabni, seperti al muthabaqah (kesesuaian bunyi dan al-maqiyyah
word-order, tata turut kata).
          Sedangkan menurut Maftuh Ahnan nahwu adalah pengatur atau
penentu dari suatu kata. Maksudnya dialah yang memberi harakat pada setiap
akhir kata, apakah di harakati fatah, damah, sukun atau kasrah. Adapun Hifni
Bek Dayyab dkk mendefinisikan nahwu sebagai kaidah-kaidah untuk
mengetahui bentuk, rafa kata- kata bahasa Arab dan keadaanya ketika berdiri
maupun dalam susunan kalimat.

3
           Dari beberapa definisi diatas oleh para ahli dapat di simpulkan bahwa
nahwu adalah ilmu mengenai kaidah- kaidah untuk mengetahui hukum dari
kata– kata bahasa Arab ketika berdiri sendiri atau tersusun dalam kalimat dari
segi i’rab dan mabni sehingga bisa di tentukan harakat akhir dari kata tersebut
dan ilmu untuk mengetahui benar atau tidaknya suatu ucapan.
B. NAMA KITAB
1. BIOGRAFI PENGARANG KITAB MUKHTASAR JIDDAN
Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, beliau lahir dari keluarga yang
menjaga tradisi keislaman. Berasal dari keturunan Sayyid dari jalur
Sayyidina Hasan cucu Rasulullah. Kehadiran Sayyid Ahmad Zaini Dahlan
memiliki arti penting dalam jaringan para ulama khususnya Indonesia,
karena hampir seluruh para ulama besar sesudahnya berada pada jejaring
murid dari murid Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Sayyid Zaini Dahlan
demikian beliau biasa disebut, mengawali belajarnya kepada ayahnya yang
dikenal seorang yang taat dan menjunjung tinggi ajaran Datuknya
Rasulullah. Setelah menghafal berbagai macam bait-bait matan dari
berbagai ilmu, Sayyid Zaini Dahlan kemudian mempelajari al-Qur’an
dengan berbagai cabang keilmuan yang ada di dalamnya. Beliau
disebutkan oleh Sayyid Bakhri Syatta pengarang Kitab I’anatuththalibin
yang juga muridnya, bahwa Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan menguasai
berbagai Qira’at, bahkan menghafal dengan Mutqin Matan Syatibiyah dan
Jazariyah yang merupakan panduan dalam memahami ilmu bacaan al-
Qur’an. Semenjak kecil Sayyid Ahmad Zaini Dahlan telah dikenal
ketekunannya dalam menuntut ilmu pengetahuan. Selain cerdas, saleh,
beliau juga sangat bersungguh-sungguh dalam memahami berbagai cabang
keilmuan yang diajarkan oleh para ulama di Kota Makkah sehingga tidak
mengherankan bila kemudian beliau menjadi seorang ulama besar pada
masanya, dan bahkan menjadi Syekhul Islam artinya seseorang yang
memiliki kompetensi berbagai cabang keilmuan yang mumpuni.

4
Tentu kealiman Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan tidak bisa
terlepas dari didikan para ulama Kota Makkah ketika itu. Di antara ulama
yang dianggap sebagai syekh futuh beliau atau guru yang banyak berperan
dalam pengembangan keilmuan beliau adalah Syekh Usman bin Hasan
Dimyathi al Azhari. Syekh Usman ialah pemuka ulama Mesir yang
mendapatkan ilham untuk datang ke Kota Makkah dan membuka halakah
keilmuan, dan salah satu murid yang mewujudkan ilham tersebut adalah
Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Karena dari Syekh Sayyid Zaini
Dahlan kemudian membentuk jejaring ulama yang sangat banyak, bahkan
beliau bisa digolongkan sebagai Syekhul Masyayikh atau Mahaguru ulama
di Nusantara.

Banyak sekali ulama dari berbagai wilayah yang kemudian belajar


dan menimba ilmu dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Sebut saja di antara
para ulama tersebut adalah: Syekh Sayyid Abu Bakar Syatta al-Dimyathi,
Syekh Nawawi al Bantani, Syekh Saleh Darat Semarang, Syekh Abdul
Hamid Kudus, Syekhuna Cholil Bangkalan, Sayyid Abdullah Zawawi,
Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, Tuan Kisai Syekh Amrullah, Sayyid
Utsman Mufti Batavia, Syekh Sayyid Ali Al-Maliki, Syekh Abdul Wahab
Basilam, dan beberapa ulama dari Fathani Thailand seperti pengarang
Kitab Mathla’ul Badrain, Aqidatun Naji’in dan lain-lain. Bahkan beberapa
ulama besar Aceh diperkirakan berguru kepada beliau adalah Teungku
Chik Abdul Wahab Tanoh Abee, Teungku Chik Di Tiro, Teungku Chik
Pantee Kulu, Teungku Chik Pantee Geulima, karena masa kedatangan para
ulama Aceh tersebut, ketika puncak karier ilmiahnya Sayyid Ahmad Zaini
Dahlan. Adapun Syekh Abdul Wahab Tanoh Abee yang dikenal dengan
Teungku Chik Tanoh Abee Qadhi Rabbul Jalil kerajaan Aceh disebutkan
selain mengambil ijazah sanad dari Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan,
juga sempat berguru kepada gurunya Sayyid Ahmad Zaini yaitu Syekh
Utsman bin Hasan al Dimyathi. Karena usia antara kedua orang ulama itu
berdekatan.

5
Syekh Sayyid Zaini Dahlan diperkirakan lahir tahun 1816 dan
wafat pada tahun 1886. Pada saat beliau menjadi Mufti Syafi’i untuk kota
Makkah, ada ulama besar dari India yang mencari suaka politik ke
Makkah yaitu Syekh Rahmatullah Hindi. Syekh Rahmatullah Hindi inilah
sosok pendiri Madrasah Saulatiah yang banyak mengkader ulama-ulama di
Indonesia. Bahkan pendiri Darul Ulum Makkah juga lulusan Madrasah
Saulatiah tersebut.Selain sebagai ulama yang banyak mengkader para
ulama generasi sesudahnya, Syekh Sayyid Ahmad Zaini Dahlan juga
seorang ulama penulis. Banyak kitab-kitab yang beliau tulis tersebar ke
seluruh penjuru dunia, baik dalam bidang sejarah, fikih, tauhid, tasawuf
dan ilmu gramatika Arab. Salah satu karyanya adalah Kitab Mukhtasar
Jiddan yang merupakan ulasan tuntas untuk Matan Jurumiyah.Kitab
Mukhtasar merupakan kitab yang membahas ilmu nahwu, dimana Syekh
Sayyid Zaini Dahlan di bagian awal kitab menyebutkan kisah asal muasal
ilmu nahwu. Di bagian awal kita tersebut juga beliau mengulas tentang
mabadi’ asyarah atau pengantar awal sebelum mengaji ilmu nahwu secara
mendalam. Dari tulisannya nampak beliau seorang yang berfikir sistematis
dan langsung ke persoalan. Hal yang menarik dari Kitab Mukhtasar
Jiddan beliau di bagian akhir juga menceritakan secara sekilas tentang
penyusunan Matan Jurumiyah yang banyak disyarah oleh para ulama dari
generasi ke generasi.Pada masa hidupnya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan
juga puncak dari pergerakan Wahabiyah di Kota Suci Makkah. Dan beliau
termasuk ulama yang banyak membantah kekeliruan pemahaman dari
aliran tersebut. Beliau dengan gamblang dan jelas mengkritisi hal-hal yang
meleset dari pemahaman Syekh Muhammad bin Abdul Wahab. Sebagai
seorang ulama, Syekhul Islam dan Mufti Syafi’i, Syekh Sayyid Ahmad
Zaini Dahlan telah menyelesaikan risalah sebagai Waratsah Nubuwah.
Beliau juga seorang ulama mujaddid yang telah mentajdid agama dengan
murid-muridnya yang tersebar di seluruh dunia Islam. Setelah berbagai
kiprah yang besar, pada tahun 1886 dalam usia sekitar 70 tahun wafatlah

6
ulama besar tersebut di Madinah. Rahimahullah Rahmatan Wasi’atan.
Alfaatihah.
2. PENYAJIAN KITAB MUKHTASAR JIDDAN
Kitab Mukhtasar Jiddan berisi materi ilmu nahwu yang bersifat dasar.
Materi kitab ini disajikan secara sederhana dan diperuntukkan bagi
pemerhati bahasa Arab yang pemula ( mubtadi’in). selain itu, kitab ini juga
tidak tebal, dan materinya lengkap sehingga banyak menjadi rujukan bagi
pembelajar bahasa Arab. Untuk mengetahui lebih jauh soal bab dan fashal
dalam Kitab Mukhtasar Jiddan, maka bisa dilhat tabel dibawah ini!

Bab dan Pasal

1. ‫بابالكالم‬ ‫ باب منصوبات األسماء‬.13


2. ‫باب اإلعراب‬ ‫ باب المفعول به‬.14
3. ‫باب معرفة عالمات اإلعراب‬ ‫ باب المصدر‬.15
4. ‫فصل المعربات‬ ‫ باب ظرف الزمان وظرف المكان‬.16
5. ‫باب األفعال‬ ‫ باب الحال‬.17

6. ‫باب المفعول الذي لم يسم ّ فاعله‬ ‫ باب التمييز‬.18


7. ‫ والخب‬w‫باب المبتدأ‬ ‫ باب االستثناء‬.19
8. ‫باب العوامل الداخلةعلى المبتدأوالخب‬ ‫ باب ال‬.20
9. ‫باب النعت‬ ‫ باب المنادى‬.21
10. ‫باب العطف‬ ‫ باب المفعول ألجله‬.22
11. ‫كيدباب التو‬ ‫ باب المفعول معه‬.23
12. ‫باب البدل‬ ‫ باب مخفوضات األسماء‬.24

kajian Kitab Mukhtasar Jiddan ini menggunakan metode deduktif,


yaitu metode yang menggunakan pengertian istilah dan penjelasan suatu
materi, lalu diakhiri dengan contoh kalimatnya. Metode deduktif disebut
juga al-Tariqoh al-Qiyasiyyah. Inti metode ini ialah bahwa pembelajaran
nahwu dimulai dengan penyajian kaidah nahwu

7
terlebih dahulu, lalu diikuti dengan contoh-contoh yang dapat memperjelas
kaidah yang telah dipelajari.
3. Kelebihan dan Kekurangan
a. Kekurangan pada zaman modern antara lain;
1) Tidak mempunyai baris
2) Minimnya warna
3) Kecilnya tulisan arab
4) Terlalu sempitnya paragraph
b. Kelebihan pada zaman modern antara lain;

1) Lengkapnya penjelasan dasar nahwu


2) Banyaknya contoh-contoh
3) Cepat memberi pemahan dengan diawali dengan kalam
4) Menjelaskan lebih mudah

8
1. Praktek

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahasa Arab adalah bahasa yang Allah telah pilih untuk menjelaskan
agama ini. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang meragukan bahwa
kedudukan bahasa Arab beserta semua ilmunya pada ilmu-ilmu Islam
laksana bagaikan lisan pada anggota tubuh manusia. Bahkan tidak
berlebihan jika kita mengatakan kedudukannya laksana hati pada tubuh
manusia. Karena dia merupakan bahasa Islam yang tertinggi, yang
dengannya Al-Qur’an Al-Azhim diturunkan, sebagaimana Firman Allah
Subhanahu Wa Ta'ala Artinya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-
Qur’an sebagai bacaan yang berbahasa Arab yang jelas agar kalian
berfikir.”
(QS. Yusuf: 2) Sedangkan ilmu bahasa arab mempunyai banyak cabang,
salah satunya adalah ilmu nahwu.
B. Saran
Pada tahapan nahwu lanjutan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik
dapat digunakan Bahasa Arab masih sangat luas, tema yang dapat diangkat
juga masih sangat luas, sehingga hasil dari sistem ini masih sangat jauh
dari keberhasilan penerapan ilmu nahwu lanjutan. Lebih dari itu, masih
ada ilmu shorof yang dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk
penelitian, atau menggunakan ilmu balaghah, menambahkan kombinasi
kata tanya, kata kunci dan keterangan dalam suatu ujian beserta jawaban
yang sesuai dengan kombinasi tersebut.

10
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, Azhar, Bahasa Arab dan metode Pengajarannya Cet.II; Yogyakarta:


Pustaka Pelajar, 2004

Bahaud Din Abdullah ibnu ‘Aqil, Terj. Alfiyah Syarah Ibnu ‘Aqil Jilid 1,
Bandung: Sinar Baru Algennsido, 2009

Fahmi, Akrom, Ilmu Nahwu dan Saraf (Tata Bahasa Arab) Prakis dan Aplikatif.
Cet. I; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1995

Gulayani, Mustafa, Jami’ al- Durus al- Arabiyyah, Semarang: al- syifa. 1991

Hafid, Abd. Karim, Pedoman & Petunjuk Pengajaran dalam Membaca Kitab
Kuning. Makassar: Alauddin Press. 2009

Hasyimi, Ahmad, al-Qawaid al- Asasiyah li al- Lughah al- Arabiyah, Bairut:
Dar al-Qutub al-‘Ilmiah, 1354 H.

Iman Saiful Mu’minin, Kamus Ilmu Nahwu dan Shraf, Jakarta: Sinar Grafik
Offset, 2008

Jasim, Ali & Mustafa Amin, Nahwu al- Wadi fi Qawaid al- Lughah al-‘Arabiy.

11

Anda mungkin juga menyukai