Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Syarat-syarat seorang Mufassirin dan Adab-adabnya

Diajukan untuk memenuhi tugas kuliah Ushul al-Tafsir wa Qawa’iduhu

Disusun Oleh:

Adira Wahyuni (2020.2638)

Sri Hartati (2020.2721)

Dosen Pengampu:

Dr. M. Irfan, Lc., M.Ag

JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU

AL-QURAN (STAI-PIQ) SUMATERA BARAT

1443 H / 2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr,wb.

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, tuhan semesta alam. Atas
izin dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan masalah ini tepat waktu. Tak
lupa pula shalawat serta salam semoga dicurahkan kepada junjungan nabi besar
kita, nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kita kepada jalan menuju
kebenaran.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung


serta membantu penyelesaian makalah ini. Mestinya makalah ini tidak lengkap dan
jauh dari kesempurnaan tetapi mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semu.
Oleh karena itu, penulis berharap agar pembaca memberikan kritik dan saran serta
masukan-masukannya.

Wassalamu’alaikum wr, wb.

Padang, 19 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................iv
A. Latar Belakang ......................................................................................................iv
B. Rumusan Masalah ................................................................................................iv
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................iv
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 1
A. Syarat-syarat seorang Mufassir ........................................................................... 1
B. Adab-adab seorang Mufassir ............................................................................... 1
C. Ilmu-ilmu yang harus dikuasai oleh seorang Mufassir ...................................... 3
BAB III PENUTUP ........................................................................................................... 5
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 5
B. Saran ...................................................................................................................... 5
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 6

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tafsir merupakan sarana untuk memahami al-Qur’an secara lebih
mendatail. Tafsir mempunyai peranan yang sangat penting dalam menggali
dan memahami ayat-ayat al-Qur’an. Bahasa yang digunakan dalam al-
Qur’an tidak satupun makhluk Tuhan dapat menandingi walupun hanya satu
kata.penafsiran sangat dibutuhkan untuk memahami kandungan yang
dimaksud dalam ayat-ayat al-Qur’an.

Ada penafsiran tentu saja ada yang menafsirkan. Orang yang


melakukan peanfsiran disebut mufassir. Tidak semua penafsirannya dapat
ditrima. Adapun syarat yang harus dipenuhi agar penafsirannya dapat
diterima. Selain syarat, mufassir juga harus mempunyai adab yang dapat
diteladani. Serta si mufassir juga harus menguasai ilmu-ilmu dalam
menafsirkan al-Qur’an.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mufassir?
2. Bagaimana adab-adab seorang mufassir?
3. Apa saja ilmu yang harus dikuasai sorang mufassir dalam menafsirkan
al-Qur’an?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi si mufassir dalam
menafsirkan al-Qur’an
2. Untuk mengetahui adab-adab si mufassir dalam penafsiran l-Qur’an
3. Untuk mengetahui jenis ilmu yang harus dikuasai si mufassir dalam
menafsirkan al-Qur’an.

iv
BAB II
PEMBAHASAN

A. Syarat-syarat seorang Mufassir


Secara umum, beberapa syarat ahli tafsir sebagaimana dikemukakan
para ulama adalah:

1. Akidahnya bersih dan benar.


2. Tidak mengikuti hawa nafsu
Hawa nafsu membawa pemiliknya kepada fahamnya, sekalipun salah
dan menolak yang lain sekalipun yang ditolak itu benar.
3. Mufassir mengerti ushul al-tafsir (dasar penafsiran)
Dasar-dasar penafsiran dibutuhkan sebagai kumpulan beragam kunci
dalam ilmu tafsir. Maka seorang mufassir harus ‘alim dalam ilmu-ilmu
qiraat, nasikh-mansukh, dan asbab an-nuzul serta perangkat ilmu tafsir
lainnya.
4. Pandai dalam ilmu Riwayah dan Dirayah hadits.
Hadis-hadis Rasul merupakan penjelas al-Qur’an. Imam Syafi’I berkata:
“Setiap keputusan Rasulullah SAW adalah hasil pemahamannya
terhadap al-Qur’an”. (Taimiyah, 1391:34)
5. Mufassir mengetahui dasar-dasar agama (Ushuluddin)
Yang dimaksud dasar-dasar agama adalah ilmu Tauhid.
6. Mufassir mengerti Ushulul-Fiqh
Karena dengan ushul fiqh sang mufassir bisa mengetahui bagaimana
menetapkan hukum berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an, mengetahui ijmal
(keumuman) al-Qur’an.
7. Mufassir menguasai Bahasa Arab dan ilmunya.

B. Adab-adab seorang Mufassir


Sebagaimana adanya syarat-syarat bagi seorang mufassir, terdapat pula
adab-adab yang selayaknya diperhatikan, antara lain:

1. Ikhlas

1
Hendaklah berniat hanya karena Allah SWT, mengharapkan ridha-Nya,
tidak mengharapkan kemuliaan dan kehormatan.
2. Melakukan paling awal
Jika seseorang mengajak kearah kebaikan, maka ia harus
melaksanakannya terlebih dahulu sehingga diterima oleh orang lain.
Jika melarang sesuatu, wajib bagi yang melarang mengetahuinya
terlebih dahulu sebelum orang lain. Karena, jika manusia melihat
seseorang memerintahkan sesuatu, padahal dia sendiri tidak
melakukannya atau ia melarang sesuatu, sedangkan ia sendiri tidak
menghindari larangan tersebut, maka mereka akan lari darinya dan dari
perkataannya, sekalipun yang ia katakan adalah kebenaran.
3. Berakhlak mulia.
Akhlak yang mulia harus tercipta , baik dalam perkataan, perbuatan,
serta kepribadian hidup.
4. Jujur dan teliti dalam penukilan
Ia tidak berbicara dan menulis kecuali setelah menyelidiki apa yang
diriwayatkannya. Dengan car aini ia akan terhindar dari kesalahan dan
kekeliruan.
5. Tawadhu’ dan lemah lembut
6. Berani dalam menyampaikan kebenaran
7. Bersikap tenang dan mantap
Mufassir hendaknya tenang dalam berbicara, tidak terburu-buru, mantap
dan jelas kata demi kata.

Maka seorang mufassir harus memperhatikan serta melaksanakan


akhlak yang baik. Dalam perkataan harus baik, menghindari kata-kata
kasar. Hendaknya membiasakan berakhlak mulia dalam kepribadian,
seperti berpenampilan simpatikyang dapat menjadikan mufassir
berwibawa, juga dalam berhias. Seorang mufassir hendaknya
membiasakan sopan-santun dalam duduk, berdiri, dan berjalan. Berhati-
hati dalam berbicara sehingga mudah dipahami oleh manusia.

2
C. Ilmu-ilmu yang harus dikuasai oleh seorang Mufassir
Para ulama zaman dahulu banyak berbicara tentang ilmu-ilmu yang
diperlukan untuk sebuah tafsir Qur’an. Diantara mereka yang menekankan
soal itu ialah as-Suyuthi. Dalam kitabnya al-Itqan, diuraikan beberapa jenis
ilmu yang diperlukan yaitu:

1. Ilmu Bahasa
Ilmu ini perlu untuk mengetahui arti kosa kata dan maknanya menurut
letak masing-masing kata dalam rangkaian kalimat. Jadi tidak cukup
hanya menguasai ilmu Bahasa secara sederhana saja. Adakalanya satu
kata mengandung makna ganda.
2. Ilmu Nahwu
Ilmu ini amat diperlukan mengingat satu kata dapat berubah maknanya
dan punya arti lain disebabkan karena perubahan I’robnya. Semua
bentuk I’rob harus benar-benar dikuasai agar dapat ditentukan makna
yang dimaksud dalam susunan kalimat yang dibentuk berdasarkan suatu
I’rob.
3. Tashrif ( ilmu sharaf)
Dengan menguasai ilmu sharaf seorang penafsir dapat mengetahui
bentuk kata-kata yang berubah (mu’rab) dan yang tidak berubah
(mabni) serta dapat merasakan pula paradigma (mizan) setiap
kata,bentuk serta sifatnya.
4. Ilmu etimologi
Yaitu tentang asal usul kata. Ilmu ini digunakan untuk mengetahui dasar
pembentukan akar kata yang melahirkan kata-kata serumpun dengan
kata yang berlainan.
5. Tiga cabang ilmu retorika (balagah) yaitu ma’ani, bayan dan badi’.\
Dengan ma’ani seorang penafsir dapat menguasai kekhususan suatu
susunan kalimat sehingga dapat menarik segi makna nya yang tepat.
Dengan bayan dapat diketahui suatu sususan kalimat yang spesifik
sesuai dengan kejelasan atau kesamaran arti dan makna yang dimaksud.
Dengan badi’ akan di ungkap segi keindahan yang ada pada susunan
kalimat.

3
6. Ilmu membaca (Qira’at)
Dengan pembacaan yang tepat dan benar maka beberapa segi penafsiran
yang terkandung didalam bagian-bagian al-Qur’an dapat lebih jelas.
7. Ilmu Ushuluddin
Dengan ilmu ini orang dapat mencari dalil dalil pembuktian dari Qur’an
mengenai berbagai masalah yang mustahil yang wajib dan yang jaiz.
8. Ilmu Ushul Fiqh
Berguna untuk mencapai segi pembuktian mengenai soal-soal hukum
agama islam
9. Ilmu Asbab an-Nuzul
Ilmu asbab an-nuzul yaitu pengetahuan tentang sebab turunnya masing-
masing ayat Qur’an. Pengetahuan ini dipakai untuk memahami dengan
jelas maksud setiap ayat dalam Qur’an.
10. Pengetahuan tentang Nasikh dan Mansukh
11. Ilmu hadis
Ilmu ini sangatlah penting, karena hadis-hadis Nabi SAW, itulAh yang
memberikan keterangan tentang ayat-ayatyang mujmal (pengertian
secara garis besar) dan ayat-ayat yang mubham (samar-samar
pengertiannya). Pada umumnya Qur’an menyebut hukum-hukum syara’
secara garis besar. Hal ini memerlukan penjelasan dan penafsiran, dan
untuk memenuhinya tersebut adalah hadis-hadis Nabi SAW.
12. Ilmu mauhabah
Yaitu pengetahuan yang dikaruniakan Allah SWT langsung kepada
orang yang mengamalkan ilmunya.

4
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kaedah keilmuan yang harus dimilki si mufassir antara lain adalah
meliputi ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu balagah, ilmu qira’at, ilmu ushul
fiqh, ilmu nasikh Mansukh, ilmu hadits, ilmu mauhabah.

Syarat-syarat mufassir: berakidah yang bersih dan benar, tidak


mengikuti hawa nafsu, menafsirkan ayat dengan ayat terlebih dahulu,
merujuk kepada pendapat sahabat, merujuk kepada pendapat tabi’in,
menguasai bahasa arab

Adab-adab mufassir: ikhlas, berakhlak mulia, mengamalkan


ilmunya, hati-hati dalam menukil sesuatu, berani menyuarakan kebenaran,
tidak tergesa-gesa terhadap sesuatu.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
banyak kekurangan dan masih banyak memerlukan pembenahan. Oleh
karena itu, penulis mengharap kepada pembaca untuk memberikan
masukan baik kritik maupun saran. Penulias akan bersenang hati
menerimanya. Harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

5
DAFTAR PUSTAKA

Ar-Rumi, Fahd. (1996). ULUMUL QUR'AN Studi Kompleksitas Al-Qur'an.


Yogyakarta: Titian Ilahi Press.

El-Mazni, Aunur Rafiq. (2006). pengantar studi al-qur'an. jakarta: pustaka al-
kautsar.

Syirbashi, Ahmad. (1991). SEJARAH TAFSIR QUR'AN. Jakarta: Pustaka FIrdaus.

Anda mungkin juga menyukai