Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

TAFSIR AL-QUR’AN BI AQWAL AL-SAHABAH

“Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Ushul Tafsir wa Qawaiduhu”

DisusunOleh :

Diah Sri Komala (2020.2664)

FitriSandria (2020.2674)

DosenPengampu :

Dr. M. Irfan, Lc., M. Ag

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PENGEMBANGAN ILMU AL-


QUR’AN (STAI-PIQ)

SUMATERA BARAT

2022 M/1444 H

1
KATA PENGANTAR

Dengannama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, penulis
memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-
Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Begitupula shalawat
beserta salam senantiasa kami curah kan kepada Nabi besar kita yakni Nabi
Muhammad SAW.

Dalam penyusunan makalah ini penulis sedikit mengalami kesulitan dan


rintangan, namun berkat bantuan yang diberikan oleh berbagai pihak, sehingga
kesulitan-kesulitan tersebut bisa teratasi dengan baik. Dengan demikian, penulis lewat
lembaran ini hendak menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada mereka, teriring doa agar segenap bantuannya dalam urusan penyelesaian
makalah ini, sehingga bernilai ibadah disisi Allah SWT.

Akhirnya penyusun menyadari bahwa makalah ini bukanlah sebuah proses akhir
dari segalanya, melainkan langkah awal yang masih memerlukan banyak koreksi,
oleh itu kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya. Aamiinn.

Padang, 09 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i


DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................................iii
A. Latar Belakang ..............................................................................................................iii
B. Rumusan Masalah .........................................................................................................iii
C. Tujuan Penulisan ...........................................................................................................iii
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 1
A. Defenisi Sahabat ........................................................................................................... 1
B. Sumber Tafsir Sahabat .................................................................................................. 1
C. Contoh-contoh Penafsiran Sahabat ............................................................................... 5
BAB III PENUTUP .................................................................................................................. 7
Kesimpulan ........................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penafsiran al-Qur’an sudah terjadi pada saat zaman Nabi Muhammad SAW
masih hidup. Ketika Nabi Muhammad menerima wahyu dari Allah kemudian
disampaikan kepada para sahabat, hal tersebut sama ketika Nabi Muhammad
menyampaikan tafsir suatu ayat tertentu kepada para sahabat dan adapula sahabat
yang menanyakan maksud dari suatu ayat tertentu, kemudian Nabi Muhammad
menjawabnya. Setelah Nabi Muhammad wafat, perkembangan tafsir kemudian
berlanjut pada masa sahabat, tabi’in dan seterusnya. Tafsir pada masa sahabat
inilah mulai mengalami perkembangan yang signifikan, karena para sahabat
mulai mencari penjelasan-penjelasan al-Qur’an berdasarkan penjelasan Nabi
Muhammad, baik itu berasal dari al-Qur’an ataupun dari hadis-hadis, jika tidak
ditemukan tafsirnya, maka para sahabat melakukan ijtihad.

B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan defenisi sahabat.
2. Apa sumber tafsir sahabat.
3. Menyebutkan contoh-contoh penafsiran sahabat.

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui defenisi sahabat.
2. Untuk mengetahui apa sumber tafsir sahabat.
3. Agar memahami contoh-contoh dari penafsiran sahabat.

iii
BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi Sahabat

Menurut Ibnu Katsir Ash-Shahabi, berkata bahwa sahabat adalah :

‫ وإن مل يرو عنه شيئا‬,‫ وإن مل تطل صحبته له‬,‫هو رأى رسول اللة يف حال إسالم الرائى‬

Artinya: “(Sahabat) adalah dia yang melihat Rasulullah pada masa


kepemimpinan Islam, meski dia tidak lama menemaninya, dan meskipun tidak
melihat apapun dari Rasulullah SAW”.

Menurut para ulama dan imam hadits, sahabat adalah

‫من لقي النىب صلى اللة عليه وسلم مؤمنابه ومات على اإلسلم‬

“orang yang bertemu dengan Nabi, beriman kepadanya, dan mati dalam
keadaan Islam”

Dalam pendapat lain Sahabat Nabi adalah orang yang betemu dengan Nabi
Muhammada SAW. Dalam kondisi beriman kepadanya dan wafat dalam keadaan
Islam. Baik saat bertemu dengan Nabi SAW, sahabat melihatnya dengan
pandangannya atau tidak dikarenakan buta, seperti Ibnu Ummi Maktum.

B. Sumber Tafsir Sahabat


Pada masa sahabat Nabi ra, kebutuhan masyarakat terhadap penjelasan ayat
al-Qur’an mengalami peningkatan baik dalam kalangan sahabat kecil yang mulai
balig dan bersemangat untuk mempelajari agama Islam yang bersumber dari al-
Qur’an al-Karim, ataupun dari kalangan tabi’in, terutama masyarakat di daerah-
daerah perluasan Islam. Mereka belajar langsung dari para sahabat Nabi ra
tentang ayat al-Qur’an dan tafsirnya.

1
Dari pengajaran al-Qur’an dan tafsirnya, para sahabat merujuk tafsir mereka
pada lima hal, yaitu:

a. Sumber al-Qur’an al-Karim


Para sahabat ra menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an sebagaimana
yang telah mereka pelajari dari Rasulullah SAW. Dengan periwayatan. Akan
tetapi hal itu sangat sedikit dan terbatas. Oleh karena itu, para sahabat
berusaha dengan ijtihad mereka untuk menafsirkan ayat al-Qur’an dengan
ayat lainnya yang tidak ada periwayatannya dari Nabi Muhammad SAW.1

Contohnya: Tafsir surat At-Tur ayat 5:


ۡ ۡ
‫ف ال َم ۡرفُ ۡو ِع‬
ِ ‫السق‬
َّ ‫َو‬
Artinya : “Dan atap yang ditinggikan (langit).”

Ayat diatas ditafsirkan Ali bin Abi Thalib dengan “langit”. Hal itu
didasarkan pada Firman Allah SWT :
ۤ
ُ ‫الس َما َء َس ْق ًفا ََّّْم ُف ْوظًا َو ُه ْم َع ْن ٰايٰتِ َها ُم ْع ِر‬
‫ض ْو َن‬ َّ ‫َو َج َعلْنَا‬
Artinya: ”Dan Kami jadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara,
sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda(kekuasaan Allah) yang
terdapat padanya”. (QS. Al-Anbiya[21]: 32).

Maksud dari kata “langit” dalam ayat diatas diibaratkan sebagai “atap”
yang terpelihara dan ditinggikan Allah SWT.2

b. Sumber Hadits Nabawi


Selain dengan ayat al-Qur’an lainnya, para sahabat berusaha juga
meriwayatkan hadits Nabawi berkaitan tentang tafsir ayat al-Qur’an dari
1
Musaid Sulaiman al-Tayyar. (1999). Fusul Fi Ushul Al-Tafsir. Riyadh: Dar Ibn al-Jauzi. hlm. 30-31.
2
Muhammad bin Jarir al-Tabari, Tafsir al-Tabari: Jami‟ al-Bayan „an Ta‟wil ay al-Qur‟an (Kairo:
Dar Hijr, 2001).

2
penjelasana Nabi Muhammad SAW. Pada kondisi lain, para sahabat tidak
menyebutkan sanadnya pada Rasulullah SAW dalam menafsirkan al-Qur’an.
Kedua hal ini menunjukkan bahwa sahabat Nabi ra berpatokan pada hadis
Nabawi, setelah tidak menemukan tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an.3

Contohnya adalah penafsiran Abdullah Bin Abbas tentang Firman Allah


SWT.

‫ت َوتَ ُق ْو ُل َه ْل ِم ْن َّم ِزيْ ٍد‬


ِ َْ‫ي وم نَ ُقو ُل ِِل َهنَّم َه ِل ْامتَ ل‬
َ َ ْ َ َْ
Artinya: “(Dan ingatlah akan) hari (yang pada hari itu) Kami bertanya
kepada Jahannam: “Apakah kamu sudah penuh?” Dia Menjawab: “Masih
Ada tambahan?””. (QS. Qaf [50]: 30)

Abdullah bin Abbas menyebutkan bahwa Allah meletakkan kaki-Nya di


Jahannam. Jahannam pun menjawab : Cukup-cukup4

c. Sumber Bahasa Arab


Apabila para sahabat r.a tidak menemukan tafsir dalam ayat al-Qur’an
dan tidak ada juga penjelasan dari Rasulullah SAW, mereka merujuk tafsir
al-Qur’an pada bahasa Arab.5 Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT dengan
bahasa Arab, yakni bahasa yang digunakan oleh para sahabat Nabi
Muhammad SAW. Oleh karena itu, mereka memahami kitab (firman) Ilahi
dengan baik. Para sahabat pun berusaha menafsirkan al-Qur’an dengan
bahasa mereka, ketika tidak ditemukan dalam hadis Nabawi.6

Contohnya, Abdullah bin Abbas menafsirkan Firman Allah SWT:

3
Musaid Sulaiman al-Tayyar, Op. Cit., hlm. 31
4
Al-Tabari, Tafsir al-Tabari.
5
Muhammad Husain al-Dzahabi. (2000). Al- Tafsir wa Al-Mufassirun Jilid 1 Kairo: Maktabah
Wahbah. hlm. 45.
6
Musaid Sulaiman al-Tayyar. Op. Cit., hlm. 31

3
ْ ‫ت لَِرِّّبَا َو ُح َّق‬
‫ت‬ ْ َ‫َواَ ِذن‬
Artinya: “Dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu
patuh”. (QS. Al-Insyiqaq[84]: 2)

Abdullah bin Abbas menafsirkan kata ْ َ‫ اَ ِذن‬dengan makna “mendengar”,


‫ت‬
yakni langit mendengar Tuhannya.7

d. Sumber Ahlu Kitab


Salah satu sumber tafsir di zaman sahabat adalah ahlu kitab, baik dari
kalangan Yahudi ataupun Nasrani. Hal itu dikarenakan bahwa al-Qur’an
sesuai dengan Taurat dan Injil dalam beberapa masalah, khususnya dalam
kisah para Nabi AS dan kisah umat terdahulu. Akan tetapi al-Qur’an
menggunakan metode yang berbeda dengan manhaj Taurat dan Injil,
sehingga berbeda dalam beberapa masalah syari’at dan tidak menyebutkan
kisah secara keseluruhan dari semua jalan ceritanya, hanya disebutkan secara
singkat untuk memberikan ibrah/pelajaran.
e. Pemahaman dan Ijtihad
Para sahabat juga menggunakan ijtihad dan pemahaman mereka dalam
menafsirkan al-Qur’an dan dalam mengambil istinbath hukum, jika mereka
tidak menemukan tafsirnya dalam ayat al-Qur’an sabda Nabi dan bahasa
Arab. Akan tetapi pemahaman para sahabat tentang al-Qur’an berbeda-beda,
hanya saja ijtihad mereka,dalam penafsiran itu terbangun di atas ilmu, tidak
mengatakan sesuatu tentang al-Qur’an tanpa ada tanda landasan ilmunya.
Sehingga ijtihad mereka ini menyelesaikan permasalahan yang sulit
dipahami.

7
Al-Tabari, Tafsir al-Tabari

4
C. Contoh-contoh Penafsiran Sahabat
Adapun contoh-contoh penafsiran sahabat adalah sebagai berikut:

Contoh pertama:
Firman Allah SWT:

‫اس ٌع َع ِل ْي ٌم‬ ٰ ِ ِّٰ ُ‫ب فَاَيْ نَما تُولُّ ْوا فَثَ َّم و ْجه‬
ِ ‫الِل و‬ ِِٰ
َ َّ ‫الِل ۗ ا َّن‬ َ َ َ ُ ‫َو ّلِل ال َْم ْش ِر ُق َوال َْمغْ ِر‬
Artinya: “Dan kepunyaan Allah timur dan barat, maka kemanapun kamu
menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-
Nya) lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah[2]: 115).

Ali bin Abi Thalhah meriwayatkan dari Abdullah bin Abbas r.a. ia
menjelaskan sebab turunnya ayat di atas bahwa Nabi Muhammad SAW ketika
hijrah ke Madinah, beliau diperintahkan oleh Allah SWT untuk menjadikan
Baitul Maqdis sebagai kiblat, maka orang Yahudi pun senang. Rasulullah
berkiblat selama 16 bulan ke Baitul Maqdis sementara beliau lebih senang
berkiblat ke Masjidil Haram. Karena Rasulullah SAW sering berdoa sambil
melihat kearah langit. Maka, Allah menurunkan ayat berikut :

‫ك َشط َْر ال َْم ْس ِج ِد‬


َ ‫ٰىها ۖ فَ َو ِّل َو ْج َه‬ ِ‫َّك ق‬ ِ‫السم ۤا ِء فَلَنُ ول‬ ُّ
‫ض‬ ‫ر‬
َ ْ ْ ‫ت‬
َ ‫ة‬
ً ‫ل‬
َ ‫ب‬ َ ‫ن‬ ‫ي‬ّ
ََ َ َّ ‫ك ِِف‬
َ ‫ب َو ْج ِه‬
َ ‫قَ ْد نَ ٰرى تَ َقل‬
ِ ِ َّ ِ ۗ ُّ ُ ‫ا ْْلََر ِام ۗ َو َح ْي‬
َ ‫ُ َما ُُ ْن تُ ْم فَ َول ْوا ُو ُج ْو َه ُك ْم َشط َْر ٗ ۗ َوا َّن الذيْ َن اُْوتُوا الْكت‬
‫ٰب لَيَ ْعلَ ُم ْو َن اَنَّهُ ا ْْلَ ُّق‬
ۗ
ٗ‫يَ ْع َملُ ْون‬ ّٰ ‫ِم ْن َّرّّبِِ ْم ۗ َوَما‬
‫الِلُ بِغَافِ ٍل َع َّما‬

Artinya: “Kami melihat wajah-Mu (Muhammad) sering melihat ke langit,


maka akan Kami palingkan engkau ke kiblat yang engkau senangi. Maka,
hadapkanlah wajah-Mu kea rah Masjidil Haram. Dan sesungguhnya orang-
orang yang doberi kitab (Taurat dan Injil) mengetahui bahwa (pemindahan
kiblat) itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka. Dan Allah tidak lengah
terhadap apa yang mereka kerjakan”. (QS. Al- Baqarah[2]: 144).

5
Orang yahudi pun meragukan perubahan kiblat itu, mereka berkata “apa yang
membuat mereka berpaling dari kiblat mereka yang dulu?, Maka Allah SWT
berfirman “dan milik Allah timur dan barat” juga “kemanapun kamu
menghadap, di sanalah wajah Allah”.

Contoh kedua:
Firman Allah SWT :

ٌ‫ض ِع َفهٗ لَهٗ َولَهٗۗ اَ ْج ٌر َُ ِرْي‬ ّٰ ‫ض‬ ِ


ٰ ُ‫سنًا فَ ي‬
َ ‫ضا َح‬
ً ‫الِلَ قَ ْر‬ ُ ‫َم ْن َذا الَّذ ْي يُ ْق ِر‬

Artinya: “Barang siapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang


baik, maka Allah akan mengembalikannya berlipat ganda untuknya, dan baginya
pahala yang mulia.” (QS. Al-Hadid[57]: 11).

Ayat di atas ditafsirkan oleh Umar bin Khattab bahwa yang dimaksud dengan
“Barang siapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik” adalah
bermakna orang-orang membelanjakan harta untuk keperluan di jalan Allah
SWT.

6
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Menurut para ulama dan imam hadits, sahabat adalah

‫من لقي النىب صلى اللة عليه وسلم مؤمنابه ومات على اإلسلم‬

“orang yang bertemu dengan Nabi, beriman kepadanya, dan mati dalam keadaan
Islam”

Dalam pendapat lain Sahabat Nabi adalah orang yang betemu dengan Nabi
Muhammada SAW. Dalam kondisi beriman kepadanya dan wafat dalam keadaan
Islam. Baik saat bertemu dengan Nabi SAW, sahabat melihatnya dengan
pandangannya atau tidak dikarenakan buta, seperti Ibnu Ummi Maktum.

Sumber Penafsiran Sahabat

 Al-Qur’an al-Karim.
 Hadits Nabawi.
 Bahasa Arab.
 Ahlu Kitab.
 Pemahaman atau Ijtihad sahabat.

7
DAFTAR PUSTAKA

al-Dzahabi, Muhammad Husain. Al-Tafsir wa Al-Mufassirun. Maktabah Wahbah, n.d.

al-Tabari, Muhammad bin Jarir. Tafsir al-Tabari: Jami' al-Bayan fi Ta'wil al-Qur'an.
n.d.

al-Tayyar, Musaid Sulaiman. ‫فصول في أصول التفسير‬. Riyadh: Dar Ibn Al-Jauzi, 1999.

Mokodenseho, Sabil. "Tafsir Sahabat Dengan Pendapat Sahabat." 2021: 8-21.

Rokim, Syaeful. "Tafsir Sahabat Nabi: Antara Dirayah dan Riwayah." Al Tadabur:
Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Vol.05, Juni 2020: 84-89.

Anda mungkin juga menyukai