Disusun Oleh:
Kelompok I/IAT-VB
UTARA MEDAN
T. A. 2022/2023
Kata Pengantar
Tafsir bil ma’tsur adalah tafsir yang berpangku pada penukilan yang sahih dengan
kedudukan sebagaimana yang telah disebutkan, lalu dalam syarat-syarat mufassir. Berupa
tafsir alquran dengan alquran atau dengan As-Sunnah karena ia (As-Sunnah) datang sebagai
penjelas Kitab Allah. Atau dengan apa yang dikatakan oleh para pembesar Tabi’in, karena
mereka banya mengambil ilmu itu dari para sahabat.
Namun, seiring berjalannya waktu banyak sanad hadis yang dibuang sehinga hadis-
hadis yang bersanad sahih tak terlihat. Ini dapat menyebabkan masuknya hadis yang dha’if
kedalam tafsir bil ma’tsur. Maka dari itu, disusunnya makalah ini bertujuan untuk
mengarahkan pembaca agar dapat menghindar dari pendapat-pendapat dha’if yang ada dalam
tafsir bil ma’tsur dan mengambil pendapat yang sahih, dengan judul “Tafsir Bil Ma’tsur”.
Penulis telah melaukan semaksimal mungkin dengan didukung oleh beberapa pihak,
sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis mengucapkan
Alhamdulillah dan terima kasih kepada pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Namun, tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih terdapat
kekurangan baik dari segi penulisan maupun bahasa dan aspek lainnya. Oleh karena itu
penulis berharap adanya kritikan yang membangun untuk menjadikan makalah ini menjadi
lebih baik, dan dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Penulis
i
Daftar Isi
Kata Pengantar..................................................................................................................i
Daftar Isi.............................................................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Kesimpulan......................................................................................................9
B. Saran................................................................................................................9
Daftar Pustaka...................................................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Tafsir bil ma’tsur adalah tafsir yang berpangku pada penukilan yang sahih
dengan kedudukan sebagaimana yang telah disebutkan, lalu dalam syarat-syarat
mufassir. Berupa tafsir alquran dengan alquran atau dengan As-Sunnah karena ia (As-
Sunnah) datang sebagai penjelas Kitab Allah. Atau dengan apa yang dikatakan oleh
para pembesar Tabi’in, karena mereka banya mengambil ilmu itu dari para sahabat.
Namun, seiring berjalannya waktu banyak sanad hadis yang dibuang sehinga
hadis-hadis yang bersanad sahih tak terlihat. Ini dapat menyebabkan masuknya hadis
yang dha’if kedalam tafsir bil ma’tsur. Maka dari itu, disusunnya makalah ini
bertujuan untuk mengarahkan pembaca agar dapat menghindar dari pendapat-
pendapat dha’if yang ada dalam tafsir bil ma’tsur dan mengambil pendapat yang
sahih, dengan judul “Tafsir Bil Ma’tsur”.
B. Rumusan Masalah
1. Pendapat siapa yang ada pada tafsir bil ma’tsur?
2. Apa kelebihan dan kekurangan dari tafsir bil ma’tsur?
3. Apa saja tugas mufassir pada tafsir bil ma’tsur?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Mengetahui pendapat siapa saja yang ada pada tafsir bil ma’tsur
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan tafsir bil ma’tsur
3. Memahami tugas seorang mufassir dala tafsir bil ma’tsur
1
BAB II
PEMBAHASAN
Tafsir bil ma’tsur ialah penafsiran dengan berpegang pada penjelasan yang
terdapat di dalam ayat alquran itu sendiri yang mencakup penjelasan, perincian
sebagian ayat, serta riwayat yang dikutip Nabi, sahabat dan tabi’in 1. Tafsir bil ma’tsur
adalah tafsir yang berpangku pada penukilan yang sahih dengan kedudukan
sebagaimana yang telah disebutkan, lalu dalam syarat-syarat mufassir. Berupa tafsir
alquran dengan alquran atau dengan As-Sunnah karena ia (As-Sunnah) datang sebagai
penjelas Kitab Allah. Atau dengan apa yang dikatakan oleh para pembesar Tabi’in,
karena mereka banya mengambil ilmu itu dari para sahabat.
1
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), hal. 141.
2
Amroeni Drajat, Ulum Alquran Pengantar Ilmu-ilmu Alquran, (Medan: Citapustaka Media, 2014), hal. 113-
114.
3
Ibid, hal. 115
2
Pertama, Alquran, apa yang datang secara global di suatu tempat, datang
keterangannya di tempat lain. Ayat tersebut datang secara mutlak atau umum,
kemudian turun apa yang mengikatnya atau mengkhususkannya.
Inilah yang dinamakan dengan tafsir alquran dengan alquran, dan untuk ini
terdapat banya contoh. Kisah-kisah alquran datang secara singkat di sebagian tempat
dan panjang lebar di tempat yang lain.
Kedua, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai penjelas alquran, dahulu
para sahabat merujuk kepada beliau apabila mendapati kesulitan dalam memahami
suatu ayat diantara ayat-ayat yang ada.
Sebagaimana dahulu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menjelaskan
alquran kepada mereka seperti yang beliau kehendaki saat diperlukan. Dari Uqbah bin
Amir, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda
sedang beliau di atas mimbar,
ْمEُما س طعت
وا عُّد ْوا ل
ُه ْم ا ت
Kitab-kitab hadis telah menyendirikan bab tentang tafsir bil ma’tsur dari
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Allah Ta’ala berfirman,
3
Wasallam, “Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi alquran dan yang semisalnya
bersamanya.”4
4
Manna’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Darus Sunnah, 2019), hal. 528.
4
Ketiga, pemahaman dan ijtihad, dahulu para sahabat bila tidak mendapati
tafsir dalam alquran, dan tidak mendapati sesuatu mengenai hal itu dari Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, mereka bersungguh-sungguh dalam memahami.
Mereka adalah orang-orang Arab tulen, mengetahui bahasa Arab dan memahami
dengan baik, serta mengetahui bentuk-bentuk keindahan didalamnya.
Dari kalangan sahabat yang terkenal dengan tafsir, mereka adalah para
Khalifah yang empat (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali), Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas,
Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al-Asy’ari, Abdullah bin Az-Zubair,
Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Jabir bin Abdillah, Abdullah bin Amr bin
Al-‘Aash, dan Aisyah dengan derajat yang berbeda-beda diantara mereka mengenai
sedikit dan banyaknya. Disana terdapat riwayat yang dinisbatkan kepada mereka dan
selain mereka diberbagai tempat, berupa tafsir alquran bil ma’tsur, keterpautan
derajat, dari sisi sanad yang sahih dan dha’if5.
Tafsir bil ma’tsur merupakan tafsir yang paling tinggi dan memiliki nilai lebih
apabila dibandingkan dengan tafsir bi ar-ra’yi.
1. Bercampurnya riwayat yang sahih dengan yang dha’if karena dikutip tanpa
sanad yang jelas.
2. Riwayat adang tercampur dengan riwayat Israiliyat yang dipenuhi oleh
khufarat.
5
Ibid, hal. 528.
6
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), hal. 156-157.
5
3. Orang-orang yang berpegang pada sau mazhab tentu mengeluarkan pendapat
untuk mendukung mazhabnya tersebut.
4. Orang-orang Zindik berdusta dan memasukkan pendapat mereka ke dala hadis.
5. Mufassir dapat terpengaruh oleh pendapatnya sendiri. Di sisi lain, mufassir
mencampuradukkan kutipan-kutipan yang diambil sehingga membuat orang
lain tidak mapu membedakan mana yang sahih dan mana yang dha’if.
Tabi’in menerima riwayat dari sahabat, terlebih lagi riwayat yang sahih. Akan
tetapi, tasfir bil ma’tsur pada masa tabi’in mula diboncengi berbagai kepentingan.
Berikut ini hal-hal yang dapat membuat kedudukan tafsir bil ma’tsur menjadi lemah.
1. Banyak riwayat palsu yang dimasukkan kedalam tafsir bil ma’tsur untuk
mendukung kelompok-kelompok tertentu, seperti Mu’tazilah, Rafidhah, atau
Sufi.
2. Masuknya riwayat-riwayat israiliyat yang belum tentu benar periwayatannya,
terlebih lagi Taurat dan Injil telah banyak mengalami perubahan dan
penyimpangan.
3. Sana riwayat dibuang sehingga menyulitkan mufassir untuk membuktikan
kesalahan hadis. Akibatnya riwayat yang sahih menjadi tida terpakai dan
riwayat yang dha’if yang terpakai.
Oleh karena sebab ini, tidak seluruh tafsir bil ma’tsur dapat diterima dan
memiliki kekuatan hukum yang sama.
6
Dalam kitab-kitab tafsir klasik seperti Kitab tafsir Ath-Thabari dan Kitab tafsir Ibnu Katsir
terdapat riwayat riwayat israiliyat. Penafsiran yang berbentuk riwayat atau yang disebut juga
dengan tafsir bil ma’tsur merupakan bentuk penafsiran yang paling tua sepanjang sejarah
kehadiran tafsir dalam khazanah intelektual Islam. Tafsir ini sampai sekarang masih terpakai
dan mesti dijadikan rujukan utama, serta dapat dijumpai dalam kitab-kitab tafsir seumpama
kitab tafsir At-Thabari, Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Ad-Dur Manstur fi Tafsir bil Ma'tsur, Al-
Baghawi dan lain sebagainya7.
Hal ini perlu digarisbawahi adalah bahwa tafsir bil ma’tsur tidak hanya
mengandalkan riwayat, tetapi juga membutuhkan ijtihad, baik dari mufassir maupun
pembaca. Ijtihad yang dilakukan oleh mufassir adalah upaya menyeleksi riwayat dan
menelitinya. Sementara itu, ijtihad dari pembaca adalah meneliti pendapat mufassir
karena mufassir mungkin memasukkan pendapat yang tidak sesuai dengan syari’at.
7
Afrizal Nur, Khazanah dan Kewibawaan Tafsir Bil Ma’tsur, (Pekan Baru: Asa Riau, 2015), hal. 83.
8
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), hal. 141.
7
demikian, mufassir memiliki kecenderungan untuk mencapurkan pendapat pribadinya
ke dalam tafsir. Hal itu tentu sangat berbahaya bagi mereka yang tidak mengetahui
sahih atau dha’if nya riwayat yang dicantumkan mufassir9.
9
Ibid, hal. 143-144.
10
Afrizal Nur, Khazanah dan Kewibawaan Tafsir Bil Ma’tsur, (Pekan Baru: Asa Riau, 2015), hal. 80-83.
7
10. Al Durr al Mantsur fi al tafsir al-Ma'tsur oleh al Suyutiy (w.911H) dicetak
oleh perectakan Darel Fikri Beirut tahun 1983 sebanyak delapan jilid (Al
Dzahabi
:147)
Tafsir bil ma'tsur adalah penafsiran yang berdasarkan ayat alquran dengan
ayat- ayat alquran lainnya, ayat alquran dengan hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam, ayat alquran dengan perkataan sahabat. Tafsir bil ma'tsur berdasarkan
riwayat-riwayat tersebut, oleh karena itu tafsir bil ma'tsur disebut juga dengan tafsir bi
riwayat. Tafsir bil ma'tsur disebut juga dengan tafsir bi naqli.
8
11
Manna’ul Quthan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hal. 191.
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tafsir bil ma’tsur muncul bermula karena adanya ketidak pahaman mengenai
suatu ayat, dan para sahabat selalu merujuk kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam. Karena beliaulah yang lebih paham maksud dari ayat alquran tersebut.
Namun, setelah Rasulullah wafat, maka rujukan itu perpindah kepada perkataan-
perkataan yang disampakan Nabi (Hadis) sebelum Nabi wafat.
Tafsir bil ma’tsur merupakan metode penafsiran yang lebih kuat dibanding
dengan tafsir lainnya. Apabila tafsir bil ma’tsur disusun sesuai dengan prosedur yang
benar dan riwayat-riwayat didalaya sahih, maka kita wajib untuk menjadikan tafsir bil
ma’tsur tersebut sebagai rujukan utama. Begitupun sebaliknya, jika didalanya terdapat
riwayat-riwayat yang tida sahih, maka kita harus meninggalkannya. Dan alangkah
baiknya sebelum kita menjadikan tasfir bil ma’tsur sebagai rujukan, untuk meneliti
terlebih dahulu pendapat-pendapat yang dicantumkan didalamnya.
B. Saran
1
Daftar Pustaka
Al-Qaththan, Manna’. Pengantar Studi Ilmu Alqur’an. Jakarta: Darus Sunnah. 2019.
Drajat, Amroeni. Ulum Alquran Pengantar Ilmu-ilmu Alquran. Medan: Citapustaka Media.
2014.
Nur, Afrizal. Khazanah dan Kewibawaan Tafsir Bil Ma’tsur, Pekan Baru: Asa Riau. 2015.