Anda di halaman 1dari 15

MATA KULIAH DOSEN PENGAMPU

ULUMUL QUR’AN RAIHANAH, S, Pd.I, M.Ag

TAFSIR AL-QUR’AN

Disusun Oleh :

Desy Malina 220101010684


Siti Aisyah 220101010754
Ahmad Fauzi Hamid Hasyim 220101010867

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2022
KATA PENGANTAR

‫هللا َّالر ْْح ِن َّالر ِح ْ ِي‬


ِ ‫ب ِْس ِم‬

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya kami
mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah
Ulumul Qur’an.
Makalaah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu pengetahuan
tentang metodologi Tafsir Al-Qur’an, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya mahasiswa. Kami
sadar bahwa makalah ini banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,
kepada dosen pembimbing kami meminta masukan demi perbaikan pembuatan
makalah kami dimasa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................i


DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1


B Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................... 1

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Tafsir ....................................................................................................... 2


B. Sejarah Ilmu Tafsir al-Qur’an ............................................................................... 3
C. Perbedaan Tafsir dan Takwil ................................................................................. 5
D. Metode Tafsir ........................................................................................................ 6
E. Syarat-syarat Mufassir ........................................................................................... 9

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN ......................................................................................................... 10
DAFTAR PUSAKA.................................................................................................. 12

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Al-Qur’an merupakan petunjuk bagi seluruh umat manusia. Al-
Qur’an juga menjadi penjelas (bayyinat). Dari petunjuk tersebut
sehingga kemudian menjadi pembeda (furqaan) antara yang baik dan
yang buruk. Disinilah manusia mendapatkan petunjuk dari al-Qur’an.
Manusia akan mengerjakan yang baik dan meninggalkan yang buruk
atas pertimbangannya Al-Qur’an tersebut. Maka untuk mengetahui dan
memahami dalam kandungan Al-Qur’an yang diperlukan tafsir.
Penafsiran Al-Qur’an memiliki peranan yang sangat besar dan
penting bagi kemajuan dan perkembangan umat islam. Oleh karena itu,
sangat besar perhatian para ulama untuk memahami, menggali, dan
memahami makna yang terkandung dalam kitab suci ini. Sehingga
lahirlah bermacam-macam tafsir dengan corak dan metode yang
beraneka ragam pula, dan dalam itu tampak dengan jelas sebagai suatu
cermin perkembangan Al-Qur’an sera pola pemikiran para penafsirnya
sendiri.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian Ilmu Tafsir ?
2. Bagaimana sejarah Ilmu Tafsir ?
3. Apa saja metode Tafsir Al-Qur’an dan contohnya ?
4. Apa saja syarat sebagai mufassir ?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Dapat mengetahui pengertian Ilmu Tafsir
2. Dapat mengetahui sejarah ilmu tafsir
3. Dapat mengetahui metode Tafsir Al-Qur’an dan contohnya
4. Dapat Mengetahui syarat sebagai mufassir

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Tafsir
Secara bahasa kata tafsir diambil dari kata fassara-yufassiru-
tafsiran yang berarti keterangan atau uraian, Al-Jurjani berpendapat
bahwa kata tafsir menurut pengertian bahasa adalah al-kasyf wa al-
izhar yang artinya menyingkap (membuka) dan melahirkan.
Adapun mengenai pengertian tafsir berdasarkan istilah, para ulama
mengemukakannya dengan redaksi yang berbeda-beda.
a. Menurut Al-Kilabi dalam At-Tashil:
“ Tafsir adalah menjelaskan Al-Qur’an, menerangkan maknanya,
dan menjelaskan apa yang dikehendaki nash, isyarat, atau
tujuannya.”
b. Menurut syekh Al-Jazairi dalam shahih At-taujih:
“ Tafsir pada hakikatnya adalah menjelaskan kata yang sukar
dipahami oleh pendengar sehingga berusaha mengemukakan
sinonimnya atau makna ynag mendekatinya, atau dengan jalan
mengemukakan salah satu dilalah-nya .“
c. Menurut Abu Hayyan:
“ Tafsir adalah ilmu mengenai cara pengucapan kata-kata Al-Qur’an
serta cara mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hukum,
dan makna-makna yang terkandung didalamnya.”
d. Menurut Az-Zarkasyi:
“ Tafsir adalah ilmu yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan
makna-makna kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya Muhammad
SAW. serta menyimpulkan kandungan-kandungan hukum dan hikmahnya.”

Berdasarkan beberapa rumusan tafsir yang dikemukakan para ulama


tersebut diatas, dapat ditarik satu kesimpulan bahwa pada dasarnya tafsir itu
adalah “ suatu hasil usaha tanggapan, penelaran, ijtihad manusia untuk
menyingkap nilai-nilai Samawi yang terdapat didalam Al-Qur’an.”

2
B. Sejarah Tafsir Al-Qur’an
Sesungguhnya, penafsiran Al-Qur’an sudah berlangsung sejak zaman Nabi
Muhammad SAW. (571-632 M), dan masih tetap berlangsung hingga sekarang,
bahkan pada masa mendatang.
Secara global, sebagian ahli tafsir membagi periodesasi penafsiran Al-
Qur’an kedalam tiga fase: periode mutaqaddimin (abad 1-4 Hijrah), periode
mutaakhirin (abad 4-12 Hijrah), dan periode baru (abad 12-sekarang).
1. Periode Nabi Muhammad Saw.
Al-Qur’an menegaskan bahwa tugas utama nubuwwah Nabi Muhammad
Saw. adalah menyampaikan muatan Al-Qur’an. Berbarengan dengan itu,
berdasarkan Al-Qur’an pula, Nabi Muhammad Saw. diberi otoritas untuk
menerangkan atau menafsirkan Al-Qur’an. Atas dasar itu, para ahli tafsir dan
ilmu Al-Qur’an seperti qari’, hafizh, dan para mufassir pertama ( al-mufassir al-
awwal) dalam sejarah ilmu tafsir Al-Qur’an menobatkan Nabi Muhammad Saw.
sebagai mufassir utama.Dalam hal ini, Nabi Muhammad Saw. telah
melaksanakan tugas-tugas Allah tersebut dengan prima dan berhasil, baik
sebagai pembaca dan penghapal Al-Qur’an (qori’ dan hafizh) maupun sebagai
penyampai risalah (muballigh ar-risalah) dan penjelas (mubayyin) Al-Qur’an.
Lebih dari itu, beliau juga menyelesaikan seluruh tugas sucinya untuk
mengamalkan dan mempratekkan ajaran-ajaran Al-Qur’an selama kurang lebih
23 tahun (610-632 M).
Penafsiran al-qur’an yang telah dibangun oleh rasulullah Saw. ialah
penafsiran al-qur’an dengan al-qur’an atau penafsiran dengan pemahaman beliau
sendiri yang kemudian dikenal dengan sebutan as sunnah atau
hadits.Jadi,sumber tafsir al-qur’an pada masa rasulullah Saw. adalah al-qur’an
itu sendiri dan hadits,sedangkan mufassil atas ayat-ayat al-qur’an pada masa
nabi Muhammad Swa. hanyalah beliau itu sendiri sebagai mufassil tunggal.
2. Periode Mutaqaddimin
Periode mutaqaddimin (abad 1-4 Hijrah) meliputi masa sahabat, tabi’in
dan tabi’i al-tabi’in. Sepeninggalan Nabi Muhammad Saw. selaku mufassir
pertama dan tunggal pada zamannya, penafsiran Al-Qur’an dilakukan oleh para
sahabat.Dari kalangan sahabat, setidaknya tercatat sekitar sepuluh orang
muafassir yang sangat terkenal, diantaranya : Abu Bakar al-Shiddiq, Umar ibn
al-Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Ibn Mas’un, Zaid bin
Tsabit, Ubay in Ka’ab, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Zubair, dan Abdullah
bin Abbas.
Dari kalangan al-khulafa ar-rasyidin, Ali bin Abi Thalib-lah yang dikenal
paling banyak menafsirkan AL-Qur’an.Faktor yang menyebabkan Ali bin Abi

3
Thalib lebih banyak melakukan penafsiran Al-Qur’an dibandingkan tiga
khalifah lainnya adalah karena Ali telah memeluk islam sejak masa kanak-
kanak.Jadi, berbeda dengan ketiga sahabat lainnya, terutama Umar dan Abu
Bakar yang memeluk islam setelah usia dewasa, bahkan usia yang relatif tua.
Sumber tafsir Al-Qur’an yang menjadi rujukan para sahabat adalah Al-Qur’an,
hadis, dan ijtihad para sahabat sendiri meskipun dalam ruang lingkup yang
terbatas.Penafsiran para sahabat itu kemudian dikembangkan oleh generasi
tabi’in.Sesudah generasi tabi’in, tafsir Al-Qur’an pun dikembangkan oleh
generasi tabi’i at-tabi’in yang disebut sebagai periode penghimpunan tafsir
sahabat dan tabi’in.
3. Periode Muta’akhkhirin
Tafsir Al-Qur’an pada periode muta’akhkhirin tidak hanya mengandalkan
kekuatan tafsir bi al-ma’tsur yang telah lama mereka warisi, tetapi juga berupaya
keras mengembangkan tafsir bi al-dirayah dengan segala macam implikasinya.
Karena itu, tafsir Al-Qur’an mengalami perkembangan sedemikian rupa dengan
penitikberatan (fokus-perhatian) pada pembahasan aspek-aspek tertentu sesuai
dengan tendensi dan kecenderungan kelompok mufassir itu sendiri.
a. Ada mufassirin yang lebih menekankan penafsiran Al-Qur’an dari segi
bahasa, utamanya pada keindahan bahasa (balaghah).
b. Ada pula golongan yang semata-mata meninjau dan mentafsirkan Al-Qur’an
dari segi bahasa, kadang-kadang menggunakan syair-syair Arab jahili untuk
mengokohkan pendapat mereka.
c. Ada segolongan ulama tafsir yang menitikberatkan pembahsannya dari segi
kisah-kisah dan cerita-cerita yang terdahulu.Tafsir semacam ini perlu dilakukan
penelitian dan pemeriksaan yang akurat oleh kaum muslim.
d. Ada ulama tafsir yang mengetumakan penafsiran ayat-ayat yang berhubungan
dengan penetapan hukum-hukum fikih.
e. Ada golongan yang mentafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan
dengan sifat-sifat Allah.
f. Ada golongan yang menitikberatkan penafsirannya dengan isyarat-isyarat Al-
Qur’an yang berhubungan dengan ilmu suluk dan tasawuf.
g. Ada golongan yang hanya membahas lafal-lafal Al-Qur’an yang gharib
(jarang terpakai dalam perkataan sehari-hari).

4
C. Perbedaan Tafsir dan Takwil

Menurut para ulama mereka berbeda pendapat mengenai perbedaan antara


Tafsir dan Takwil, seperti :
a. Ar- Raghib, beliau berpendapat bahwa makna tafsir lebih umum daripada
takwil, atau sebaliknya, makna takwil lebih khusus daripadi tafsir. Tafsir
menurut beliau lebih banyak digunakan dalam konteks lafal dan makna
mufradat, sedangkan penggunaan takwil lebih banyak dihubungkan dengan
persoalan makna (isi) dari rangkaian pembicaraan secara keseluruhan atau
(utuh).
b. Sebagian ulama lainnya berpend apat bahwa tafsir lebih banyak
berhubungan dengan hal-hal yang bersifat pendengaran atau periwayatan
(riwayat), sedangkan takwil lebih banyak dikolerasikan dengan hal-hal yang
bersifat penalaran (dirayah).

Berdasarkan uraian di atas tampak jelas bahwa takwil lebih intensif


daripada tafsir karena tafsir ‘hanya’ mengacu pada penemuan dan pengungkapan
apa-apa yang dimaksud oleh ekspresi-ekspresif yang mengandung lebih dari satu
makna, sadangkan takwil mengacu pada makna puncak dari ungkapa-ungkapan
itu, termasuk upaya penemuan, pencarian atau pengungkapan arti-arti yang
tersembunyi dari kata-kata yang dikutip.
Terlepas dari perbedaan persepsi di antara para ahli tafsir tentang
perbedaan antara tafsir dan takwil itu, sesungguhnya sasaran dan tujuannya sama
saja, yakni mnejelaskan maksud dan tujuan sama saja, yaitu menjelaskan
maksud dan makna dari ayat-ayat Al-Qur’an.

5
D. Metode Tafsir
a. Metode Tahlili

Secara harfiah, attah Lili berarti terlepas atau terurai. jadi, at tafsir
attahlili ialah metode penafsiran ayat-ayat Alquran melalui pendeskripsian
(menguraikan) makna yang terkandung dalam ayat-ayat Al-quran dengan
mengikuti tata tertib susunan atau urut-urutansurat dan ayat-ayat Al-quran.
Metode tahlili adalah salah satu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan
kandungan ayat-ayat Al-Qur’an dari seluruh aspek. Untuk itu, ia menguraikan
kosa kata dan lafaz, menjelaskan arti yang dikehendaki, juga unsur-undur i’jaz
dan balaghah serta kandungannya dalam berbagai aspek pengetahuan dan
hukum. Oleh karena pembahasan yang terlalu luas itu maka tidak tertutup
kemungkinan penafsirannya diwarnasi bias subjektivitas penafsir, baik latar
belakang keilmuan maupun aliran mazhab yang diyakininya sehingga
menyebabkan adanya kecenderungan khusus yang teraplikasikan dalam karya
mereka.
kitab-kitab tafsir Alquran yang pernah ditulis para mufassir masa-masa awal
pembukuan tafsir hampir atau bahkan semuanya menggunakan metode Atta
halili. metode itu bisa berbentuk tafsir Bi Al ma'tsur seperti Jami al-bayan ta'wil
Ay Al Quran Karya Ibnu jarir ath-thabari atau tafsir bi ar ra'yi seperti at tafsirAl
Khabir atau mafatih Al ghaib karya Muhammad fakhr Al din ar-razi
Tafsir attahlili memiliki kelebihan antara lain, keluasan dan
keutuhannya dalam memahami Alquran. Metode tahlili, seseorang diajak serta
untuk memahami Alquran dari awal surah hingga akhir surah atau diajak serta
untuk memahami ayat dan surat dalam Alquran secara menyeluruh.
b. metode Al ijmali
secara lughowi kata Al ijmali berarti ringkasan, ikhtisar, global dan
jumlah. jadi tafsir Al ijmali ialah penafsiran Alquran dengan cara
mengemukakan isi dan kandungan Alquran melalui pembahasan yang panjang
dan luas tidak secara rinci. pembahasan tafsir Al ijmalihanya meliputi beberapa
aspekdan dalam bahasa yang sangat singkat. metode ini digunakan agar pesan
yang tersirat dalam ayat-ayat Alquran dapat dipahami dengan mudah dan
gampang oleh umat Islam.
contoh penafsiran ijmali dapat kita lihat pada tafsir Al Jalalain,yang
hanya membutuhkan beberapa baris saja saat menafsirkan 5 ayat pertama di
dalam surat al-baqarah.lain saat menafsirkan firman Allah Quran surat al-
baqarah ayat 1 memaparkan "‫ "الم‬misalnya dia berkata Allah yang maha tahu
maksudnya.

6
beberapa kitab tafsir lainnya yang metode penafsirannya menggunakan
Manhaj Al ijmali, antara lain,marah labit tafsir An Nawawi atau at tafsir Al
Munir li ma'alim Al Tanzil Al allamah Al Syekh Muhammad Nawawi Al Jami
al-bantani (1230-1314 H / 1813-1879 M).
c. Metode al-Mukaran
tafsir Al Mukarom ialah tafsir yang menggunakan pendekatan
perbandingan antara ayat-ayat Alquran yang redaksinya berbeda padahal isi
kandungannya sama, atau antara ayat-ayat yang redaksinya mirip padahal isi
kandungannya berlainan. Metode komparasi (Manhaj Al Mukarom) ialah
menafsirkan ayat-ayat Alquran yang selintas tampak berlawanan dengan
Hadits padahal sebenarnya sama sekali tidak bertentangan.
At-tafsir Al-mukaran juga bisa dilakukan dengan membandingkan antar
aliran tafsir dan antara mufassir yang satu dan lainnya. Perbandingan itu bisa
juga berdasarkan perbedaan metode. Jadi, metode penafsiran perbandingan
memiliki objek yang sangat luas dan banyak.
Contoh (QS al an'am, 6 : 151) dan (QS al-isra 17:31) kedua Ayat
tersebut menggunakan redaksi yang berbeda tetapi bermaksud yang sama yakni
melarang atau mengharamkan pembunuhan anak hanya karena takut miskin.
Namun, sasaran dan aksentuasinya jauh berbeda. Ayat pertama dari (QS al-
an'am 6:151) redaksi kitabnya arah pembicaraan di tunjukkan kepada orang-
orang miskin (fuqara), sedangkan ayat kedua (QS al is'ra,17:31) kitabnya
ditunjukkan kepada orang-orang kaya (agniya).
Perbandingan selain dilakukan antara redaksi ayat Alquran yang satu
dan ayat yang lainnya juga bisa dilakukan antara ayat Alquran dan Matan
sebuah hadis yang terkesan bertentangan.
Contohnya (QS Al maidah 5:67) Ayat tersebut menyatakan bahwa
Allah akan selalu melindungi atau memelihara keselamatan diriNabi
Muhammad SAW. Dari kemungkinan perlakuan kasar dan upaya pembunuhan
yang dilakukan musuh-musuh nabi SAW. Di balik ungkapan demikian
menurut Az Zarkasi, ada sebuah riwayat Shahih yang menginformasikan
bahwa ketika Perang Uhud 3 Hijriah atau 625 Masehi, Nabi SAW. Sempat
terluka parah oleh musuh-musuh yang memeranginya jika demikian yang
terjadi lalu bagaimana dengan pernyataan ayat yang tersebut. Tidakkah terjadi
pertentangan antara redaksi yang menjamin keselamatan Rasulullah SAW .
Dan kenyataan yang terjadi? penyelesaian masalah kontroversi ini, Az
Zarkasyi menawarkan dua alternatif:(1)Perang Uhud terjadi sebelum ayat 67
surat al-maidah itu turun. (2)menurut az zarkasyi kata selamat yang di ayat
tersebut dimaksud ialah terjaminnya keselamatan jiwa Rasulullah SAW.
Bukan pada keselamatan dari luka atau berdarah. Contoh kitab yang

7
menggunakan tafsir al-mukarram antara lain Durrat at Tanzil wa qurrot at
takwil karya besar Al khotib al-ishkafi (420 H/1029 M)
d. Metode Al-maudhu'i
Tafsir Al-maudhu ialah tafsir yang membahas tentang masalah-masalah
Alquran al-karim yang memiliki kesatuan makna atau tujuan dengan cara
menghimpun ayat-ayatnya yang bisa juga disebut metode tauhid kesatuan
untuk kemudian melakukan penalaran analisis terhadap isi kandungannya
menurut cara-cara tertentu dan berdasarkan syarat-syarat tertentu untuk
menjelaskan makna-maknanya dan mengeluarkan unsur-unsurnya, serta
menghubung hubungkan antara yang satu dan lainnya dengan kolerasi yang
bersifat komprehensif.
Contoh metode Al maudhu'i; Ri'ayat al-yatim fi al-quran al-karim, karya al-
farmawi langkah langkahnya:
 mengumpulkan ayat-ayat Alquran yang berhubungan dengan anak yatim
sekaligus mengelompokkan ayat-ayat tersebut ke dalam Makiyah dan
madaniyah, Makkiyah sebanyak 5 ayat dan madaniyah sebanyak 17 ayat
 setelah ayat-ayat terkumpul di tetapkan sub bahasan. Berdasarkan ayat-ayat
Makkiyah dan ayat-ayat madaniyah
 Tahap pembahsan,di perhatikan masa turunnya surah dan urutan ayat-ayat.
Beberapa contoh kitab tafsir yang menggunakan metode maudhu'i antara lain,
At Tibyan fi aqsam, diantaranya :
 Alquran Karya ibn Qoyyim al-Jawziyah (691-751 H/1921-1350 M); al-mar'ah
fi al-Quran karya al-ustadz Mahmud al-aqqad. Kelebihan metode tafsir Al
maudhu'i adalah penafsiran dengan metode ini sangat luas mendalam tuntas
dan dinamis. Sedangkan kelemahannya hampir sama dengan tafsir Al
mukaram tidak dapat menafsirkan ayat-ayat Alquran secara keseluruhan
seperti yang dilakukan dengan metode tahlili dan ijmali.

8
E. Syarat-Syarat Mufassir
Berikut syarat-syarat mufassir menurut perspektif para ulama,yaitu:
a. Syarat Mufassir Perspektif Manna’ al-Qatthan
1. Memiliki jalur akidah yang benar. Dikarenakan akidah berpengaruh secara
signifikan kepada pemiliknya. Seperti kekhawatiran yang mencuat akan
mengubah nash-nash, serta ketidakjujurannya mengenai penyampaian pesan.
2. Terlepas dari tujuan hawa nafsu tersebut, disinyalir mendorong pelakunya
untuk membela kepentingan mazhabnya sendiri.
3. Menjadikan pioner terdepan dalam hal mentafsirkan al-Qur’an dengan al-
Qur’an. Karena pada dasarnya suatu hal yang cenderung global, masih
kemungkinan terperinci dengan ayat lain, dengan pengejawantahan secara
ringkas.
4. Menelisik penafsiran dari sunnah. Karena kedudukan serta posisi fungsi
sunnah sendiri, yaitu sebagai pensyarah (penjelas) kitab suci al-Qur’an.
5. Pasca telisiknya sunnah berujung tak memiliki titik temu. Maka telisklah
pendapat para sahabat.
6. Jikalau tidak ketemukan penafsirannya berangkat berangkat dari al-Qur’an,
sunnah serta pendapat dari sahabat. Maka mulailah merujuk kepada pendapat
para tabi’in.
7. Mempunyai kedalaman bahasa Arab yang baik. Dikarenakan kitab suci al-
Qur’an diturunkan dalam bahasa Arab.
b. Syarat Mufassir Perspektif Imam As-Suyuthi:
1. Mempunyai kedalaman pengetahuan bahasa Arab yang mumpuni berikut
kaidah-kaidahnya. Berangkat dari tata Bahasa, etimologi, morfologi,
termasuk sintaksis.
2. Mumpuni dalam ilmu retorika, seperti halnya, al-bayani dan al-badi’, serta
ilmua ma’ani.
3. Memiliki kedalaman mengenai ushul fiqh, berupa khas, a’am, mujmal, dan
mufashal.
4. Aspek keilmuan mengenai asbab an-nuzul, berupa latar belakang meliputi
hal-hal yang termasuk dengan turunnya ayat-ayat suci al-Qur’an.
5. Mempunyai kedalaman mengenai nasikh dan mansukh.
6. Memahami cakupan keilmuan qira’ah al-Qur’an
7. Ilmu al-Mauhibah.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Definisi Tafsir
“ suatu hasil usaha tanggapan, penelaran, ijtihad manusia untuk
menyingkap nilai-nilai Samawi yang terdapat didalam Al-Qur’an.”

Sejarah Tafsir
Secara global, sebagian ahli tafsir membagi periodesasi penafsiran Al-
Qur’an kedalam tiga fase: periode mutaqaddimin (abad 1-4 Hijrah), periode
mutaakhirin (abad 4-12 Hijrah), dan periode baru (abad 12-sekarang).

Metode Tafsir
a. Metode Tahlili
b. Metode Al ijmali
c. Metode al-Mukaran
d. Metode Al-maudhu'i

Syarat-Syarat Mufassir
a. Syarat Mufassir Perspektif Manna’ al-Qatthan
1. Memiliki jalur akidah yang benar
2. Terlepas dari tujuan hawa nafsu tersebut
3. Menjadikan pioner terdepan dalam hal mentafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an
4. Menelisik penafsiran dari sunnah
5. Pasca telisiknya sunnah berujung tak memiliki titik temu. Maka telisklah
pendapat para sahabat
6. Jikalau tidak ketemukan penafsirannya berangkat berangkat dari al-Qur’an,
sunnah serta pendapat dari sahabat. Maka mulailah merujuk kepada pendapat para
tabi’in.

10
7. Mempunyai kedalaman bahasa Arab yang baik.
b. Syarat Mufassir Perspektif Imam As-Suyuthi:
1. Mempunyai kedalaman pengetahuan bahasa Arab yang mumpuni berikut
kaidah-kaidahnya.
2. Mumpuni dalam ilmu retorika
3. Memiliki kedalaman mengenai ushul fiqh,
4. Aspek keilmuan mengenai asbab an-nuzul,
5. Mempunyai kedalaman mengenai nasikh dan mansukh.
6. Memahami cakupan keilmuan qira’ah al-Qur’an
7. Ilmu al-Mauhibah.

11
DAFTAR PUSTAKA

Suryadilaga, M. Alfatih. Metode ilmu tafsir, Yogyakarta, TERAS,2010


Muhammad,syakh. Pengantar Ilmu Tafsir, Jakarta Timur, Darul Sunah,2004
Rasihon,Anwar. Ilmu Tafsir, Bandung, Pustaka Setia,2005
Izzan, Ahmad. Metodologi Ilmu Tafsir, Bandung, Tafakur, 2011
Hidayatullah,Taufik,Syarat Menjadi Mufassir Menurut Manna’ Al-Qathtan dan
As-Suyuthi,2021.

12

Anda mungkin juga menyukai