Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“ TAFSIR BIL MA'TSUR ”`


Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstruktur Dalam Mata Kuliah “Ilmu Tafsir
Ii"

Dipresentasikan di kelas HKI-C Semester 2

DOSEN PENGAMPU :

Muhammad Ridha, Lc.MA

KELOMPOK 5 :

Gita purna filma 1122104

Zikri mulya 1122100

Sukrina Anifa 1122101

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

UIN SJECH M. DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI

SEMESTER GANJIL TAHUN AJARAN 2023


KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim...

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongannya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga
terlimpahkan curah kepada baginda tercinta kita yaitu nabi Muhammad SAW yang kita
nantikan syafaatnya di akhirat nanti.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Muhammad Ridha, Lc.MA
selaku dosen pengampu dalam mata kuliah ini, yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis dalam menulis makalah ini .Sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan ini sebagai tugas dari mata kuliah Metode Penafsiran al – Qur’an ‘’Tafsir
Bil Ma’tsur’’.

Adapun maksud penulisan ini untuk memenuhi tugas, mengembangkan, dan


meningkatkan ilmu pengetahuan tentang materi yang sedang kita pelajari. Tak lupa
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut serta membagi
ilmunya dalam penulisan makalah ini .Sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini

Bukittinggi, 26 april 2023

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

a. Pengertian Tafsir bil- Ma’tsur..............................................................................................2

b. Macam-macam Tafsir bil- Ma’tsur......................................................................................2

c. Pandangan ulama klasik tentang Tafsir bil- Ma’tsur.........................................................5

d. Pandangan ulama kontemporer tentang Tafsir bil- Ma’tsur.............................................6

c. Kelebihan dan kekurangan Tafsir bil- Ma’tsur....................................................................7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................................................8

B. Saran.....................................................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Ketika al-Qur’an diturunkan, kemudian Rasulullah SAW, memberikan penjelasan


kepada para sahabat tentang arti dan kandungannya, khususnya menyangkut ayat-ayat
yang tidak dipahami atau ayat yang samar-samar artinya. Hal ini berlangsung sampai
wafatnya Rasullah Saw. Setelah wafat Rasulullah, para sahabat, mereka terpaksa
melakukan ijtihad, khususnya mereka yang mempunyai kemampuan seperti ‘Ali bin Abi
Thalib, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab, dan Ibnu Mas'ud. Sementara sahabat ada pula
menanyakan beberapa masalah. Kususnya sejarah Nabi atau kisah-kisah yang
tercantum kedalam al-Qur’an, kepada tokoh-tokoh ahlul kitab yang telah memeluk
agama Islam, seperti ‘Abdullah bin Salam, Ka’ab al-Ahbar, dan lain-lain. Inilah yang
merupakan benih lahirnya Isra’Iliyyat. Disamping itu para tokoh tafsir, dari golongan
sahabat yang disebutkan, mempunyai murid-murid dari para tabi’in, khususnya di kota-
kota tempat mereka tinggal. Sehingga lahirlah tokoh-tokoh tafsir baru dari kalangan
tabi’in di kota-kota tersebut. Gabungan dari tiga sumber diatas, yaitu penafsiran
Rasullah Saw, penafsiran sahabat-sahabat serta penafsiran tabi’in, dikelompokkan
menjadi satu kelompok yang dinamai Tafsir bil - Ma’tsur.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengertian Tafsir bil- Ma’tsur ?

2. Bagaimana macam-macam Tafsir bil- Ma'tsur?

3. Bagaimana pandangan ulama klasik tentang Tafsir bil- Ma’tsur ?

4. Bagaimana pandangan ulama kontemporer tentang Tafsir bil –Ma’tsur ?

5. Bagaiman kelebihan dan kekurangan Tafsir bil – Ma’tsur ?

C. TUJUAN PEMBAHASAN

1. Untuk mengetahui konsep Tafsir bil – Ma’tsur

2. Untuk mengetahui macam-macam Tafsir bil-Ma'tsur

3. Untuk mengetahui pandangan ulama klasik tentang Tafsir bil– Ma’tsur

4. Untuk mengetahui pandangan ulama kontemporer tentang Tafsir bil– Ma’tsur

5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan Tafsir bil– Ma’tsur

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Tafsir bil - Ma’tsur

Tafsir bil Ma’tsur merupakan salah satu model penafsiran Al-Qur’an. Bentuk lainnya
adalah Tafsir bil- Ra’yi (ijtihad). Dua model penafsiran ini merupakan hasil
pengklarifikasian secara umum yang dilakukan oleh mayoritas ulama. Sebelum
membahas tafsir bil-ma’tsur secara rinci untuk memperjelan pembahasan, penulis akan
menguraikan pengertian tafsir terlebih dahalu.

Tafsir secara terminologi adalah isim masdar dari kata Fassara yang berarti Bayan
atau menjelasakan. Adapun menurut istilah yaitu ilmu yang membahas tentang seluk
beluk yang menyangkut Al-Qur’an baik dari segi memahami dilalah ayat-ayat dari segi
kewahyuannya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki manusia.1

Tafsir bil -Ma’tsur biasa disebut juga tafsir riwayat. tafsir riwayat (ma’tsur) adalah
rangkaian keterangan yang terdapat dalam al-Qur’an, Sunnah atau kata-kata sahabat
sebagai penjelasan maksud dari firman Allah, yaitu penafsiran al-Qur’an dengan Sunnah
Nabawiyyah. Dengan kata lain, maka tafsir bil-Ma’tsur adalah tafsir al-Qur’an dengan al-
Qur’an, penafsiran al-Qur’an dengan as-Sunnah atau penafsiran al-Qur’an menurut atsar
yang timbul dari kalangan sahabat.2 Dari sini dapat dipahami bahwa tafsir bil-Ma’tsur
merupakan salah satu cara penafsiran ayat al-Qur’an dengan menggunakan sumber-
sumber lain yang telah dipercayai urutan hirarkis kebenarannya, yaitu al-Qur’an sendiri,
as-Sunnah, atsar sahabat dan perkataan para tabi’in.

Jadi yang dimaksud dengan tafsir bil Ma’tsur adalah keterangan atau penjelasan
yang dimaksudkan dalam Al-Qur’an yang diambil dari beberapa ayat al-Qur’an itu sendiri,
dari Nabi Muhammad Saw, dan dari para sahabat dan tabi’in.

B. Macam-macam Tafsir bil-Ma'tsur

Secara garis besar Tafsir bil-ma’tsur dapat diklasifikasikan kepada empat macam, yaitu
sebagai berikut:

1. Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an.

1
Abu Bakar Adanan Siregar, Jurnal Tafsir bil-Ma'tsur (konsep, jenis, status, dan kelebihan serta kekurangannya),
hlm.160

2
Muhammad Ali Ash-Shabunniy,Studi Ilmu al-Qur’an,terj.

2
Yaitu penafsiran beberapa ayat-ayat Al-Qur’an dengan ayat-ayat yang ada dalam Al-
Qur’an juga. Karna Al-Qur’an pada dasarnya saling menafsirkan ayat yang ada, ayat yang
global yang terdapat dalam Al-Qur’an ditafsirkan oleh ayat yang ada di tempat lain, dan
apa yang disebut secara ringkas dalam Al-Qur’an ditafsir secara mendetail pada ayat
yang lain.3 Contohnya:

Qs. Ar-Rahmān : 19-22

ِ ‫ﻦ َﻳْﻠَﺘِﻘَﻴﺎ‬
‫ن‬ ِ ‫ﺤَﺮْﻳ‬
ْ ‫ج اْﻟَﺒ‬
َ ‫َﻣَﺮ‬

ِ ‫خ َﻟﺎ َﻳْﺒِﻐَﻴﺎ‬
‫ن‬ ٌ ‫َﺑْﻴَﻨُﻬَﻤﺎ َﺑْﺮَز‬

ِ ‫ي آَﻟﺎِء َرِّﺑُﻜَﻤﺎ ُﺗَﻜِّﺬَﺑﺎ‬


‫ن‬ ِّ ‫َﻓِﺒَﺄ‬

ُ ‫ﺟﺎ‬
‫ن‬ َ ‫ج ِﻣْﻨُﻬَﻤﺎ اﻟُّﻠْﺆُﻟُﺆ َواْﻟَﻤْﺮ‬
ُ ‫ﺨُﺮ‬
ْ ‫َﻳ‬

Artinya: 19. Dia membiarkan dua laut (tawar dan asi ) bertemu

20. Diantaranya keduanya ada pembatas yang tidak dilampaui oleh masing-
masing

21. Maka, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan (wahai jin dan
manusia)?

22. Dari keduanya keluar mutiara dan marjan

Qs. Al-Furqān : 53

‫ﺠﻮًرا‬
ُ ‫ﺤ‬
ْ ‫ﺠًﺮا َﻣ‬
ْ ‫ﺣ‬
ِ ‫ﺧﺎ َو‬
ً ‫ﻞ َﺑْﻴَﻨُﻬَﻤﺎ َﺑْﺮَز‬
َ ‫ﺟَﻌ‬
َ ‫ج َو‬
ٌ ‫ﺟﺎ‬
َ ‫ﺢ ُأ‬
ٌ ‫ﻫَﺬا ِﻣْﻠ‬
َٰ ‫ت َو‬
ٌ ‫ب ُﻓَﺮا‬
ٌ ‫ﻋْﺬ‬
َ ‫ﻫَﺬا‬
َٰ ‫ﻦ‬
ِ ‫ﺤَﺮْﻳ‬
ْ ‫ج اْﻟَﺒ‬
َ ‫ﻫَﻮ اَّﻟِﺬي َﻣَﺮ‬
ُ ‫َو‬

Artinya: Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar serta
segar dan yang lain sangat asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan
batas yang tidak tembus.

2. Tafsir Al-Qur’an dengan Sunnah (al-Hadist)

Yaitu jika ditemukan penjelasan tentang suatu ayat dalam Al-Qur’an pada Al-Qur’an
itu sendiri, maka hendaklah penjelasan atau tafsir tersebut di cari pada sesuatu yang
terdapat pada sunnah atau Hadist Rasullah Saw, karena fungsi dari Sunnah adalah
sebagai penjelas atau penerang dari Al-Qur’an. Contohnya:

Qs. An-Naḥl : 44

3
Abu Bakar Adanan Siregar, Jurnal Tafsir bil-Ma'tsur (konsep, jenis, status, dan kelebihan serta kekurangannya),
hlm.161

3
َ ‫ﻢ َﻳَﺘَﻔَّﻜُﺮو‬
‫ن‬ ْ ‫ﻢ َوَﻟَﻌَّﻠُﻬ‬
ْ ‫ل ِإَﻟْﻴِﻬ‬
َ ‫س َﻣﺎ ُﻧِّﺰ‬
ِ ‫ﻦ ِﻟﻠَّﻨﺎ‬
َ ‫ﻚ اﻟِّﺬْﻛَﺮ ِﻟُﺘَﺒِّﻴ‬
َ ‫ۗ َوَأْﻧَﺰْﻟَﻨﺎ ِإَﻟْﻴ‬ ‫ت َواﻟُّﺰُﺑِﺮ‬
ِ ‫ِﺑاْﻟَﺒِّﻴَﻨﺎ‬

Artinya: Dan kami turunkan kepdamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka
memikirkan.‛Artinya: ‚Dan kami turunkan kepdamu Al-Qur’an, agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan supaya mereka
memikirkan.

Qs. Al-Jumu'ah : 2

‫ﻞ َﻟِﻔﻲ‬ُ ‫ﻦ َﻗْﺒ‬ ْ ‫ن َﻛﺎُﻧﻮا ِﻣ‬


ْ ‫ﺤْﻜَﻤَﺔ َوِإ‬
ِ ‫ب َواْﻟ‬
َ ‫ﻢ اْﻟِﻜَﺘﺎ‬
ُ ‫ﻢ َوُﻳَﻌِّﻠُﻤُﻬ‬
ْ ‫ﻢ آَﻳﺎِﺗِﻪ َوُﻳَﺰِّﻛﻴِﻬ‬
ْ ‫ﻋَﻠْﻴِﻬ‬
َ ‫ﻢ َﻳْﺘُﻠﻮ‬
ْ ‫ﺳﻮًﻟﺎ ِﻣْﻨُﻬ‬
ُ ‫ﻦ َر‬
َ ‫ﺚ ِﻓﻲ اْﻟُﺄِّﻣِّﻴﻴ‬
َ ‫ﻫَﻮ اَّﻟِﺬي َﺑَﻌ‬
ُ
‫ل ُﻣِﺒﻴﻦ‬ٍ ‫ﺿَﻠا‬َ

Artinya: Dialah yang mengutus seorang Rasul (Nabi Muhammad) kepada kaum yang
buta huruf dari (kalangan) mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-
Nya, menyucikan (jiwa) mereka, serta mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur'an)
dan Hikmah (Sunah), meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang
nyata.

Kedua ayat tersebut di atas ditafsirkan dengan Hadist Rasullah Saw: Dari Miqdam bin’id
Yakrib, bahwa Rasulullah Saw bersabda;

‫أﻻاﻧﻰ أوﺗﻴﺖ اﻟﻜﺘﺎب ﻣﺜﻠﻪ ﻣﻌﻪ‬

Artinya: Ketahuilah bahwa sesungguhnya aku diberi wahyu sebuah kita (Al-Qur’an ) dan
sesuatu yang sepertinya (sunnah atau Hadist).

3. Tafsir Al-Qur’an dengan perkataan para sahabat

Penafsiran Al-Qur’an dengan perkataan sahabat dilakukan dengan jika tidak terdapat
penjelasantentang suatu ayat dalam Al-Qur’an atau juga tidak terdapat dalam suatu
sunnah atau dibandingkan dengan kita, dimana mereka mendapatkan penjelasan
langsung tentang makna-makna tersebut dari nabi dengan cara menjelasakan ayat-ayat
yang global ataupun dengan cara menghilangkan problematikanya. Selain itu merak
(para sahabat) juga hidup dan menyaksikan situasi dan kondisi yang meliputi turunnya
Al-Qur’an, sehingga meraka memiliki pemahaman bagus, ilmu yang matang, amal yang
baik dan hati yang memancarkan sinar, serta otak yang cerdas. Seperti khalifah yang
empat, Abdullah bin Mas’ut, Ubay bin ka’ab, Zaid bin Sabit, Abdullah bin Abbas dan lain-
lain.

Contohnyasebagaimana diriwayatan oleh Bukhari, Ibnu Abbas manyatakan bahwa Allah


SWT berfirman QS. Al-Baqarah 181:

‫ﻋِﻠﻴﻢ‬
َ ‫ﺳِﻤﻴٌﻊ‬
َ ‫ن اﻟَّﻠَﻪ‬
َّ ‫ﻦ ُﻳَﺒِّﺪُﻟﻮَﻧُﻪ ِإ‬
َ ‫ﻋَﻠﻰ اَّﻟِﺬﻳ‬
َ ‫ﺳِﻤَﻌُﻪ َﻓِﺈَّﻧَﻤﺎ ِإْﺛُﻤُﻪ‬
َ ‫ﻦ َﺑَّﺪَﻟُﻪ َﺑْﻌَﺪَﻣﺎ‬
ْ ‫َﻓَﻤ‬

4
Artinya: Siapa yang mengubahnya (wasiat itu), setelah mendengarnya, sesungguhnya
dosanya hanya bagi orang yang mengubahnya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.

Adalah menjelaskan akan diperbolehkan berbuka puasa bagi orang tua yang sudah tua
renta, dengan syarat harus memberi makan setiap hari seorang yang fakir miskin.

4. Tafsir Al-Qur’an Perkataan Para Tabi’in

Yaitu penafsiran suatu ayat Al-Qur’an yang didasarkan pada ucapan-ucapan para
Tabi’in, meskipun ucapan-ucapan para tokoh Tabi’in tentang Al-Qur’an dierselisihkan
statusnya apakah termasuk katagori tafsir bil Ma’tsur atau termasuk katagori tafsir bil
Ra’yi, namun yang perlu dicatat adalah bahwa mereka itu adalah orang-orang yang
paling dekat dengan Rasulullah setelah para sahabat dan pada umumya mereka
menerima tafsiran Al-Qur’an dari para sehabat. Maka wajar kalau sebagian besar ulama
menggolongkan tafsir yang bersandar kepada ucapan-ucapan para tabi’in sebagai tafsir
bil-Ma’sur.Hanya saja ucapan para tabi’in itu tidak berdasarkan sumber dari Rasulullah
melalui sahabat, tapi hanya diambil dari pendapat sendiri atau sumber-sumber lain
seperti ahlil kitab yang masuk Islam, maka tafsir tersebut tidak dapat digolongkan
sebagai tafsir bil Ma’tsur.

Contoh Tafsir bil Ma’tsur ketika menafsirkan kata-kata Nadhirah dalam Al-Qur’an

Qs.Al-Qiyāmah : 22-23

‫ﺿَﺮٌة‬
ِ ‫ﺟﻮٌه َﻳْﻮَﻣِﺌٍﺬ َﻧﺎ‬
ُ ‫ُو‬

‫ﻇَﺮٌة‬
ِ ‫ﻰ َرِّﺑَﻬﺎ َﻧﺎ‬
ٰ ‫ِإَﻟ‬

Artinya:22. Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri.

23. (karena) memandang Tuhannya.

Oleh seorang mufasir Iman mujahid murud Ibnu Mas’ud di tafsirkan dengan
pengertian, mereka menunggu yaitu menunggu pahala dari Tuhan. Penafsiran
berdasarkan pendapat para tabi’in minsalnya adalah untuk menjelaskan kesamaran
yang ditemukan oleh kaum muslimin tentang sebagian makna seperti penafsiran tabi’in
terhadap Al-Qur’an Ash-Shafaat, 65:

Jika dan acaman Allah dan hanya dapat dipahami sesuatu yang telah dikenal
manusia, sedangkan manusia tidak pernah melihat kepala-kepala setan yang
menjadikan unggkapan pada ayat diatas. Maka Abu Ubaydah (tabi’in) menafsirkan
kepala kepala setan dengan perkataan Amru Al-Qays (seortang penyair Arab) sebagai
berikut: Adakah orang Arab, dapat membunuhku sedangkan masyrif adalah tempat
tinggalku dan (aku mempunyai pedang-pedang) yang tajam (yang kerena tajamnya ia

5
mengkilat bewarna) seperti taring-taring setan.

C. Pandangan ulama klasik tentang Tafsir bil– Ma’tsur

Para ulama klasik berbeda pendapat tentang pengggunan tafsir bil-Ma’tsur ini. Di bawah
ini akan disebutkan beberapa pandangan dari para tokoh, antara lain:

a) Imam Ahmad.

Beliau menilai bahwa tafsir yang berdasarkan riwayat, seperti halnya riwayat-riwayat
tentang peperangan dan kepahlawanan, kesemuanya tidak mempunyai dasar (yang
kokoh). Ini menandakan bahwa Imam Ahmad tidak mengapresiasi penuh terhadap
tafsir ini, terutama pada Tafsir Tabi’in, karena dianggap sangat minim kebenarannya.

b) Ibnu Jarir At-Thabari.

Menurutnya bahwa diantara kandungan al-Qur’an yang diturunkan Allah kepada Nabi-
Nya, terdapat ayat-ayat yang tidak dapat diketahui ta’wilnya kecuali dengan penjelasan
Rasulullah. Misalnya ayat yang terkait dengan macam-macam perintah (wajib, anjuran,
dan himbauan), larangan, fungsi-fungsi, hak hukum-hukum, batas kewajiban dan hukum
lain di al-Qur’an yang tidak diketahui kecuali dengan penjelasan Rasulullah kepada
umatnya. Hal ini tidak boleh secara sembarangan menafsirkannya tanpa penjelasan
resmi dari Rasulullah.

c) Syaikh Abdul Azim az-Zarqani.

Ketika membahas Tafsir bil-Ma’tsur, ia menyebutkan bahwa Tafsir bil- Ma’tsur adalah
Tafsir yang datang dari al-Quran, sunnah atau perkataan Sahabat yang menjelaskan
maksud Allah swt dalam kitab-Nya. Selanjutnya ia mengatakan tentang tafsir Tabi’in
masih terjadi perselisihan antara ulama; di antara mereka ada yang menilainya
termasuk tafsir yang ma’tsur, karena mayoritas mereka belajar langsung kepada para
Sahabat, dan diantara mereka ada yang memasukkannya ke dalam tafsir bir Ra’yi.

d) Muhammad Husein Adz-Dzahaby

mengkategorikan penjelasan para tabi’in terhadap al-Qur’an sebagai Tafsir bil-ma’tsur,


karena Ibnu Jarir At-Thabary dalam Tafsirnya Jami’ul Bayan fi Tafsir al-Qur’an
memasukkan kategori tersebut ke dalam Tafsir bil-ma’tsur, walaupun ada yang
memperselisisihkannya.4

D. Pandangan Ulama Kontemporer

a) Muhammad Ali Ash-Shabhunniy


4
Muhammad Husein al- Dzahaby, Al-Tafsir wal -mufassirun,Kairo:Maktabah Wahbah,2000,jil.1,hal 112.

6
Muhammad Ali Ash-Shabhunniy mendukung penggunaan Tafsir bil-Ma’tsur, khususnya
pada tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an, tafsir al-Qur’an dengan as-Sunnah dan tafsir
sahabat, tetapi untuk tafsir Tabi’in beliau menyangsikannya. Menurutnya, Kedua cara
penafsiran tersebut, yaitu penafsiran al-Qur’an dengan sunnah merupakan jenis tafsir
yang panjang, luhur dan tidak ragu lagi untuk diterima.

b) M. Quraish Shihab.

Menurutnya, penafsiran ini hanya sesuai dipakai pada zaman klasik. Karena mereka
mengandalkan kekuatan rasa bahasa yang dapat membuktikan kemukjizatan al-Qur’an.
Tetapi tidak sesuai jika dipakai pada zaman modern ini, karena orang Arab pun
sekarang sudah mulai kehilangan rasa bahasanya, apalagi kita yang di Indonesia ini.5

E. Kelebihan dan kekurangan Tafsir bil– Ma’tsur

Beberapa kelebihan dari Tafsir Bil-Ma’stur, yang terbaik adalah tafsir Ibnu Jarir at-
Thabrani di dalam Jami’ul-Bayaan Fi Tafsiir al-Qur’an dan lain-lain.

1. Dalam mengetengahkan penafsiran para sahabat Nabi dan Kaum Tabi’in selalu
disertai dengan isnad (sumber-sumber riwayatnya) dan diperbandingkan untuk
memperoleh penafsiran yang paling kuat dan tepat.

2. Terdapat kesimpulan-kesimpulan tentang hukum, dan diterangkan juga bentuk-


bentuk i’rab (kedudukan kata-kata di dalam rangkaian kalimat), yang menambah
kejelasan makna dari ayat-ayat Al-Qur’an.

3. Memaparkan ayat-ayat yang nasikh dan mansukh serta menjelaskan riwayat yang
shahih dan yang dhaif.

Beberapa kelemahan dari Tafsir bil-Ma'tsur;

1. Terjadinya campur baur antara yang sahih dan tidak sahih dan banyak pendapat yang
dihubungkan kepada sahabat dan tabi’in, tampa ada isnad dan penelitian yang
mengakibatkan campurannya kebenaran dan kebatilan.

2. Riwayat-riwayat tersebut penuh dengan cerita-cerita Israiliyat yang memuat banyak


kurafat yang bertentangan dengan aqidah Islam. Hal itu sengaja disusupkan kepada
kaum muslimin dari ahlul kitab.

3. Sebagian majhab memutarbalikkan beberapa pendapat. Mereka berbuat kebatilan,


lalu menyandarkannya kepada sebahagaian para sahabat seperti para ulama Syi’ah.

5
Ika Rosmiati&Iin Mutmainah, Makalah tafsir bil Ma'tsur, hlm.10

7
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Tafsir Bil-Ma’tsur adalah macam tafsir yang paling agung manakala sanad-nya
samapai kepada Rasullah Saw, atau kepada sahabat. Namun demikian tafsir Bil-Ma’tsur
tetap memerlukan riwayat. Al-Hafizh Ibnu Katsir r.a. mengatakan‚ Sesungguhnya banyak
tafsir bil Ma-tsur yang disandarakan kepada para perawi Zindiq Yahudi dan muslim ahli
kita. Hal ini banyak terdapat dalam kisah-kisah para rasul beserta kaumnya sesuatu
yang berhubungan dengan kitab dan mukjizat mereka juga cerita-cerita selain
merekamseperti Ash-Habul Kahfi. Oleh sebab itu, perlu penelitian riwayat.

B. Saran

Makalah yang dibuat oleh pemakalah ini tentu masih banyak kekurangan. Kritik
dan saran yang membangun dari pembaca sangat diharapkan sekali. Hal ini bertujuan
agar penulis dapat memperbaiki lagi kesalahan-kesalahan yang ditemui dalam
pembuatan makalah yang akan datang.

8
DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar Adanan Siregar, Jurnal Tafsir bil-Ma'tsur (konsep, jenis, status, dan kelebihan
serta kekurangannya)

Muhammad Ali Ash-Shabunniy,Studi Ilmu al-Qur’an

Muhammad Husein al- Dzahaby,Al-Tafsir wal -mufassirun, Kairo:Maktabah


Wahbah,2000,jil.1

Ika Rosmiati&Iin Mutmainah, Makalah tafsir bil Ma'tsur

Anda mungkin juga menyukai