Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul Ayat-ayat Muhkam Dan
Mutasyabih dapat kami selesaikan dengan baik. Tim penulis berharap makalah ini dapat
menambah pengetahuan tentang Ayat Muhkam dan Mutasyabih dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada semua yang telah
memberikan semangat dan motivasi dalam pembuatan tugas makalah ini. Kepada guru
pembimbing kami Bapak Hernedi Ma’ruf M.Pd,I.Dan juga teman-teman yang membantu
berbagai hal. Harapan kami, informasi dan materi yang terdapat dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca. Tidak ada yang sempurna di dunia, melainkan Allah SWT. Tuhan
Yang Maha Sempurna, karena itu kami memohon kritik dan yang membangun kami bagi
makalah kami selanjutnya.
Demikian makalah ini kami buat, apabila terdapat kesalah dalam penulisan, atau pun
ketidaksesuaian materi yang kami angkat pada makalah ini, kami mohon maaf. Kami tim
penulis menerima kritik dan saran seluas-luasnya dari pembaca agar bisa membuat karya
makalah yang lebih baik pada kesempatan berikutnya.
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih
2. Bentuk Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A Latar Belakang
Al-Qur’an dalam umat islam merupakan pedoman umat di dunia. Dalam Al-Qur’an
terkadang dating dengan lafadz, ungkapan dan uslub ( gaya Bahasa ) yang berbeda-beda
tetapi maknanya satu. Ayat-ayat Al-Qur’an ada yang bersifat samar ( mutasyabihat ) yang
memberikan peluang kepada para mujtahid yang handal ilmunya dapat mengembalikan
kepada makna yang sebenarnya.
Pemahaman Al-Qur’an dapat diperoleh dengan mendalami atau menguasai ilmu-ilmu
yang tercakup dalam ulum Al-Qur’an. Dan menjadi salah satu bagian cabang keilmuan
ulum Al- Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang muhkam dan mutasyabih ayat
Muhkam dan Mutasyabih ayat hendaknya dapat dipahami secara mendalam hal ini
dikarenakan dua hal, ini termasuk dalam objek yang urgen dalam kajian atau pemahaman
Al-Qur’an. Berdalih agar tidak terjadi ketimpangan dalam memahami ayat-ayat Al-
Qur’an khususnya dalam ranah Muhkam dan Mutasyabih.
Dari hal inilah kami penulis dari makalah ini akan mengkaji lebih dalam materi
muhkam dan mutasyabih dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
B. Rumusan Masalah
a) Bagaimana pengertian muhkam dan mutasyabih menurut terminologi yang dikatakan
oleh az-Zarqani ?
b) Bagaimana definisi lain yang dikemukakan oleh para mufassir tentang pengertian
muhkam?
c) Bagaimana Bentuk Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih secara umum?
C. Tujuan
a) Untuk mempelajari lebih dalam tentang Muhkam dan Mutasyabih
b) Untuk mengetahui lebih dalam dalam pengertian Muhkam dan Mutasyabih menurut
terminology yang dikatakan oleh az-Zarqani
c) Untuk mengetahui Bentuk Ayat-Ayat Muhkam dan Mutasyabih secara umum
BAB II
PEMBAHASAN
2
Terdapat definisi lain yang di kemukakan oleh para musafir, yaitu muhkam
adalah ayat-ayat yang dapat diketahui maksudnya, baik secara zahir (berdasarkan
1
Ahmad Hamid, Lc., M.A., Pengantar Studi AL-Qur’an, (Jakarta, 2016), hlm.132-133
2
Dr. Kadar M. Yusuf, M. Ag., Study Al-Qur’an, (Jakarta, 2012), hlm.77-82
makna zahir) ataupun dengan cara menakwilkannya. Sedangkan mutasyahih berarti
ayat-ayat yang tidak dapat diketahui manusia maknanya; hanya Allah yang tahu,
seperti ayat mengenai berita tentang kiamat dan huruf-huruf potong (al-huruf al-
muqaththa'ah) yang terdapat di awal surah. Berdasarkan definisi ini, maka mutasyäbih
dalam definisi pertama di atas termasuk dalam kategori muhkam.
Lalu Kami tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan
kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-rumputan. (QS.
'Abasa (80): 27-31)
Kata jarang digunakan, sehingga maknanya tidak jelas atau tidak begitu populer.
Kata tersebut dalam ayat ini diartikan kepada rumput rumputan. Ash-Shabuni
memaknai kata itu dengan segala sesuatu yang tumbuh di bumi yang dimakan oleh
binatang, seperti rumpur".
yang terdapat dalam َ يَ ِز ُّفوْ نContoh lain dari matasyahih lafal adalah firman Allah pada
Surah Ash-Shaffat (37) ayat 94:
َفَا َ ْقبَلُ ْٓوا اِلَ ْي ِه يَ ِزفُّوْ ن
Kemudian kanannya datang kepadanya dengan bergegas. (QS. Ash-Shaffät (37): 94)
Kata yaziffin dalam ayat ini berarti "bergegas" atau semakna dengan kata
yasra'ima fi al-masyyi (mereka bersegera dalam berjalan).
2) Mutasyäbih disebabkan oleh gandanya makna suatu lafal (musytarak), seperti kata
dalam firman Allah Surah Al-Baqarah (2) ayat 228:
ُ قُر ُۤوْ ۗ ٍء ثَ ٰلثَةَ بِا َ ْنفُ ِس ِه َّن يَتَ َربَّصْ نَ َو ْال ُمطَلَّ ٰق
ت
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. (QS.
Al-Baqarah (2): 228)
Quru' secara harfiah mempunyai dua arti, yaitu suci (ath-thahru) dan haid. Tidak ada
kejelasan dan kepastian mana di antara kedua makna itu yang harus dipakai dalam
ayat ini. Maka itulah sebabnya para ulama tidak sepakat memaknainya: ada yang
mengartikannya kepada suci dan ada pula yang mengartikannya kepada haid.
3) Mutasyabih dari segi susunan lafalnya adalah seperti yang terlihat dalam firman
Allah Surah An-Nisa' (4) ayat 3:
َ َالنِّ َس ۤا ِء ِّمنَ لَ ُك ْم ط
اب َما فَا ْن ِكحُوْ ا ْاليَ ٰتمٰ ى فِى تُ ْق ِسطُوْ ا اَاَّل ِخ ْفتُ ْم َواِ ْن
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi. (QS. An-Nisa' (4): 3)
Ayat ini diungkapkan dalam bentuk susunan yang sangat ringkas, sehingga jawab
syaratnya dibuang. Kata fankihú dalam ayat ini bukanlah jawab syarat sebelumnya,
sebab hal itu bisa bermakna bahwa suami tidak harus berlaku adil terhadap istrinya,
yang bukan anak yatim asuhannya. Maksud ayat itu adalah "jika ada di antara kamu
yang memelihara anak yatim, kemudian ingin menikahinya, tetapi merasa takut kalau
ia enggan memberikan mas kawin kepada anak yatim tersebut, maka janganlah
menikahi anak yatim itu. Nikahilah perempuan biasa yang kamu tidak merasa enggan
memberikan mas kawin kepadanya". Hal ini dapat dipahami dari sebab nuzul ayat.
Contoh lain mutasyábih dari susunan lafal dapat dilihat dalam firman Allah pada
Surah Al-Kahfi (18) ayat 1-2:
Allah yang telah menurunkan Al-Kitab kepada hamba-Nya dan Dia tidak mengadakan
kehengkokan di dalamnya. Yang lurus untuk memperingatkan
kesiksaan yang sangat pedih. (QS. Al-Kahfi (18): 1-2)
َ ) ِع َوجًا لَّهٗ يَجْ َعلْ َولَ ْم ْال ِك ٰت١( ًا بَْأسًا لِّيُ ْن ِذ َر قَيِّ ًما¢َۜش ِد ْيد
ْٓ ب َع ْب ِد ِه ع َٰلى اَ ْن َز َل الَّ ِذ
ي
Kata فَيِّ ًمالِّيُ ْن ِذ ًرsulit dipahami dan ia tidak mungkin sifat dari kata ِع َو َجاsebab makna
kedua kata itu saling bertentangan. Maka maksud ayat tersebut adalah ِع َوجًا لَّهٗ يَجْ َعلْ َولَ ْم
ْٓ َز َل الَّ ِذ¢ ِد ِه ع َٰلى اَ ْن¢ب َع ْب
ي َ ْال ِك ٰتdahulukan kata قَيِّ ًماdari ِع َو َجا, di mana qayyiman merupakan
keterangan mengenai Al-Kitab dan iwajan objek (mafil) dari yajal. Sehingga ayat itu
berarti: "Allah telah menurunkan Al-Kitab yang lurus kepada hamba-Nya, dan Dia
tidak mengadakan kebengkokan di dalamnya".
b. Mutasyäbih dari aspek makna saja, seperti ayat-ayat yang menjelaskan sifat-sifat
Allah, keadaan hari kiamat, surga, dan neraka.
c.Mutasyäbih dari aspek lafal dan makna. Hal ini mencakup beberapa segi. yaitu
sebagai berikut.
1. Dari segi kuantitas, seperti umum dan khusus.
Jadi, lafal-lafal umum yang terdapat dalam suatu ayat termasuk ayat
mutasyäbih, sebab ia mengandung ketidakjelasan makna; apakah ia
diberlakukan secara umum atau ditakhsiskan oleh ayat yang lain.
4. Dari segi syarat sah melakukan perintah yang terkandung dalam suatu ayat.
Pembagian ayat mutasyäbih di atas didasarkan atas makna yang
terkandung di dalam ayat. Dan apabila dilihat dari aspek kemungkinan manusia
mengetahui maknanya, maka mutasyäbih dapat pula dikategorikan kepada dua
macam, yaitu sebagai berikut.
a) Ayat yang tertutup kemungkinan bagi manusia mengetahui maknanya.
b) Ayat yang dapat diketahui maksudnya oleh manusia.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya penulis akan
lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber –
sumber yang lebih banyak yang tentunga dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan juga bisa untuk menanggapi
terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah di jelaskan. Untuk bagian terakhir
dari makalah adalah daftar pustaka. Pada kesempatan lain akan saya jelaskan tentang daftar
pustaka makalah.