Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH MUHKAM DAN MUTASYABIH

Penulis :
Riki Rikardo (1320180016)

Zidan Rai Agung (1320180002)

Muhammad Rifqy Hasyim (1320180080)


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab. Karena itu, untuk memahami hukum-hukum
yang terkandung dalam al-Qur’an diperlukan pemahaman dalam kebahasaan. Para ulama’
yang ahli dalam bidang ushul fiqh, telah mengadakan penelitian secara sesama terhadap nash-
nash al-Qur’an, lalu hasil penelitian itu diterapkan dalam kaidah-kaidah yang menjadi
pegangan umat Islam guna memahami kandungan al-Qur’an dengan benar.
Adapun ilmu yang mempelajari tentang muhkam dan mutasyabih adalah Ilmu muhkam
wal Mutasyabih. Ilmu ini dilatar belakangi oleh adanya perbedaan pendapat ulama tentang
adanya hubungan ayat atau surat yang lain. Sementara yang lain mengatakan bahwa didalam
Al-Qur’an ada ayat atau surat yang tidak berhubungan. Oleh karenanya, suatu ilmu yang
mempelajari ayat atau surat Al-Qur’sn cukup penting kedududkannya. Sementara
itu muhkam dan mutasyabih adalah Sebuah kajian yang sering menimbulkan kontroversial
dalam sejarah penafsiran Al-Qur’an, karena perbedaan ’interpretasi’ antara ulama mengenai
hakikat muhkam dan mutasyabih.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Muhkam dan Mutasyabih?

2. Apa saja karakteristik Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih?

3. Bagaimana perbedaan pendapat para ulama terhadap ayat-ayat Muhkam wal Mutasyabih?

4. Apa sebab-sebab turunnya ayat Muhkan dan Mutasyabih?

5. Apa saja macam-macam ayat muhkan dan mutasyabih?

6. Apa saja hikmah adanya ayat-ayat Al-Muhkam wal Mutasyabih?

C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui pengertian Muhkam dan Mutasyabih.

2. Mengetahui karakteristik Al-Muhkam dan Al-Mutasyabih.

3. Mengetahui perbedaan pendapat para ulama terhadap ayat-ayat Muhkam wal Mutasyabih.

4. Mengetahui sebab-sebab turunnya ayat Muhkan dan Mutasyabih.

5. Mengetahui macam-macam ayat muhkan dan mutasyabih.


6. Mengetahui hikmah adanya ayat-ayat Al-Muhkam wal Mutasyabih
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih

Pengertian al-Muhkamat dan al-Mutasyabihat Secara etimologi kata al-muhkamat berasal


dari “ihkam” dan memiliki banyak makna. Namun dari sekian banyak 1 Manna’ al-Qathan, Mabahits
fi ulum Al-Qur’an, (Riyadh: Maktabah Ma’arif, 2000), Cet. Ke-3, h. 338. AL-MUHKAMAT 10 DAN AL-
MUTASYABIHAT 8 130 Pengantar Studi Al Qur’an makna yang disepakati menurut az-Zarqani
bermakna “alman’u” yang berarti “tercegah”.2 Dalam Buhuts al-Mutanawwiah fi Ululm Al-Qur’an,
al-Muhkam berasal dari al-ihkam yang berarti kemampuan atau kemahiran. Adapun menurut istilah
terdapat khilafiyah sesama ahli ushul mengenai artinya, yaitu:

1. Yang dinamakan muhkam adalah yang diketahui apa yang dimaksud dengannya. Adakalanya
secara zahir atau nyata dan adakalanya dengan takwil atau pengalihan artinya.

2. Yang dinamakan muhkam adalah apa yang tidak mungkin ditakwilkan, tapi ia hanya satu arah.

3. Yang dinamakan muhkam adalah yang jelas atau terang yang dimaksud dengannya, sehingga ia
tidak mungkin dihapuskan.

4. Yang dinamakan muhkam adalah apa yang berdiri sendiri dan tidak membutuhkan penjelasan.

5. Yang dinamakan muhkam ialah sesuatu yang kukuh dan bundar sehingga tidak ada seginya.

Manna’ al-Qathan, Mabahits fi ulum Al-Qur’an, (Riyadh: Maktabah Ma’arif, 2000), Cet. Ke-3, h. 338 .
pengantar study alquran bpk Dr Abdul Hamid MA. Hal 129 Tentang Pengertian Muhkam dan
Mutasyabih

B. Karakteristik Al-Muhkan dan Al-Mutasyabih

Banyaknya perbedaan pendapat mengenai muhkan dan mutasyabih, menyulitkan untuk


membuat sebuah kriteria ayat yang termasuk muhkan dan mutasyabih.

J.M.S Baljon mengutip pendapat Zamakhsari yang berpendapat barwa yang termasuk
kriteria ayat-ayat muhkam adalah apabia ayat-ayat tersebut berhubungan dengan hakikat
(kenyataan). Sedangkan ayat-ayat mutasyabih adalah yang menuntut penelitian.

Ar-Raghib al-Ashfihani memberikan kriteria ayat-ayat muhkam dan mutasyabih sebagai


berikut :

1. Muhkam

a. Yakni ayat-ayat yang membatalkan ayat-ayat yang lain

b. Ayat-ayat yang menghalalkan atau membatalkan ayat-ayat lain.


c. Ayat-ayat yang mengandung kewajiban yang harus diimani dan diamalkan.

2. Mutasyabih

a. Yakni ayat-ayat yang tidak diketahui hakikat maknanya seperti tibanya hari kiamat.

b. Ayat-ayat yang dapat diketahui maknanya dengan sarana bantu baik dengan hadits atau ayat
muhkam.

c. Ayat yang hanya dapat diketahui oleh orang-orang yang dalam ilmunya, sebagaimana
diisyaratkan dalam doa Rosululloh untuk ibnu Abbas “Ya Alloh, karuniailah ia ilmu yang
mendalam mengenai agama dan limpahkanlah pengetahuan tentang ta’wil kepadanya,” [3])

C. Perbedaan Pendapat Para Ulama Terhadap Muhkam Dan Mutasyabih

Dalam al-Qur’an sering kita temui ayat-ayat mutasyabihat yang penjelasannya


memerlukan penjelasan dari ayat-ayat yang lain. Mengenai hal tersebut, para ulama memiliki
pendapat yang berbeda-beda. Antara lain :

1. Ulama golongan Hanafiyah mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang jelas petunjuknya,
dan tidak mungkin telah dinasikh kan. Sedang lafadz mutasyabih adalah lafadz yang sama
maksud petunjuknya sehingga tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia. Sebab
lafadz mutasyabih itu termasuk hal-hal yang diketahui Allah saja artinya. Contohnya seperti
hal-hal yang ghaib.

2. Mayoritas ulama golongan ahlu fiqh yang berasal dari pendapat sahabat Ibnu Abbas
mengatakan, lafadz muhkam ialah lafadz yang tidak bisa dita’wil kecuali satu arah.
Sedangkan lafadz mutasyabih adalah artinya dapat dita’wilkan dalam beberapa segi, karena
masih sama.[4])

3. Madzhab salaf, yaitu para ulama dari generasi sahabat. Mereka berusaha untuk
mengimaninya dan menyerahkan makna serta pengertiannya hanya kepada Allah SWT. Bagi
kaum salaf, ayat – ayat mutasyabihat tidak perlu dita'wilkan. Sebab yang mengetahui
hakikatnya hanyalah Allah SWT, mereka hanya berusaha mengimaninya.

4. Madzhab khalaf, seperti Imam Huramain. Mereka berpendapat bahwa ayat –


ayat mutasyabihat harus ditetapkan maknanya dengan pengertian yang sesuai dan sedekat
mungkin dengan dzat-Nya. Mereka menta'wil lafdz istiwa' (besemayam) dengan maha
berkuasa menciptakan sesuatu tanpa susah payah. Kalimat ja'a rabbuka (kedatangan Allah)
dalam Qs. Al-Fajr: 22, dita'wilkan dengan kedatangan perintah-Nya. [5])
D. Sebab-Sebab Adanya Ayat Mutasyabih

Sebab adanya ayat Muhkam dan Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan
demikian. Allah membedakan antara ayat – ayat yang Muhkam dari yang Mutasyabih, dan
menjadikan ayat Muhkam sebagai bandingan ayat yang Mutasyabih.

Imam Ar-Raghib Al- Asfihani dalam kitabnya Mufradatil Qur’an menyatakan bahwa
sebab adanya kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal, yaitu sebagai berikut:

1. Kesamaran dari aspek lafal saja. Kesamaran ini ada dua macam, yaitu sebagai berikut:

a. Kesamaran dari aspek lafal mufradnya, karena terdiri dari lafal yang gharib (asing), atau
yang musyatarak (bermakna ganda), dan sebagainya.

b. Kesamaran lafal murakkab disebabkan terlalu ringkas atau terlalu luas. Contoh tasyabuh
(kesamaran) dalam lafal murakkab terlalu ringkas, terdapat di dalam surah An-Nisa ayat 3:

‫َو ِإْن ِخ ْفُتْم َأاَّل ُتْقِس ُطوا ِفي اْلَيَتاَم ٰى َفاْنِك ُحوا َم ا َطاَب َلُك ْم ِم َن الِّنَس اِء َم ْثَنٰى َو ُثاَل َث َو ُر َباَع‬
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga atau empat…”
Ayat di atas sulit diterjemahkan. Karena takut tidak dapat berlaku adil terhadap anak
yatim, lalu mengapa disuruh menikahi wanita yang baik-baik, dua, tiga atau empat.
Kesukaran itu terjadi karena susunan kalimat ayat tersebut terlalu singkat.

2. Kesamaran dari aspek maknanya, seperti mengenai sifat-sifat Allah SWT, sifat-sifat hari
kiamat, surga, neraka, dan sebagainya. Semua sifat-sifat itu tidak terjangkau oleh pikiran
manusia.

3. Kesamaran dari aspek lafal dan maknanya. Kesamaran ini ada lima aspek, sebagai berikut:

a. Aspek kuantitas (al-kammiyyah), seperti masalah umum atau khusus. Contohnya, ayat 5
surah At-Taubah:

‫فا قتلوا المشر كين حيث وجد تموهم (التو بة‬:

Artinya: “Maka bunuhlah kaum musyrikin itu di manapun kalian temukan mereka itu”.

Di sini batas kuantitasnya yang harus dibunuh masih samar.

b. Aspek cara (al-kaifiyyah), seperti bagaimana cara melaksanakan kewajiban agama atau
kesunahannya. Contohnya, ayat 14 surah Thoha:

):‫واقم الصلوة لذ كر ى (طه‬


Artinya: “Dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku (Allah)”.

Dalam ayat ini terdapat kesamaran, dalam hal bagaimana cara salat agar dapat mengingatkan
kepada Allah SWT.

c. Aspek waktu, seperti batas sampai kapan melaksanakan sesuatu perbuatan. Contohnya,
dalam ayat 102 surat Ali Imran:

):‫يايها الذين امنوا اتقوا هللا حق تقاته (ال عمران‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa
kepada-Nya”.

Dalam ayat ini terjadi kesamaran, sampai kapan batas taqwa yang benar-benar itu.

d. Aspek tempat, seperti tempat mana yang dimaksud dengan balik rumah, dalam ayat 189
surah Al-Baqarah:

):‫وليس البر بآن تآتوا البيو ت من ظهور ها (البقة‬

Atinya: “ Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah, juga samar”.

Tempat mana yang dimaksud dengan baliknya rumah, juga samar.[6])


E. Macam-Macam Ayat Muhkam Dan Mutasyabih

Menurut Abdul Jalal, macam-macam ayat Mutasyabihat ada tiga macam:


1. Ayat-ayat Mutasyabihat yang tidak dapat diketahui oleh seluruh umat manusia, kecuali
Allah SWT. Contoh:
‫َو ِع ْنَد ُه َم َفاِتُح اْلَغْيِب اَل َيْع َلُمَها ِإاَّل ُهَو‬
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tak ada yang mengetahuinya,
kecuali Dia sendiri” (QS. al-An’am : 59)
2. Ayat-ayat yang Mutasyabihat yang dapat diketahui oleh semua orang dengan jalan
pembahasan dan pengkajian yang mendalam. Seperti pencirian mujmal, menentukan
mutasyarak, mengqayyidkan yang mutlak, menertibkan yang kurang tertib.
3. Ayat-ayat Mutasyabihat yang hanya dapat diketahui oleh para pakar ilmu dan sains, bukan
oleh semua orang, apa lagi orang awam. Hal ini termasuk urusan-urusan yang hanya
diketahui Allah SWT dan orang-orang yang rosikh (mendalam) ilmu pengetahuan.[7])

F. Hikmah Adanya Ayat-ayat Muhkan Dan Mutasyabih

Al-Quran adalah rahmat bagi seluruh alam, yang didalamnya terdapat berbagai mukzijat
dan keajaiban serta berbagai misteri yang harus dipecahkan oleh umat di dunia ini. Alloh
tidak akan mungkin memberikan sesuatu kepada kita tanpa ada sebabnya. Dibawah ini ada
beberapa hikmah tentang adanya ayat-ayat muhkan dan mutasyabih, diantaranya adalah :

1. Muhkam
a. Jika seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah ujian
keimanan dan amal karena pengertian ayat yang jelas.
b. Menjadi rahmat bagi manusia, khususnya yang kemampuan bahasa Arabnya lemah. Sebab
arti dan maknanya sudah cukup terang dan jelas.
c. Memudahkan manusia mengetahui arti , maksud dan menghayatinya.
d. Mendorong umat untuk giat memahami, menghayati dan mengamalkan isi al-Qur'an sebab
ayatnya mudah dimengerti dan dipahami.
e. Menghilangkan kesulitan dan kebingungan umat dalam mempelajari isinya.
f. Mempercepat usaha tahfidzul Qur'an.[8])

2. Mutasyabih
a. Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan padamlah kedudukannya
sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia orang yang benar keimanannya yakin bahwa Al-
Qur’an seluruhnya dari sisi Allah, segala yang datang dari sisi Allah pasti hak dan tidak
mungkin bercampur dengan kebatilan.
b. Menjadi motivasi untuk terus menerus menggali berbagai kandungan Al-Quran sehingga kita
akan terhindar dari taklid, membaca Al-Qur’an dengan khusyu’ sambil merenung dan
berpikir.
c. Ayat-ayat Mutasyabihat mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk mengungkap
maksudnya sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya.
d. Jika Al-Quran mengandung ayat-ayat mutasyabihat, maka untuk memahaminya diperlukan
cara penafsiran antara satu dengan yang lainnya. Hal ini memerlukan berbagai ilmu seperti
ilmu bahasa, gramatika, ma’ani, ushul fiqh dan sebagainya.[9])
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Muhkam merupakan ayat yang jelas maknanya, dan tidak memerlukan keterangan dari
ayat-ayat lain. Sedangkan Mutasyabih berarti ayat-ayat yang belum jelas maksudnya, dan
mempunyai banyak kemungkinan takwilnya, atau maknanya yang tersembunyi, dan
memerlukan keterangan tertentu, atau hanya Allah yang mengetahuinya

Sebab adanya ayat Mutasyabih ialah karena Allah SWT menjadikan demikian. Imam
Ar-Raghib Al- Asfihani dalam kitabnya Mufradatil Qur’an menyatakan bahwa sebab
adanya kesamaran dalam Alquran terdapat 3 hal, yaitu sebagai berikut:Kesamaran dari aspek
lafal saja, kesamaran dari aspek maknanya, kesamaran dari aspek lafal dan maknanya.

Manfaat adanya ayat muhkan dan mutasyabih diantaranya jika seluruh ayat Al-Qur’an
terdiri dari ayat-ayat muhkamat, maka akan sirnalah ujian keimanan dan amal karena
pengertian ayat yang jelas, Apabila seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan
padamlah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia

B. Saran

Bagi semua umat Islam, agar kiranya untuk lebih memahami ‘Ulumul Qur’an lebih
mendalam agar bertambah pula iman kita. Dan mengamalkan ajaran-ajaran yang terkandung
dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits.
DAFTAR PUSTAKA
Buku Pengantar Study Al-Quran Bpk Dr Abdul Hamid MA Hal 129
Anwar, Rosihon. 2012. Ulumul Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.

Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1993. Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta:Bulan Bintang.

Hermawan, Acep. 2011. Ulumul Quran. Bandung:Remaja Rosdakarya.

Jamil, Syaih Muhammad. 1995. Bagaimana Memahami Al-Quran. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.
Jalal, Abdul. 2008. Ulumul Qur’an. Surabaya: Dunia Ilmu.

Marzuki, Kamaluddin. 1992. Ulumul Qur’an. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mansyur, Kahar. 1992. Pokok-Pokok Ulumul Qur’an. Jakarta: Rineka cipta.

Wahid,Ramli Abdul. 1996. Ulumul ur’an. Jakarta: Raja Granfindo Persada

Shihab, Quraish. 1992. Membumikan al-Qur’an. Bandung: Mizan

[1] ) Rosihon Anwar, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2012, hlm. 121
[2] ) Kamaluddin Marzuki, Ulumul Qur’an, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992, hlm. 113
[3] ) Hasbi Ash-Shiddieqy, ilmu-ilmu Al-Qur’an, Jakarta:Bulan Bintang, 1993, hlm 166
[4]) Abdul Jalal, Ulumul Qur’an, Surabaya: Dunia Ilmu, 2008, hal. 239
[5]) Kahar mansyur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an,Jakarta: Rineka cipta, 1992, hlm. 125.

[6]) Acep Hermawan, Ulumul Quran, Bandung:Remaja Rosdakarya, 2011,hal. 146

[7] ) Ramli Abdul Wahid, Ulumul ur’an, Jakarta: Raja Granfindo Persada, 1996, hlm. 83.

[8]). Quraish Shihab, Membumikan Al-qur’an, Bandung: Mizan, 1992, hlm.90.


[9] ) Syaih
Muhammad Jamil, Bagaimana Memahami Al-Quran, Jakarta :Pustaka Al-Kautsar,
1995 hlm 121

Anda mungkin juga menyukai