Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MUHKAM DAN MUTASYABIH

Makalah ini disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ulumul Quran


Dosen pengampu : Ahmad Rizali Ilmi, MA

Di susun oleh:

Siti kholifah
Siti rahma

Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam

Fakultas ushuluddin adab dan dakwah

Institut Agama Islam Negeri

SAMARINDA

2016-2017
KATA PENGANTAR

Assalamuaalaikum.wr.wb.

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWTyang telah


melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayahNya sehingga Makalah Ulumul
Quran Muhkan-mutasyabih dapat diselesikan dengan benar dan baik.

Ucapan terimakasih tak lupa penyusun sampaikan kepada pihak yang


telah membantu kegiatan penyusunan makalah ini, hingga ada ditangan
pembaca.

Penyusun sadar atas banyak kekurangan dalam proses tersebut


sehingga kritik dan saran sangat penyusun harapkan guna kesempurnaan
makalah Ulumul Quran ini.

Demikian Karya Tulis Ilmiah ini, penyusun sampaikan semoga


bermanfaat bagi semua pihak.

Samarinda ,8 November 2016

Penyusun
I

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................i

DAFTAR ISI .................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .........................................................................................................1

A. Rumusan Masalah .....................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih..................................................................................2


B. Sebab-sebab terjadinya Tasyabuh dalam Al-Quran.............................................................3
C. Pandandan Ulama dalam Menghadapi Ayat-ayat Mutasyabih.............................................4
D. Hikmah Keberadaan Ayat-ayat Mutasyabihat dalam Al-Quran...........................................6
BAB III PENUTUP

B. Kesimpulan ..............................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al Quran adalah sebuah kitab suci yang menjadi landasan dasar


hukum dan tuntunan hidup bagi orang muslim. Adakalanya orang muslim
mendapati suatu masalah, maka mereka akan lari mencari jawabannya
didalam Al Quran. Perlu kita ketahui, bahwa ayat-ayat yang terkandung
dalam Al Quran adakalanya berbentuk lafadz, ungkapan, dan uslub yang
berbeda tetapi artinya tetap satu, sudah jelas maksudnya sehingga tidak
menimbulkan kekeliruan bagi orang yang membacanya. Disamping ayat
yang sudah jelas tersebut, ada lagi ayat-ayat Al Quran yang bersifat
umum dan samar-samar yang menimbulkan keraguan bagi yang
membacanya sehingga ayat yang seperti ini menimbulkan ijtihad bagi
para mujtahid untuk dapat mengembalikan kepada makna yang jelas dan
tegas.

Dari kedua pernyataan diatas dapat kita simpulkan, bahwa pada


kelompok ayat yang pertama, yang maksudnya sudah jelas itulah yang
disebut dengan Muhkam. Sedangkan pada kelompok ayat yang kedua
yang masih samar-samar maksudnya inilah yang disebut dengan
Mutasyabih. Kedua macam ayat inilah yang akan kami bahas pada
makalah kami pada kesempatan kali ini. Mudah-mudahan makalah yang
telah kami susun ini, dapat menarik minat baca serta menambah
wawasan ilmu pengetahuan bagi para pembaca. Kami sadar selaku
menusia, pasti ada kesalahan dan kekeliruan dalam pembuatan makalah
ini. Untuk itu dengan tangan terbuka kami siap menerima kritikan dan
saran dari Dosen Pembimbing pada khususnya dan para pembaca pada
umumnya.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka perlu kiranya penulis untuk merumuskan
masalah serta menjelaskan secara rinci mengenai :
1. Apakah pengertian Muhkam dan Mutasyabih ?
2. Apakah sebab sebab terjadinya tasyabuh ?
3. Bagaimana pandangan ulama dalam menghadapi ayat ayat
tasyabuh ?
4. Apa Hikmah keberadaan ayat Mutasyabihat dalam alquran ?
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MUHKAM DAN MUTASYABIH


a. Makna secara Lughawi (bahasa)
Muhkam secara lughawi berasal dari kata hakama. Kata hukm berarti
memutuskan antara dua hal atau lebih perkara, maka hakim adalah orang
yang mencegah yang zalim dan memisahkan dua pihak yang sedang
bertikai. Sedangkan muhkam adalah sesuatu yang dikokohkan, jelas, fasih
dan membedakan antara yang hak dan batil.
Mutasyabih secara lughawi berasal dari kata syabaha, yakni bila salah
satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Syubhah ialah keadaan di
mana satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena
adanya kemiripan di antara keduanya secara konkrit atau abstrak.

b. Makna secara Istilah


Banyak sekali pendapat para ulama tentang pengertian muhkam dan
mutasyabih, salah satunya al-Zarqani. Di antara definisi yang diberikan
Zarqani adalah sebagai berikut:

1). Muhkam ialah ayat-ayat yang jelas maksudnya lagi nyata yang tidak
mengandung kemungkinan nasakh. Mutasyabih ialah ayat yang
tersembunyi (maknanya), tidak diketahui maknanya baik secara aqli
maupun naqli, dan inilah ayat-ayat yang hanya Allah mengetahuinya,
seperti datangnya hari kiamat, huruf-huruf yang terputus-putus di awal
surat (fawatih al-suwar). Pendapat ini dibangsakan al-Lusi kepada
pemimpin-pemimpin mazhab Hanafi.

2). Muhkam ialah ayat-ayat yang diketahui maksudnya, baik secara


nyata maupun melalui takwil. Mutasyabih ialah ayat-ayat yang hanya
Allah yang mengetahui maksudnya, seperti datang hari kiamat, keluarnya
dajjal, huruf-huruf yang terputus-putus di awal-awal surat (fawatih al-
suwar) pendapat ini dibangsakan kepada ahli sunah sebagai pendapat
yang terpilih di kalangan mereka.

3). Muhkam ialah ayat-ayat yang tidak mengandung kecuali satu


kemungkinan makna takwil. Mutasyabih ialah ayat-ayat yang
mengandung banyak kemungkinan makna takwil. Pendapat ini
dibangsakan kepada Ibnu Abbas dan kebanyakan ahli ushul fikih
mengikutinya.
4). Muhkam ialah ayat yang berdiri sendiri dan tidak memerlukan
keterangan. Mutasyabih ialah ayat yang tidak berdiri sendiri, tetapi
memerlukan keterangan tertentu dan kali yang lain diterangkan dengan
ayat atau keterangan yang lain pula karena terjadinya perbedaan dalam
menakwilnya. Pendapat ini diceritakan dari Imam Ahmad. r.a.

5). Muhkam ialah ayat yang seksama susunan dan urutannya yang
membawa kepada kebangkitan makna yang tepat tanpa pertentangan.
Mutasyabih ialah ayat yang makna seharusnya tidak terjangkau dari segi
bahasa kecuali bila ada bersamanya indikasi atau melalui konteksnya.
Lafal musytarak masuk ke dalam mutasyabih menurut pengertian ini.
Pendapat ini dibangsakan kepada Imam Al-Haramain.

6). Muhkam ialah ayat yang jelas maknanya dan tidak masuk
kepadanya isykal (kepelikan). Mutasyabih ialah lawannya muhkam atas
ism-ism (kata-kata benda) musytarak dan lafal-lafalnya mubhamah
(samar-samar). Ini adalah pendapat al-Thibi.

7). Muhkam ialah ayat yang ditunjukkan makna kuat, yaitu lafal nash
dan lafal zahir. Mutasyabih ialah ayat yang ditunjukkan maknanya tidak
kuat, yaitu lafal mujmal, muawwal, dan musykil. Pendapat ini dibangsakan
kepada Imam al-Razi dan banyak peneliti yang memilihnya.

Subhi ash-Shalih merangkum pendapat ulama dan menyimpulkan bahwa


muhkam adalah ayat-ayat yang bermakna jelas. Sedangkan mutasyabih
adalah ayat yang maknanya tidak jelas, dan untuk memastikan
pengertiannya tidak ditemukan dalil yang kuat.

B. SEBAB SEBAB TERJADINYA TASYABUH DALAM ALQURAN

Ahmad Syadali dan Ahmad Rofii meringkas ada 3 sebab terjadinya


tasyabuh dalam Al-Quran.

a. Disebabkan oleh ketersembunyian pada lafal

Contoh: Q.S. Abasa [80]: 31



Artinya: Dan buah-buahan serta rumput-rumputan.

Lafal di sini mutasyabih karena ganjilnya dan jarangnya digunakan.


kata diartikan rumput-rumputan berdasarkan pemahaman dari ayat
berikutnya :

Q.S. Abasa [80]: 32 yang berbunyi:





Artinya: Untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.
Ar-Raghib al-Asfhani membagi mutasyabihat dari segi lafal menjadi
dua, yaitu mufrad dan murakkab. Mutasyabih lafal mufrad adalah
tinjauan dari segi kegaribannya, seperti kata yaziffun, al-abu; Isytirak,
seperti kata al-yadu, al-yamin.

Tinjauan lafal murakkab berfaedah untuk meringkas kalam, seperti:


wa in khiftum alla tuqsitu fil yatama fankhihu ma taba lakum...., untuk
meluruskan kalam, seperti: laisa kamis|lihi syaiun, untuk mengatur
kalam, seperti: anzala ala abdihil kitaba walam yajal lahu iwaja.

b. Disebabkan oleh ketersembunyian pada makna

Terdapat pada ayat-ayat mutasyabihat tentang sifat-sifat Allah swt. dan


berita gaib.

Contoh: Q.S. al-Fath} [48]: 10.

...
..
Artinya: ...tangan Allah di atas tangan mereka....

c. Disebabkan oleh ketersembunyian pada makna dan lafal


terkadang adanya ayat mutasyabihat terjadi disebabkan kesamaran dan
lafal dan makna ayat ayat itu. contohnya, ayat 189 surat Al Baqarah









Artinya : Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi
kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa.

Orang yang tidak mengetahui adat-istiadat bangsa arab pada masa jahiliyah, tidak
akan paham terhadap maksud ayat tersebut. Sebab, kesamaran dalam ayat tersebut
terjadi pada lafalnya, karena terlalu ringkas, juga terjadi pula pada maknanya,
karena termasuk adat kebiasaan khusus orang arab, yang tidak mudah diketahui
oleh bangsa bangsa lain.
Jika ayat tersebut diperluas sedikit dengan ditambah ungkapan in kuntum
muhrabaini bihajji au umratin (Jika kalian sedang melakukan ihram untuk haji atau
untuk umrah) tentulah maksud ayat tersebut akan mudah dimengerti. Apalagi bila
orang yang sudah mengetahyui berbagai syarat dan rukun ihram, sehingga tidak aka
ada masalah lagi baginya.

C. PANDANGAN ULAMA DALAM MENGHADAPI AYAT AYAT MUTASYABIH

Dalam Al-Quran sering kita temui ayat-ayat mutasyabihat yang


menjelaskan tentang sifat-sifat Allah. Contohnya Surah ar-Rahman [55]:
27:





Artinya: Dan kekallah wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan
kemuliaan.
Atau dalam Q.S. Taha [20]: 5 Allah berfirman :




Artinya: (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas
'Arsy.

Dalam hal ini, Subhi al-Shalih membedakan pendapat ulama ke dalam dua
mazhab.:









"Dia yang telah menurunkan kepada engkau sebuah Kitab, sebahagian
daripadanya adalah ayat-ayat yang muhkam, yaitulah Ibu dari Kitab, dan
yang lain adalah (ayat-ayat) yang mutasyabih. " (QS : Ali Imron 7).

a. Mazhab Salaf, yaitu orang-orang yang mempercayai dan mengimani


sifat-sifat mutasyabih itu dan menyerahkan hakikatnya kepada Allah
sendiri. Mereka mensucikan Allah dari pengertian-pengertian lahir
yang mustahil ini bagi Allah dan mengimaninya sebagaimana yang
diterangkan Al-Quran serta menyerahkan urusan mengetahui
hakikatnya kepada Allah sendiri. Karena mereka menyerahkan
urusan mengetahui hakikat maksud ayat-ayat ini kepada Allah,
mereka disebut pula mazhab Mufawwidah atau Tafwid
(menyerahkan kepada Allah). Ketika Imam Malik ditanya tentang
makna istiwa`, dia berkata:






.
Artinya: Istiwa` itu maklum, caranya tidak diketahui (majhul),
mempertanyakannya bidah (mengada-ada), saya duga engkau ini orang
jahat. Keluarkan olehmu orang ini dari majlis saya.

Maksudnya, makna lahir dari kata istiwa jelas diketahui oleh setiap orang.
akan tetapi, pengertian yang demikian secara pasti bukan dimaksudkan
oleh ayat. sebab, pengertian yang demikian membawa kepada asyabih
(penyerupaan Tuhan dengan sesuatu) yang mustahil bagi Allah. karena
itu, bagaimana cara istiwa di sini Allah tidak di ketahui. selanjutnya,
mempertanyakannya untuk mengetahui maksud yang sebenarnya
menurut syariat dipandang bidah (mengada-ada).

Kesahihan mazhab ini juga didukung oleh riwayat tentang qiraat Ibnu
Abbas.








Artinya: Dan tidak mengetahui takwilnya kecuali Allah dan berkata orang-
orang yang mendalam ilmunya, kami mempercayai. (dikeluarkan oleh
Abd. al-Razzaq dalam tafsirnya dari al-Hakim dalam mustadraknya).

b. Mazhab Khalaf, yaitu ulama yang menakwilkan lafal yang makna


lahirnya mustahil kepada makna yang laik dengan zat Allah, karena
itu mereka disebut pula Muawwilah atau Mazhab Takwil. Mereka
memaknai istiwa` dengan ketinggian yang abstrak, berupa
pengendalian Allah terhadap alam ini tanpa merasa kepayahan.
Kedatangan Allah diartikan dengan kedatangan perintahnya, Allah
berada di atas hamba-Nya dengan Allah Maha Tinggi, bukan berada
di suatu tempat, sisi Allah dengan hak Allah, wajah dengan zat
mata dengan pengawasan, tangan dengan kekuasaan, dan
diri dengan siksa. Demikian sistem penafsiran ayat-ayat
mutasyabihat yang ditempuh oleh ulama Khalaf.

Alasan mereka berani menafsirkan ayat-ayat mutasyabihat, menurut


mereka, suatu hal yang harus dilakukan adalah memalngkan lafal dari
keadaan kehampaan yang mengakibatkan kebingungan manusia karena
membiarkan lafal terlantar tak bermakna. Selama mungkin mentakwil
kalam Allah dengan makna yang benar, maka nalar mengharuskan untuk
melakukannya.

Kelompok ini, selain didukung oleh argumen aqli (akal), mereka juga
mengemukakan dalil naqli berupa atsar sahabat, salah satunya adalah
hadis riwayat Ibnu al-Mundzir yang berbunyi:





) :
:
(


() .


Artinya: dari Ibnu Abbas tentang firman Allah: : Dan tidak mengetahui
takwilnya kecuali Allah dan orang-orang yang mendalam ilmunya.
Berkata Ibnu Abbas:saya adalah di antara orang yang mengetahui
takwilnya.(H.R. Ibnu al-Mundzir)

Disamping dua mazhab di atas, ternyata menurut as-Suyuti bahwa Ibnu


Daqiq al-Id mengemukakan pendapat yang menengahi kedua mazhab di
atas. Ibnu Daqiqi al-Id berpendapat bahwa jika takwil itu jauh maka kita
tawaqquf (tidak memutuskan). Kita menyakini maknanya menurut cara
yang dimaksudkan serta mensucikan Tuhan dari semua yang tidak laik
bagi-Nya.

Adapun penulis makalah ini sendiri lebih sepakat dengan mazhab kedua,
mazhab khalaf. Karena pendapat mazhab khalaf lebih dapat memenuhi
tuntutan kebutuhan intelektual yang semakin hari semakin berkembang,
dengan syarat penakwilan harus di lakukan oleh orang-orang yang benar-
benar tahu isi Al-Quran, atau dalam bahasa Al-Quran adalah ar-
rasikhuna fil ilmi dan dikuatkan oleh doa nabi kepada Ibnu Abbas.
Sejalan dengan ini, para ulama menyebutkan bahwa mazhab salaf
dikatakan lebih aman karena tidak dikhawatirkan jatuh ke dalam
penafsiran dan penakwilan yang menurut Tuhan salah. Mazhab khalaf
dikatakan lebih selamat karena dapat mempertahankan pendapatnya
dengan argumen aqli.

D. HIKMAH KEBERADAAN AYAT-AYAT MUTASYABIHAT DALAM Al-QURAN


Para Ulama telah banyak mengkaji hikmah dan rahasia keberadaan ayat-ayat baik Muhkam
maupun mutasyabihat dalam Al-Quran empat di antaranya disebutkan oleh Al-Suyuthi
dalam kitabnya Al-Itqan.
1. Ayat-ayat mutasyabihat ini mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk
mengungkap maksudnya sehingga menambah pahala bagi orang yang mengkajinya.
2. Sekiranya Al-Quran seluruhnya muhkam tentunya hanya ada satu mazhab.
Sebab ,kejelasannya akan membatalkan semua mazhab di luarnya. Sedangkan yang demikian
tidak dapat diterima semua mazhab dan tidak memanfaatkannya.Akan tetapi jika Al-Quran
mengandung muhkam dan mutasyabih maka masing-masing dari penganut mazhab akan
mendapatkan dalil yang menguatkan pendapatnya.Selanjutnya ,semua penganut mazhab akan
memperhatikan dan merenungkannya .Sekiranya mereka terus menggalinya maka ayat-ayat
Muhkamat menjadi penafsirnya.
3. Jika Al-Quran Mengandung ayat-ayat mutasyabihat ,maka untuk memahaminya
diperlukan cara penafsiran dan tajrih antar satu dengan lainnya.Hal ini memerlukan berbagai
ilmu ,seperti ilmu bahasa ,gramatika, maani, ilmu bayan,ushul fiqih dan sebagainya.
Sekiranya hal itu tidak demikian sudah barang tentu ilmu ilmu tersebut tidak muncul.
4. Al-Quran berisi dawah terhadap orang- orang tertentu dan umum.Orang-orang
awam biasanya tidak menyukai hal hal yang bersifat abstrak.Jika mereka mendengar
pertama kalinya tentang sesuatu wujud tetapi tidak berwujud fisik dan berbentuk,mereka
menyangka bahwa hal itu tidak benar ada dan akhirnya mereka terjerumus ke dalam tathil
(peniadaan sifat-sifat Allah). Karena itu, sebaiknyalah kepada mereka disampaikan lafal-lafal
yang menunjukkan pengertian- pengertian yang sesuai dengan imajinasi dan khayal
mereka.Ketika itu bercampur antara kebenaran empirik dan hakikat. Bagian pertama adalah
ayat-ayat mutasyabihat yang dengannya mereka diajak bicara pada tahap permulaan. Pada
akhirnya, bagian kedua berupa ayat-ayat muhkamat menyingkapkan hakikat sebenarnya.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun yang dapat Di simpulkan dari penulisan makalah ini adalah:

1. Muhkam adalah ayat yang sudah jelas maksudnya ketika kita


membacanya, sehingga tidak menimbulkan keraguan dan memerlukan
pentakwilan. Sedangkan mutasyabih adalah ayat-ayat yang perlu
ditakwilkan, dan setelah ditakwilkan baru kita dapat memahami tentang
maksud ayat-ayat itu.
2. Sebab sebab terjadinya tasabuh didalam alquran ada 3 :
Disebabkan oleh ketersembunyian pada lafal, Disebabkan oleh
ketersembunyian pada makna, dan Disebabkan oleh ketersembunyian
pada makna dan lafal.
3. Ayat-ayat mutasyabih adalah merupakan salah satu kajian dalam al-
quran yang para ulama menilainya dengan alasannya masing-masing
menjadi dua macam, yaitu pendapat ulama Salaf dan Khalaf.
4. Salah satu hikmah dari ayat ayat mutasyabihat adalah Ayat-ayat
mutasyabihat ini mengharuskan upaya yang lebih banyak untuk
mengungkap maksudnya sehingga menambah pahala bagi orang yang
mengkajinya.

B. Saran
Ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih adalah dua hal yang saling melengkapi dalam Al-Quran.
Muhkam sebagai ayat yang tersurat merupakan bukti bahwa Al-Quran berfungsi sebagai
bayan (penjelas) dan hudan (petunjuk). Mutasyabih sebagai ayat yang tersirat merupakan
bukti bahwa Al-Quran berfungsi sebagai mukjizat dan kitab sastra terbesar sepanjang sejarah
manusia yang tidak akan habis-habisnya untuk dikaji dan di teliti. Sebagai ummat Islam
hendaknya kita lebih merenungi lagi maksud-maksud Allah menurunkan ayat-ayat tersebut
dalam bentuk yang berlainan. Dan menjadikannya pedoman dalam seiap langkah kita.

DAFTAR PUSTAKA

Chirzin , Muhammad. 2003. Al-Quran dan Ulumul Quran. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Prima Yasa
Syadali , Ahmad dkk . 2000. Ulumul Quran I. Bandung: CV. Pustaka setia
Djalal , Abdul. 2000. Ulumul Quran .Surabaya : Dunia Ilmu
http://agus-makalah.blogspot.com/2009/11/muhkam-muatasyabih.html
http://siratullah186.wordpress.com/2009/12/30/muhkam-dan-mutasyabih/

http://soni69.tripod.com/istiwa.htm

Anda mungkin juga menyukai