Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH ULUMUL QUR’AN

TAFSIR AL-MISBAH

DISUSUN OLEH :

NAMA : M. ADI YUDHA NUGRAHA

NIM : 23051030195

DOSEN PENGAMPU : YUSIDA FITRIYATI,M.Ag

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN AKADEMIK 2023/2024


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang
"Tafsir Al-Misbah ".

Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak
akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.

Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan,


baik dari penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam karya ilmiah ini.
Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki Makalah ini.

Kami berharap semoga karya ilmiah yang kami susun ini memberikan
manfaat dan juga inspirasi untuk pembaca.

Palembang, 17 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

A. Jenis Tafsir Al-Misbah Menurut Quraish Shihab ........................................ 3

B. Metode Dan Corak Tafsir Al-Misbah Quraish Shihab. ............................... 4

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 11

A. Kesimpulan ................................................................................................ 11

B. Saran ........................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebenarnya, usaha untuk menafsirkan dan menjelaskan ayat-ayat al-
Qur'an telah ada sejak masa Nabi Muhammad saw. Hal ini bisa dilihat,
misalnya, ketika para sahabat membutuhkan penjelasan tentang ayat-ayat al-
Qur‟an yang tidak dipahaminya, maka mereka tinggal menanyakannya secara
langsung kepada Nabi Muhammad saw, dan Nabi pun kemudian menjelaskan
ayat-ayat tersebut. Sejalan dengan kebutuhan umat Islam untuk mengetahui
seluruh segi kandungan al-Qur‟an serta intensitas perhatian para ulama‟
terhadap tafsir alQur‟an, maka bermunculanlah berbagai kitab atau penafsiran
yang beraneka ragam coraknya, baik pada masa ulama‟ salaf maupun khalaf,
sampai seperti sekarang ini.
Keragaman itu ditunjang oleh al-Qur‟an, yang keadaannya seperti
dikatakan oleh Abdullah Darraz dalam An-Naba‟ al-Azhim: “Apabila anda
membaca al-Qur‟an, maknanya akan jelas dihadapan anda. Tetapi bila anda
membacanya sekali lagi, akan anda temukan pula makna-makna lain yang
berbeda dengan makna-makna sebelumnya. Demikian seterusnya, sampai-
sampai anda (dapat) menemukan kalimat atau kata yang mempunyai arti
bermacam-macam, semuanya benar atau mungkin benar. (ayat-ayat al-
Qur‟an)… bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya yang
berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut yang lain, dan tidak
mustahil jika anda mempersilahkan orang lain memandangnya, maka ia akan
melihat lebih banyak dari apa yang anda lihat”.
Pendapat ini diperkuat oleh Muhammad Arkoun, salah seorang pemikir
alJazair kontemporer, yang menyatakan sebagai berikut: “Al-Qur‟an
memberikan kemungkinan arti yang tidak terbatas… Kesan yang diberikannya
mengenai pemikiran dan penjelasan berada pada tingkat wujud mutlak…
Dengan demikian, ayat-ayatnya selalu terbuka (untuk interpretasi baru), tidak
pernah pasti dan tertutup dalam interpretasi tunggal”.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis tafsir al-misbah menurut Quraish Shihab?
2. Bagaimana metode dan corak tafsir al-misbah Quraish Shihab?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui jenis tafsir al-misbah menurut Quraish Shihab.
2. Untuk mengetahui metode dan corak tafsir al-misbah Quraish
Shihab.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis Tafsir Al-Misbah Menurut Quraish Shihab
Secara umum, ada lima sumber utama penafsiran yaitu: (1) Al-Qur`an, (2)
Sunnah yang shahih, (3) pendapat sahabat dan tabi‟in yang valid dan dapat
dipertanggungjawabkan, (4) kaidah bahasa Arab yang disepakati mayoritas
ahli bahasa, (5) ijtihad (rasio) yang berbasis pada data, kaidah, teori dan
argumen yang dapat dipertangung-jawabkan secara ilmiah.
Kelima sumber tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua: bi al-ma‟tsuri
yang lebih mendasarkan pada sumber 1 sampai dengan 3; dan bi al-ra‟yi yang
lebih mendasarkan pada sumber 4 dan 5 di atas. Berdasarkan dua kelompok
sumber penafsiran tersebut, tafsir terdiri dari dua bentuk yaitu tafsir bi al-
ma‟tsuri dan tafsir bi al-ra‟yi.1
Tafsir bi al-ma‟tsur adalah tafsir yang lebih mendasarkan pada atsar-atsar
atau riwayat-riwayat baik dari Nabi, shahabat dan maupun tabi‟in. Bentuk atau
jenis tafsir ini juga dikenal sebagai tafsir bi al-riwayah. Beberapa pakar ilmu
al-Qur‟an mendefinisikan tafsir bi al-ma‟tsuri secara lebih ketat. Dalam
definisi yang lebih ketat, tafsir bi al-ma‟tsur adalah tafsir yang didasarkan
pada ayat-ayat atau hadis-hadis yang secara jelas ditunjukkan oleh Nabi Saw
sebagai penjelas atas ayat yang dijelaskan. Jika penjelasan keterkaitan ayat
tersebut sebatas ditunjukkan oleh para ulama maka masih termasuk kategori
tafsir bi al-ra‟yi.
Tafsir bi al-ra‟yi adalah tasfir yang penafsirannya lebih mendasarkan pada
pemikiran (ijtihad) mufassir dan hasil-hasil pemikiran ulama generasi setelah
tabi‟in. Pada awalnya tafsir bi al-ra‟yi dipicu oleh perselisihan dan persaingan
antar mazhab yang berkembang pada 2 abad pertama Hijriyah. Masing-masing
mazhab meyakinkan pengikutnya dengan mengembangkan faham mereka,
termasuk dalam bidang tafsir. Mereka menafsirkan sesuai dengan keyakinan
yang mereka anut. Tafsir-tafsir yang didasarkan dari hasil ijtihad sendiri maka

1
Baidan, N., & Aziz, E. (2016). Metodologi Khusus Penelitian Tafsir. Pustaka Pelajar

3
tafsir tersebut disebut sebagai tafsir bi al-ra‟yu. Tetapi dalam era modern dan
kontemporer bias mazhab pada tafsir bi al-ra‟yi sudah sangat diminimalisir,
terlebih ketika kaidah-kaidah ilmiah sudah mulai diterapkan.
Tafsir Al-Mishbah banyak merujuk pada karya-karya tafsir sebelumnya
dan dari berbagai mazhab, tidak terbatas pada tafsir-tafsir Sunni tetapi juga
tafsir Mu‟tazilah dan Syi‟ah. Selain itu, tafsir al-Mishbah juga sangat kuat
memperhatikan kondisi sosio-kultural masyarakat saat ini. Dengan demikian,
tafsir al-Mishbah adalah tafsir yang lebih mendasarkan sumber penafsirannya
pada al-ra‟yu, sehingga tafsirnya lebih tepat disebut sebagai tafsir bi al-ra‟yi
ketimbang tafsir bi al-ma‟tsur.

B. Metode Dan Corak Tafsir Al-Misbah Quraish Shihab.


Tafsir al-Misbah adalahkarya monumental Muhammad Quraish Shihab
dan diterbitkan oleh Lentera Hati. Tafsir al-Misbah merupakan tefsir al-
Qur‟an lengkap 30 juz pertama dalam 30 terakhir, al- Misbah adalah tafsir
dengan perkembangan mutakhir dalam pendekatan terhadap Al- Qur‟an
disbanding dengan tafsir klasik lainnya. Makna Misbah berarti lampu pemberi
terang, yang hadir dengan sentuhan kalimat dari penafsirannya yang tidak
diragukan lagi kredibilitas ke-Ilmuan Tafsirnya.
Dalam tafsir al-Misbah Quraish Shihab menampilkan gaya melalui
penjelasan diawali pengertian kata perkata bahasa Arab yang kaya makna,
kemudian mengidentifikasi makna kata-kata al-Qur‟an dari segi
penanamannya.
Al-Misbah berarti “lampu, pelita, atau lentera”, yang mengidentifikasi
makna kehidupan dan berbagai persoalan umat diterangi oleh cahaya al-
Qur‟an.Penulisnya menciptakan al-Qur‟an agar semakin membumidan mudah
dipahami.2
Ada beberapa prinsip yang dipegangi oleh M. Quraish Shihab dalam
karya tafsirnya, baik tahlili maupun mauwdhu‟i, diantaranya bahwa al-Qur‟an
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Dalam al-Misbah, dia tidak

2
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung: Mizan, 1996), h. 8

4
pernah luput dari pembahasan ilmu al- Munasabat yang tercermin dalam enam
hal yaitu: pertama, keserasian kata demi kata dalam satu surah,
kedua,keserasian kandungn ayat dengan penutup ayat (fawashil), ketiga,
keserasian hubungan ayat dengan ayat berikutnya, keempat, keserasian uraian
awal/mukadimah satu surah dengan penutupnya, kelima,keserasian penutup
surah dengan uraian awal/mukadimah surah sesudahnya, keenam, keserasian
tema surah dengan nama surah.
Penentuan tema pokok/tujuan surah dan Pengelompokkan ayat
Pada setiap awal pembahasan setiap surat, Quraish Shihab memberikan
penjelesan umum tentang surat yang akan dibahas. Dalam bagian ini juga
dijelaskan keterkaitannya dengan surat sebelumnya yang telah dibahas.
Quraish Shihab meyakini bahwa setiap surat memiliki tujuan utama dan tema
besar. Quraish Shihab menyatakan bahwa satu surah alQur‟an, walaupun
berbeda-beda persoalan yang dipaparkan-nya, sebenarnya dihimpun oleh satu
tema besar.
Penafsiran Bahasa dan Sosio-Historis Tafsir al-Mishbah tergolong
sebagai tafsir era modern, yang kandungannya menitik beratkan kepada
masalahmasalah sosial masa kini. Meski demikian, tafsir Al-Mishbah tetap
memperhatikan makna tekstualitas ayat, bahkan hampir setiap kata di dalam
al-Qur‟an diuraikan dengan rinci. Menurut hemat penulis, tafsir Al-Mishbah
adalah satusatunya tafsir Nusantara, yang di dalamnya menjelaskan kata demi
kata secara rinci dan gamblang. Tidak ada tafsir Nusantara sebelum tafsir Al-
Mishbah yang menjelaskan kata per kata secara rinci dan menyeluruh. Sebagai
contoh, ketika menjelaskan makna ba yang dibaca bi pada bismillah, Quraish
tidak berhenti pada makna kamus bi yang berati „dengan‟. Menurut Quraish,
ba (atau dibaca bi) yang diterjemahkan dengan kata dengan mengandung satu
kata atau kalimat yang tidak terucapkan tetapi harus terlintas di dalam benak
ketika mengucapkan Basmalah, yaitu kata “memulai”, sehingga Bismillah
berarti “Saya atau Kami memulai apa yang kami kerjakan ini – dalam konteks
surah ini adalah membaca ayat-ayat al-Qur‟an – dengan nama Allah.

5
Sang pengucap harus menyadari bahwa tanpa kekuasaan Allah dan
pertolongan-Nya apa yang sedang dikerjakannya tidak akan berhasil. Dengan
menghayati makna seperi hal tersebut, ia akan menyadari kelemahan dan
keterbatasan dirinya tetapi di sisi lain memiliki keyakinan bahwa pertolongan
Allah akan memudahkan segalanya. Pemaknaan yang sangat luas dan dalam
seperti hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh penafsir yang memiliki
pengetahuan bahasa al-Qur‟an yang luas dan penghayatan yang dalam.
Interpretasinya tidak terbatas pada aspek lingustik melainkan diperdalam
dengan interpretasi sosio-historis dan kemudian interpretasi kontekstualitas
hari ini. Interpretasi linguistik bermakna bahwa pertama-tama data yang
dipakai adalah data linguistis sebagaimana tertulis dengan memanfaatkan
pengertian-pengertian dan kaidah-kaidah bahasa Arab. Interpretasi lingusitik
dilanjutkan dengan interpretasi sosio historis. Dalam interpretasi ini, data
ditafsirkan dengan menggunakan data sejarah berkenaan dengen kehidupan
masyarakat Arab dan tetangganya semasa al- Qur‟an diturunkan. Sampai di
sini, ide pokok surat dan ayat diperoleh. Kemudian ide pokok tersebut
diintegrasikan dengan temuan-temuan baru sehingga pembacaan al-Qur‟an
menemukan relevansinya dengan kebutuhan dan kehidupan masyarakat.
Dalam interpretasi sosio historis, data ditafsirkan dengan menggunakan data
sejarah berkenaan dengen kehidupan masyarakat Makkah dan Madinah serta
kondisi soisal-kultural masyarakat Arab secara umum semasa alQur‟an
diturunkan. Termasuk di sini, riwayat yang berkenaan dengan sebab turunnya
al-Qur‟an. Penggunaan unsur ini mengacu kepada kenyataan bahwa ayat-ayat
al-Qur‟an ada yang diturunkan berkenaan dengan kasus-kasus yang terjadi
baik sebelum ataupun sesudah ayat bersangkutan diturunkan atau berkenaan
dengan keadaan masyarakat ketika itu.
Penafsiran rasional, sosio-kultural dan kontekstual Dalam banyak ayat,
Quraish Shihab memperlihatkan bahwa tafsirnya sangat kuat dalam
penggunaan akal dan mempertimbangkan kondisi sosio-kultural masyarakat
dan konteks kekinian. Misalnya, ketika menafsirkan tentang kewajiban
memakai jilbab, Quraish Shihab banyak mengutip tafsir dari para mufassir

6
terdahulu, antara lain: tafsir al-Manar karya Muhammad Abduh dan Rasyid
Ridha, tafsir Ibn Asyur, tafsir Mizan dari Thabathaba‟i, dan tafsir al-Biqa‟i.
Quraish Shihab menunjukkan bahwa para ulama masih berbeda pendapat
tentang batas-batas bagian tubuh yang harus tertutup. Berkenaan dengan
beragamnya pendapat ulama tentang jilbab, Quraish Shihab berpendapat
bahwa masing-masing penganut pendapat di atas sebatas menggunakan logika
dan kecenderungannya serta dipengaruhi secara sadar atau tidak dengan
perkembangan dan kondisi sosial masyarakatnya. Batas aurat wanita tidaklah
secara jelas ditegaskan dalam ayat tersebut. Sehingga ayat tersebut tidak
seharusnya menjadi dasar yang digunakan untuk menetapkan batas aurat
wanita.3
Dengan kata lain, menurut Quraish Shihab, terjadinya perbedan antar
para ulama (secara tidak langsung) menunjukkan bahwa ayat di atas tidaklah
memerintah wanita untuk memakai jilbab. Jika wajib mutlak seharusnya tidak
akan ada perbedaan interpretasi dari para ulama. Ini salah satu contoh
penafsiran rasional dari Quraish Shihab
Sedangkan dari segi corak, tafsir al-Misbah ini lebih cenderung kepada
corak sastra budaya dan kemasyarakatan (al-adabi al-ijtima'i), yaitu corak
tafsir yang berusaha memahami nash-nash al-Qur'an dengan cara pertama dan
utama mengemukakan ungkapan-ungkapan al-Qur'an secara teliti, selanjutnya
menjelaskan makna-makna yang dimaksud oleh al-Qur'an tersebut dengan
bahasa yang indah dan menarik, kemudian seorang mufasir berusaha
menghuhungkan nashnash al-Qur'an yang dikaji dengan kenyataan social dan
sistem budaya yang ada.
Corak tafsir ini merupakan corak baru yang menarik pembaca dan
menumbuhkan kecintaan kepada al-Qur'an serta memotivasi untuk menggali
makna-makna dan rahasia-rahasia al-Qur'an. Menurut Muhammad Husain
alDhahabi, bahwa corak penafsiran ini terlepas dari kekurangannya berusaha
mengemukakan keindahan bahasa (balaghah) dan kemukjizatan al-Qur'an,

3
Yusuf Budiana, Kekhasan Manhaj Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab. Jurnal
Iman dan Spiritualitas. Vol 1, No 1, 2021, pp. 85-91 http://doi.org/10.15575/jis.v1i1.11497

7
menjelaskan makna-makna dan saran-saran yang dituju oleh al-Qur'an,
mengungkapkan hukum-hukum alam yang agung dan tatanan kemasyarakatan
yang dikandungnya membantu memecahkan segala problema yang dihadapi
umat Islam khususnya dan umat manusia pada umumnya melalui petunjuk dan
ajaran al-Qur'an untuk mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat dan
berusaha menemukan antara al-Qur'an dengan teori-teori ilmiah.
Setidaknya ada tiga karakter yang harus dimiliki oleh sebuah karya tafsir
bercorak sastra budaya dan kemasyarakatan. Pertama, menjelaskan petunjuk
ayat al-Qur'an yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat dan
menjelaskan bahwa al-Qur'an itu kitab suci yang kekal sepanjang zaman.
Kedua, penjelasanpenjelasan lebih tertuju pada penanggulangan penyakit dan
masalah-masalah yang sedang mengemuka dalam masyarakat. Ketiga,
disajikan dengan bahasa yang mudah dipahami dan indah didengar. Tafsir Al-
Misbah karya Quraish Shihab ini nampaknya memenuhi ketiga persyarakat
tersebut. Sehubungan dengan karakter yang disebut pertama, misalnya, tafsir
ini selalu menghadirkan akan petunjuk dengan menghubungkan kehidupan
masyarakat dan menjelaskan bahwa al-Qur'an itu kitab suci yang kekal
sepanjang zaman, seperti yang telah ditafsirkan pada surat al-Mu'minun 5-7
sebagai berikut: “Budak-budak wanita yang tersebut di atas, kini tidak ada lagi
pembantu-pembantu rumah tangga atau tenaga kerja wanita yang bekerja atau
dipekerjakan di dalam, atau diluar negeri, sama sekali tidak dapat
dipersamakan dengan budak-budak pada masa itu, ini karena Islam hanya
merestui ada perbudakan melalui perang, itupun jika peperangan itu perang
agama dan musuh menjadi tawanan kaum muslimin menjadi budak-budak.
Sedangkan pada pekerjaan wanita itu adalah manusia-manusia merdeka,
kendati mereka miskin dan butuh pekerjaan.
Disisi lain, walau perbudakan secara resmi tidak dikenal lagi oleh umat
manusia dewasa ini, namun itu bukan berarti ayat di atas dan semacamnya,
tidak relevan lagi ini karena al-Qur'an diturunkan tidak hanya untuk putra
putri abad lalu, tetapi ia diturunkan untuk umat manusia sejak abad ke VI
sampai akhir zaman. Semua diberi petunjuk dan semuanya dapat menimba

8
petunjuk sesuai dengan kebutuhan dan kebutuhan zamannya. Masyarakat abad
ke VI menemukan budak-budak wanita, dan bagi mereka lantunan ini
diberikan. Al-Qur'an akan terasa kurang oleh mereka, jika petunjuk ayat ini
tidak mereka temukan. Di lain segi kita tidak tahu perkembangan yang belum
dapat kita jaga dewasa ini, ayat-ayat ini atau jiwa petunjuknya dapat mereka
jadi rujukan dan kehidupan mereka”.4
Dari kutipan yang panjang di atas, jelas sekali bahwa Quraish Shihab
tidak menginginkan adanya anggapan bahwa kitab suci al-Qur'an menjadi
petunjuk hanya sewaktu saja. Disini M. Quraish Shihab membedakan antara
budak dengan pembantu rumah tangga yang dipekerjakan di dalam atau diluar
negeri. Quraish Shihab menjelaskan walaupun sekarang sudah tidak ada budak
bukan berarti ayat ini sudah tidak relevan lagi. Lagi-lagi, dapat saya katakan di
sini bahwa corak tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab bercorak adabi
ijtima‟i, yaitu corak tafsir yang lebih mengedepankan sastra budaya dan
kemasyarakatan.
Sementara itu, dari aspek sumber penafsiran dalam tafsir al-Misbah,
Quraish menggunakan sumber tafsir bi al-ra‟y. Kesimpulan yang seperti ini
dapat dilihat dari pernyataan penulisannya yang mengungkapkan pada akhir
“sekapur sirih” yang merupakan sambutan dari karya ini. Mengenai hal ini
beliau menulis: “Akhirnya, penulis merasa sangat perlu menyampaikan
kepada pembaca bahwa apa yang dihidangkan disini bukan sepenuhnya ijtihad
penulis. Hasil ulama terdahulu dan kontemporer, serta pandangan-pandangan
mereka sungguh penulis nukil, khususnya pandangan pakar tafsir Ibrahim
Umar al-Biqa‟i (W 885 H/1480 M), demikian juga karya tafsir tertinggi al-
Azhar dewasa ini. Sayyid Muhammad Thanthawi, Syeikh Mutawalli al-
Sya‟rawi dan tidak ketinggalan pula Sayyid Quttub, Muhammad Thahir Ibn

4
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan Kesan dan Keserasian alQur’an, Volume
15 (Jakarta: Lentera Hati, 2006), cet. VII, h. 157-158

9
As-Ssyur, Sayyid Muhammad Husein Thobathoba‟i dan beberapa pakar tafsir
lainnya”.5

5
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan Kesan dan Keserasian alQur’an, Volume
1 (Jakarta: Lentera Hati, 2006), cet. VII, h.7

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah adalah menggunakan metode tafsir
tahlili. Sebab, ia menafsirkan al-Qur‟an secara rinci ayat demi ayat sesuai
dengan urutan surat yang terdapat dalam mushaf Utsmani dengan membahas
berbagai aspek sesuai dengan kecenderungannya. Sedangkan dari segi corak
penafsiran, dalam Tafsir al-Misbah mengunakan corak tafsir al-adabi al-
ijtima‟i, yaitu corak tafsir yang lebih menekankan aspek sastra, budaya dan
kemasyarakatan.

B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini tentu saja memiliki kekurangan yang jauh
dari kata sempurna.Tentunya ,penulis akan terus memperbaiki makalah ini
dengan mengacu kepada sumber-sumber yang bisa dipertanggung jawabkan
nantinya. Oleh sebab itu,penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta
saran mengenai pembahasan makalah kami.

11
DAFTAR PUSTAKA
Baidan, N., & Aziz, E. (2016). Metodologi Khusus Penelitian Tafsir. Pustaka Pelajar
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah; Pesan Kesan dan Keserasian alQur’an, Volume 15
(Jakarta: Lentera Hati, 2006), cet. VII.
Shihab Quraish, (1996).Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan
Masyarakat. Bandung: Mizan
Yusuf Budiana, Kekhasan Manhaj Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab. Jurnal Iman
dan Spiritualitas. Vol 1, No 1, 2021, pp. 85-91 http://doi.org/10.15575/jis.v1i1.11497

12

Anda mungkin juga menyukai