MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ilmu Qira’at
Disusun Oleh:
Nailal Athiyyah
Dosen Pengampu
Anisatul Fikriyah Aprilianti S.Pd,M.Ag
PROGRAM STUDI
ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AL-AKBAR SURABAYA
2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dan tidak lupa kami haturkan
Sholawat serta salam kepada junjunan Nabi besar Muhammad SAW yang telah
mengantarkan kita ke zaman yang terang benderang.
Kami juga ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan penuh
kekurangan baik dari segi penulisan, penjelasan dan lainnya. Maka dari itu, kami
sangat memerlukan kritik ataupun saran yang sifatnya membangun dari berbagai
pihak demi menyempurnakan makalah ini dari kekurangan-kekurangan yang ada.
Akhir kata, kami berharap makalah ini dapat menjadi bahan informasi dan
sumber tambahan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
COVER...............................................................................................................................
KATA PENGANTAR........................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang.......................................................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................................
C. Tujuan Masalah.....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................
A. Mantuq...................................................................................................................
1. Pengertian Mantuq.............................................................................................
2. Pembagian Mantuq............................................................................................
B. Mafhum..................................................................................................................
1. Pengertian Mafhum..........................................................................................
2. Pembagian Mafhum..........................................................................................
A. Kesimpulan ...........................................................................................................
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
PEMBAHASAN
A. Mantuq
1. Definisi Mantuq
Manthuq pada dasarnya adalah isim maf’ul yang secara bahasa berasal dari
kata nathaqa-yanthiqu-nuthqan yang berarti pembicaraan, hal ini sebagaimana
penjelasan ibnu manzur di dalam kitabnya lisan al-Arab1.
Artinya :“Makna yang dipahami dari petunjuk lafaz secara qath’i terhadap
pembicaraan2.”
Kemudian pengertian yang dikemukakan oleh al-Juwaini:
1
Al-‘Alamah ibn Manzhur, Lisan al-‘Arabi, (Bairut: Dar aal-Fikr, t.th), Jilid 12, h. 231.
2
Syams al-Din Muhammad bin Ahmad bin Usman al-Dzahabi, Sir A’lam al- Nubala’,(Bairut:
Muassasah al-Risalah, 1986), Jilid 22, h. 364.
3
Saif al-Din Abi Al-Hasan Ali bin Abi Ali bin Muhammad al-Amidi, Al-Ihkam fi Ushul al-
Ahkam, ( Bairut: Dar al-Fikr, 1996), Jilid 3, h. 46. 16
Sedangkan menurut istilah (terminologi):
2. Pembagian Mantuq
Para ulama’ ushul fiqih membagi manthuq kepada tiga macam; nash, zhahir
dan muawwal.
a Nash
Nash adalah suatu makna yang tegas dan tidak memungkinkan
mengandung makna yang lainnya.8 Seperti yang telah Allah firmankan di
dalamal-quran surah al-Baqarah :196
َوَاِتُّم وا اْلَح َّج َواْلُعْم َرَة ِلّٰل ِهۗ َف ِاْن ُاْح ِص ْر ُتْم َفَم ا اْس َتْيَس َر ِم َن اْلَه ْد ِۚي َواَل َتْح ِلُق ْو ا
ُرُءْوَس ُك ْم َح ّٰت ى َيْبُل َغ اْلَه ْد ُي َم ِح َّل هۗ َفَم ْن َك اَن ِم ْنُك ْم َّمِرْيًض ا َاْو ِبٓه َاًذى ِّمْن َّرْأِس ه
4
Musthafa Said al-Khin, Atsar al-Ikhtilaf fi al-Qawa’id al-Ushuliyah fi Ikhtilaf, h. 392
5
Abdul Hamid Hakim,Mabadi Awaliyah, Maktabah as-Sa’adiyah,Jakarta,h 20
6
Rachmat Syafe’i,Ilmu Ushul Fiqih, CV Pustaka Setia, Bandung, 2015, h 215
7
alaluddin as-Suyuthi, Al-Itqan fi ulum al-quran,Resalah Publisher, Beirut-Lebanon, h 485
8
Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Itqan fi ulum al-quran,h 485
َفِف ْد َي ٌة ِّمْن ِص َياٍم َاْو َص َد َقٍة َاْو ُنُس ٍك ۚ َف ِاَذٓا َاِم ْنُتْم ۗ َفَم ْن َتَم َّت َع ِب اْلُعْم َرِة ِاَلى اْلَح ِّج
َفَم ا اْس َتْيَس َر ِم َن اْلَه ْد ِۚي َفَم ْن َّلْم َيِج ْد َفِص َياُم َثٰل َث ِة َاَّي اٍم ِفى اْلَح ِّج َوَس ْبَعٍة ِاَذا
ۗ َرَج ْعُتْم ۗ ِتْل َك َعَش َرٌة َك اِم َل ٌةۗ ٰذ ِل َك ِلَم ْن َّلْم َيُك ْن َاْه ُل ه َح اِض ِرى اْلَمْس ِج ِد اْلَح َراِم
َواَّتُقوا الّٰل َه َواْع َلُم ْٓو ا َاَّن الّٰل َه َش ِد ْيُد اْلِعَق اِب
Artinya: “Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh
hari (lagi) apabila kalian telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang
sempurna.”
Kata “Itulah sepuluh (hari) yang sempurna” kalimat ini tidak
mengandung makna lain selain sepuluh hari seperti apa yang telah di nash di
ayat tersebut.
b. Zhahir
Zhahir ialah jika ia menunjukkan suatu makna yang kuat (rajih),
namun mengandung kemungkinan makna lain, tetapi kemungkinan ini lemah
(marjuh) maka disebutlah hal itu dengan zhahir 9. Bisa juga di artikan suatu
lafazh atau perkataan yang menunjukkan suatu makna yang segera dipahami
ketika diucapkan, namun dengan disertai dengan adanya makna lain yang
lemah.
Seperti firman Allah:
ِاَّنَم ا َح َّرَم َعَلْيُك ُم اْلَم ْيَتَة َوالَّد َم َو َلْح َم اْلِخ ْنِزْيِر َو َم ٓا ُاِه َّل ِبه ِلَغْيِر الّٰل ِهۚ َفَم ِن اْض ُطَّر
ِح ِه ِا ّٰل ٍد ِا
َغْيَر َباٍغ َّواَل َعا َفٓاَل ْثَم َعَلْي ۗ َّن ال َه َغُف ْوٌر َّر ْيٌم
Artinya: “Barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya),
sedangia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas.” (Q.S. Al-
Baqarah:173).
9
Manna’ Khalil al-Qattan,Mabahis Fi Ulum al-Quran, maktabah wahbah, Kairo, h 251
Lafazh pada ayat di atas mengandung dua kemungkinan, kemungkinan
yang pertama adalah lafazh berarti orang yang tidak mengerti (al- jahl),
dalam hal ini sebagai makna yang marjuh(lemah), kemungkinan yangkedua
yaitu orang yang berbuat aniaya terhadap dirinya sendiri (zhalim), dalamhal
ini makna yang kedua sebagai makna yang rajih, dan makna yang
keduainilah yang lebih kuat dan jelas
c. Muawwad
Muawwal ialah yang apabila maknanya dibawa kepada makna
yanglemah (marjuh) karena adanya petunjuk tertentu, maka bisa dikatakan
sebagai ta’wil, dan makna lemah yang digunakan tadi dinamakan
muawwal.10
Firman Allah:
ُه َو اَّلِذ ْي َخ َلَق الَّس ٰم ٰو ِت َواَاْلْرَض ِفْي ِس َّتِة َاَّياٍم ُثَّم اْس َتٰو ى َعَلى اْلَع ْر ِۚش َيْع َلُم َم ا
10
Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Itqan fi ulum al-quran, h 485
suatu lafazh tergantung pada yang tersembunyi, itulah yang disebut sebagai
dalalah iqtidha.11
Firman Allah:
َاَّياًم ا َّمْع ُد ْو ٰد ٍۗت َفَم ْن َك اَن ِم ْنُك ْم َّمِرْيًض ا َاْو َعٰل ى َس َف ٍر َفِع َّد ٌة ِّمْن َاَّي اٍم ُاَخ َر ۗ َو َعَلى
اَّلِذ ْيَن ُيِط ْيُقْو َنه ِفْد َيٌة َطَع اُم ِم ْس ِكْيٍۗن َفَم ْن َتَط َّوَع َخ ْيًرا َفُه َو َخ ْيٌر َّل هۗ َوَاْن َتُص ْوُمْو ا
َو ْس َٔـِل اْلَق ْر َيَة اَّلِتْي ُك َّنا ِفْيَه ا َواْلِعْيَر اَّلِتْٓي َاْقَبْلَنا ِفْيَه ۗا َوِاَّنا َلٰص ِد ُقْو َن
Artinya:“Dan tanyakanlah pada desa” (Q.S. Yusuf: 82). Maksud desa
di sini ialah “penduduknya”
e. Dalalah Isyarah
Dalalah isyarah adalah apabila kebenaran dalalah tidak bergantung
kepada sesuatu yang tersembunyi, dan lafazh menunjukkan suatu makna yang
tidak dimaksud pada awalnya.
Seperti apa yang Allah firmankan:
11
Manna’ Khalil al-Qattan,Mabahis Fi Ulum al-Quran, h 251-252
12
Jalaluddin as-Suyuthi, Al-Itqan fi ulum al-quran, h 485-486
ۗ ُاِح َّل َلُك ْم َلْيَل َة الِّص َياِم ال *َّرَفُث ِاٰلى ِنَس ۤإِىُك ْم ۗ ُه َّن ِلَب اٌس َّلُك ْم َوَاْنُتْم ِلَب اٌس َّلُه َّن
ِل ّٰل
َع َم ال ُه َاَّنُك ْم ُك ْنُتْم َتْخ َت اُنْو َن َاْنُف َس ُك ْم َفَت اَب َعَلْيُك ْم َو َعَف ا َعْنُك ْم ۚ َفاْلٰٔـ َن
َباِش ُرْو ُه َّن َواْبَتُغ ْو ا َم ا َك َتَب الّٰل ُه َلُك ْم ۗ َوُك ُل ْو ا َواْش َرُبْو ا َح ّٰت ى َيَتَبَّيَن َلُك ُم اْلَخ ْي ُط
اَاْلْبَيُض ِم َن اْلَخ ْي ِط اَاْلْس َو ِد ِم َن اْلَف ْج ِۖر ُثَّم َاِتُّم وا الِّص َياَم ِاَلى اَّلْيِۚل َواَل ُتَباِش ُرْو ُه َّن
َوَاْنُتْم َعاِكُف ْو َۙن ِفى اْلَم ٰس ِج ِد ۗ ِتْلَك ُح ُد ْو ُد الّٰل ِه َفاَل َتْق َرُبْو َه ۗا َك ٰذ ِلَك ُيَبِّيُن الّٰل ُه ٰاٰيِت ٖه
13
Manna’ Khalil al-Qattan,Mabahis Fi Ulum al-Quran, h 252
B. Definisi Mafhum
Pengertian Mafhum ditinjau dari segi bahasa berasal dari asal kata… yang
berarti….. (memberi pemahaman, paham di pahami).14 Sedangkan mafhum ditinjau
dari segi istilah di antaranya :
Petunjuk lafazh terhadap hukum suatu hal yang tak disebutkan di dalam
redaksi lafazh tersebut.
Mafhum terbagi menjadi dua bagian, yaitu mafhum muwafaqah dan mafhum
mukhalafah.
1. Mafhum Muwafaqah
14
Luis Ma’luf Al-yussu’i dan Bernard Tottel,Munjid , (Berut, Darul Masriq, 2008) h 597
kepada keduanya perkataan “ah” dan jangan engkau membentak keduanya,
dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.
Contoh lain dapat kita perhatikan di dalam kehidupan sehari hari ialah
ungkapan yang dapat kita lihat di setiap SPBU yang menyatakan larangan
“dilarang merokok di area ini”, karena secara tidak langsung dilarang juga
membakar sampah di area tersebut, karna membakar sampah lebih utama
daripada membakar atau menghidupkan rokok.
2. Mafhum Mukhalafah
15
Habibi Sembiring,Mudzakkiratu fi usul al-Fiqh, (Medan, Ar-raudhatul Hasanah :2006),h 161.
Maka mafhum yang kita dapat dari sabda nabi yang berbunyi ………
ialah pembolehan pinjam meminjam yang di dalamnya tidak ada unsur riba,
karna riba hukumnya haram. Mafhum mukhalafh terbagi menjadi beberapa
bagian, yaitu :
a. Sifat (…….)
Maksud dengan sifat di sini ialah sifat manawiyah16 sesuai dengan
lafazh, seperti contoh firman Allah dalam Surah al- Hujrat ayat 6 yang
berbunyi :
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik
membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya
yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.
Mafhum yang kita dapat dengan adanya penyebutan kata sifat
fasik di dalam ayat tersebut ialah bahwasanya selain orang fasik tidak wajib
bagi kita meneliti kabar yang dibawa, dalam artian kata juga bahwasanya
wajib menerima kabardari orang yang memiliki sifat adil atau amanah.
Contoh lain dari redaksi hadisialah sabda Nabi SAW yang berbunyi:
16
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis Fi Ulum al-Quran, (maktabah wahbah, kiro), h 246
Artinya: Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu
bertempat tinggalmenurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan
mereka untukmenyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri yang
sudah ditalaq)itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya
hingga merekabersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu
untukmu makaberikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di
antara kamu(segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan
maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.
Ayat di atas memberikan penjelasan kepada kita anjuran atau
perintahuntuk memberikan nafkah kepada mereka para istri-istri yang mereka
talakdengan syarat istri-istri yang mereka talak dalam keadaan hamil
(mengandunganak dari laki-laki yang menalaknya).
Jadi, dapat kita ambil mafhumnya yang dapat kita ambil dari nash
di atas ialah para suami tidak wajib memberikannafkah kepada mereka para
istri-istri yang di talak jika mereka tidak dalam keadaan hamil.
c. Batasan (……)
Ghayah secara bahasa berarti kan tujuan atau batasan. Jadi, yang
dimaksud dengan mafhum al-Ghayah yaitu menetapkan hukum yang berada
di luar tujuan, nash bila nash tersebut terdapat tujuan atau batasan. Contoh
yang dapat kita ambil ialahsurah al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi:
17
Endang Baihaqie,Ringkasan Ilmu Al-Bayan, Al-Ma’any dan Al-Badi’ (Jatinangor, CV.Semiotika: 2015),
h 66.
Artinya, “menetapkan hukum suatu perkara yang disebut dan
menafikan/tidakmenetapkan apa-apa yang menyalahi hukum tersebut.”
Contoh yang berkaitang dengan mafhum al-Hasr ialah: Firman
Allah dalam surah al-Fatihah ayat 5 yang berbunyi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan yang telah kami paparkan diatas dapat
disimpulkan bahwasannya: Mantuq secara bahasa adalah “sesuatu yang
diucapkan”,sedangkan menurut istilah yaitu pengertian harfiah yang
18
Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis Fi Ulumi al-Quran, h 246.
ditunjukkan oleh lafadz yang diucapkan itu sendiri.Manthuq sendiri terbagi
menjadi nash, zahir dalalah iqtidha,dalalah isyarah dan mu’awwal. Sedangkan
Mafhum secara bahasa adalah sesuatu yang dipahami dari suatu teks,
sedangkan menurut istilah adalah “ pengertian tersirat dari suatu lafal
(mahfum muwafaqah) atau pengertian kebalikan dari pengertian lafal yang
diucapkan (mafhum mukhalafah).Mafhum dapat dibagi kepada dua macam,
yaitu mafhum muwafaqah dan mafhum mukhalafah. Dalam mafhum
muwafaqah terdapat (fahwal khitab dan lahnal khitab). Sedangkan dalam
Mafhum mukhalafat terdapat (mafhum as-Syurut, al-Ghayah, al-Shifah dan
al-Hashri).
Mantuq dan mafhum muwafaqah dapat dijadikan sebagai hujjah,
namun untuk mafhum mukhalafah terdapat pengecualian. Yaitu apabila makna
mafhum bertentangan dengan lafadz atau syariat lainnya.
DAFTAR PUSTAKA