Anda di halaman 1dari 22

MANTHUQ DAN MAFHUM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ulumul Qur’an


Dosen pengampu : Dr. Sofian Effendi, S. Th. I, MA

Disusun Oleh Kelompok 5 :


Mauliyah Mahfudhoh (21211704)
Neuis Amelia (21211729)
Nirwana (21211733)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
2022 M / 1444 H

i
KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan atas kehadirat Allah SWT Yang
Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah yang berjudul “ Manthuq
dan Mafhum” ini dapat kami selesaikan sesuai dengan harapan dan selesai tepat
waktu. Tak lupa pula Shalawat serta salam semoga selalu tercurah limpah kepada
Nabi Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan juga para pengikutnya
hingga akhir jaman.
Dan ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Dr. Sofian
Effendi,S. Th. I,MA sebagai dosen pengampu mata kuliah Ulumul Qur'an. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
karena keterbatasan kami. Maka dari itu kami Kelompok 5 sangat mengharapkan
kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini serta kami mengharapkan
semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Pamulang, 8 Oktober 2022

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A. Pengertian Manthuq dan Mafhum........................................................ 2
B. Macam-macam Manthuq dan Mafhum................................................ 3
C. Contoh – Contoh Dalam Ayat Al-Qur’an............................................. 12

BAB III PENUTUP......................................................................................... 18


Kesimpulan...................................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ketika kita berbicara mengenai ayat-ayat yang terkandung di dalam Al-
Qur’an,sebenarnya dari semua ayat yang ada didalam Al-Qur’an tersebut tidak
semuanya memberikan arti atau pemahaman yang jelas terhadap kita. Jika kita
mau telusuri, ternyata banyak sekali ayat-ayat yang masih butuh penjelasan
yang lebih mendalam mengenai hukum yang tersimpan dalam ayat tersebut.
Dan masalah tersebut akan terjawab dengan menggunakan teori ulumul Quran
dan Ushul Fiqih yaitu Manthuq dan Mafhum yang dimana 2 hal tersebut
menjelaskan tentang makna yang tersurat serta makna yang tersirat dalam Al-
Quran dan hadis. Manthuq dan mafhum ini adalah hal yang signifikan untuk di
pelajari untuk mengetahui ragam makna yang tersirat serta untuk mengetahui
apa saja makna yang tersirat dari teks-teks Al-Quran dan hadist. Dan tentu saja
materi Manthuq dan Mafhum ini sangat penting untuk kita pelajari serta
pahami.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Manthuq dan Mafhum?
2. Apa sajakah macam-macam Manthuq dan Mafhum?
3. Apa contoh-contoh Manthuq dan Mafhum dalam ayat Al-Qur'an?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk memahami apa itu Manthuq serta Mafhum.
2. Untuk mengetahui macam-macm Manthuq dan Mafhum.
3. Untuk mengetahui contoh-contoh Manthuq dan Mafhum dalam ayat Al-
Qur'an.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manthuq dan Mafhum


1. Manthuq
Secara bahasa manthuq berasal dari kata nathaqa yang bermakna
berucap. Manthuq adalah makna yang dikandung oleh kata yang
terucapkan dan Al-Qatthan menjelaskan manthuq adalah suatu makna
yang ditunjukkan oleh lafadh menurut ucapannya, yakni petunjuk makna
berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan. Petunjuk (dilalah)
lafadh kepada makna adakalanya kepada bunyi (mantuq, arti tersurat)
perkataan yang diucapkan itu, baik secara tegas maupun mengandung
kemungkinan makna lain dengan taqdir maupun tanpa taqdir.
Contoh manthuq, terdapat dalam surat al-An’am: 145:

‫قُ ْل ٓاَّل َا ِجدُ يِف ْ َمٓا ُا ْويِح َ ِايَل َّ ُم َح َّر ًما عَىٰل َطامِع ٍ ي َّ ْط َع ُم ٗ ٓه ِآاَّل َا ْن يَّ ُك ْو َن َم ْي َت ًة‬
‫َا ْو َد ًما َّم ْس ُف ْو ًحا َا ْو لَ ْح َم ِخزْن ِ ْي ٍر فَ ِان َّ ٗه ِر ْج ٌس َا ْو ِف ْسقًا ُا ِه َّل ِل َغرْي ِ اهّٰلل ِ ِب ٖ ۚه‬
ٌ ‫فَ َم ِن اضْ ُط َّر غَرْي َ اَب غٍ َّواَل عَا ٍد فَ ِا َّن َرب َّ َك غَ ُف ْو ٌر َّر ِحمْي‬
Artinya: Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang
hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah
yang mengalir atau daging babi - karena sesungguhnya semua itu kotor -
atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa
yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan
tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Umam dan Aminuddin (1989: 44) menjelaskan ayat di atas dapat


difahami bahwa Manthuqnya adalah haram memakan darah yang
mengalir. Sedangkan mafhum mukhalafahnya adalah halal darah yang
tidak mengalir dan diketahui halalnya melalui kaidah atau melalui dalil
syara’ yang lain seperti bunyi hadis Nabi:

2
3

‫ صىل هللا عليه‬- ‫ول َاهَّلل‬ ُ ‫ قَا َل َر ُس‬:‫َو َع ْن ِا ْب ِن مُع َ َر َريِض َ َاهَّلل ُ َعهْن ُ َما قَا َل‬
,‫وت‬ ُ ‫ فَالْ َج َرا ُد َوالْ ُح‬:‫ فََأ َّما الْ َم ْيتَتَ ِان‬,‫ ُأ ِحل َّ ْت لَنَا َم ْي َت َت ِان َو َد َم ِان‬- - ‫وسمل‬
‫ َو ِفي ِه ضَ ْع ٌف‬,ْ‫ َوا ْب ُن َما َجه‬, ُ‫ َأخ َْر َج ُه َأمْح َد‬- ‫والط َحال‬ ِّ ُ‫ فَ ْال َكبِد‬:‫َوَأ َّما ادلَّ َم ُان‬
Artinya : Dari Ibnu Umar r.a., beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda
: “Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua
bangkai itu adalah belalang dan ikan dan dua darah adalah hati dan
limpa. (Dikeluarkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah. Dan dalam sanadnya
ada kelemahan.)

2. Mafhum
Mafhum secara bahasa berarti faham atau dapat difahami. Secara
ishtilahi, mafhum adalah makna yang ditunjukkan oleh lafadh tidak
berdasarkan pada bunyi bacaan. Para ulama’ ushul fiqih berpendapat
bahwa sebagian besar dilalah didasarkan pada teks (nash). Menurut Abu
Zahrah dilalah nash juga diambil dari teks, karena ia juga difahami dari
pengertian bahasa pada suatu teks atau bisa dikatakan bahwa mafhum
adalah makna yang ditunjukkan oleh lafazdh yang tidak berdasarkan
pada bunyi ucapan yang tersurat, melainkan berdasarkan pada
pemahaman yang tersirat.

B. Macam-macam Manthuq dan Mafhum


1. Macam-macam Manthuq
a. Manthuq Sharih
 Manthuq sharih adalah petunjuk lafaz kepada seluruh pengertian
yang dikehendaki atausebagiannya saja.
 Manthuq sharihad alah petunjuk lafaz atas suatu ketentuan
hukum yang diperoleh dengan melihat keterikatan yang
tidakbisa dipisahkan dari manthuq.
b. Manthuq Ghair Sharih
4

Amir Syarifuddin menyatakan bahwa manthuq ghair sharih terbagi


menjadi menjadi dua macam:
 Penunjukan-nya itudimaksud oleh pembicara.
Dilalah manthuq ghair sharih yang penunjukannya dimaksud
oleh pembicara ada dua macam yaitu dilalah iqthida'dan dilalah
ima'Dilalah iqtidha' ini dikalangan Hanafiyahjuga disebut
dengan dilalah iqtidha' atau iqtidha' al-Nash.
 Penunjukannya itu tidakdimaksud oleh pembicara.
Dilalah manthuq ghairu sharih yang penunjukannya tidak
dimaksudkan oleh pembicara hanya terbatas pada suatu bentuk
yang disebut dengan dilalah isyarahyang dikalangan Hanafi
juga disebut dilalah isyarahatau isyarah al-nash.1
2. Macam-macam Mafhum
Kalangan Madzhab Syafi'I dan disepakati oleh MadzhabMaliki dan
Hanbali bahwa mafhum terbagi menjadi dua bagian: Mafhum
Muwafaqah dan Mafhum Mukhalafah. Adapun mafhum muwâfaqah
menurut kalangan madzhab hanafi didefinisikan dalil teks (Dilâlah al-
Nash) yaitu dalil suatu lafadz akan penetapan hukum pengucapan untuk
diam dan disepakati dalam meniadakan dan penetapan. Dan dinamakan
mafhum muwafaqah karnatertunjuknya lafadzdi tempatkan dalam diam
(al-Sukūt) limadlul fi mahalli al-Nutqi.
a. Definisi Manthuq Muwafaqoh
Mafhum Muwafaqoh didefinisikan suatu lafadz yang disepakati akan
hukum manthuq,‫وق‬II‫ق حكم المنط‬II‫ا يواف‬II‫م‬atau dalam pengertian lain
mafhum Muwafaqoh adalah petunjuk lafal nash atas penetapan
sebuah hukum atas perkara,tempat dan waktu berlaku tidak
disebutkan,adanya kesesuaian baik nafiy atau isbat karena
persamaan illat apabila illat yang di jadikan dasar hukum untuk
penyamaanmasalah yang tidak disebut dalam nashyang lebih kuat

1
Evra Willya, “Mafhum Muwafaqoh Dan Implikasinya Dalam Istinbat Hukum,” Jurnal al-
Syir’ah 8, no. 2 (Desember 2010): 385–399.
5

disebut dengan fahwal khitᾶb. Muhammad Quraish Shibab


mendefinisikan mafhum muwâfaqahadalah makna yang sejalan
dengan makna manthuq. Dengan kata lain, makna yang tidak
terucapkan sejalan dengan makna yang terucapkan: kesejalanan
yang bisa jadi karena yang tidak terucapkan (mafhum)
sama atau justru lebih utama dari pada yang terucapkan (Shihab,
2019)
Dari beberapa definisi diatas bahwa bisa kita pahami bahwa
mafhum muwafaqahadalah suatu pemahaman yang disepakti dan
pemahamannya secara dilalah serupa dengan mantuqh.Dan penulis
memandangbahwa dâlil-dâlil mantuq dan mafhumtidak begitu
banyak perbedaan, namun yang membedakan hanya dari segi
pengertian secara teminologi.2
Mafhum Muwᾶfaqoh dapat dibagi menjadi dua bagian,yaitu: Fahwa
al-lhitab dan lahn Al-Khitabyang akan pemakalah rincikan sebagai
berikut.
 Fahwa al-Khitᾶb (Shihab,2019)
Fahwa al-khitᾶb merupakan pemahaman yang diberikan kepada
lafal mafhum lebih kuat daripada yang dimilki oleh lafaz
mantuq, yaitu apabila hukum yang dipahami dari lafal lebih
utama dari hukum yang ditangkap langsung dari lafal itu.
Firman Allah SWT dalam surah al-Isra ‘ (17) ayat 23,

۞ ‫َوقَىٰض َرب ُّ َك َااَّل تَ ْع ُبدُ ْ ٓوا ِآاَّل ِااَّي ُه َواِب لْ َوادِل َ ْي ِن ِا ْح ٰسنًاۗ ِا َّما ي َ ْبلُغ ََّن‬
‫ِع ْندَ كَ ْال ِكرَب َ َا َحدُ مُه َٓا َا ْو لِك ٰ هُ َما فَاَل تَ ُق ْل لَّهُ َمٓا ُا ّ ٍف َّواَل تَهْن َ ْرمُه َا‬
‫وقُ ْل لَّهُ َما قَ ْواًل َك ِريْ ًما‬.َ
Artinya:Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu
bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-
duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
2
Mohammad Athoilah,Mohammad Sar’an, “Tafsir Ayat Ahkam Dalam Perspektif Dilalah
Manthuq Dan Mafhum,” Journal UIN Sunan Gunung Djati Bandung 3,No 2, (February 2022): 174–
187.
6

sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya


perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya,
dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.

Misalnya memukul, menghardik, dan meludahi orang tua yang


dipahami dari firman Allah SWT dalam surah al-Isra ' (17)
ayat 23 diatas, berbeda kualitasnya dengan sekedar mengatakan
" ah" atau "cis" kepada orang tua.Dari segi akibat, memukul,
menghardik dan meludahi orang tua, lebihberat dibanding hanya
sekedar mengatakan "ah" atau "cis". Oleh sebab itu hukum
makna yang dipahami diluar lafal itu bisa lebih utama(lebih
tinggi kualitasnya) dari hukum yang dipahami dari lafal itu
sendiri. Dan makna diatas adalah mengucapkan "ah" kepada
kedua orang tua tidak boleh atau haram hukumnya. Apalagi
sampai memukul keduanya berlaku hukum yang sama. Sebab
kata-kata "ah" dan memukul memiliki persamaan yakni
menyakiti kedua orangtua, walaupun nash tidak ada kata "
memukul" (Shihab,2019).
Muhammad Quraish Shihab memandang bahwa ayat diatas
adalah larangan mengucapkan "cis" kepada kedua orang tua.
Jika demikian, menyakiti juga terlarang,apalagi memukulnya.
Menyakiti hatinya atau memukulnya adalah mafhum
muwafaqah dari ayat diatas.
 Lahn al-Khitᾶb
Lahn al-Khitab merupakan pemahaman yang diberikan kepada
lafaz mafhum itu sama tingkatannya dengan yang dimiliki
oleh lafaz manthūq. Misalnya firman Allah swt dalam
QS. An-Nisa ayat 10:

‫ِا َّن اذَّل ِ ْي َن يَْألُك ُ ْو َ~ن َا ْم َوا َل الْ َي ٰت ٰمى ُظلْ ًما ِان َّ َما يَْألُك ُ ْو َ~ن يِف ْ بُ ُط ْوهِن ِ ْم‬
‫ اَن ًرا ۗ َو َس َي ْصلَ ْو َن َس ِعرْي ً ا‬:
Artinya:Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak
yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam
7

perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-


nyala (neraka).

Mafhum-nya, memakan harta anak yatim sama saja dengan


hukum melenyapkannya, membuang atau membakarnya.Karena
pada hakikatnya, makna-makna ini mengacu pada satu hal yaitu
menghabiskan harta anak yatim secara dzalim.
Redaksi ayat diatas dapat dipahami bahwa keharaman
memamakan harta anak yatim secara aniaya atau dzhalim.
Terdapat makna yang tersirat didalamnya,yakni membakar harta
anak yatim sebab meniadakan harta sama dengan kegiatan
membakar,hukumnya sama dengan memakan harta anak yatim.
Oleh sebab itu hukum yang tersurat sama dengan hukum
tersirat.
Ibnu Katsir menafsirkan ayat diatas bahwa mereka yang
memakan harta anak yatim tanpa sebab, maka sesungguhnya
mereka memakan diperunya api neraka pada hari kiamat
(Katsir, 1999).Penafsiran ini diperjelas dengan hadist
Rasulullah saw: " Jauhilah tujuh mubiqat: lalu ada yang
bertanya apa itu wahai rasulullah? Rasulullah bersabda
Syirik kepada Allah, dan sihir, dan membunuh orang yang
bukan hak, memakan riba, dan memakan harta anak yatim.
Serupa dengan Muhammad Sayyid al-Tantawi (Al-Tantawi,
2016) menafsirkan ayat diatas bahwa kata dhzalim di
interpretasikan mereka memakan harta (amwâl) secara
dzalimsamahalnya memakan dari harta pusaka (al-
Waristmilik anak yatim atau para walu suu dan yang
lainnya namun dalam ayat selanjutnya Al-Thantawi
menjelaskan bara para mufassirmenafsirkan ayat Innamâ
ya'kulūna fi buthunihim nâra dengan dua sudut pandang
pertama, bahwa ayat ini secara dzâhir, dan mereka yang
memakan harta anak yatim seacara dzalim (Dzulman)
8

mereka akan memakan api neraka pada hari kiamat


secara hakiki. Namun pandangan yang kedua memandang
bahwa perkataan ini adalah sebagai majaz (metafora) bukanlah
suatu hakikat, dan bahwa sesungguhnya mereka di dalam
perut mereka harta yang haram yang membawa jasad
mereka ke neraka. Kalimat al-Nâr adalah majaz mursalyang
disebutkan penyebab dan menginginkan sebab (Al-Tantawi,
2016)
Dalam penafsiran (interpretasi) al-Thantawi penulis
memahami dalam pandangan kedua yang dikemukakan
oleh al-Thantawi, bahwa bisa diartikan mereka yang
memakan harta anak yatim, tentu mereka memakan harta
yatim, karena mereka memakan harta haram adalah sebab
yang menyebabkan mereka masuk neraka.

b. Definisi Mafhum Mukhalafah


Mafhummu khalafah adalah hokum tempat yang tidak ada
batasnya, maka ia mempunyai pengertiannya yang berbeda
(Subagiyo, 2019). Para ahli ushul fiqhmengatakan mafhum
muholafah dibangun sesuai dengan pertentangan dua pertentangan
yaitu al -jumlah dhahir (Kalimat jelas) berupa al-manthuq al musnad
dan kalimat yang tidak jelas yang berupa al-maskuut ‘anhu al
manfii.Atau bisajugadiartikan sebagai penetapan hukum bagi yang
tidak disebutkan oleh nash yang berlawanan dengan yang disebutkan
dengan kata lain, Mafhum Mukholafah meruapakan kebalikan
hukum yang disebut,karena tidak adanya batasan. Al-Suyuti
mendefinisikanMafhum Mukholafah‫يخالف حكم المنطوق‬
Sesuatu yang berbeda dari hukum manthuq.
Pembagian Mafhum Mukhalafah
Mafhum Mukhalafah adalah makna yang tidak terucapkan dan
yang ditarik dari manthūq, namun berbeda dengan makna yang
9

dikandungoleh mantuq.Banyak ragam mafhum,sementara ulama


menyajikan sepuluh macam atau dibagi sepuluh macam,seperti:
Mafhȗm asy-syarath/ Syarat,Mafhȗm al-Washf/ Sifat, Mafhȗm
hal/Keadaan, Mafhum al-Makan/ Tempat. Mafhum
az-Zaman/mafhum al-Ghayah/batas, mafhum
al-‘adad/bilangan/Mafhum al-hasr/ pembatasan/pengkhususan,dan
lain-lain (Shihab, 2019). 3
 Mafhum al-Mafhum
Mafhum al-Washfi (pemahaman dengan sifat) adalah
petunjuk yang dibatasi oleh sifat, menghubungkan hukum
sesuatu kepada salah satu sifatnya. Abd Al-Salam Abd-Al-
Ghani mendefiniskan mafhum alWashfiadalah (Abd Al-Salam,
2014)
Penunjukan suatu lafadz kepada hukum yang diikat atau
terikat dengan sifat, kepada ketetapan hukum yang
diam.Dalam mafhum sifatterdapat dibagian, yaitu mushtaq, hal
(keterangan keadaan) dan 'adad (bilangan)
 MafhumLaqaab
Mafhum Laqâb (pemahaman dengan julukan) adalah
menggantungkan hukum kepada isim alam atau isimFail
Dalam arti lain dari Mafhum laqabmerupakan penetapan
hukum yang hanya penyebutannyA dikhususkan (takhsis)
penyebutan dalam nashdengan jenis dan hukumnya, sehingga
hukum itu hanya berlaku yang hanya disebutkan dan tidak
berlaku pada objek yang tidak disebutkan.
 Mafhum Hasr
Mafhum Hasr adalah pembatasan. Adapun pengertian mafhum
hasr menurut para usuliyunadalah:Mafhum Hasradalah
ketiadaan batas kepada selain apa yang dibatasi didalamnya dan

3
Mohammad Athoilah,Mohammad Sar’an, “Tafsir Ayat Ahkam Dalam Perspektif Dilalah
Manthuq Dan Mafhum.”
10

mentapkan kebalikannya.Secara umum mafhum ini terbagi


menjadi dua pokok, yaitu: (a) membatasi sosok dengan
sifat tertentu dan, (b) Membatasi sesuatu pada sosok
tertentu.Seperti dalam firman Allah swt:
"Hanya engkau yang kami sembah, dan hanya engkaulah
yang kami meminta pertolongan."Mafhum
Mukhalafahnyaadalah bahwa selain Allah tidak disembah
dan tidak dimintaai pertolongan. itu, ayat tersebut menunjukan
bahwa Dia lah yang berhak disembah dan dimintai
pertolongan.
 Mafhum Ghayah
Mafhum Ghayah (pemahaman dengan batas akhir) adalah lafal
yangmenunjukan hukum sampai pada ghayah(batasan,
hinggan), lafal ghayah ini ada kalanya dengan "ila" dan
dengan "hatta'. Atau dalam pengertian lain Mafhum yang
menetapkan hukum yang berada diluar tujuan nash, bila
hukum tersebut dibatasi dengan tujuan. Pengertian lain
Mafhum al-ghayah,yaitu menetapkan hokum yang berada diluar
tujuan nash (ghayah), bila hukum tersebut dibatasi dengan
tujuan (ghayah).
 Mafhum Syarat
Mafhum Syaratadalah petunjuk lafadz yang memberi faedah
adanya hukum yang dihubungkan dengan syarat upaya
dapat berlaku hukum yang sebaliknya. Pengertian lain
mafhum syarat adalah memahami syarat adalah
memahami nash dengan menetapkan sebuah hukum yang
merupakan kebalikan yang bergantung pada syarat atau
bersamaan, apabila syarat tersebut tidak terpenuhi. Abd
Al-Salam Abd-Al-Ghani Tuhami mendefinisikan mafhum
syarat adalah (Abd Al-Salam, 2014):
11

Mafhum Syaratadalah ikatan hukum dengan alat-alat


syarat. Dapat kita pahami bahwa dari beberapa definsi yang
tertulis dengan redaksi yang berbeda namun
substansinya sama.
 Mafhum Ilat
Mafhum Ilat adalah menghubungkan hukum sesuatu karena
ilatnya. Contoh dalam QS Al-Baqarah ayat 220: "Mereka
bertanya kepadamu wahai Muhammad tentang khamr dan
maisir katakanlah didalamnya terdapat dosa yang besar, dan
tidak ada manfaatnya, dan dosanya lebih besar dari
manfaatnya". Sayyid Tantawi menfasirkan ayat ini dengan
ma'na Mereka orang-orang yang beriman
(Mu'minun)bertanya kepada muhammad suatu pertanyaan
tentang hukumkhamr mengenai halal haramnya secara syar'i.
Namun mereka mengetahui khamrdan maisirsecara hakikat
dan dzatnya.Para ulama memandang bahwa ayat ini adalah
ayat pertama turunnya khamr, kemudian turun ayat dalam
QS An-Nisa
Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu
melaksanakan shalat dan kalian dalam keadaan mabok
sehingga kalian mengetahui apa yang kalian katakan".
Jika kita menggunakan metodologi qiyas dalam ilmu
ushul fiqh dengan contoh sebagai berikut, hukum asal yaitu
khamr dan cabangnya heroin, hukum asalharamsedangkan
illatnya yang memabukan. Jika memang diantara kita bertanya
apa yang khamr itu di haramkan? Bagaimana jika meminum
wiski, whine dan bir bintang? Maka jawabanya terdapat
pada illatnya karena setiap yang memabukanitu khamr dan
setiap khamr adalah haram.
 Kehujjahan Mafhum Mukhalafah
12

Para ulama ushul fiqh sepakat, mafhum mukhalafah dapat


dijadikan dalil dalam mengistinbathkan sebuah hukum.
Tetapi para ulama ushul fiqh berbeda pendapat dalam
mafhum Mukhalafah dapat dijadikan dalil atau tidak. Ada dua
pendapat sebagai berikut:
1) Madzhab Syafi'iyah, Malikiyah, Hanabilah berpendapat
bahwa semua dapat dijadikan mafhumkecuali mafhumal-
Laqabdapat dijadikan dalil dalam mengistinbath sebuah
hokum (Al-Zuhaili, 2010)
2) Madzhab Hanafiyyah berpendapat mafhum mukhalafah
tidak dapat dijadikan dalil dalam mengistinbathkan
sebuah hukum. Tetapi menurut sebagian ulama Hanafiyyah
menyatakan bahwa mafhum mukhalafahitu bisa dijadikan
sebagai hujjahselama tidak me-mafhum mukhalafah-kan
nashal-Qur'andan al-Sunnah. Hujjah selama tidak me-
mafhum mukhalafahkannashal-Qur'an dan al-Sunnah.4

C. Contoh-contoh Dalam Ayat Al-Qur’an


1. Contoh Manthuq
 Surat al-An’am: 145:

ٍ ‫قُ ْل ٓاَّل َا ِجدُ يِف ْ َمٓا ُا ْويِح َ ِايَل َّ ُم َح َّر ًما عَىٰل َطامِع‬
‫ي َّ ْط َع ُمهٗ ٓ ِآاَّل َانْ َّي ُك ْون َ َم ْي َت ًة َا ْو َد ًما َّم ْس ُف ْو ًحا َا ْو لَ ْح َم ِخزْن ِ ْي ٍر‬
ٌ ‫فَ ِاهَّن ٗ ِر ْج ٌس َا ْو ِف ْسقًا ُا ِهل َّ ِل َغرْي ِ ال ٰل ّهِهِب ٖ ۚ َف َم ِناضْ ُط َّرغَرْي َ اَب ٍغ َّواَل عَا ٍدفَ ِانَّ َربَّ َك َغ ُف ْو ٌر َّر ِحمْي‬
Artinya: Katakanlah, “Tidak kudapati di dalamapa yang
diwahyukankepadaku, sesuatu yang diharamkanmemakannyabagi
yang inginmemakannya, kecualidaginghewan yang mati (bangkai),
darah yang mengalir, dagingbabi – karenasemuaitukotor –
atauhewan yang disembelihbukanatas (nama) Allah.

4
Mohammad Athoilah,Mohammad Sar’an, “Tafsir Ayat Ahkam Dalam Perspektif Dilalah
Manthuq Dan Mafhum.”
13

Tetapibarangsiapaterpaksabukankarenamenginginkan dan
tidakmelebihi (batasdarurat) makasungguh, Tuhanmu Maha
Pengampun, Maha Penyayang.

ayat di atas dapat difahami bahwa Manthuqnya adalah haram


memakan darah yang mengalir. Sedangkan mafhum mukhalafahnya
adalah halal darah yang tidak mengalir dan diketahui halalnya
melalui kaidah atau melalui dalil syara’ yang lain seperti bunyi hadis
Nabi:

‫ول اهَّلل ِ صىل هللا عليه‬ ُ ‫ قَا َل َر ُس‬:‫َع ْن ا ْب ِن مُع َ َر ريض هللا عهنام قَا َل‬
,ُ‫ فََأ َّما الْ َم ْيتَتَ ِان فَالْ ُحوتُوالْ َج َراد‬,‫ ُأ ِحل َّ ْت لَنَا َم ْي َت َت ِان َو َد َم ِان‬:‫وسمل‬
)‫َوَأ َّما ادلَّ َم ِان فَ َا ْل َكبِدُ َوالط َح ُ~ال (روه احلامك والبهيقي‬
Artinya: Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah bersabda:
“Dihalalkanbagikitadua (macam) bangkai dan dua (macam) darah.
Adapun dua macam bangkai adalah bangkai ikan dan belalang,
sedangkan dua macam darah adalah hati dan limpa” (HR. al-Hakim
dan al-Baihaqi).5

 Contoh Nash (Q.S Al-Baqarah: 196)6

َ ‫فَ َم ْن ل َّ ْم جَي ِْد فَ ِص َيا ُم ثَ ٰلثَ ِة َااَّي ٍم ىِف الْ َح ّ ِج َو َس ْب َع ٍة ِا َذا َر َج ْعمُت ْ ۗ ِتكْل‬
ٌ ‫َعرَش َ ٌة اَك ِمةَل‬
Artinya: “Tetapi jika dia tidak mendapatkannya, maka dia (wajib)
berpuasa tigahari dalam (musim) haji dan tujuh (hari) setelah kamu
kembali. Itu seluruhnya sepuluh (hari).”

Sesungguhnya, lafal "sepuluh hari" di dalam ayat ini disebutsecara


sempurna (jelas). Hal ini menepis adanya kemungkinan makna
"sepuluh hari" lainnya secara majaz. Inilah tujuan dari nash. Ada
pendapat lain yang dinukil dari sekelompok ulama, mereka
menyatakan bahwa kalam yang bersifat nash dalam Al-Qur'an dan

5
Atabik Ahmad, “PERANAN MANTHUQ DAN MAFHUM DALAM MENETAPKAN HUKUM
DARI ALQUR’AN DAN SUNNAH,” t.t., hl. 4-5.
6
Al-Qaththan Manna’, Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an, 1 ed. (Jakarta Timur: UMMUL QURA,
2017), hl. 396-397.
14

As Sunnah sangat jarang. Imam Haramain membantah pendapat


mereka ini dengan tegas. Iaber kata, "Tujuan dari nash adalah
kemandirian dengan menunjukkan makna yang memutuskan
berbagai sisi takwil dan kemungkinan. Meskipun nash seperti ini
jarang ada dari sisi bentuk bahasa, tapi sangat banyak karena adanya
indikasi keadaan dan ucapan."

 Contoh Zhahir (Q.S Al-Baqarah: 173)7

ٌ ‫فَ َم ِن اضْ ُط َّر غَرْي َ اَب غٍ َّواَل عَا ٍد فَٓاَل ِامْث َ عَلَ ْي ِه ۗ ِا َّن اهّٰلل َ غَ ُف ْو ٌر َّر ِحمْي‬
Artinya: “Tetapi barang siapa terpaksa (memakannya), bukan
karena menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka
tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.”

Lafal al-baghi (‫ )البَاغي‬dimaksudkanuntukmenyebut orang bodoh dan


juga orang zalim. Hanya saja, penyebutan kata iniuntuk orang
zalimlebihjelas dan lebihumum. Dengandemikian, makna "orang
zalim" adalahmakna yang rajih, kuat, sementaramakna (orang
bodoh) pertamaadalahmarjuh, lemah.

 Contoh Muawwal (Q.S Al-Isra’: 24)8

‫َوا ْخ ِف ْض لَهُ َما َجنَ َاح ُّاذل ِ ّل ِم َن َّالرمْح َ ِة‬


Artinya: “Dan rendahkanlah diri muter hadap keduanya dengan
penuh kasih saying.”

Lafal janaha (sayap) ini diartikan tunduk, rendah hati, dan


perlakuan baik terhadap kedua orang tua, karena mustahil manusia
memiliki sayap.
2. ContohMafhum
 Contoh Mafhum Muwafaqah Fahwal Khitbah (Q.S Al-Isra’: 23)

‫فَاَل تَ ُق ْل لَّهُ َمٓا ُا ّ ٍف َّواَل تَهْن َ ْرمُه َا َوقُ ْل لَّهُ َما قَ ْواًل َك ِريْ ًما‬
7
Manna’, hl. 397.
8
Manna’, hl. 398.
15

Artinya: “Maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada


keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak
keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang
baik.”

Lantaran makna manthuq (yang diucapkan) ayat ini


mengharamkan untuk berkata, "Ah," maka larangan mencela dan
memukul tentu lebih utama, karena hal itu lebih berat.

 Contoh Mafhum Muwafaqah Lahnul Khitab (Q.S An-Nisa’: 10)

‫ِا َّن اذَّل ِ ْي َن يَْألُك ُ ْو َ~ن َا ْم َوا َل الْ َي ٰت ٰمى ُظلْ ًما ِان َّ َما يَْألُك ُ ْو َ~ن يِف ْ بُ ُط ْوهِن ِ ْم اَن ًرا‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang
memakanhartaanakyatimsecarazalim,
sebenarnyamerekaitumenelanapidalamperutnya.”

Ayat ini mengharamkan membakar atau menyia-nyiakan harta


anak yatim dengan cara apa pun. Sebab, perbuatan seperti ini sama
seperti memakan harta anak yatim, karena sama-sama
menghabiskan harta tersebut. Kedua jenis ini disebut mafhum
muwafagah, karena hukum yang tidak disebutkan dalam lafal sama
seperti hukum yang disebutkan dalam lafal, meski tingkatannya
lebih tinggi pada jenis pertama, dan setara pada jenis kedua.9

 Contoh Mafhum Mukhalafah Shifat (Musytaq)10

‫آٰي َهُّي َا اذَّل ِ ْي َن ٰا َمنُ ْوٓا ِا ْن َج ۤا َءمُك ْ فَ ِاس ٌۢق ِبن َ َب ٍا فَتَ َبيَّنُ ْوٓا‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang
fasik dating kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah
kebenarannya.”(Q.S Al-Hujurat: 6)

Dari ungkapan "orang fasik" yang disebutkan dalam ayat ini bias
dipahami bahwa selain orang fasik tidak wajib diteliti kebenaran

9
Manna’, hl. 401.
10
Manna’, hl. 403.
16

berita yang ia sampaikan. Artinya, wajib menerima hadits satu


orang yang adil.

 Contoh Mafhum Mukhalafah Shifat (Al-Hal)

‫الص ْيدَ َو َانْمُت ْ ُح ُر ٌم َۗو َم ْن‬َّ ‫آٰي َهُّي َا اذَّل ِ ْي َن ٰا َمنُ ْوا اَل تَ ْق ُتلُوا‬
‫قَتَلَهٗ ِم ْنمُك ْ ُّم َت َع ِّمدً افَ َج ۤ َزا ٌء ِّمثْلُ َماقَتَلَ ِمنَالنَّ َع ِم‬ 
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
membunuh hewan buruan, ketika kamu sedang ihram (haji atau
umrah). Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan
sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan hewan ternak
yang sepadan dengan buruan yang dibunuhnya.”(Q.S Al-Ma’idah:
95)

Ayat ini meniadakan hokum bagi orang yang membunuh hewan


buruan secara tidak sengaja saat sedang berihram, karena
kewajiban mengganti dengan hewan ternak yang sepadan lantaran
pembunuhan yang dilakukan terhadap hewan buruan secara
sengaja. Hal ini menunjukkan bahwa kewajiban mengganti tersebut
tidak wajib dalam pembunuhan hewan buruan secara tidak sengaja.

 Contoh Mafhum Mukhalafah (‘Aadad)

‫َالْ َح ُّج َا ْشه ٌُر َّم ْعلُ ْو ٰم ٌت‬


Artinya: “(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang
telahdimaklumi.” (Q.S Al-Baqarah: 197)

Dari ayat ini bias dipahami bahwa berihram untuk haji di luar
bulan-bulan haji hukumnya tidak sah.

 Contoh Mafhum Syarath11

‫َوا ِْن ُك َّن ُاواَل ِت مَح ْ ٍل فَ َانْ ِف ُق ْوا عَلَهْي ِ َّن َحىّٰت يَضَ ْع َن مَح ْ لَه َُّۚن‬

11
Manna’, hl. 404.
17

Artinya: “Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu


sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya sampai
mereka melahirkan.”(Q. S Ath-Thalaq: 6)

Artinya, Wanita yang ditalak yang tidak hamil tidak wajib diberi
nafkah.

 Contoh Mafhum Ghayah

‫فَ ِا ْن َطل َّ َقهَا فَاَل حَت ِ ُّل لَ ٗه ِم ْۢن َب ْعدُ َح ٰتّىتَنْ ِك َح َز ْو ًجاغَرْي َ ٗه‬
Artinya: “Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang
kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia
menikah dengan suami yang lain.”(Q.S Al-Baqarah: 230)

Dari ayat ini bisa dipahami bahwa si wanita ini halal bagi suami
pertama setelah si wanita tersebut menikah dengan lelaki lain
dengan memenuhi semua syarat nikah.

 Contoh Mafhum Hashr12


ۗ ُ ‫ِااَّي كَ ن َ ْع ُبدُ َو ِااَّي كَ ن َ ْس َت ِعنْي‬
 Artinya: “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya
kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.”(Q.S Al-Fatihah: 5)

(Mafhum mukhalafah-hashr) dari firman ini adalah selain Allah


tidak disembah dan tidak dimintai pertolongan. Untuk itu, ayat ini
menunjukkan pengesaan Allah dalam ibadah dan memohon
pertolongan.

12
Manna’, hl. 405.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Manthuq yaitu penunjukkan lafal terhadap hukum sesuatu yang
disebutkan dalam pembicaraan atau dilafalkan, sedangkan mafhum adalah
makna yang ditunjukkan oleh lafazh yang tidak berdasarkan pada bunyi
ucapan yang tersurat atau bisa dikatakan tidak dilafalkan, Kemudian
manthuq dibagi menjadi dua yaitu sharih dan ghair sharih serta mafhum
dibagi menjadi mafhum muwafaqah dan mafhum mukhalafah, dan contoh
manthuq serta mafhum ini sangat banyak di dalam Al-Qur'an seperti pada
surah Al-An'am ayat 145 yang membahas haramnya memakan darah yang
mengalir, surah Al-Isra ayat 23 yang membahas tentang pengharaman
untuk mengatakan kata "Ah" dan masih banyak lagi

18
DAFTAR PUSTAKA

Evra Willya. “Mafhum Muwafaqoh Dan Implikasinya Dalam Istinbat Hukum.”


Jurnal al-Syir’ah 8, no. 2 (Desember 2010): 385–399.
Mohammad Athoilah,Mohammad Sar’an. “Tafsir Ayat Ahkam Dalam Perspektif
Dilalah Manthuq Dan Mafhum.” Journal UIN Sunan Gunung Djati
Bandung 3,No 2, (February 2022): 174–187.
Ahmad, Atabik. “PERANAN MANTHUQ DAN MAFHUM DALAM
MENETAPKAN HUKUM DARI ALQUR’AN DAN SUNNAH,” t.t.
Manna’, Al-Qaththan. Dasar-Dasar Ilmu Al-Qur’an. 1 ed. Jakarta Timur:
UMMUL QURA, 2017.

19

Anda mungkin juga menyukai