AL-QAWAID USHULIYAH
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Ushul Fiqih
Dosen Pengampu : Hamdi Pranata, M.Ud
KELAS A
2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr . Wb.
Puji syukur krhadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, taufik, serta
hidayahnya kepada kita, sehingga kami bisa menyelesaikan pembuatan makalah yang
berjudul “AL-QAWAID USHULIYAH” tepat pada waktunya.
Pembuatan makalah ini merupakan tugas kelompok, yang mana pembuatan makalah
ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqih dan bertujuan untuk menambah
wawasan pengetahuan mengenai al-qawaid al-ushuliyah.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak, khususnya kepada Bapak Hamdi
Pranata, M.Ud selaku dosen pembimbing yang telah mengarahkan kepada kami untuk
membuat makalah ini, yang bertujuan untuk menambah daya kreativitas mahasiswa serta
untuk mengajarkan kepada mahasiwa untuk lebih berfikir dan belajar dengan sungguh-
sungguh.
Selanjutnya, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya, karena didalam penulisan
makalah ini masih banyak terdapat kesalahan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
keritik dan saran dari pembaca maupun pendengar. Atas keritikan dan sarannya kami
ucapkan terima kasih.
i
DAFTAR ISI
COVER
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................1
C. Tujuan Penelitian...........................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Qawaid Ushuliyyah................................................2
B. Macam-Macam Al-Qawaid Ushuliyyah........................................2
C. Obyek Kajian Al-Qawaid Al-Ushuliyyah......................................4
D. Metode-Metode Al-Qawaid Al-Ushuliyyah..................................5
E. Perbedaan Al-Qawaid Al-Ushuliyyah dengan
Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah...............................................................7
F. Urgensi Al-Qawaid Al-Ushuliyyah................................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................9
B. Kritik/Saran....................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karena pentingnya hal tersebut, sehingga merupakan suatu kebutuhan bagi kita
semua khususnya mahasiswa yang akan meneruskan perjuangan pendahulu-pendahulu
kita dalam membela dan menegakkan islam untuk mempelajari hal ini. Karena banyak
dari kita yang kurang mengerti bahkan ada yang belum mengerti sama sekali apa itu al-
qawaid al-ushuliyah.Oleh karena itu penting bagi seorang mujtahid maupun calon
mujtahid untuk menggali sebuah hukum dengan mempelajari al-qawaid al-ushuliyah
ini.
B.Rumusan Masalah
C.Tujuan Penelitian
1
BAB II
PEMBAHASAN
Secara terminologis banyak pengertian Qowa'id atau aturan dari beberapa pakar
ushul salah satunya:
Hasbi ash Shidqi mencuplik arti dari aturan yang disampaikan oleh Prof.
Mustafa sebagai Zarqa dalam bukunya al Fiqh Fi Tsaubhil Jadid:
Dengan begitu makna dari “Kaidah Ushulyyah” adalah hukum kulli yang bisa
dijadikan dasar hukum untuk juz’i yang diambil dari landasan kulli yakni Al-Qur’an
dan as-Sunnah. Oleh sebab itu aturan Ushuliyyah dapat disebutkan istinbathiyyah atau
aturan lughawiyyah. Pemakaian aturan ushuliyyah cuma dipakai sebagai langkah untuk
mendapatkan bukti hukum dan hasil hukum. Misalkan penentuan hukum amr, nahi dan
lain-lain serta penerimaan atau penggalian dalil dhanniyyah seperti qiyas, istishab,
istishan dan sebagainya.
2
‘am dapat digugurkan ketika ditemukan khas. Sedangka khas tidak dapat digugurkan
dengan adanya ‘am.
3
f. Muradif (sinonim) dan Musytarak (homonim)
Murodif adalah dua kata atau lebih, satu arti. Contohnya : Qur’an adalah
mukjizat, baik dari sudut lafazd maupun maknanya , karena itu tidak diperbolehkan
mengubahnya. Bagi Mālikiah menyatakan bahwa takbir shalat tidak diperbolehkan
kecuali “Allahu Akbar”, sedang Imam Syāfi’i hanya memperbolehkan “Allahu Akbar”
atau “Allahul Akbar” sedangkan Abu Hanifah memperbolekan semua lafaz yang
semisal dengannya, “ Allahul A’dham” “Allahul Ajal” dsb.
Lafadz musytarak adalah satu lafadz yang mempunyai dua arti atau lebih dengan
kegunaan yang banyak yang dapat menunjukkan artinya secara gantian. Artinya lafadz
itu bisa menunjukkan arti ini dan itu. Seperti lafadz a’in , menurut bahasa bisa berarti
mata, sumber mata air, dan mata-mata.
4
D. Metode-Metode Al-Qawaid Al-Ushuliyyah
Adapun metode-metode Al-Qawa'id Al Ushuliyyah adalah sebagai berikut.
A. Mutakallimin
Metode mutakallimin adalah metode yang dilaksanakan oleh para ulama ushul
fiqh dari sekte mutakallimin yang karakter al-Syafi'i, Malik bin Anas, Ahmad bin
Hambal dan para penganut madzhab nya. Ciri-ciri utamanya lebih fokus pada
pengkajian hukum atas ayat-ayat Alquran dan Sunnah, sebagai implementasi dari ide
dasar jika yang syar'i hanyalah Allah dan Rasul-Nya. Metode itu dilaksanakan dengan
skema berpikir deduktif. Mereka mengeruk arti logis dari nash atau asumsi berdasarkan
logika logis dan nash. Selanjutnya dari arti proposisi diambil kaidah yang rasional dan
umum berdasar pada penalaran logis. Oleh sebab itu dalam melahirkan kaidah dalil
ushuliyyah dalam nalar (manthiq) dipandang sebagai bagian dasar dari ilmu ushul fiqh
seperti; pengetahuan, logika (nadhar) dan dilalah lafal mengenai arti, pengertian istilah
dan demonstrasi (burhan).
Misalkan dalam Al-quran ada nash yang lafalnya bershigat amar (perintah)
seperti perintah untuk melakukan shalat. Selanjutnya sebuah pertanyaan muncul; "Apa
hukum melaksanakan shalat?". Haruskah itu dikerjakan (wajib), atau dianjurkan
(sunnah)? Untuk menjawab itu, maka ulama harus sanggup memastikan hukum yang
terkandung di dalam perintah shalat yang kalimatnya bershigat amar. Metode deduktif
secara simpel bisa diterangkan sebagai berikut ini:
• Pernyataan I: Shalat diperintahkan oleh Allah SWT kepada manusia
• Pernyataan II: Allah memandang sholat sebagai suatu hal yang begitu penting sebab
merupakan rukun agama, salah satu dari lima bangunan Islam, sebagai amal pertama
yang dihitung, dan lain lain.
• Pernyataan III: Hamba akan dihina bila tidak mengikuti perintah-Nya, dan itu
dipandang seperti ketidaktaatan. Sama seperti yang difirmankan Allah SWT dalam
Surah An-Nur ayat 63.
• Pernyataan IV: Suatu tindakan akan disiksa jika dia hilang, d mendapatkan pahala jika
dilaksanakan adalah wajib dalamfikih atau hukum taklif.
• Pernyataan V: Dengan begitu bisa disimpulkan jika shalat yang syah itu wajib.
• Pernyataan VI: Terdapatnya doa karena ada ayat-ayat yang shigat amr. Selama sebuah
lafal dapat dimengerti sesungguhnya, jadi tidak perlu diarahkan ke arti majazi.
Apabila hukum sholat itu wajib dan terdapatnya shalat sebab adanya nash
dengan lafal bershigat amr, maka bisa diambil kesimpulan jika asal-muasal perintah
(amr) ialah memperlihatkan kewajiban. Dari penguraian pernyataan di atas bisa dibuat
suatu aturan:
5
األصل في األمر للوجوب
B. Metode Ahnaf
Metode Ahnaf dipakai oleh aliran Hanafi yang dipelopori oleh Imam Abu
Hanifah. Dalam metode ini, aliran Hanafiyah memakai lajur istiqra' (induksi) pada
pendapat beberapa imam sebelumnya dan mengumpulkan makna-makna dan batasan
yang mereka pakai, selanjutnya menyimpulkannya. Mereka tidak memutuskan
ketentuan amaliyah sebagai cabang baru dari ketentuan itu, yakni hukum yang sudah
diputuskan oleh imam, tapi cuma memperkokoh. Salah satu contoh aturan ushuliyyah
yang diyakini oleh Hanafiyah adalah aturan mengenai amr dan perintah untuk meningga
yang sebaliknya didapat istiqra' (induktif) sebagai berikut ini:
Ringkasan dari pernyataan di atas, kalau tiap perintah untuk melaksanakan suatu hal
memiliki arti melarang yang kebalikannya. Selanjutnya lahirlah ketentuan:
6
Metode konvergensi adalah metode yang dipakai oleh banyak ulama
kontemporer khususnya dalam memperdebatkan hukum di mana mereka memakai
kaidah ushul yangada dan mengambil ringkasan umum (induksi) dari bermacam furu'-
furu'. Salah satu contohnya ialah ketentuan yang dicetuskan oleh Imam al Khathabiy,
yakni:
"Perintah yang ditetapkan oleh sesuatu yang diketahui tidak bisa ditinggal dengan
perintah dzanni".
Kaidah ini memiliki sifat deduktif, didapat dengan menimbang kaidah kalau
dalam lafal yang final atau terang tak perlu mencari arti lain selama masih bisa
disimpulkan sesuai dengan teks. Adapun induksi didapat dari:
• Pernyataan I : Kepercayaan yg tdki bisa dikalahkan oleh kebimbangan,
• Pernyataan II: Lafal dhahir lebih kuat daripada lafal dzanni.
Dari ke-2 ketentuan di atas kelihatan jika suatu hal yang pasti lebih kuat
dibanding yang samar. Jadi kesimpulan dari ke-2 ketentuan di atas yakni bahwa
perintah berdasarkan suatu hal yang diketahui tidak bisa ditinggal dengan perintah yang
dzanni.
7
F. Urgensi Al-Qawaid Al-Ushuliyyah
Tujuan mempelajari qawa'id al ushuliyyah pada intinya sama dengan tujuan
mempelajari ushul fiqh. Tujuan itu adalah membuka jalan agar bisa mengetahui hukum-
hukum syariat dan mengetahui cara-cara istinbath serta istidlal hukum. Dengan begitu,
kaidah ushuliyyah mengulas mengenai kaidah-kaidah saat melakukan istinbath,
menggariskan jalan yang perlu dilakukan dalam menggali hukum dan menjelaskan
tahapan tahapan dalil serta kondisi yang mengikuti sebuah dalil. Kaidah ushuliyyah
sebagai gambaran umum yang umumnya meliputi metode istinbath dari sudut
pemaknaannya, baik dari kajian bahasa, skema atau tata bahasanya. Oleh sebab itu,
semua metode istinbath harus berdasar pada prinsip-prinsip yang sudah tercantum pada
kaidah yang sudah diputuskan dan disetujui bersama.
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kaidah Ushuliyyah adalah hukum kulli yang bisa dijadikan dasar hukum untuk
juz’i yang diambil dari landasan kulli yakni Al-Qur’an dan as-Sunnah. Tujuan Al-
Qawaid Al-Ushuliyyah adalah membuka jalan agar bisa mengetahui hukum-hukum
syariat dan mengetahui cara-cara istinbath serta istidlal hukum. Kaidah ushuliyyah
sebagai gambaran umum yang umumnya meliputi metode istinbath dari sudut
pemaknaannya, baik dari kajian bahasa, skema atau tata bahasanya. Kaidah-kaidah
ushuliyah adalah timbangan dan parameter untuk melaksanakan istinbath al-ahkam
secara betul. Dengan ushul fiqh digali hukum-hukum dari dalil-dalilnya, seperti hukum
dari kata perintah (al amr) ialah wajib, kalimat larangan memperlihatkan haram.
Kaidah-kaidah ushuliyah muncul saat sebelum furu'.
B.Keritik/Saran
Bagi pendengar maupun pembaca, pembuatan makalah ini bertujuan untuk
menambah wawasan tentang pengertian al-qawaid al-ushuliyah dan macam-macam al-
qawaid al-ushuliyah. Namun, pembuatan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan,
baik didalam penulisan maupun pemjelasannya. Makalah ini juga tidak lengkap, oleh
karena itu, bagi pendengar maupun pembacanya diharapkan untuk mencari buku-buku
lain untuk dapat dipelajari. Karena makalah yang kami buat ini tidak lengkap
penjelasannya. Jadi, belum layak umtuk dijadikan buku panduan. Kami juga
mengharpkan keritikan dari dosen pengampu atau teman-teman lain mengenai makalah
yang kami buat. Atas keritikannya, kami ucapkan terima kasih.
9
DAFTAR PUSTAKA
Fadal, Muh Kurdi. 2008. Kaidah-kaidah fiqih. Jakarta Barat: Artha Rivera
Anwar, Syahrul. 2010. Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih.Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia
Djazuli. 2010. Kaidah-kaidah fiqih. Jakarta: Kencana
Khalaf. Abdul Wahab.2004. Ilmu Ushul Fiqih. Cairo: Al-Haramain
Sinaga, Ali Imron dan Nurhayati. 2018. Fiqh & Ushul Fiqh. Jakarta: Prenada Media
Hamzawi, M Adib. 2016. Qawa'id Ushuliyyyah & Qawa'id Fiqhiyyah (Melacak
Konstruksi Metodologi Istinbath al-Ahkam). Inovativ. 2(2), 97-99.
10