Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

URF SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM


YANG DIPERSELISIHKAN OLEH PARA ULAMA

Dosen Pengampu: MUHAMMAD RAHMATULLAH, S.H.I., M.H

Kelompok 1

Muzafar Mifbahul Anam (225240009)


Sriwaningsih S. Nahe (225240024)
Rospawati A. Saleh (225240025)
Dervy Septianur (225240016)
Andi Miftah Januari (225240017)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI DATOKARAMA PALU
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pertama-tama puji syukur kehadirat Allah SWT,atas pertolonganyalah kami

bisa menyelesaikan tugas makalah dengan judul URF SEBAGAI SUMBER

HUKUM ISLAM YANG DIPERSELISIHKAN OLEH PARA ULAMA.

Tujuan penulisan makalah ini,karena ingin memenuhi tugas dari Dosen

Pengampuh. Dalam penyusunan makalah ini kami memang mendapatkan banyak

sekali tantangan dan hambatan namun dengan bantuan kelompok hambatan

tersebut dapat dilewati. Kami telah menyadari bahwa masih banyak kesalahan

yang ditemukan dalam proses penulisan makalah ini.

Oleh karena itu kami mengucapkan terimakasih kepada pihak yang telah

membantu dalam proses penyusunan makalah ini. semoga allah SWT membalas

kebaikan kalian semua.Kami menyadari bahwa tulisan ini masih kurang sempurna

dalam susunan dan isinya. Maka dari itu kami berharap kritik dari para pembaca

dan pendengar dapat membantu penulis dalam menyempurnakan makalah

selanjutnya. Semoga makalah ini bisa membantu

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 2
C. Tujuan....................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 4
A. Pengertian URF ....................................................................... 4
B. Kedudukan URF ...................................................................... 6
C. Macam-macam URF ................................................................ 7
D . Syarat keabsahan URF ............................................................ 10

BAB III PENUTUP..................................................................................... 12


A. Kesimpulan................................................................................ 12
B. Saran.......................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 13

iii
BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu kaidah asasiyah hukum Islam adalah kaidah al-adat

muhakkamat (adat dapat menjadi pertimbangan hukum) atau al-adat shari'at

muhakkamat (adat merupakan syariat yang dihukumkan). Kaidah tersebut kurang

lebih bermakana bahwa adat (tradisi) merupakan variabel sosial yang mempunyai

otoritas hukum (hukum Islam). Adat bisa mempengaruhi materi hukum, secara

proporsional. Hukum Islam tidak memposisikan adat sebagai faktor eksternal non-

implikatif, namun sebaliknya, memberikan ruang akomodasi bagi adat. Kenyataan

sedemikian inilah antara lain yang menyebabkan hukum Islam bersifat fleksibel.

Karakter hukum Islam yang akomodatif terhadap adat (tradisi) amat bersesuaian

dengan fungsi Islam sebagai agama universal (untuk seluruh dunia). Wajah Islam

pada berbagai masyarakat dunia tidaklah harus sama (monolitik). Namun,

keberagaman tersebut tetaplah dilingkupi oleh wihdat al-manhaj (kesatuan

manhaj) yaitu al-manhaj alNabawiy al-Muhammadiy. Di sinilah, perlunya

mempertimbangkan kembali posisi al-Adat maupun al-Urf dalam struktur

bangunan hukum Islam.

Secara umum, hukum syariat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Taklifiyyah

(Pembebanan) dan Wadh'iyyah (Peletakan).2 Al-Ahkam at-Taklifiyyah ada lima,

yaitu Wajib, Sunnah, Haram, Makruh, dan Mubah, sedangkan Al-Ahkam

alWadh'iyyah terbagi menjadi dua, yaitu Sah dan Rusak. Hukum-hukum ini ada

yang secara jelas diterangkan dalam Al-Qur'an maupun Hadits, namun banyak

pula yang tidak diterangkan secara jelas oleh kedua sumber hukum Islam yang

utama tersebut. Sehingga banyak kalangan ulama yang merasa perlu untuk adanya

1
suatu tata cara atau metode dalam penentuan hukum Islam yang belum diterangkan

secara jelas (khilafiyah) oleh Al-Qur'an dan Hadits.

Pada mulanya, para ulama terlebih dahulu menyusun Ilmu Fiqh sesuai

dengan Al-Qur'an, Hadits, dan Ijtihad para Sahabat. Setelah Islam semakin

berkembang, dan mulai banyak negara yang masuk kedalam daulah Islamiyah,

maka semakin banyak kebudayaan yang masuk dan menimbulkan pertanyaan

mengenai budaya baru ini yang tidak ada di zaman Rosulullah. Maka para ulama

ahli Ushul Fiqh menyusun kaidah sesuai dengan gramatika bahasa Arab dan sesuai

dengan dalil yang digunakan oleh ulama penyusun Ilmu Fiqh.

Ilmu Ushul Fiqh semakin berkembang seiring dengan perkembangan Islam

ke berbagai macam wilayah di luar jazirah Arab. Kajian tentang Ushul Fiqh

diperlukan karena banyaknya kebudayaan di luar jazirah Arab yang berbeda

hingga bertolak belakang dengan kebudayaan di jazirah Arab. Hal ini menjadi

suatu kebutuhan masyarakat setempat yang belum banyak memahami ajaran

Islam. Sehingga banyak usaha yang dilakukan para ulama untuk menyelesaikan

berbagai masalah tersebut, yang didasarkan pada beberapa metode pengambilan

hukum Islam di luar Al-Qur'an, Hadits, Ijma, dan Qiyas yang sudah disepakati

bersama, antara lain adalah al-urf.

B. Rumusan Masalah

1. Pengertian URF

2. Kedudukan URF

3. Macam-macam URF

4. Syarat keabsahan URF

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui apa itu URF

2. Untuk mengetahui kedudukan URF

2
3. Untuk mengetahui macam-macam URF

4. Untuk mengetahui apa saja syarar keabsahan URF

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian URF

Secara bahasa, kata urf berasal dari akar kata ‫ عشف‬- ‫ يعش>>ف‬yang berarti

mengetahui, kemudian dipakai dalam arti sesuatu yang diketahui, dikenal,

dianggap baik, dan diterima oleh akal sehat. Juga berarti apa yang diketahui dan

dikenal atau kebiasaan.

Sedangkan menurut istilah ahli ushul, Abdul Wahhab Khalaf menjelaskan

bahwa:

ٌ ‫ٔف نسا‬ ٗ ‫ ّن‬,‫ي ٕقل ٔا فعم ٔأ حشك‬


ٗ ‫ٔيسً انعادة‬ ٍ ‫حعاسف انُاس ٔسا ٔسا عه ّي‬
ّ ‫انعشف ْٕ يا‬
‫بي انعشف ٔانعادة‬
ٍ ‫فشق‬ ‫ال‬ :‫انششعيي‬
ٍ

“Urf ialah sesuatu yang telah diketahui oleh orang banyak dan dikerjakan
oleh mereka, baik dari perkataan atau perbuatan atau sesuatu yang
ditinggalkan. Hal ini juga dinamakan adat. Dan menurut para ahli hukum
Islam tidak ada perbedaan antara al-urf dengan al-adah”.

Berdasarkan pengertian urf yang disampaikan oleh Abdul Wahhab Khalaf


tersebut dapat diambil pemahaman bahwa istilah urf memiliki pengertian yang
sama dengan istilah adat. Namun demikian ulama yang lain ada yang membedakan
antara urf dengan adat, sebagaimana uraian berikut.
Al-Jurjaniy dalam kitabnya Al-Ta'rifat memberikan definisi urf sebagai
berikut:

ٕ ‫يا اسخقشث انُ ٕفس عه ّي ب ٓشادة انع ٕقل ٔ حهق ّخ انطبائع‬


‫بانقبل‬

Artinya:
“urf adalah sesuatu (baik perbuatan maupun perkataan) dimana jiwa
merasakan ketenangan dalam mengerjakannya karena sudah sejalan dengan
logika dan dapat diterima oleh watak kemanusiannya”.

Imam al-Ghazali dalam karyanya al-Mustashfa, sebagaimana dikutip oleh

Ahmad Fahmi Abu Sunnah mendefinisikan urf dengan:

4
ٕ ‫ي ٓجت انع ٕقل ٔ حهق ّخ انطبائع انسهيًت‬
‫بانقبل‬ ٍ ‫يا اسخقش ٗف انُ ٕفس‬

Artinya:
“urf adalah sesuatu (baik perkataan maupun perbuatan) yang telah menjadi
kemantapan jiwa dari segi dapatnya diterima oleh akal yang sehat dan
dapat diterima oleh watak yang sehat atau baik”.

Berdasarkan kedua pengertian di atas, dapat dipahami bahwa urf itu

mengandung tiga unsur, yaitu: pertama, adanya perbuatan atau perbuatan yang

berlaku berdasarkan kemantapan jiwa; kedua, sejalan dengan pertimbangan akal

sehat; dan ketiga, dapat diterima oleh watak pembawaan manusia. Sedangkan adat

didefinisikan:

ٍ ‫األيش انًخكشس‬
‫ي غيش عالقت عقهيت‬

“Sesuatu yang dilakukan berulang ulang tanpa adanya hubungan rasional”

Kata urf dalam bahasa Indonesia sering disinonimkan dengan adat

kebiasaan namun para ulama membahas kedua kata ini dengan panjang lebar,

ringkasnya urf adalah sesuatu yang diterima oleh tabiat dan akal sehat manusia.

Dengan adanya definisi tersebut di atas, dapat diambil pengertian bahwa

urf dan Adat adalah perkara yang memiliki arti sama. Oleh sebab itu, hukum adat

ialah keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak mempunyai sangsi

(karena itulah ia sebagai hukum) dan di pihak lain dalam keadaan tidak

dikodifikasikan,(karena itulah ia sebagai adat kebiasaan). Hal ini sesuai dengan

kaidah:

‫اًَا حعبش انعادة ارا طشدث فا ٌ أطشبج فال‬

“Adat kebiasaan dianggap sebagai patokan hukum ketika sudah berlaku


umum, jika menyimpang maka tidak bisa dijadikan sebagai salah satu
patokan hukum”.

5
B. Kedudukan URF didalam sumber hukum Islam

Menurut hasil penelitian al-Tayyib Khudari al-Sayyid, guru besar Ushul

Fiqih di Universitas Al-Azhar Mesir dalam karyanya fi al-ijtihad ma la nassa fih,

bahwa mazhab yang dikenal banyak menggunakan ‘Urf sebagai landasan hukum

adalah kalangan Hanafiyah dan kalangan malikiyyah, dan selanjutnya oleh

kalangan Hanabilah dan kalangan Syafi’iyah. Menurutnya, pada prinsipnya

mazhab-mazhab besar fiqih tersebut sepakat menerima adat istiadat sebagai

landasan pembentukan hukum, meskipun dalam jumlah dan rinciannya terdapat

perbedaan pendapat diantara mazhab-mazhab tersebut, sehingga ‘Urf dimasukkan

kedalam kelompok dalil-dalil yang diperselisihkan dikalangan ulama.

Diterimanya Urf oleh mereka sebagai landasan hukum adalah dengan

beberapa alasan yang salah satunya terdapat dalam surah Al-A’raf Ayat 199

“Jadilah engakau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf (al-

‘urfi), serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”. (QS. Al-A’raf 199)

Kata al-‘Urf dalam ayat tersebut, dimana umat manusia disuruh

mengerjakannya, oleh Ulama Ushul fiqih dipahami sebagai sesuatu yang baik dan

telah menjadi kebiasaan masyarakat. Berdasarkan itu maka ayat tersebut dipahami

sebagai perintah untuk mengerjakan sesuatu yang telah dianggap baik sehingga

telah menjadi tradisi dalam suatu masyarakat.

Pada dasarnya, syariat Islam dari masa awal banyak menampung dan

mengakui adat atau tradisi itu tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah

Rasulullah. Kedatangan Islam bukan menghapuskan sama sekali tradisi yang telah

menyatu dengan masyrakat. Tetapi secara selektif ada yang diakui dan dilestarikan

serta ada pula yang dihapuskan. Misal adat kebiasaan yang diakui, kerja sama

dagang dengan cara berbagi untung (al-mudarabah). Praktik seperti ini telah

berkembang di bangsa Arab sebelum Islam. Berdasarkan kenyataan ini, para

Ulama menyimpulkan bahwa adat istiadat yang baik secara sah dapat dijadikan

6
landasan hukum, bilamana memenuhi beberapa persyaratan. Sebagaimana yang

telah dinyatakan bahwa ‘urf yang dapat dijadikan sumber hukum atau dalil dalam

Islam adalah ‘urf yang tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits.

Adapun kehujjahan ‘urf sebagai dalil didasarkan oleh beberapa alasan,

diantaranya adalah dalam firman Allah Swt dalam surat Al-A’raf (7): 199

Artinya: “ Jadilah Engkau Pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang

ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”

Dalam ayat di atas Allah SWT memerintahkan kaum muslimin untuk

mengerjakan yang ma’ruf. Ma’ruf itu sendiri ialah yang dinilai oleh kaum

muslimin sebagai kebaikan, dikerjakan berulang-ulang dan yang sesuai dengan

nilai-nilai keislaman.

Hukum yang dapat berubah karena ‘urf ini dapat kita contohkan seperti

pendapat Abu Hanifah bahwa kesaksian sesorang yang dhahirnya tidak fasik dapat

dijadikan saksi, kecuali pada kasus hudud dan qisas. Akan tetapi, murid beliau

Abu Yusuf menyatakan bahwa kesaksian baru dapat diterima setelah melakukan

penyelidikan yang mendalam terhadap sifat-sifat saksi tersebut. Pendapat Imam

Abu Hanifah sejalan dengan masanya karena pada umumnya akhlak dan agama

masyarakat masih dipegang teguh dan terpelihara.

Dalam kehidupan ini kita tidak akan terlepas dengan yang namanya hukum

dan permasalahan. Dimana ada Hukum pasti ada permasalahan, dan dimana ada

permasalahan pasti ada penyelesaian. Agama Islam sendiri memudahkan para

pemeluknya dalam segala hal. Misalkan dalam menentukan sebuah hukum. Dalam

kehidupan beragama, islam menjadikan Al-Quran dan hadits sebagai sumber

hukum yang utama. Sedangkan hukum yang lainnya seperti ijma, qiyas, istishan,

istishab, urf, maslahah mursalah atau istislah, saddu dzariah, dan masih banyak

ilmu lainnya yang digunakan sebagai pelengkap.

7
C. Macam-macam URF

Secara umum, para ulama ushul fiqh membagi ragam urf dari tiga

perspektif, yakni:

1. Dari sisi bentuknya/sifatnya, urf terbagi menjadi dua :

a. Urf lafzhi (ٗ‫ )انهف>>ظ انعشف‬yakni kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan

lafal/ungkapan tertentu, sehingga ada makna khusus yang terlintas dalam

pikiran mereka, meskipun sebenarnya dalam kaidah bahasa ungkapan itu bisa

mempunyai arti lain. Beberapa contoh klasik yang akan kita temui dalam

banyak literatur Ushul Fikih untuk urf dalam bentuk ini adalah kata walad, yang

arti sebenarnya bisa berupa putra atau putri

Akan tetapi kebiasaan orang-orang Arab memahami kata walad dengan arti

anak laki-laki. Selain itu kata dâbbah yang sebenarnya berarti binatangmelata, oleh

penduduk Iraq difahami sebagai keledai. Contoh yang berkenaan dengan hukum

adalah kata thalâq dalam bahasa Arab, yang sebenarnya berarti lepas atau

melepaskan, tapi kemudian difahami dengan konotasi putusnya ikatan perkawinan.

Maka seseorang suami yang mengatakan kepada istrinya: “thalaqtuki”, maka

terjadi talak dalam pernikahan mereka.

b. Urf amali (ٗ‫ )هً>>انع انعشف‬adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan

perbuatan atau mua'malah. Seperti jual-beli tanpa ijab dan qabul, yang itu sudah

menjadi kebiasaan masyarakat. Atau garansi dalam membeli sesuatu, seperti

garansi jam bahwa jam itu bagus untuk waktu tertentu. Atau jual beli dengan

antaran barang tanpa tambahan biaya. Atau memberikan mahar dalam

pernikahan di kalangan masyarakat Arab sebelum datangnya Islam. Dan lain

sebagainya.

Dari segi cakupannya, ataupun keberlakuannya di kalangan masyarakat

maka urf ini dibagi menjadi dua bagian juga, yakni urf yang umum dan yang

khusus:

8
c. Urf yang umum ( ‫ )انعاو انعشف‬adalah adalah tradisi atau kebiasaan yang berlaku

secara luas di dalam masyarakat dan di seluruh daerah. Akan tetapi kami tidak

mendapatkan batasan yang jelas tentang batasan dan cakupan urf yang umum

ini. Apakah hanya dengan berlakunya sebuah kebiasaan di kalangan mayoritas

masyarakat urf itu bisa disebut dengan urf âmm atau tidak. Ataukah urf yang

hanya berlaku di suatu tempat saja seperti Minangkabau saja bisa dikatakan urf

yang umum atau tidak.

d. Urf yang khusus (‫ )انخاص انعشف‬adalah kebiasaan yang berlaku pada masyarakat

tertentu dan di daerah tertentu atau di kalangan tertentu. Meskipun para ulama

Ushul Fikih tidak mensyaratkan zaman tertentu dalam mengkategorikan urf

yang khusus ini, tapi dari beberapa contoh yang sering mereka ajukan terlihat

bahwa waktu juga termasuk kondisi yang bisa membedakan sesuatu apakah ia

termasuk dari urf yang umum atau yang khusus.

Sedangkan ditinjau dari keabsahannya menurut syari'at, urf dibagi menjadi

dua macam, yaitu: urf yang baik (‫ )انظحيح انعشف‬dan urf yang jelek ( ‫) انعشف انفاسذ‬,

konsepnya adalah apakah ia sesuai dan sejalan dengan syari'ah atau tidak.

Pembagian urf dalam bentuk inilah yang menjadi pusat kajian para ulama Ushul

dalam kajian urf. Maka tidak mengherankan bila beberapa kajian sekilas tentang

urf hanya akan mengemukakan pembagian urf dari segi kesesuaiannya dari

syari'ah ataukah tidak.

d. Urf shahih ( ‫ ) انظحيح انعشف‬adalah kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah

masyarakat yang tidak bertentangan dengan Alquran al-Karim ataupun Sunnah

Nabi, tidak menghilangkan kemashlahatan mereka dan tidak pula membawa

mudharat bagi mereka. Misalnya bercadar bagi wanita yang merupakan

kebiasaan wanita-wanita Arab sebelum datangnya Islam atau seperti

menetapkan konsep haram oleh masyarakat Arab untuk beribadah dan

berdamai. Ada banyak contoh-contoh yang bisa kita dapatkan dalam kajian

9
sejarah di mana kemudian Alquran al-Karim ataupun Sunnah menetapkan

sebuah kebiasaan menjadi salah satu bagian dari hukum Islam, meskipun

setelah diberi aturan tambahan. Selain cadar dan konsep haram, kita juga bisa

melihat mahar, sunnah atau tradisi, denda, polygami dan lain sebagainya.

e. Urf fâsid (‫ ) انفاسذ انعشف‬adalah kebiasaan yang bertentangan dengan dalil-dalil

syara. Seperti praktek riba yang sudah mewabah dalam kalangan bangsa Arab

sebelum datangnya Islam, atau juga meminum minuman keras. Setelah

datangnya Islam maka urf-urf yang seperti ini ditentang dan dikikis baik secara

perlahan-lahan maupun langsung. Kalau untuk masa sekarang, mungkinkita

mengenal kebiasaan yang berlaku luas di kalangan masyarakat Indonesia, yaitu

marpangir, yakni berpergian ke suatu tempat tanpa ada batasan yang jelas

antara wanita dan laki-laki dan mandi bersama-sama, kebiasaan ini dilakukan

untuk menyambut bulan puasa.

D. Syarat-syarat Keabsahan URF

Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar sebuah ‘urf dapat diterima

sebagai hujjah, antara lain:

1. ‘Urf tersebut dipraktikkan secara ajek pada hampir semua kasus dalam

masyarakat.

2. ‘Urf sudah mapan pada saat kemunculan suatu perbuatan yang hendak

ditetapkan hukumnya, jika suatu perbuatan sudah muncul sebelum suatu

‘urf mapan dan diterima masyarakat, maka ‘urf tidak dapat dijadikan

sandaran dalam menetapkan perbuatan tersebut.

3. ‘Urf tidak bertentangan dengan sesuatu yang ditegaskan secara jelas.

Misalnya, menurut kebiasaan yang berlaku, barang yang telah dibeli tidak

diantarkan oleh penjual ke rumah pembeli, maka ‘urf diabaikan dan yang

berlaku adalah syarat yang ditegaskan tadi.

10
4. ‘Urf tidak menyalahi nash syara’ atau menyalahi suatu prinsip yang

tegas dalam syariat.

Seperti yang dikutip oleh Satria Effendi dari Abdul Karim Zaidan

menyebutkan beberapa persyaratan bagi ‘urf yang bisa dijadikan landasan hukum

yaitu:

1. ‘Urf harus termasuk ‘urf yang s}ahih dalam arti tidak bertentangan dengan

ajaran Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah. Misalnya, kebiasaan di suatu

negeri bahwa sah mengembalikan harta amanah kepada istri atau anak dari

pihak pemberi atau pemilik amanah.

2. ‘Urf itu harus bersifat umum, dalam arti minimal telah menjadi kebiasaan

mayoritas penduduk negeri itu.

3. ‘Urf itu harus sudah ada ketika terjadinya suatu peristiwa yang akan

dilandaskan kepada ‘urf itu. Misalnya, seseorang yang mewakafkan hasil

kebunnya kepada ulama, sedangkan yang disebut ulama pada waktu

ituhanyalah orang yang mempunyai pengetahuan agama tanpa ada

persyaratan memiliki ijazah.

4. Tidak ada ketegasan dari pihak-pihak yang terkait yang berlainan dengan

kehendak ‘urf tersebut, sebab jika kedua belah pihak yang berakad telah

sepakat untuk tidak terikat dengan kebiasaan yang berlaku umum, maka

yang dipegang adalah ketegasan itu, bukan ‘urf.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. “Urf ialah sesuatu yang telah diketahui oleh orang banyak dan dikerjakan

oleh mereka, baik dari perkataan atau perbuatan atau sesuatu yang

ditinggalkan. Hal ini juga dinamakan adat. Dan menurut para ahli hukum

Islam tidak ada perbedaan antara al-urf dengan al-adah”.

2. Dalam kehidupan beragama, islam menjadikan Al-Quran dan hadits

sebagai sumber hukum yang utama. Sedangkan hukum yang lainnya seperti

ijma, qiyas, istishan, istishab, urf, maslahah mursalah atau istislah, saddu

dzariah, dan masih banyak ilmu lainnya yang digunakan sebagai

pepelengkap.

B. Saran

Kami menyadari dengan keterbatasan ilmu yang dimiliki. Masih banyak

kekurangan dalam penyusunan makalah ini dnn jauh dari sempurna. Kritik yang

konstruktif sangatlah berarrti bagi kesempurnaan makalah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.uinsby.ac.id/19180/5/Bab%202.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/135023-ID-urf-sebagai-metode-dan-
sumber-penemuan-h.pdf

https://sinar5news.com/pengertian-urf-dan-kedudukannya-didalam-sumber-
hukum-islam/

13

Anda mungkin juga menyukai