Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH USHUL FIQH

‘URF

Guna memenuhi tugas Mata Kuliah Makalah Ushul Fiqih

Dosen Pengampu: Romadhan Lubis,M.H

Disusun oleh kelompok 6:

Rani Afriani : 01326.111.17.2020

Rahmat Budi Sahri : 01327.111.17.2020

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

STAI TUANKU TAMBUSAI

ROKAN HULU

TAHUN AJARAN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Pertama dan yang paling pertama Puja-puji syukur senantiasa patut kita
haturkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat yang kian tiada
terhitung, nikmat besar hingga nikmat terkecilpun dapat kita rasakan hingga detik
ini. Shalawat dan salam kita haturkan kepada sang junjungan alam kita Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah membawa kita pada nikmatnya kehidupan yakni
dengan adanya Islam wal Iman.
Kami ucapkan terima kasih pula kepada dosen pembimbing mata kuliah
“Ushul Fiqh“ yang telah berupaya membimbing kami dalam melaksanakan tugas
yang diberikan. Tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan bangsa, 
membentuk sumber daya, akal serta watak manusia menjadi lebih baik. Berakhlak
mulia dan berbudi luhur serta mempunyai wawasan pengetahuan yang luas.
Kami mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah
ataupun kesalahan dalam bentuk apapun, karena manusia tidak luput dari salah
dan dosa. Makalah ini kami buat dengan harapan agar dapat membantu kita semua
untuk mengetahui apa yang mencangkup tentang”Urf” Akhirnya, kami sebagai
pemakalah berpengharapan besar, semoga makalah yang telah kami susun dapat
menambah wawasan khususnya pada kami selaku penyusun, dan umumnya
teman-teman sekalian

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR.......................................................................................i

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang.......................................................................................1
B. Rumusan masalah..................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Urf.......................................................................................3
B. Kehujjahan Urf......................................................................................3
C. Macam-macam Urf...............................................................................5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Konsep bahwa Islam sebagai agama wahyu yang mempunyai doktrin-


doktrin ajaran tertentu yang harus diimani, juga tidak melepaskan
perhatiannya terhadap kondisi masyarakat tertentu. Kearifan hukum Islam
tersebut ditunjukkan dengan beberapa ketentuan hukum dalam al-Qur’an
yang merupakan pelestarian terhadap tradisi masyarakat pra-Islam.

Islam sangat memperhatikan tradisi masyarakat untuk dijadikan sumber


bagi yuriprudensi hukum Islam dengan penyempurnaan dan batasan-batasan
tertentu. Prinsip demikian terus dijalankan oleh Nabi Muhammad saw.
Kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan hukum yang tertuang dalam
sunahnya banyak mencerminkan kearifan beliau terhadap tradisi-tradisi para
sahabat atau masyarakat.

Ushul fiqih merupakan salah satu hal penting yang harus dipenuhi oleh
siapapun yang ingin menjalankan atau melakukan mekanisme ijtihad dan
istinbat hukum dalam Islam. Itulah sebabnya tidak mengherankan jika dalam
pembahasan criteria seorang mujtahid, penguasaan akan ilmu ini dimasukkan
sebagai salah satu syarat mutlak atau dengan kata lain, untuk menjaga agar
proses ijtihad dan istinbat tetap berada pada koridor yang semestinya, ushul
fiqih-lah salah satu “penjaga”nya”.

Ada satu fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa penguasaan ushul fiqih
tidaklah serta merta menjamin kesatuan hasil ijtihad dan istinbat para
mujtahid. Dalam pembahasan mengenai seputar hukum Islam, ada beberapa
disiplin pengetahuan yang menyokong kita untuk memahami latar belakang
kemunculan sebuah ketentuan hukum dalam Islam sehingga kita mampu
mengaplikasikannya secara langsung dalam keseharian. Salah satu disiplin
pengetahuan yang begitu signifikan dan memiliki peranan dalam kerangka

1
metodologi hukum adalah al-‘urf dalam ushul fiqih sebagai acuan hukum
yang diambil dari tradisi-tradisi sebuah masyarakat tertentu.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana pengertian Urf


2. Bagaimana kehujjahan Utf
3. Bagaimana macam-macam Urf

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian al-‘Urf

Kata ‘urf secara etimologi berarti sesuatu yang dipandang baik dan
diterima oleh akal sehat. Sedangkan secara terminologi, seperti dikemukakan
Abdul Karim Zaidan, sebagaimana dikutif Satria Efendi, istilah ‘urf berarti:
sesuatu yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena telah menjadi
kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik berupa perbuatan atau
perkataan. Istilah ‘urf dalam pegertian tersebut sama dengan pengertian
istilah al-‘adah (tradisi-istitradisi).1

‘Urf (tradisi) adalah bentuk-bentuk muamalah yang telah menjadi tradisi


kebiasaan dan telah berlangsung konstan di tengah masyarakat.2 Abdul
Wahhab al-Khallaf mendifinisikan bahwa ‘Urf adalah sesuatu yang telah
sering dikenal manusia dan telah menjadi tradisinya, baik berupa ucapan atau
perbuatannya dan atau hal meninggalkan sesuatu juga disebut tradisi.3

B. Kehujjahan ‘Urf
Para ulama sepakat bahwa ‘urf shahih dapat dijadikan dasar hujjah selama
tidak bertentangan dengan syara’. Ulama malikiyah terkenal dengan
pernyataan mereka bahwa amal ulama Madinah dapat dijadikan hujjah.
Demikian pula ulama Hanafiyah menyatakan bahwa pendapat ulama kuffah
dapat dijadikan dasar hujjah. Imam Syafi’i terkenal dengan qaul qadim dan
qaul jadidnya, dimana ada suatu kejadian tetapi beliau menetapkan hukum
yang berbeda pada waktu beliau masih berada di makkah (qaul qadim)
dengan setelah beliau berada di Mesir (qaul jadid). Hal ini menunjukkan

1
Satria Efendi, Ushul Fiqh, (Cet. V; Jakarta: Kencana), h. 153.
2
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih (Kairo: Dar al- Fikri al- Arabi. 1958), h. 254.
3
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushulul Fiqhi, Terj. Noer Iskandar, Kaidah-kaidah Hukum
Islam (Cet. VI; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h. 133.

3
bahwa ketiga madzhab tersebut berhujjah dengan ‘urf, tentu saja ‘urf fasid
tidak mereka gunakan sebagai dasar hujjah.4
‘Urf (tradisi) menurut mazhab Hanafi dan Maliki, tergolong salah satu
sumber hukum dari ushul fiqih yang diambil dari intisari sabda Nabi yang
Artinya:“Apa yang dipandang baik kaum muslimin, maka menurut Allah pun
digolongkan sebagai perkara yang baik.”
Hadis ini, baik dari segi ibarat maupun tujuannya, menunjukkan bahwa setiap
perkara yang telah mentradisi di kalangan kaum muslimin dan dipandang
sebagai perkara yang baik, maka perkara tersebut juga dipandang baik di
hadapan Allah. Menentang ‘Urf (tradisi) yang telah dipandang baik oleh
masyarakat akan menimbulkan kesulitan dan kesempitan,5
Para ulama yang menyatakan bahwa ‘Urf (tradisi) merupakan salah satu
sumber dalam istimbath hukum, menetapkan bahwa ia bisa menjadi dalil
sekiranya tidak ditemukan nash dari al-Qur’an maupun al-Hadis. Apabila
suatu ‘urf (tradisi) bertentangan dengan al-Qur’an dan al-Hadis, maka ‘urf
(tradisi) mereka tersebut ditolak. Sebab dengan diterimanya ‘urf fasid berarti
mengesampingkan nash-nash yang qath’I (pasti); mengikuti hawa nafsu dan
membatalkan syariat. Adapun ‘urf shahih maka tetap harus dipelihara dalam
istimbath hukum.6
Oleh karena itu, ulama mazhab Hanafi dan Maliki mengatakan bahwa
hukum yang ditetapkan berdsarkan ‘urf shahih sama dengan yang ditetapkan
berdasarkan dalil syar’i.sebagaimana kaedah fikih dibawah ini:

‫الثابت بالعرف ثابت بد ليل شرعي‬ 7

Artinya: “diktum hukum yang ditetapkan berdasarkan ‘urf sama dengan


diktum hukum yang ditetapkan berdasarkan dalil syar’i”.

C. Macam-macam ‘Urf
4
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushulul Fiqhi, h. 120.
5
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih , h. 255.
6
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, h. 255. Lihat juga Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu
Ushulul Fiqhi, h. 134-135.
7
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih, h. 255.

4
1. Ditinjau dari segi sifatnya, urf terbagi atas:
a. ’Urf Qauli, ialah ‘urf yang berupa perkataan, seperti perkataan
“walad”, menurut bahasa berarti anak, termasuk di dalamnya anak
laki-laki dan anak perempuan. Akan tetapi dalam percakapan sehari-
hari biasanya diartikan dengan anak laki-laki saja. Contoh lain adalah

saling mengerti mereka agar tidak mengitlakkan lafal al-lahm (


‫)اللحن‬ yang bermakna daging atau al-samak (‫)الس[[ماك‬ yang
bermakna ikan tawar.8
b. ‘Urf ‘Amali, ialah ‘urf yang berupa perbuatan. Seperti kebiasaan jual
beli dalam masyarakat tanpa mengucapkan sighat akad jual beli.
Padahal menurut syara’, shighat jual beli itu merupakan salah satu
rukun jual beli. Tetapi karena telah menjadi kebiasaan dalam
masyarakat melakukan jual beli tanpa sighat dan tidak terjadi hal-hal
yang tidak diingini, maka syara’ membolehkannya. 9 contoh lain
adalah masuk WC umum tanpa menentukan waktu menggunakannya
dan juga tidak ditentukan jumlah air yang dipakai, dan lain-lain.
2. Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya ‘urf dibagi atas:
a. ‘Urf Shahih, ialah ‘urf yang baik dan dapat diterima karena tidak
bertentangan dengan syara’. Atau dengan kata lain urf shahih ialah
sesuatu yang telah saling dikenal oleh manusia dan tidak bertentangan
dengan dalil syara’ juga tidak menghalalkan yang haram dan tidak
membatalkan yang wajib. Seperti mengadakan pertunangan sebelum
melangsungkan akad nikah, dipandang baik, dan telah menjadi
kebiasaan dalam masyarakat dan tidak bertentangan dengan syara’.
Contoh lain adalah saling mengerti manusia tentang pembagian mas
kawin (mahar) kepada mahar yang didahulukan dan yang diakhirkan. 10
Jadi ‘urf shohih adalah sesuatu kebiasan masyarakat yang dilakukan

8
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, h. 134.
9
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqhi, (Jakarta: Logos, Wacana Ilmu, cet. I, 1997), h: 63.
10
Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, h.134.

5
secara terus menerus dan tidak bertentangan dengan ketetapan Allah
swt dan sunnah Rasulullah saw.
b. ‘Urf Fasid, yaitu sesuatu yang telah saling dikenal manusia, tetapi
sesuatu itu bertentangan dengan syara’, atau menghalalkan yang
haram dan membatalkan yang wajib, seperti saling mengerti mereka
tentang makan riba dan kontrak judi.11 Contoh lainnya adalah
kebiasaan mengadakan sesajian untuk sebuah patung atau suatu
tempat yang dipandang keramat. Hal ini tidak dapat diterima karena
berlawanan dengan ajaran Islam. Dengan demikian ‘urf fasid adalah
sesuatu kebiasan masyarakat yang dilakukan secara terus menerus
akan tetapi bertentangan dengan ketetapan Allah Swt dan sunnah
Rasulullah Saw.
3. Ditinjau dari segi ruang lingkup berlakunya, ‘urf dibagi menjadi:
a. ‘Urf ‘Aam, yaitu ‘urf yang berlaku pada semua tempat masa dan
keadaan. Seperti memberi hadiah (tips) kepada orang yang telah
memberikan jasa pada kita, mengucapkan terima kasih kepada
seseorang yang telah membantu kita.
b. ‘Urf Khas, ialah urf yang hanya berlaku pada tempat, masa, atau
keadaan tertentu saja. Seperti mengadakan halal bihalal yang biasa
dilakukan oleh bangsa Indonesia yang beragama Islam pada setiap
selesai melaksanakan sholad idul fitri, sedang pada Negara-negara
Islam lain tidak dibiasakan.12

Hukum-hukum yang didasarkan atas urf (tradisi) itu dapat berubah


menurut perubahan ‘urf pada suatu zaman dan perubahan asalnya. Karena itu
para fuqaha berkata dalam contoh perselisihan ini: bahwa perselisihan itu
adalah perselisihan masa dan zaman, bukan perselisihan hujjah dan bukti. 13
Hal sesuai dengan kaedah yang mengatakan “Tidak dapat dipungkiri bahwa
perubahan hukum (berhubungan ) dengan perubahan masa”.

11
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushulul Fiqhi, h. 134-135.
12
Rohman Syafi‟, Ilmu Ushul Fiqih, (Cet. 1; Jakarta: Pustaka Setia, 1999), h. 141.
13
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushulul Fiqhi, h.137.

6
Syariat Islam memberikan kesempatan untuk menetapkan ketentuan
hukumnya sesuai adat (‘urf) setempat, dalam qa’idah fiqhiyah disebutkan,
adat kebiasaan dapat dijadikan dasar (pertimbangan) hukum,14 akan tetapi
tidak semua adat (‘urf) manusia dapat dijadikan dasar hukum.Adat (‘urf)
dapat dijadikan dasar hukum harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Tidak bertentangan dengan nash baik Al-Quran maupun al-Hadis.


b. Tidak menyebabkan kemafsadatan dan tidak kehilangan kemaslahatan
termasuk di dalamnya tidak memberikan kesempitan dan kesulitan.
c. Telah berlaku pada umumnya kaum muslimin dalam arti bukan hanya
yang biasa dilakukan oleh beberapa orang saja.
d. Dan tidak berlaku di dalam masalah ibadah mahdah.

Jadi adat kebiasaan dapat di jadikan pertimbangan hukum selama tidak


bertentangan dengan hukum Islam dan di nilai baik oleh masyarakat umum.

BAB III
14
A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 4

7
PENUTUP

A. Kesimpulan

Abdul Wahhab al-Khallaf mendifinisikan bahwa ‘Urf adalah sesuatu


yang telah sering dikenal manusia dan telah menjadi tradisinya, baik berupa
ucapan atau perbuatannya dan atau hal meninggalkan sesuatu juga disebut tradisi

Urf terbagi menjadi dua dipandang dari segi sifatnya:

1. ’Urf Qauli, ialah ‘urf yang berupa perkataan,


2. Urf ‘Amali, ialah ‘urf yang berupa perbuatan.

Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya ‘urf dibagi atas:

1. ‘Urf Shahih, ialah ‘urf yang baik dan dapat diterima karena tidak
bertentangan dengan syara’
2. Urf Fasid, yaitu sesuatu yang telah saling dikenal manusia, tetapi sesuatu
itu bertentangan dengan syara’

Ditinjau dari segi ruang lingkup berlakunya, ‘urf dibagi menjadi:


1. ‘Urf ‘Aam, yaitu ‘urf yang berlaku pada semua tempat masa dan keadaan.
2. ‘Urf Khas, ialah urf yang hanya berlaku pada tempat, masa, atau keadaan
tertentu saja.

Urf bisa menjadi dasar hukum asalkan memenuhi sarat sebagai berikut:

e. Tidak bertentangan dengan nash baik Al-Quran maupun al-Hadis.


f. Tidak menyebabkan kemafsadatan dan tidak kehilangan kemaslahatan
termasuk di dalamnya tidak memberikan kesempitan dan kesulitan.
g. Telah berlaku pada umumnya kaum muslimin dalam arti bukan hanya
yang biasa dilakukan oleh beberapa orang saja.
h. Dan tidak berlaku di dalam masalah ibadah mahdah.

DAFTAR PUSTAKA

8
A. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih, (Jakarta: Kencana, 2010)

Rohman Syafi‟, Ilmu Ushul Fiqih, (Cet. 1; Jakarta: Pustaka Setia, 1999)

Satria Efendi, Ushul Fiqh, (Cet. V; Jakarta: Kencana)

Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqih (Kairo: Dar al- Fikri al- Arabi. 1958)

Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushulul Fiqhi, Terj. Noer Iskandar, Kaidah-kaidah
Hukum Islam (Cet. VI; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996)

Anda mungkin juga menyukai