Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

Kedudukan Al ‘Urf dalam Penetapan Hukum Islam

Mata Kuliah : Ilmu Ushul Fiqh


Dosen Pengampu : Moh. Syakur, SPd.I, MSI

Disusun oleh :
Kelompok 9 TP A2
Suleman (1904046008)
Siti Aminatus Mahmudah (1904046010)
Umi Laila Hidayati (1904046023)

PROGRAM STUDI TASAWUF & PSIKOTERAPI

FAKULTAS USHULUDIN & HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI WALISONGO SEMARANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat,
karunia dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul
“Kedudukan Al 'Urf dalam Penetapan Hukum Islam” sebagai mata kuliah Ilmu Ushul Fiqh.
Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Moh. Syakur, SPd.I,
MSI., selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Ushul Fiqh yang telah memberikan bimbingan
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Adapun sumber-sumber dalam pembuatan makalah ini, kami dapatkan dari buku,
media internet seperti junal, e-book yang membahas tentang materi yang berkaitan dengan Al-
‘Urf. Kami sebagai penyusun makalah ini, sangat berterima kasih kepada penyedia sumber
yang telah memudahkan kami dalam mencari referensi yang secara langsung tidak dapat kami
sebutkan satu per satu.
Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih banyak sekali kekurangan-kekurangan
yang ditemukan, oleh karena itu kami menyampaikan mohon ma’af yang sebesar-besarnya.
Kami sangat mengharapkan saran dan masukan dari para pembaca sekalian dan semoga
makalah ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca.

Semarang , 07 Mei 2020

Kelompok 9
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam menjalani kehidupan agar berjalan dengan baik tentunya terdapat suatu
hukum. Sebagai umat Islam sumber hukum utama kita adalah Al-Quran lalu Sunnah.
hukum ketiga dan keempat adalah Ijma’ dan Qiyas. Keempat hukum tersebut tekah
disepakati oleh para ulama sebagai sumber hukum Islam. Namun, selain sumber-
sumber hukum yang telah disebutkan sebelumnya ternyata masih ada sumber hukum
Islam yang belum sepenuhnya disepakati oleh para ulama. Salah satu hukum tersebut
adalah Al-‘Urf.
Al-‘Urf adalah suatu kebiasaan yang telah melekat dalam suatu masyarakat
dalam suatu daerah. Dalam pengambilan hukum Islam ‘Urf diperlukan sebagai salah
satu pertimbangan yang cukup penting. Hal tersebut di dasari agar tercip[tanya
kemashlahatan umat Islam. Oleh karena itu kita perku mempelajari al-‘urf agar mampu
memahami bagaimana cara menetapkan suatu hukum dengan mempertimbangkan
suatu kebiasaan dalam masyarakat, apa saja syarat-syarat ‘urf agar bisa dijadikan dasar
penetapan hukum Islam dan berbagai hal yang menyangkut ‘urf lainnya. Tidak semua
kebiasaan dapat dijadikan dasar pengambilan hukum Islam oleh karena itu di dalam
makalah ini akan dibahas mengenai Al-‘Urf yang diharapkan membuat pembaca
mengenai lebih paham mengenai Al-‘Urf sehingga tidak terjadi kerancuan dalam
berpikir mengenai Al-‘utf.

B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian Al-‘Urf ?
b. Bagaimana kehujjahan dan dasar hukum Al-‘Urf?
c. Bagaimana macam Al-‘Urf?
d. Bagaimana dasar hukum dan kehujjahan Al-‘Urf ?

C. Tujuan
Untuk mengetahui segala persoalan yang ada di rumusan masalah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Secara etimologi ‘urf berasal dari kata ‘arafa-ya’rifu yang masuk dalam bahasa
arab dan mempunyai arti sesuatu yang dikenal baik, sesuatu yang tertiinggi, berurutan,
pengakuan dan kesabaran. Sedangkan pengertian ‘urf secara terminologi terdapat
beberapa pendapat dari para fuqoha. Menurut Abdul Karim Zaidan , istilah ‘urf berarti
sesuatu yang tidak asing lagi bagi suatu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan
yang menyatu dengan kehidupan baik berupa perkataan maupun perbuatan.1
Sedangkan menurut para Ulama Usuliyyin ‘Urf adalah apa yang dapat dimengerti oleh
manusia dan mereka lakukan, baik berupa perkataan, perbuatan maupun
meninggalkan.2 Pendapat lainnya menerangkan bahwa Al-Urf adalah sesuatu yang
sudah diyakini oleh kebanyakan orang , baik berupa ucapan maupun perbuatan
berulang-ulang dan sudah tertanam dalam diri serta diterima dengan akal sehat. 3
Membahas mengenai ‘urf tidak bisa terlepas dari pembahasan mengenai adat.
Dalam menanggapi hal ini terdapat berbagai pendapat mengenai sama atau tidaknya
antara ‘Urf dengan adat. Kata adat sendiri merupakan serapan dari bahasa arab yaitu
kata al-adah yang berasal dari kata al-‘audah yang artinya kembali atau al-tikrar yang
berarti pengulangan. Secara umum adat adalah suatu kebiasaan yang ada dimiliki oleh
manusia . baik dalam individu maupun masyarakat yang terjadi di bawah kesadaran
manusia (terjadi secara alami bukan menimbang secara rasional). Menurut sebagian
para ulama ahli ushuliyyin adat adalah sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang
tanpa adanya hubungan rasional.4
Dari definisi ‘urf dan adat di atas dapat dilihat adanya perbedaan diantara
keduanya. Dilihat dari definisi di atas dapat di katakan bahwa adat merupakan
kebiasaan atau suatu pengulangan yang dapat dilakukan tanpa adanya kerasionalan
sedangkan ‘urf merupakan kebiasaan atau suatu pengulangan yang melibatkan
kerasionalan. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa cakupan adat lebih luas
dari ‘urf atau bisa dibilang ‘urf merupakan bagian dari adat. Menurut istilah sebagian
ahli syara’ tiada perbedaan antara adat dan ‘urf.. Namun sebenarnya hal ini bukanlah

1
Satria Effendi M. Zein Ushul Fiqh,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hlm.153.
2
Masykur Anhari, Ushul Fiqh,(Surabaya, Rineka Cipta, 2008), hlm.110.
3
Ahmad Fahmi Abu Sunnah, al-‘Urf wa al-‘Âdah fî Ra’yi al-Fuqahâ’, (Kairo: Dâr al-Basâir, 2004), hlm.2
4
Musa Aripin, “Eksistensi Urf dalam Kompilasi Hukum Islam” , Jurnal Al-Maqsid, Vol. 2 No. 1, (2016) Hlm. 208
permasalahan besar , karena perbedaan tersebut timbul hanya karena perbedaan dalam
hal pendefinisian kedua kata tersebut.
B. Syarat-syarat Al-‘Urf

Ulama yang mengamalkan Adat sebagai dalil hukum menetapkan empat syarat
dalam penggunaannya:

1. Adat itu bernilai maslahat dalam arti dapat memberikan kebaikan kepada umat
dan menghindarkan umat dari kerusakan dan keburukan.
2. Adat itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang berada
dilingkungan tertentu.
3. Adat itu telah berlaku sebelum itu, dan tidak ada yang datang kemudian.
4. Adat itu tidak bertentangan dengan dalil syara’ yang ada.

‘Urf adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan di kalangan ahli ijtihad atau
bukan ahli ijtihad, baik yang berbentuk perkataan atau perbuatan. Sedangkan sesuatu
hukum yang sudah ditetapkan atas dasar ‘urf dapat berubah karena kemungkinan
adanya perubahan ‘urf itu sendiri atau perubahan tempat, zaman dan sebagainya.5

Sedangkan dalam buku ushul fiqih karya Djazuli dan Nurol Aen, adat
digunakan dengan syarat-syarat sebagai berikut:

1. Tidak bertentangan dengan nash baik Al-Qur’an dan Al-Sunnah.


2. Tidak menyebabkan kemafsadatan dan tidak menghilangkan kemaslahatan
termasuk di dalamnya tidak memberi kesempatan dan kesulitan.
3. Telah berlaku pada umunya kaum muslimin, dalam arti bukan hanya yang
biasa dilakukan oleh beberapa orang Islam saja.
4. Tidak berlaku di dalam masalah ibadah mahdlah.

Alasan ulama memakai ‘urf dalam menentukan hukum antara lain:

1. Banyak hukum syari’at, yang ternyata sebelumnya telah merupakan kebiasaan


orang Arab, seperti adanya wali dalam pernikahan dan susunan keluarga dalam
pembagian waris.
2. Banyak kebiasaan orang Arab, baik berbentuk perkataan maupun perbuatan,
ternyata dijadikan pedoman sampai sekarang.

Di dalam buku ushul fiqih karya H.A.Basiq Djalil S.H.,M.A, bahwa dalam
pemakaian ‘urf harus mempunyai beberapa syarat, antara lain6:

1. ‘Urf tidak boleh dipakai untuk hal-hal yang akan menyalahi nash .
2. ‘Urf tidak boleh dipakai apabila mengesampingkan kepentingan umum.
3. Urf dipakai apabila tidak membawa kepada keburukan atau kerusakan.

5
Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 162-163.
6
Ibid.,
Para ulama membenarkan penggunaan ‘urf hanya dalam hal-hal mu’amalat,
itupun setelah memenuhi syarat-syarat di atas. Sedangkan di dalam ibadah, secara
mutlak tidak berlaku ‘urf. Dikarenakan yang menentukan dalam hal ibadah adalah Al-
Qur’an dan Al-Hadits.

C. Macam-macam dan Contoh permasalahan Al-‘Urf


Al-Urf terbagi menjadi dua macam yakni adat yang benar dan adat yang rusak.
Adat yang benar adalah hal-hal yang biasa dilakukan oleh masyarakat suatu temoat dan
tidak bertentangan dengan hukum syara’ , tidak menghalalkan suatu yang haram dan
tidak membatalkan kewajiban. Sedangkan adat yang salah adalah kebiasaan
masyarakat yang bertentangan dengan hukum syara’ dan bahkan menghalalkan sesuatu
yang haram.
Abdul Karim Zaidan membagi Al-Urf atas dua macam yang berdasarkan segi
cakupannya. Misalnya :
1. Al-Urf al-‘am(adat kebisasaan umum), yakni kebiasaan yang biasa dilakukan
oleh banyak negara di satu masa. Misalnya adalah penggunaan ungkapan
“engkau haram aku gauli”. Ungkapan tersebut biasa digunakan di berbagai
negara sebagai ganti talak. Adapun contoh lainnya adalah kebiasaan
meminjamkan kamar mandi dengan sewa tertentu tanpa secara pasti
menentukan berapa lama dan banyak air yang digunakan.
2. Al-Urf al-Khas (adat kebiasaan khusus), yakni adat atau kebiasaan yang hanya
ada di negara tertentu. Misalnya, adat orang Irak yang menggunakan al-
dabbah hanya kepada kudanya.

Ulama ushul fiqh juga membagi urf dengan melihat objeknya yaitu al-‘Urf al-
Lafzi(kebiasaan yang menyangkut ungkappan) dan al-‘Urf al-‘Amali(kebiasaan
yang berbentuk perbuatan). Rincian mengenai macam ‘urf berdasarkan objeknya
yaitu sebagai berikut :

1. Al-‘Urf al-Lafzi , yakni kebiasaan di dalam suatu masyarakat yang


menggunakan lafal tertentu dalam mengungkapkan sesuatu.
2. Al-‘Urf al’Amali yaoitu kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan
perbuatan biasa atau mu’amalah keperdataan. Maksud dari perbuatan biasa
dalam kalimat sebelumnya adalah kegiatan yang biasa dilakukan yang tidak
terkait dengan orang lain.
Adapun jika d ilihat dari keabsahannya , al-Urf terbagi menjadi dua yaitu :

1. ‘Urf yang Fasid(rusak/jelek) yang tidak bisa diterima , yaitu ‘urf yang
bertentangan dengan nash qath’iy. Misalnya, tentang makan riba.
2. Urf yang shahih (baik/benar), yaitu adalah segala kebiasaan yang diketahui
manusia dan tidak bertentangan dengan dalil syara’, ‘Urf ini bisa diterima
dan dipandang sebagai seumber hukum Islam.

D. Dasar hukum dan Kehujjahan Al-‘Urf .


Dengan mempertimbangkan uraian terkait macam-macam al-‘Urf dapat
dijadikan hujjah dalam menentukan hukum Islam. Imam al-Qarafi, beliau adalah
seorang mujtahid yang bermazhab Maliki yang menyatakan bahwa seorang mujtahid
dalam menetapkan suatu hukum harus terlebih dahulu meneliti kebiasaan yang berlaku
dalam masyarakat setempat sehingga hukum yang ditetapkan tersebut tidak
bertentangan atau menghilangkan kemashlahatan masyarakat tersebut7
Tak hanya al-Qarafi yang menyatakan kehujjahan al-‘Urf namun masih ada
ulama lain yang menyatakan kehujjahan al-‘urf. Salah duanya adalah Imam al-Syaitibi
dan Ibn Qayyim al-Jauziyah. Mereka berpendapat bahwa adat dapat diterima sebagai
hukum Islam. Namun, pendapat mereka tidak hanya sebatas menyetujui saja melainkan
bersyarat. Maksud bersyarat, mereka memberi catatan bahwa al-‘Urf dapat digunakan
apabila tidak ada suatu hukum yang menjelaskan suatu masalah yang dihadapi.
Misalnya, penyewaan kamar mandi dengan biaya sewa tanpa melihat jumlah air yang
digunakan serta lamanya waktu yang telah digunakan.
Penetapan adat sebagai hujjah oleh para ulama banyak di dukung oleh hadits
dalam mengukuhkan adat yang telah berlaku dalam masyarakat. Misalnya adalah
hadits terkait jual beli salam (pesanan). Dalam sebuah riwayat dari Ibn Abbas
dikatakan bahwa ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, Rasulullah melihat penduduk
setempat melakukan jual beli salam. Lalu Rasulullah bersabda, siapa yang melakukan
jual beli salam, hendaknya ditentukan jumlahnya ,takarannya dan tenggang waktu(al-
Bukhari)

7
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedia Hukum Islam (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1878), hlm. 201.
BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Al-Urf adalah suatu kebiasaan yang ada di dalam suatu masyarakat pada daerah
tertentu. Syarat utama suatu ‘urf dapat dijadikan sumber hukum Islam adalah bahwa
‘urf tersebut mendatangkan mashlahat bagi banyak orang bukan hanya individu tertentu
dan tidak bertentangan dengan nash dan syara’. Meskipun para ulama masih
memperdebatkan keabsahan dari ‘urf namun penulis rasa apabila itu mendatangkan
mashlahat dan memenuhi syarat untuk dijadikan hukum Islam , maka ‘urf dinyatakan
absah.
B. Saran
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan-
kekurangan. Oleh karena itu penulis berharap kritik dan saran yang membangun demi
penyempurnaan makalah ini agar menambah kemanfaatan dari makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Abu Sunnah dan Ahmad Fahmi. 2004. al-‘Urf wa al-‘Âdah fî Ra’yi al-Fuqahâ’. Kairo :
Dâr al-Basâir,
Anhari, Masykur.2008. Ushul Fiqh.Surabaya: Rineka Cipta

Aripin, Musa.2016.Eksistensi ‘Utf dala, Kompilasi Hukum Islam. Al-Maqasid , 2(1) ,208

Dahlan , Abdul Aziz.1878. Ensiklopedia Hukum Islam .Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve.

Djalil, Basiq.2010.Ilmu Ushul Fiqh. Jakarta : Kencana.

Satria Effendi dan Muhammad Zein.2005. Jakarta : Kencana Predana Media Group.

Anda mungkin juga menyukai