Anda di halaman 1dari 10

URF

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Ushul Fiqih

Dosen Pengampu

Nilna Fauza, M. HI.

Disusun oleh:

MBS_B Kelompok 8

1. Dina Mardhiyana (21403068)


2. Binti Roikhatul Jannah (21403044)
3. Ekky Rahmenda Zuita P. F (21403077)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Urf: pengertian, dasar hukum, macam –
macam, kedudukan dan impementasinya dalam ekonomi dan bisnis Syariah kontemporer”
dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fiqih. Selan itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang kebiasaan dalam islam bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada ibu Nilna Fauza, M. HI. selaku dosen mata
kuliah Ushul Fiqih. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Kediri, 9 Oktober 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada mulanya para ulama’ terlebih dahulu menyusun Ilmu Fiqih sesuai denag
al-Qur’an, Hadits, dan ijtihad para Sahabat. Setelah islam semakin berkembang, dan
mulai banyak negara yang masuk kedalam Daulah Islamiyah, maka semakin banyak
kebudayaan yang masuk dan menimbulkan pertanyaan mengenai budaya baru yang
tidak ada pada zaman Rasulullah. Maka para ulama’ Ahli Ushul Fiqih menyusun
kaidah sesuai dengan gramatika Bahasa Arab dan sesuai dengan dalil – dalil yang
digunakan para ulama’ penyusun Ilmu Fiqih.
Kehidupan dalam masyarakat banyak terdapat kebiasaan – kebiasaan atau
tradisi yang populer secara luas di tengah kehidupan meraka. Tradisi tersebut dapat
berupa perkataan atau perbuatan yang berlaku secara umum, hal semacam ini disebut
dengan Urf. Kebiasaan – kebiasaan tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan
Ketika akan menetapkan hukum islam dalam transaksi ekonomi yang semakin
berkembang terutama terkait masalah – masalah yang tidak ada ketegasan hukum
dalam al-Qur’an dan al-Hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian Urf beserta dasar hukumnya?
2. Sebutkan dan jelaskan macam – macam Urf?
3. Bagaimana kedududkan Urf dalam pandangan fukaha?
4. Jelaskan Implementasi Urf dalam Ekonomi dan Bisnis Syari’ah Kontenporer?
C. Tujuan Pembahasan
1. Dapat mengetahui pengertian urf dan dasar hukumnya
2. Dapat mengetahui macam – macam Urf beserta penjelasannya
3. Dapat mengetahui kedududkan Urf dalam pandangan fukaha
4. Dapat mengetahui Implementasi Urf dalam Ekonomi dan Bisnis Syari’ah
Kontemporer
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Urf
Secara etimologi kata Urf berasal dari kata ‘arafah, ya’rifu yang diartikan sebagai
sesuatu yang dikenal atau sesuatu yang dipandang dan diterima dengan baik oleh akal
sehat. Sedangkan secara etimologi terdapat berbagai pendapat menurut para ulama’,
sebagaimana berikut:
1. Menurut pendapat Abdul Karim Zaidan, Urf adalah sesuatu yang tidak asing lagi bagi
satu masyarakat karena telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan
mereka baik perkataan maupun perbuatan.
2. Menurut Abu Zahrah, Urf adalah kebiasaan yang dilakukan manusia dalam urusan
muamalat dan menegakkan urusan – urusan mereka.1
3. Menurut Abd. Wahab Khalaf, Urf adalah sesuatu yang dikenal manusia dan
dijalankan secara biasa, baik berupa perkataan ataupun perbuatan.
4. Menurut Wahbah Zuhaili, Urf adalah sesuatu yang dibiasakan oleh manusia, dan
dijalaninya dari tiap perbuatan yang telah popular diantara mereka, atau juga lafaz
yang dikenal dengan sebuah arti khusus yang tidak dicakup Bahasa serta hanya
(cepat) memungkinkan makna Ketika didengarkan.
5. menurutAhmad Fahmi Abu Sunnah, Urf adalah sesuatu yang terpatri dalam jiwa
karena dipandang rasional dan peneriman watak yang sehat atasnya.2
B. Dasar Hukum Urf
 Surat Al-A’raf (17) ayat 199

Artinya: “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta
berpalinglah daripada orang-orang bodoh”

1
Iim Fahimah, “Akomodasi Budaya Lokal (‘URF) Dalam Pemahaman Fikih Ulama Mujtahidin”, JURNAL ILMIAH
MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, Dan Keagamaan, Volume. 5, No. 1, 2018, 11,
https://journal.iainbengkulu.ac.id/index.php/mizani/article/view/1433, 9 Oktober 2021.
2
M. Noor Harisudin, “Urf Sebagai Sumber Hukum Islam (Fiqh) Nusantara”, Al-FIKR, Volume. 20, Nomor. 1,
2016, 68, http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/alfikr/article/download/2311/2240#:~:text=’Urf
%20adalah%20adat%20kebiasaan%20yang,realitas%20adat%20istiadat%20yang%20ada.
Dan ucapan sahabat Rasulullah Saw Abdullah bin Mas’ud “sesuatu yang
dinilai baik oleh kaum Muslimin adalah baik di sisi Allah dan sesuatu yang mereka
nilai buruk maka ia buruk disisi Allah”.
Secara ekplisit, hadith diatas menunjukkan bahwa persepsi positif komunitas
muslim pada suatu persoalan, bisa dijadikan sebagai salah satu dasar bahwa hal
tersebut juga bernilai positif disisi Allah. Dengan demikian hal tersebut tidak boleh
ditentang atau dihapus, akan tetapi bisa dijadikan pijakan untuk mendisain produk
hukum, karena
pandangan umum itu hakikatnya tidak bertentangan dengan apa yang telah
dikehendaki Allah.9 Pada dasarnya, ‘urf tidak mempersulit kehidupan, tetapi sangat
membantu dalam mengatur tata hidup bermasyarakat dan juga mengatur kehidupan
setiap anggota masyarakat tersebut. Suatu hukum yang ditetapkan atas dasar ‘urf
dapat berubah karena kumungkinan adanya perubahan ‘urf itu sendiri atau perubahan
tempat, zaman dan sebagainya. 3
C. Macam-macam Urf

Para ulama ushul fiqh membagi ‘urf kepada tiga macam:

1. Dari segi objeknya :

a. Al-‘urf al-lafzhi. adalah kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan


lafal/ungkapan tertentu dalam mengungkapkan sesuatu, sehingga makna itulah yang
dipahami dan terlintas dalam pikiran masyarakat.

b. Al-urf al-‘amali. Adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan


biasa atau muamalah keperdataan,

2. Dari segi cakupannya:

a. Al-‘urf al-‘am adalah kebiasaan tertentu yang berlaku secara luas di seluruh
masyarakat dan di seluruh daerah.

b. Al-‘urf al-khasadalah kebiasaan yang berlaku di daerah dan masyarakat tertentu.

3. Dari segi keabsahannya dari pandangan syara’

3
Fitra Rizal, “Penerapan Urf sebagai Metode dan Sumber Hukum Ekonomi Islam”, Jurnal Hukum dan Pranata
Sosial Islam, volume. 1 (2), 2019, 155-176,
https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/almanhaj/article/download/167/146
a. Al-‘urf al-shahih adalah kebiasaan yang berlaku di tengah-tengah masyarakat yang
tidak bertentangan dengan nash (ayat atau hadist), tidak menghilangkan kemaslahatan
mereka dan tidak pula membawa mudarat kepada mereka. 4

b. Al-‘urf al-fasid adalah kebiasaan yang bertentangan dengan dalil-dalil syara’ dan
kaidah-kaidah dasar yang ada dalam syara’

D. Kedudukan Urf dalam Menetapkan

Dalam mazhab fikih para fukaha bersepakat menjadikan urf-secara umum selama
tidak bertentangan dengan syariat Islam sebagai dalil hukum Islam. Perbedaan pendapat
di antaranya terjadi dengan limitasi atau batasan dan lingkup aplikasi dari 'urf itu sendiri.

Oleh karenanya, Mustafa Dib al-Bugha dalam kaitan ke-hujjah-an urf sebagai dalil
hukum mengemukakan sebagai berikut: Pertama, setiap kebiasaan (urf) masyarakat Arab
terdahulu yang kemudian dikonfirmasi secara positif sehingga menjadi hukum syara
maka para ulama ushul bersepakat kebiasaan semacam ini mengikat secara syar'i dan
menjadi hukum Islam.

Kedua, kebiasaan ('urf) masyarakat Arab terdahulu yang ke mudian dibatalkan secara
eksplisit oleh syariat sehingga haram hukumnya, maka para ulama ushul sepakat
kebiasaan tersebut harus dihindari oleh segenap umat Muslim. Inilah yang dalam istilah
ushul fiqh sebagai 'urf fasid.

Dengan demikian, secara umum 'urf dijadikan sebagai dalil dalam penetapan hukum
Islam. Perbedaan 'urf se bagai sumber hukum hanya terjadi pada porsi penggunaannya itu
sendiri. artinya, bahwa para fukaha menjadi 'urf masyarakat sebagai pertimbangan dalam
menetapkan hukum Islam.

Para ulama menetapkan beberapa persyaratan untuk menerima ‘Urf tersebu, yaitu :
1. Adat atau ‘Urfitu bernilai maslahat dan dapat diterima akal sehat
2. Adat atau ‘Urf itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-orang yang berada
dalam lingkungan ‘adat itu atau dikalangan sebagian besar warganya.

4
Khikmatun Amalia, “Urf sebagai Metode Penetapan Hukum Ekonomi Islam”, AS-SALAM, volume. Vol. IX No. 1,
79, https://staidarussalamlampung.ac.id/ejournal/index.php/assalam/article/download/187/217
3. Urf yang dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada (berlaku) pada
saat itu bukan ‘Urf yang muncul kemudian.
4. Adat tidak bertentangan dan melalaikan dalil syara’ yang ada atau bertentangan
dengan prinsip yang pasti. 5

E. Implementasi dalam Ekonomi dan Bisnis Syari'ah Kontemporer

Contoh ‘urf dalam ekonomi Islam adalah jual beli yang dilakukan masyarakat tanpa
mengucapkan shighat ijab (misal; saya jual-saya beli). Di supermarket atau pusat
perbelanjaan lainya pembeli mengambil barang yang diinginkan kemudian langsung
membayar dikasir. Apalagi uang sebagai alat pembayaran transaksi nontunai, cukup
menggunakan uang elektronik, kartu ATM atau lainnya. Kemudian diberbagai sektor pola
konsumsi masyarakakat lebih ke nontunai dan online disegala aspek ekonomi, dari jalan
tol, gaji bulanan, bayar listrik, jasa ojek, pesan makan, pesan tiket dan hotel, beli
perabotan rumah tangga, buku dan lain sebagainya. Masyarakat dimudahkan dengan
hanya membuka aplikasi kemudian memencet tombol-tombol dan akhirnya transaksi
berhasil.

Dalam fiqh muamalah shighat merupakan hal yang menjadi rukun jual beli yang
harus dipenuhi. Namun secara substantif, shighat itu adalah untuk menunjukkan adanya
ridha (kerelaan) dari kedua belah pihak sebagaimana yang difirmankan Allah Swt yang
artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-
suka di antara kamu (Q.S.AN-Nisa’: 29). Nabi Muhammad Saw juga bersabda
“Sesungguhnya jual-beli itu haruslah dengan saling rela/ridha”(HR. Ibn Majah)”.

Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa setiap transaksi jual beli harus
dilakukan dengan kerelaan oleh kedua belah pihak. Pada mulanya, shighat haruslah
berupa ucapan (saya jual) dari penjual dan ucapan pembeli (saya beli). Namun kebiasaan
kegiatan transaksi ekonomi modern hari ini (‘urf) merubah segalanya menjadi lebih
mudah. Misal shighat menjual diwakili dengan label harga (online atau offline) pada
produk yang diinginkan dan shighat membeli diwakili dengan kesediaan memberi uang
5
Khikmatun Amalia, “Urf sebagai Metode Penetapan Hukum Ekonomi Islam”, AS-SALAM, Vol. IX No. 1,82,
https://staidarussalamlampung.ac.id/ejournal/index.php/assalam/article/download/187/217
(tunai atau non tunai) ataupun dengan hanya gerakan jari (pencet tombol “ok”) di Hp atau
yang sejenisnya.
BAB III
PENUTUP
Urf adalah sesuatu yang tidak asing lagi bagi satu masyarakat karena
telah menjadi kebiasaan dan menyatu dengan kehidupan mereka baik perkataan
maupun perbuatan. Seorang mujtahid harus memperhatikan Kebiasaan yang benar
dalam pembentukan hukum syara’ dan putusan perkara. Karena apa yang sudah
diketahui dan dibiasakan oleh manusia adalah menjadi kebutuhan mereka, disepakati
dan ada kemaslahatannya. Para ulama’ membagi Urf dalam tiga macam yang
meliputi, Dari segi objeknya yaitu (Al-‘urf al-lafzhi dan Al-urf al-‘amali), Dari segi
cakupannya yaitu (Al-‘urf al-‘am dan Al-‘urf al-khasadalah), Dari segi keabsahannya
dari pandangan syara’ yaitu (Al-‘urf al-shahih dan Al-‘urf al-fasid. Dalam mazhab
fikih para fukaha bersepakat menjadikan urf-secara umum selama tidak bertentangan
dengan syariat Islam sebagai dalil hukum Islam.
Terdapat beberapa persyaratan untuk menerima ‘Urf yang meliputi, bernilai
maslahat dan dapat diterima akal sehat, berlaku umum dan merata di kalangan orang-
orang yang berada dalam lingkungan ‘adat itu atau dikalangan sebagian besar
warganya, dijadikan sandaran dalam penetapan hukum itu telah ada (berlaku) pada
saat itu bukan ‘Urf yang muncul kemudian, tidak bertentangan dan melalaikan dalil
syara’ yang ada atau bertentangan dengan prinsip yang pasti. Contoh ‘urf dalam
ekonomi Islam adalah jual beli yang dilakukan masyarakat tanpa mengucapkan
shighat ijab (misal; saya jual-saya beli).

Anda mungkin juga menyukai