Anda di halaman 1dari 9

SUMBER HUKUM BERUPA URF

Nana Nova Arfiana

novarfiana@gmail.com

Mafaza Dhiyaul Haq

Mafazadh002@gmail.com

Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negeri Salatiga

Program Studi Ilmu Al-qur’an dan Tafsir

PENDAHULUAN

Ilmu Ushul Fiqh semakin berkembang seiring dengan perkembangan Islam ke


berbagai macam wilayah di luar jazirah Arab. Kajian tentang Ushul Fiqh diperlukan karena
banyaknya kebudayaan di luar jazirah Arab yang berbeda hingga bertolak belakang dengan
kebudayaan di jazirah Arab. Hal ini menjadi suatu kebutuhan masyarakat setempat yang belum
banyak memahami ajaran Islam.

Sehingga banyak usaha yang dilakukan para ulama untuk menyelesaikan berbagai
masalah tersebut, yang didasarkan pada beberapa metode pengambilan hukum Islam di luar Al-
Qur‟an, Hadits, Ijma‟, dan Qiyas yang sudah disepakati bersama, antara lain adalah al-„urf. Bagi
kaum muslimin, di manapun mereka berada, hukum adat setempat dapat dinyatakan berlaku
selagi tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan nash al-Qur‟an dan Sunnah Rasul.
Hukum-hukum ijtihadiyah yang ditemukan dengan bersumber kepada „urf kemudian ditetapkan
menjadi hukum Islam akan mengalami perubahan jika „urf yang menjadi sumber itu mengalami
perubahan. Dalam hal ini sifat dinamisnya hukum Islam dapat diketahui dengan jelas.1

1
https://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97409614584217834 diakses pada 31-Okt-2022
PEMBAHASAN

A. Pengertian Urf

Dalam islam, adat disebut juga dengan istilah urf. Ini berbeda dengan ijma yang
ijma yang terbentuk dari kesepakatan para mujtahid secara khusus dan orang awam tidak
bisa ikut campur dalam pembentukannya. Secara bahasa, urf artinya mengetahui,
diketahui, dianggap baik, dan diterima oleh akal sehat. Sedangkan secara istilah, menurut
Abdul Karim Zaidan dalam buku Al wajiz fi Ushul Al-fiqh, urf adalah perbuatan atau
perkataan yang diciptakan dan dibiasakan oleh masyarakat serta dijalankan secara turun-
temurun.
Namun beberapa ulama menganggap urf adalah hal yang berbeda dengan adat
(kebiasaan), terutama dalam hal menetapkan hukum syara. Adat didefinisikan sebagai
sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa disertai hubungan yang rasional.
Adat juga bisa muncul dari kebiasaan alami yang mencakup persoalan pripadi maupun
orang banyak. Berdasarkan definisi diatas, Mustaha Al Zarqa (guru besar fiqh islam di
Universitas Amman, Jordan) menyimpulkan bahwa urf merupakan bagian dari adat,
sementara adat bersifat lebih umujm daripada urf. Beliau juga menambahkan bahwa urf
bukanlah kebiasaan alami sebagaimana yang berlaku dalam kebanyakan adat. Urf muncul
dari pemikiran dan pengalaman yang logis.

B. Macam-macam Urf
Para ulama ushul fiqh membagi macam-macam urf menjadi tiga.

1. Dari Segi Objeknya


a. Al-Urf al-Lafzhi adalah kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan lafadz
atau ungkapan tertentu untuk menyebutkan sesuatu. Makna ungkapan itulah yang
dipahami dan selalu terlintas dalam benak masyarakat. Contohnya adalah
ungkapan “daging”. Jika seseorang mengatakan kepada penjual, “saya beli daging
dua kilogram”, maka yang dimaksud kata “daging” disini adalah daging sapi atau
kambing meski si penjual juga menjual ayam yang bisa disebut daging ayam.
b. Al-Urf al-Amali adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan
umum atau muamalah keperdataan. Kebiasaan ini tidak ada kaitannya dengan
kepentingan orang lain seperti kebiasaan libur kerja pada hari-hari tertentu dalam
satu minggu, kebiasaan memakai pakaian dalam acara-acara khusus dan masih
banyak lagi.

2. Dari Segi Cakupannya


a. Al-Urf al-Am adalah urf yang berlaku pada suatu tempat, masa, dan keadaan
dalam cakupan yang luas dan menyeluruh. Sebagai contoh, kebiasaan
memberikan tip pada orang yang telah memberikan servis atau jasanya.
b. Al-Urf al-Khash adalah urf yang berlaku pada suatu tempat, masa, dan keadaan
tertentu saja. Contohnya acara halal bihalal yang hanya berlaku di Indonesia saja.
Sedangkan di Negara-negara Islam lainnya tidak mengenal acara ini.

3. Dari Segi Keabsahannya


a. Al-Urf al-Shahih adalah kebiasaan yang berlaku ditengah masyarakat dan tidak
bertentengan dengan nash (ayat suci Alquran maupun hadis). Kebiasaan ini tidak
akan menghilangkan kemashlahatan dan tidak pula membawa mudarat bagi
masyarakat yang mengerjakannya. Misalnya dalam masa pertunangan, pihak laki-
laki boleh memberikan hadiah kepada pihak perempuan. Namun, hadiah ini tidak
dianggap sebagai mas kawin.
b. Al-Urf al-Fasid adalah kebiasaan yang bertentangan dengan dalil dan kaidah-
kaidah dalam syara. Contohnya kebiasaan yang berlaku dikalangan pedagang
dalam menghalalkan riba.2

2
https://kumparan.com/berita-hari-ini/pengertian-dan-macam-macam-urf-menurut-para-ulama-1xYQJ6voxDR
diakses pada 30-okt-2022
C. Syarat Urf Sebagai Landasan Hukum Islam
Para ulama sepakat bahwa tidak semua urf bisa dijadikan sebagai dalil untuk
menetapkan hukum islam. Urf dapat diterima sebagai salah satu landasan hukum jika
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Tidak bertentangan dengan syariat
2. Tidak menyebabkan kemafsadahan dan tidak menghilangkan kemaslahatan
3. Tidak berlaku umum dikalangan kaum muslimin
4. Tidak berlaku dalam ibadah mahdhoh
5. Urf tersebut sudah memasyarakat saat akan ditetapkan sebagai salah satu patokan
hukum
Sedangkan menurut al-Zarqa, urf baru bisa dijadikan sebagai salah satu dalil dalam
menetapkan hukum islam apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Urf tersebut harus berlaku secara umum, artinya adat itu berlaku dalam
kebanyakan kasus yang terjadi dalam masyarakat dan keberlakuannya dianut oleh
mayoritas masyarakat tersebut.
b. Urf yang akan dijadikan sebagai dalil hukum islam adalah urf yang telah berjalan
sejak lama di suatu masyarakat ketika persoalan yang akan ditetapkan hukumnya
itu muncul. Artinya, urf yang akan dijadikan sandaran hukum itu lebih dahulu ada
sebelum kasus yang akan ditetapkan hukumnya
c. Urf yang akan dijadikan sebagai dasar penetapan hukum tidak bertentangan
dengan yang diungkapkan secara jelas oleh para pihak dalam masalah yang
sedang dilakukan. Sebagai contoh, antara penjual dan pembeli ketika melakukan
transaksi jual beli telah menyepakati bahwa dengan kesepakatan secara jelas
bahwa barang yang dibeli akan dibawa sendiri oleh pembeli ke rumahnya.
Padahal kebiasaan yang berlaku adalah barang yang dibeli akan diantarkan
penjualnya ke rumah pembeli. Ini berarti bahwa ada pertentangan antara urf dan
yang diungkapkan secara jelas dalam transaksi tersebut. Bila demikian keadaanya,
maka urf yang berlaku di msyarakat tidak bisa dijadikan sebagai dasar untuk
menetapkan hukum dalam jual beli tersebut.
d. Urf dapat diterima sebagai dasar hukum islam manakala tidak ada nash yang
mengandung hukum dari permasalahan yang dihadapi. Artinya, bila suatu
permasalahan sudah ada nashnya, maka adat itu tidak dapat dijadikan sebagai
dalil hukum islam. 3
D. Perbedaan dan Kesamaan Urf dan Adat
Para ahli hukum islam menyatakan bahwa adat dan urf dilihat dari sisi
terminologinya, tidak memiliki perbedaan prinsipsil, artinya pengulangan istilah urf dan
adat tidak mengandung suatu perbedaan yang signifikan dengan konsekuensi yang
berbeda.
Sekalipun demikian, para ahli hukum islam, tetap memberikan definisi yang
berbeda, dimana urf dijadikan sebagai kebiasaan yang dilakukan oleh banyak orang
(kelompok) dan muncul dari kreativitas imajinatif manusia dalam membangun nilai-nilai
budaya. Dari pengertian inilah, maka baik buruknya suatu kebiasaan, tidak menjadi suatu
persoalan urgen, selama dilakukan secara kolektif, dan hal seperti ini masuk dalam
kategori urf. Sedang adat didefinisikan sebagai tradisi secara umum, tanpa melihat
apakah dilakukan oleh individu maupun kolektif.
Dari pengertian diatas, dapat dapat dimabil kesimpulan bahwa terjadinya
perbedaan istilah urf dan adat itu jika dilihat dari aspek yang berbeda, bisa diuraikan
sebagai berikut :
Perbedaannya adalah :
1. Urf itu hanya menekankan pada asepek pengulangan pekerjaan, dan harus dilakukan
oleh kelompok, sedang obyeknya lebih menekankna pada sisi pelakunya
2. Adat hanya melihat dari sisi pelakunya, dan boleh dilakukan pribadi atau kelompok,
serta obyeknya hanya melihat pada pekerjaan.
Atau dapat dibedakan seperti berikut :
a. Urf memiliki makna yng lebih sempit, sedangkan adat memiliki cakupan makna
yang lebih luas.

3
Fitria Rizal, “penerapan urf sebagai metode dan sumber hukum ekonomi islam”, 2019,
https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/almanhaj/article/view/167, diakses pada 31-Okt- 2022
b. Urf terdiri dari urf shahih dan fasid, sedangkan adat tanpa melihat dari sisi baik
atau buruk.
c. Urf merupakan kebiasaan orang banyak, sedangkan adat mencakup kebiasaan
personal, adat juga bisa mucul dari sebab alam dan hawa nafsu.

Sedangkan persamaanya yaitu : urf dan adat merupakan sebuah pekerjaan yang
sudah diterima akal sehat, tertanam dalam hati dan dilakukan berulang-ulang serta sesuai
dengan karakter pelakunya.
Urf terbentuk dari saling pengertian orang banyak, sekalipun mereka berlainan
stratifikasi sosial, yaitu kalangan awam dari masyarakat, dan kelompok elite. Hal ini
berbeda dengan ijma’, karena ijma’terbentuk dari para mujtahid secara khusus dan orang
awam tidak ikut andil dalam pembentukannya.
Bila kita sependapat bahwa urf ini sama dengan sunnah atau tradisi, maka
memang kita akan menemukan peran urf yang sungguh signifikan dalam pembentukan
hukum islam . baik itu sunnah orang-orang arab sebelum islam ataupun sesudahnya.

E. Kaidah-kaidah Urf
Diterimanya urf sebagai landasan pembentukan hukum memberi peluang lebih
luas bagi dinamisasi hukum islam. Sebab, disamping banyak masalah-masalah yang tidak
tertampung oleh metode-metode lainnya seperti qiyas, ihtishan, dan maslahah mursalah
yang dapat ditampung oleh adat istiadat ini, juga ada kaidah yang menyebutka bahwa
hukum yang pada mulanya dibentuk oleh mujtahid berdasarkan urf, akan berubah
bilamana urf itu berubah.
Inilah yang dimksud oleh para ulama, antara lain Ibnu al- Qoyyim al-Jauziyah
(w.751H) bahwa tidak diingkari adanya perubahan hukum dengan adanya perubahan
waktu dan tempat ‫ تغير االحكام بغيراالمكنه االزمان‬maksud ungkapan ini adalah bahw hukum-
hukum fiqih yang tadinya dibentuk berdasarkan adat istiadat yang baik, hukum itu akan
berubah bilamana adat istiadat itu berubah.
Ada beberapa kaidah fiqhiyyah yang berhubungan dengan urf, diantaranya adalah :
1. Adat itu adalah hukum
‫العادة محكمة‬
Apa yang telah ditetapkan dalam syara secara umum tidak ada ketentuan yang rinci
didalamnya dan juga tidak ada dalam bahasa, maka ia dikembalikan pada urf.
2. Tidak diingkari bahwa perubahan hukum disebabkan oleh perubahan zaman dan
tempat
‫ال ينكر تغيرألحكام بتغيراألزمنة واألمكنة‬
3. Yang baik itu jadi urf seperti yang disyaratkan jadi urf
‫المعروف عرفا كالمشروط شرطا‬
4. Yang ditetapkan melalui urf seperti yang ditetapkan melalui nash
‫الثابت بالعرف كالثابت بالنص‬
Tapi perlu diperhatikan bahwa hukum disini bukanlah seperti hukum yang
ditetapkan melalui al-Qur’an dan sunnah akan tetapi hukum yang ditetapkan melalui urf
itu sendiri.4

4
Sucipto, “urf sebagai metode dan sumber penemuan hukum islam”, Januari 2015,
https://media.neliti.com/media/publications/135023-ID-urf-sebagai-metode-dan-sumber-penemuan-h.pdf. diakses
pada 31-Okt-2022
PENUTUP

Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa : dalam Islam, adat dikenal dengan
istilah urf. Ini berbeda dengan Ijma yang terbentuk dari kesepakatan para mujtahid secara
khusus dan orang awam tidak bisa ikut campur dalam pembentukannya. Secara bahasa,
urf artinya “mengetahui”, “diketahui”, “dianggap baik”, dan “diterima oleh akal sehat”.
Sedangkan secara istilah, menurut Abdul Karim Zaidan dalam buku AL Wajiz fi Ushul al
Fiqh, urf adalah perkataan atau perbuatan yang diciptakan dan dibiasakan oleh
masyarakat serta dijalankan secara turun-temurun.
Namun, beberapa ulama menganggap bahwa urf adalah hal yang berbeda dengan
adat (kebiasaan), terutama dalam hal menetapkan hukum syara.
Adat didefinisikan sebagai sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa disertai
hubungan yang rasional. Adat juga bisa muncul dari kebiasaan alami yang mencakup
persoalan pribadi maupun orang banyak.
Jadi , dapat kita ambil kesimpulan sebenarnya urf dan adat itu sama saja, hanya ada
beberapa ulama yang mengatakan berbeda bahwa urf dilakukan dan diciptakan oleh
masyarakat, sedangkan adat, bisa dilakukan dari pribadi ataupun orang banyak. Urf
merupakan bagian dari adat, sedangkan adat bersifat lebih umum dari pada urf.
DAFTAR PUSTAKA

https://kumparan.com/berita-hari-ini/pengertian-dan-macam-macam-urf-menurut-para-ulama-
1xYQJ6voxDR diakses pada 30-okt-2022
https://moraref.kemenag.go.id/documents/article/97409614584217834 diakses pada 31-Okt-2022
Rizal Fitria, “penerapan urf sebagai metode dan sumber hukum ekonomi islam”, 2019,
https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/almanhaj/article/view/167, diakses pada 31-Okt-
2022
Sucipto, “urf sebagai metode dan sumber penemuan hukum islam”, Januari 2015,
https://media.neliti.com/media/publications/135023-ID-urf-sebagai-metode-dan-sumber-
penemuan-h.pdf. diakses pada 31-Okt-2022

Anda mungkin juga menyukai