Anda di halaman 1dari 16

I

'URF
Muhammad Akhyar
1224070068
MHU 1B
Definisi 'Urf
Menurut bahasa berarti mengetahui, kemudian dipakai dalam arti
sesuatu yang yang diketahui, dikenal, diangap baik dan diterima oleh
pikiran yang sehat.
Menurut ulama ushul fiqh, ‘urf adalah sesuatu yang yang telah dibiasakan
oleh manusia, secara terus menerus dikerjakan dalam jangka waktu yang
lama, atau ada perkataan atau istilah yang disepakati memiliki pengertian
khusus dan tidak terdengar asing bagi mereka.
Sebagian ulama Ushul menyamakan pengertian 'urf dengan adat.
Contoh, adat kebiasaan yang berupa perkataan adalah perkataan
walad yang menurut bahasa sehari-hari diartikan khusus bagi anak
laki-laki. Begitu juga perkataan lahm, yang dalam perkataan
seharihari diartikan daging tidak termasuk ikan.
Contoh adat kebiasaan yang berupa perbuatan adalah jual-beli
mu'athah, yaitu praktik jual-beli di mana si penjual dan pembeli
melakukan serah terima uang dan barang tanpa ijab kabul karena
harga atau barang dimaklumi bersama.
Bentuk-bentuk 'Urf
Ditinjau dari bentuknya ada 2 (dua) macam, yaitu:
a. Al-‘urf al-qaliyah, yaitu kebiasaan yang berupa perkataan,
seperti kata lahm (daging) dalam hal ini tidak termasuk daging
ikan.
b. Al-‘urf al-fi’ly, yaitu kebiaasaan yang berupa perbuaatan,
seperti perbuatan jual beli dalam masyarakat tanpa mengucapkan
akad jual-beli.
Syarat-syarat 'Urf
Adapun syarat-syarat ‘urf agar dapat diterima sebagai hukum Islam
adalah sebagai berikut:
a. Tidak ada dalil yang khusus untuk suatau masalah baik dalam Alquran
atau Sunnah.
b. Pemakian tidak mengankibatkan dikesampingkannya nash syari’at
termasuk juga tidak mengakibatkan mafsadat, kesulitan atau kesempitan.
c. Telah berlaku secara umum dalam arti bukan hanya dilakukan
beberapa orang saja.
Macam-macam 'Urf
Berkenaan dengan status atau kualitas ‘urf di mata syara', ada 2 (dua) macam, yaitu:
a. ‘urf shahih, adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak
bertentangan dengan dalil syarak, tidak menghalalkan yang haram atau membatalkan
yang wajib. Sebagai contoh adalah bentuk perdagangan dengan cara indent atau pesan
sebelumnya, model pembayaran mahar dengan cara kontan atau terhutang, kebiasaan
pemberian hadiah oleh mempelai pria kepada mempelai wanita di luar mahar, dan lain
sebagainya.
b. ‘urf fasid, adalah adat kebiasaan orang-orang yang bertentangan dengan ketentuan
syarak. Sebagai contoh ialah kebiasaan meminum minuman keras dalam acara-acara
hajatan, praktikpraktik ribawi-rentenir di kalangan pedagang lemah untuk memperoleh
modal, memperoleh kekayaan dengan cara berjudi togel, dan lain sebagainya.
Hukum ‘Urf

‘Urf Shahih dan pandangan para ulama

Telah disepakati bahwa 'urf sahih itu harus dipelihara dalam pembentukan hukum
dan pengadilan. Maka seorang mujtahid diharuskan untuk memeliharanya ketika ia
menetapkan hukum. Begitu juga seorang Qadhi (hakim) harus memeliharanya
ketika sedang mengadili. Sesuatu yang telah saling dikenal manusia meskipun
tidak menjadi adat kebiasaan, tetapi telah disepakati dan dianggap mendatangkan
kemaslahatan bagi manusia serta selama hal itu tidak bertentangan dengan syara'
harus dipelihara.
Di antara para ulama ada yang berkata, “Adat adalah syariat yang dikukuhkan
sebagai hukum”. Begitu juga 'urf menurut syara' mendapat pengakuan hukum.
Imam Malik berdasarkan sebagian besar hukumnya pada perbuatan penduduk
Madinah. Abu Hanifah bersama murid-muridnya berbeda pendapat dalam
beberapa hukum dengan dasar atas perbuatan 'urf mereka. Sedangkan Imam Syaf'i
ketika sudah berada di Mesir, mengubah sebagian pendapatnya tentang hukum
yang telah dikeluarkannya ketika beliau berada di Baghdad Irak. Hal ini karena
perbedaan 'urf, maka tak heran kalau beliau mempunyai dua mazhab, madzhab
qadim (terdahulu/pertama) dan madzhab jadid (baru).
Begitu pula dalam Fiqih Hanafiyah, banyak hukum-hukum yang berdasarkan
atas 'urf, di antaranya apabila berselisih antara dua orang terdakwa dan
tidak terdapat saksi bagi salah satunya, maka pendapat yang dibenarkan
(dimenangkan) adalah pendapat orang yang disaksikan 'urf. Apabila suami
istri tidak sepakat atas mahar yang muqaddam (terdahulu) atau yang
muakhar (terakhir) maka hukumnya adalah 'urf. Barang siapa bersumpah
tidak akan makan daging, kemudian ia makan ikan tawar, maka tidak berarti
ia melanggar sumpahnya menurut dasar 'urf.
III
Hukum ‘Urf Fasid

Adapun 'urf yang fasid (rusak), tidak diharuskan untuk memeliharanya, karena
memelilharanya itu berarti menentang dalil syara' atau membatalkan dalil syara'.
Apabila menusia telah saling mengerti akad-akad yang rusak, seperti akad riba
atau akad gharar atau khathar (tipuan dan membahayakan), maka bagi 'urf ini
tidak mempunyai pengaruh dalam membolehkannya.

Hukum-hukum yang didasarkan 'urf itu dapat berubah menurut perubahan zaman
dan perubahan asalnya. Karena itu, para Fuqaha berkata, “Perselisihan itu adalah
masa dan zaman, bukan perselisihan hujjah dan bukti”
Macam-macam 'Urf
Ada beberapa argumentasi yang menjadi alasan para ulama berhujjah
dengan ‘urf dan menjadikanya sebagai sumber hukum fiqh, yaitu:
1. Firman Allah pada surat al-A'raf (7): 199, yang artinya: "jadilah engkau
pemaaf dan suruhlah orang yang mengerjakan yang ma'ruf,serta
berpalinglah dari orang-orang yang bodoh."
2. Ucapan sahabat Rasulullah saw, yaitu Abdullah Ibnu Mas'ud “Sesuatu
yang dinilai baik oleh kaum muslimin adalah baik di sisi Allah, dan
sesuatu yang dinilai buruk maka ia buruk disisi Allah”.
3. Pada dasarnya, syariat Islam pada masa awal banyak yang
menampung dan mengakui adat atau tradisi yang baik dalam
masyarakat tradisi ini tidak bertentangan dengan al-Quran dan
Sunnah Rasulallah. Misalnya adat kebiasaan masyarakat
kerjasama dagang dengan cara berbagi untung (al-mudarabah).
Praktik seperti ini sudah berkembang dikalangan masyarakat
bangsa Arab sebelum kedatangan agama Islam, dan kemudian
diakui oleh agama Islam sehingga menjadi hukum Islam.
Kedudukan 'urf sebagai salah satu metode hukum

Pada dasarnya, semua ulama menyepakati kedudukan ‘urf shahih sebagai


salah satu dalil syara'. Akan tetapi, di antara mereka terdapat perbedaan
pendapat dari segi intensitas penggunaannya sebagai dalil. Dalam hal ini,
ulama Hanafiyah dan Malikiyah adalah yang paling banyak menggunakan urf’
sebagai dalildibandingkan ulama Syafi'iyah dan Hambaliyah Ulama Malikiyah
terkenaldengan pernyataan mereka yaitu amal ulama Madinah lah yang
mereka jadikan hujjah. Demikaan pula ulama Hanafiyah menjadikan
pendapat ulama Kuffah sebagai hujjah. Imam Syafi'i terkenal dengan qaul
qadim dan qaul jadid.
Kedudukan 'urf sebagai dalil syara' dapat diaplikasikan dalam pemberian
batasan terhadap pengertian yang disebut al-hirz (barang yang
terpelihara), berkaitan dengan barang yang dicuri, sehingga hukum
potong tangan dapat dijatuhkan terhadap pencuri. Oleh karena itu,
untuk menentukan Batasan pengertiannya diserahkan kepada ketentuan
'urf. Demikian juga tentang lamanya masa tenggang waktu maksimum
tanah yang ditelantarkan oleh pemilik tanah pertama, untuk bolehnya
orang lain menggarap tanah tersebut (ihya’ al-mayat), ditentukan oleh 'urf
yang berlaku dalam masyarakat.
Aplikasi 'Urf
Kebiasaan orang Arab sangat diperhatikan dalam menetapkan hukum
pada syariat Islam. Penetapan dilakukan guna mewujudkan kemaslahatan
bagi masyarakat umum, seperti akad salam dan mewajibkan denda
kepada pembunuh yang tidak disengaja. Islam juga membatalkan
beberapa kebiasaan buruk yang membahayakan, contohnya anak
perempuan dikubur dan dijauhkannya kaum wanita dari harta warisan.
Semua ini pembuktian bahwa syariat Islam mengakui keberadaan adat
istiadat yang baik.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai