‘URF
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Ushul Fiqih
Disusun oleh :
SEMESTER I/B
FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-FALAH (STAIA)
CICALENGKA-BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu ushul fiqh sebenarnya merupakan suatu ilmu yang tidak bisa di
abaikan oleh seorang mujtahid dalam upayanya memberi penjelasan mengenai
nash-nash syari’at Islam, dan dalam menggali hukum yang tidak memiliki nash.
Dalam ilmu ushul fiqh ini terdapat banyak sekali pembahasan, diantaranya
adalah ‘urf yang akan saya coba diskusikan yang mana budaya atau ‘urf sebagai
salah satu bagian dari ushul fiqh, apa yang mendasari ulama untuk menjadikan hal
tersebut sebagai salah satu pijakan hukum, bagaimana mereka
mengaplikasikannya di dalam kehidupan nyata masyarakat. Hal tersebut tentunya
tidak semudah yang kita diskusikan, karena tidak semua ulama’ setuju tentang urf
ini, akan tetapi tidak sedikit juga yang menjadikannya sebagai pijakan hukum.
B. Rumusan Masalah
A. Tujuan Pembahasan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian ‘Urf
Kata urf berasal dari kata arafa ya’rifu sering di artikan dengan al-
ma’ruf dengan arti sesuatu yang dikenal.1 Menurut istilah ialah segala
sesuatu yang telah dikenal dan menjadi kebiasaan manusia baik berupa
ucapan, perbuatan atau tidak melakukan sesuatu.
3
membahas kedudukannya sebagai salah satu dalil untuk menetapkan
hukum syara’. Adat didefinisikan sebagai sesuatu yang dikerjakan
berulang-ulang tanpa adanya hubungan rasional. Sedangkan ‘urf ialah
kebiasaan mayoritas kaum,baik dalam perkataan atau perbuatan. Dalam
pengertian ini adat lebih luas daripada urf. Adat mencakup seluruh jenis
‘urf. Tetapitidak sebaliknya. Kebiasaan individu-individu atau kelompok
tertentu dalam makan, berpakaian, tidur dan sebagainya dinamakan adat
tidak dikatakan ‘urf. Tetapi, dari sisi yang lain, urf lebih umum daripada
adat, sebab adat hanya menyangkut perbuatan , sedangkan ‘urf
menyangkut perbuatan dan ucapan sekaligus.2
Dari adanya ketentuan bahwa ‘urf atau adat itu sesuatu yang harus
dikenali, diakui, dan diterima oleh orang banyak, terlihat ada kemiripannya
dengan ijma’. Namun antara keduanya terdapat beberapa perbedaaan
yang di antaranya adalah sebagai berikut:
A. Macam-Macam ‘Urf
2
Suwarjin, Ushul Fiqh (Yogyakarta: Penerbit Teras, 2012) 148-149
3
Amir Syarifudin, Ushul Fiqh Jilid 2, 389
4
a. Al-urf al-lafdzi adalah kebiasaan masyarakat dalam
mempergunakan lafal atau ungkapan tertentu untuk
mengungkapkan sesuatu, sehingga makna ungkapan itulah
yang dipahami dan terlintas dalampikiran masyarakat.
Misalnya, ungkapan daging yang berarti daging sapi;
padahal kata daging mencakup seluruh daging yang ada.
Apabila seorang mendatangi penjual daging, saya beli
daging satu kilogram pedagang itu langsung mengambilkan
daging sapi, karena kebiasaan masyarakat setempat yang
mengkhususkan penggunaan kata daging pada daging sapi.
A. Kehujjahan ‘Urf
Ada beberapa argumentasi yang menjadi alasan para ulama berhjjah dengan
‘urf danmenjadikannya sebagai sumber hukum fiqih,yaitu:
1. Firman Allah
Artinya:
يماَجْيراعهاَجْلسلعموينييسنناَجْفييعهيوعنيداللهاَجْيلمنريحيسنن.
Yang menunjukkan bahwa hal-hal yang sudah berlaku menurut adat
kaum muslimin dan di pandangnya baik adalah pula baik disisi Allah.
7
4. Dilakukannya kebiasaan manusia terhadap suatu hal
menunjukkan bahwa dengan melakukannya, mereka akan
memperoleh maslahat atau terhindar dari mafsadat.
Secara umum ‘urf itu di amalkan oleh semua ulama fiqh terutama
dikalangan ulama madzhab Hanafiyah dab Malikiyah.
A. Kaidah-kaidah ‘urf
5
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam ( Jakarta:Sinar Grafika Offset, 2007) 78-80
6
Basiq Djalil, Ilmu Ushul Fiqih Satu dan Dua(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010) 162
7
Amir Syarifudin, Ushul Fiqh Jilid 2, 399
8
1. ِ ِالعاَجْدة ِمكمة
( yang baik itu menjadi ‘urf, sebagaimana yang disyaratkan itu menjadi
syarat)
4. ص
ِالثاَجْبت ِباَجْالعرف ِكاَجْالثاَجْبت ِباَجْالنياَجْ ي
(yang ditetapkan melalui ‘urf sama dengan yang ditetapkan melalaui
nash (nash atau hadist)8
A. Syarat-Syarat ‘Urf
1. ‘Adat atau ‘urf itu bernilai maslahat dan dapat diterima akal
sehat.Syarat ini merupakan kelaziman bagi ‘adat atau ‘urf yang
shahih, sebagai persyaratan untuk diterima secara umum.
Umpamanya tentang kebiasaan istri yang ditinggal mati
suaminya dibakar hidup-hidup bersama pembakaran jenazah
suaminya. Meski kebiasaan itu dinilai baik dari segi rasa agama
suatu kelompok, namun tidak dapat diterima oleh akal yang
sehat. Demikian pula tentang kebiasaan memakan ular.
2. Adat atau ‘urf itu berlaku umum dan merata di kalangan orang-
orang yang berada dalam lingkungan ‘adat itu, atau di kalangan
8
Khaerul Umam, Ushul Fiqih-1, 168
9
sebagian besar kalangannya. Dalam hal ini al-Suyuthi
mengatakan :
ف ِايلذى ِيتلمعل ِعليه ِالليفاَجْعظ ِإناَجْ ِهو ِالقماَجْرن ِالساَجْبعق ِدون ِمتأخخلر
الععر ع
‘urf yang diberlakukan padanya suatu lafaz (ketentuan hukum)
hanyalah datang beriringan atau mendahului, dan bukan yang datang
kemudian.
10
Suami berpegang pada ‘adat yang sedang berlaku (sesuai adat lama
ketika akad nikah berlangsung). Maka berdasarkan pada syarat dan
kaidah tersebut, si suami harus melunasi maharnya, sesuai dengan
‘adat yang berlaku pada saat berlangsungnya akad nikah dan tidak
menurut ‘adat yang muncul kemudian.
9
Amir Syarifudin, Ushul Fiqh Jilid 2, 400-402
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian ‘urf
Segala sesuatu yang telah dikenal dan menjadi kebiasaan manusia baik
berupa ucapan, perbuatan atau tidak melakukan sesuatu.
2. Macam-macam ‘urf
12
a. Dari segi objeknya, ‘urf di bagi dalam al-urf al-lafdzi
(kebiasaan yang menyangkut ungkapan) dan al-‘urf al-
amali (kebiasaan yang berbentuk perbuatan
1. Kehujjahan ‘urf
Artinya:
2. Syarat-syarat ‘urf
13
DAFTAR PUSTAKA
Basiq. Ilmu Ushul Fiqih Satu dan Dua. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
2010.
Syarifudin, Amin. Ushul Fiqh Jilid 2. Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011.
14