Anda di halaman 1dari 4

Al Urf (Definisi, Klasifikasi, dan Kehujjahan Al Urf)

FAHMI NOOR : 210102010078


A. PENDAHULUAN
Al-‘urf merupakan salah satu dari delapan kedudukan sumber perumusan
hukum islam, atau dari kata bahasa arab yaitu ‫مصادر االحكام‬. Kata tersebut tidak
didapati di kitab-kitab fiqh maupun kitab-kitab ushul fiqh yang dikarang oleh ulama
terdahulu,oleh karena itu untuk menerangkan secara terperinci arti dari kata sumber
perumusan hukum islam, para ulama terdahulu menetapkan istilah yaitu dalil-dalil
hukum (‫ )األدلة الشرعيه‬penggunaan kata ‫ مصادر االحكام‬oleh para ulama kontemporer pada
zaman saat ini tentu dimaknai juga selaras dengan arti 1‫األدلة الشرعيه‬
Ulama mengklasifikasi sumber dalil-dalil hukum islam menjadi dua kategori,
yaitu sumber dalil berupa naqli (Adillah al-ahkam al-Manshushah) dan sumber dalil
berupa aqli atau al-ra’yu (Adillah al-ahkam ghairu manshushah atau adillah al-ahkam
fima la nasha fiha). Al-‘urf dikategorikan termasuk dalam sumber dalil berupa aqli.2
Secara ilmu etimologis, al-‘urf yaitu sesuatu yang dapat dipahami dengan baik
dan dibenarkan oleh akal sehat. Sementara itu berdasarkan ilmu terminologis yaitu:3

‫ ويسمى العادة‬،‫ أو ترك‬، ‫ من قول أو فعل‬، ‫العرف هو ما تعارفه الناس وساروا عليه‬.
Artinya;
Al-‘urf merupakan sesuatu yang sudah pernah dikenali oleh manusia dan mereka telah
mewujudkan sebagai tradisi atau kebiasaan, baik dalam segi perkataan, prilaku
maupun meninggalkan, dan oleh karena itulah al-‘urf dinamakan adat istiadat.
B. PEMBAHASAN
a) DEFINISI
Secara bahasa al-‘urf sebagaimana diuraikan oleh Qutub Mustafa Sanu,4berarti
sesuatu yang dimengerti dan diketahui secara umum. Al-‘Urf juga bermakna adat
kebiasaan. Mengenai menurut definisi syara’ para ulama berbeda pendapat dalam
menyebutkan istilah tersebut, Wahbah Zuhaili5 menuturkan yaitu :

. ‫ هو ما اعتاده الناس وساروا عليه من كل فعل شاع بينهم أو لفظ تعارفوا اطالقه على معنى خاص‬: ‫العرف‬
Al-‘Urf meupakan sandaran yang dijadikan manusia dan bertumpu kepada ketentuan
‘urf tersebut, baik yang berkenaan dengan perbuatan yang manusia lakukan maupun
terkait dengan perbuatan ucapan yang dipegang secara khusus.
Sementara itu, dari Qutub Mustafa Sanu6 mendifinisikan al-‘urf yaitu :
‫ ما تعارف عليه الناس وساروا عليه من قول أو فعل أو ترك كتعارف الناس على إطالق لفظ اللحم‬: ‫العرف‬
‫ على غير السمك وعلى إطالق لفظ الولد على الذكر دون اإلنث‬.

1
Fathurrahman Djamil. Filsafat hukum islam, (Jakarta: Logos, 1986) hlm. 81.
2
Syeikh Khudhari Biek, Ushul fiqh, (Beirut: Dar al-fikr, 1409 H/1988 M) hlm 205
3
Abduk Karim Zaidan, Al-Wajiz fi ushul al-fiqh, (Baghdad: Muassasah Qurtubah, Tth)., hlm 239.
4
Qutub Mustafa Samu, , Mu’jam Mustalahat Ushul al-Fiqh, (Damaskus-Surya Dar al-Fikr al-Ma’asir, 2002), hlm.
284
5
Wahbah Zuhaili, Ushul Fiqh al-islami, Juz 2, (Suriyah- damaskus : Dar al_fikr Lit-Tibaah wal al-Tauzi’ wa al-
Nasyar, 1986), hlm. 828
6
Qutub Mustafa Sanu, Mu’jam Mustalahat Ushul fiqh, (Damaskus-Surya Dar al-fikr al-Ma’asir, 2000), hlm. 284.
“Al-‘urf ialah apa yamg diketahui manusia dan berpegang teguh pada apa yang telah
mereka ketahui tersebut, baik ucapan, perbuatan serta pemahaman manusia tentang
penggunaan lafal atau ucapan daging bukan ikan dan lafal al-walaad sebagai sebutan
anak laki-laki bukan anak perempuan.”.
b) KLASIFIKASI
Dari segi klasifikasi ulama mengelompokkan beberapa perspektif yaitu dari
segi sifat, wujud dan ruang lingkup penggunaaannya. Dilihat dari segi sifat yang biasa
dilakukan, maka ‘urf dibagi menjadi dua macam yaitu :
1. Al-‘urf al-amali atau Al-‘urf al-fi’li,(kebiasaan yang berupa perbuatan)
merupakan ‘urf yang didasari oleh suatu perbuatan pada masyarakat yang
dilakukan secara terus-menerus, misalnya bertransaksi jual-beli barang yang
murah harganya, seperti beli pentol, garam dan lain-lain, hanya menerima dan
menyerahkan barang tersebut, tanpa melafalkan ijab kabul.
2. Al-‘urf al-qauli atau Al-‘urf al-lafzi (kebiasaan yang menyangkut ungkapan)
merupakan kebiasaan masyarakat dalam bentuk perkataan atau ungkapan,
sehingga bermakna dalam ungkapan tersebut yang dapat dipahami dan
terlintas dibenak pikiran masyarakat misalnya kebiasaan masyarakat dalam
menggunakan ucapan contohnya ‫ الولد‬yang bermakna anak laki-laki dan kata
‫( اللحم‬daging) yang bermakna umum walaupun itu daging sapi, ikan daging
hewan lainnya. Akan tetapi kebiasaan masyarakat telah mengkhususkan
penggunaan kata ‫ اللحم‬pada daging sapi.
Dilihat dari ruang lingkup penggunaannya atau cakupannya, maka ‘urf pun
juga terbagi menjadi dua bagian yaitu :
I. Al-‘urf al-‘am (kebiasaan yang bersifat umum) merupakan kebiasaan
masyarakat yang bersifat umum dan berlaku secara luas ke semua penjuru
dunia, contohnya menganggukkan kepala sebagai tanda menyetujui.
II. Al-‘urf al-khas (kebiasaan yang bersifat khusus) merupakan kebiasaan yang
hanya berlaku di kalangan masyarakat tertentu, seperti halnya dalam kebiasaan
transaksi yang berlaku di kalangan para pedagang, apabila terdapat cacat
tertentu pada barang tersebut, maka pembeli berhak mengembalikan barang
tersebut, dan jikalau terdapat cacat yang lainnya yang tidak termasuk
ketentuan tersebut maka pembeli tidak dapat mengembalikan barang yang
sudah dibelinya tersebut.
Dan dari segi wujud baik dan buruknya dari pandangan syariat, maka “urf
terbagi menjadi dua bagian yaitu :7
a. Al-urf as-shahih (kebiasaan yang terpuji), yang telah diterima dengan baik
oleh masyarakat secara umum, dibenarkan dari segi akal sehat, mendatangkan
kebaikan dan kemaslahatan, menolak kebatilan atau kerusakan dan tidak
bertentangan dengan norma agama atau tidak menyalahi ketentuan nash al-
qur’an dan as-sunnah. Contohnya tradisi masyarakaat setempat bahwasanya
dalam masa pertunamgan calon mempelai laki-laki memberi hadiah kepada

7
Ahmad Azhar Basyir, “Pokok-pokok Ijtihad dalam Hukum Islam”, Dalam Haidar Bagir dan Syafiq Basri. (Ed.),
“Ijtihad dalam Sorotan”, (Bandung: Mizan, 1988), Cet. Ke l, hlm. 52-53.
pihak mempelai wanita, maka hadiah tersebut bukan termasuk bagian
maskawin8
b. Al-‘urf al-fasid (kebiasaan yang tercela) merupakan kebiasaan buruk yang
dilakukan oleh sebagian masyarakat yang bertentangan dengan norma agama
atau yang bertentangan dari nash al-qur’an dan as-sunnah serta kaidah-kaidah
agama islam, mendatangkan kemudaratan dan tidak dibenarkan oleh akal sehat
misalnya kebiasaan menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal,
oleh karena itu para ulama ushul fiqh bersepakat bahwa al-‘urf al-fasid tidak
bisa menjadi landasan hukum.
c) KEHUJJAHAN ‘URF
Dilihat dari eksistensi al-‘urf, maka ulama ushul fiqh sepakat menerima ‘urf
yang shahih untuk dijadikan hujjah dalam menentukan hukum syara’ selama tidak
bertentangan dengan norma agama, dan menolak al-urf yang fasid. Hanya saja para
ulama dari mazhab maliki dan mazhab hanafi lebih banyak menggunakan ‘urf
dibandingkan dengan ulama mazhab lainnya. namun ada juga dari imam syafi’i yang
tekenal dengan pandangan beliau yaitu qaul qodim dan qoul jadid. Ada perbedaan
pendapat dalam berfatwa ketika beliau berada di iraq sebelum ke mesir (qaul qodim)
dengan setelah berada di mesir(qaul jadid). Dan hal inilah menjadi dasar untuk
menunjukkan bahwa para ulama memakai hujjah dengan ‘urf.
Adapun yang telah ditetapkan bahwa ‘urf dapat dijadikan hujjah dalam
menetapkan hukum syara’, terdapat dalil dari potongan ayat alqur ‘an yang
mendukung kehujjahan ‘urf tersebut yaitu:
• Firman Allah Swt termaktub dalam surah Al-A’raf (7) : 199 ;
‫خذ العفو وأمر بالعرف وأعرض عن آلجهلين‬
Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan
orang-orang bodoh.
Yang dimaksud dalam ayat ini ada kata makruf yaitu Allah Swt memerintahkan kaum
muslim untuk berbuat kebajikan sesama manusia selagi tidak bertentangan dengan
hukum syara’. Berdasarkan ayat ini maka para ulama berpendapat bahwa al-‘urf dapat
dijadikan sebagai sumber dan menjadi dasar dalam penetapan hukum islam.9
C. PENUTUP
Dari pembahasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa apa yang disebut dengan
al-‘Urf itu tidak lain adalah hal yang berkenaan dengan kebiasaan atau tradisi yang
berperan pada suatu wilayah dan sebagai implementasi kepada masyarakat secara
umum, sehingga menjadi bagian dalam hidup mereka secara berkesinambungan
maupun yang berkaitan dengan ucapan, prilaku, maupun berkenaan dengan perkara
yang tidak etis dicontoh. Oleh karena itu semua masyakarat di berbagai penjuru dunia
dinyatakan pasti memiliki ‘urf atau adat istiadat yang dijadikan sarana untuk
memberdayakan dan menangani keteraturan hidup dalam mempermudah kepentingan
bersama.
Para ulama juga mempunyai kaidah-kaidah yang menjadi pegangan dalam
mengamalkan al-‘urf tersebut yaitu:

8
Nasroen Haroen, Ushul fiqh 1, (Jakarta: PT Logos Wacana baru, 2001), Cet.III, hlm 141.
9
Zakaria al-Biri, Mashadir al-ahkam al-islamiyah. (Kairo: Dar al-ittihab al-Arabiy, Lit-Tiba’ah, 1975), hlm. 145.
‫العاده محكمة‬
Adat bisa dijadikan dasar dalam penetapan hukum.
‫تغيير األخگام بتغير العرف‬
Hukum dapat berubah karena berubahnya adat atau kebiasaan.
‫الثابت بالعرف گالثابت بالنص‬
Penetapan hukum yang berlandaskan pada al-‘urf yaitu sama seperti menetapkannya
dengan nash.
Dan para ulama menganggap al-urf bisa dijadikan salah satu undang-undang,
karena mengandung unsur-unsur yang umumnya dikutip dari hukum-hukum yang
berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Fathurrahman Djamil. Filsafat hukum islam, (Jakarta: Logos, 1986)
Syeikh Khudhari Biek, Ushul fiqh, (Beirut: Dar al-fikr, 1409 H/1988 M)
Abduk Karim Zaidan, Al-Wajiz fi ushul al-fiqh, (Baghdad: Muassasah Qurtubah, Tth.)
Qutub Mustafa Samu, , Mu’jam Mustalahat Ushul al-Fiqh, (Damaskus-Surya Dar al-Fikr al-
Ma’asir, 2002)
Wahbah Zuhaili, Ushul Fiqh al-islami, Juz 2, (Suriyah- damaskus : Dar al_fikr Lit-Tibaah
wal al-Tauzi’ wa al-Nasyar, 1986),
Qutub Mustafa Sanu, Mu’jam Mustalahat Ushul fiqh, (Damaskus-Surya Dar al-fikr al-
Ma’asir, 2000).
Ahmad Azhar Basyir, “Pokok-pokok Ijtihad dalam Hukum Islam”, Dalam Haidar Bagir dan
Syafiq Basri. (Ed.), “Ijtihad dalam Sorotan”, (Bandung: Mizan, 1988), Cet. Ke l,
Nasroen Haroen, Ushul fiqh 1, (Jakarta: PT Logos Wacana baru, 2001), Cet.III,.
Zakaria al-Biri, Mashadir al-ahkam al-islamiyah. (Kairo: Dar al-ittihab al-Arabiy, Lit-
Tiba’ah, 1975),.
Prof. Dr. H. Romli SA, M,AG., PENGANTAR ILMU USHUL FIQH Metodologi Penetapan
Hukum Islam, Depok, Kencana, 2017.
Dr. Mardani, Ushul Fiqh, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 2013.

Anda mungkin juga menyukai