Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

USHUL FIQIH

“ URF/ TRADISI”

Dosen pengampu: Dr. Muhammad Mutawali, M.Pd

Disusun Oleh: Kelompok 12

Nama Anggota Kelompok:

1. Mira Arzanti (220106110)


2. Laili Sanjita (220106086)
3. Nurvaiza Mulya (220106098)

Kelas : 1C

PROGRAM STUDI MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

2022/2023
A. PENDAHULUAN
Pada waktu Islam masuk dan berkembang di Arab, di sana berlaku norma
yang mengatur kehidupan bermuamalah yang telah berlangsung lama yang disebut
adat. Adat tersebut diterima dari generasi sebelumnya dan diyakini serta dijalankan
oleh umat dengan anggapan bahwa perbuatan tersebut adalah baik untuk mereka.
Islam datang dengan seperangkat norma syara' yang mengatur kehidupan
muamalah yang harus dipatuhi umat Islam sebagai konsekuensi dari keimanannya
kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagian dari adat lama itu ada yang selaras dan ada
yang bertentangan dengan hukum syara' yang datang kemudian. Adat yang
bertentangan itu dengan sendirinya tidak mungkin dilaksanakan oleh umat Islam
secara bersamaan dengan hukum syara' Pertemuan antara adat dan syari'at tersebut
terjadilah perbenturan, penyerapan, dan pembauran antara keduanya. Dalam hal ini
yang diutamakan adalah proses penyeleksian 'adat yang dipandang masih diperlukan
untuk dilaksanakan.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Al-‘Urf

Dari segi kebahasaan (etimologi) al urberasal dari kata yang terdiri dar huruf ‘ain,
ra’ dan fa yang berarti kenal. Dari kata ini muncul kata ma’rifah (yang dikenal) ta’rif
( definisi) dan ma’ruf (yang dikenal sebagai kebeian) dan kata ‘Urf (kebiasaan yang
baik).

Adapun dari segi terminologi, kata urf mengandung makna:


‫ أو لفط تعارفوا إطالقه على معنى‬،‫ما اعادة الناس وساروا عليه من كل فعل شاع بينهم‬
‫خاص ال تألفه اللغة وال يتبادر غيره عند سماعه‬
“Sesuatu yang menjadi kebiasaan manusia, dan mereka mengikutinya dalam
bentuk setiap perbuatan yang populer di antara mereka. ataupun suatu kata
yang biasa mereka kenal dengan pengertian tertentu, bukan dalam pengertian
etimologi, dan ketika mendengar kata itu, mereka tidak memahaminya dalam
pengertian lain”.

Kata 'urf dalam pengertian terminologi sama dengan istilah al- ádah Kebiasaan),
yaitu:1

1 D.r. H. Abd. Rahman Dahlan, M.A, Ushul Fiqh, Hal. 209-210

2
‫ما استقر في النفوس من جهة العقول وتلقته الطباع السليمة بالقبول‬

“Sesuatu yang telah mantap di dalam jiwa dari segi dapatnya diterima oleh
akal yang sehat dan watak yang benar”.

Kata al-'adah itu sendiri, disebut demikian karena ia dilakukan secara


berulang-ulang, sehingga menjadi kebiasaan masyarakat. Dari penjelasan di atas dapat
dipahami, al-'urf atau al-'adah terdiri atas dua bentuk yaitu, al 'urf al-qauli (kebiasaan
dalam bentuk perkataan) dan al-urf al-fi’li (kebiasaan dalam bentuk perbuatan).

Urf dalam bentuk perbuatan, misalnya, transaksi jual beli barang kebutuhan
sehari-hari di pasar tanpa mengucapkan lafal ijab dan qabul Demikian juga membagi
mahar menjadi "hantaran dan "mas kawin Sedangkan contoh urf dalam bentuk
perkataan, misalnya, kalimat "engkau saya kembalikan kepada orangtuamu" dalam
masyarakat Islam Indonesia, mengandung arti talak. 2

2. Macam-macam ‘Urf
Urf baik berupa perbuatan maupun berupa perkataan. seperti dikemukakan
Abdul-Karim Zaidan, terbagi kepada dua macam:
a. Al-Urf al-‘Am (adat kebiasaan umum), yaitu adat kebiasaan mayoritas dari
berbagai negeri di satu masa. Contoh nya, adat kebiasaan yang berlaku di
beberapa negeri dalam memakai ungkapan: "engkau telah haram aku gauli"
kepada istrinya sebagai ungkapan untuk menjatuhkan talak istrinya itu, dan
kebiasaan menyewa kamar mandi umum dengan sewa tertentu tanpa
menentukan secara pasti berapa lamanya mandi dan berapa kadar air yang
digunakan.
b. Al-Urf al-Khas (adat kebiasaan khusus), yaitu adat istiadat yang berlaku pada
masyarakat atau negeri tertentu. Misal nya, kebiasaan masyarakat Irak dalam
menggunakan kata al-dabbah hanya kepada kuda, dan menganggap catatan
jual beli yang berada pada pihak penjual sebagai bukti yang sah dalam
masalah utang piutang3.

2
D.r. H. Abd. Rahman Dahlan, M.A, Ushul Fiqh, Hal. 209-210
3
Prof. Dr. H. Satria Effendi, M. Zein, M.A, Ushul Fiqh, Hal. 154-155

3
Di samping pembagian di atas, urf dibagi pula kepada:

1) Adat kebiasaan yang benar yaitu suatu hal baik yang men jadi kebiasaan suatu
masyarakat namun tidak sampai menghalalkan yang haram dan tidak pula
sebaliknya. Misalnya, adat kebiasaan suatu masyarakat di mana istri belum
boleh dibawa pindah dari rumah orang tuanya sebelum menerima maharnya
secara penuh, dan apa yang diberikan pihak lelaki kepada calon istrinya ketika
me minangnya, dianggap hadiah, bukan dianggap mahar.
2) Adat kebiasaan yang fasid (tidak benar), yaitu sesuatu yang menjadi adat
kebiasaan yang sampai menghalalkan yang diharamkan Allah. Misalnya,
menyajikan minuman memabukkan pada upacara upacara resmi, apalagi
upacara keagamaan, serta mengadakan tarian-tarian wanita ber pakaian seksi
pada upacara yang dihadiri peserta laki laki. 4
3. Kehujjahan dan Dalil Hukum Terhadap ‘Urf
Kehujjahan 'urf ini menyebutkan bahwa para ulama sepakat menolak 'urf
yang fasid, dan mereka sepakat menerima 'urf yang shahih sebagai hujah
syar'iyah. Hanya saja dari segi intensitas, mazhab Hanafiyah dan Malikiyah lebih
banyak menggunakan 'urf dibandingkan dengan mazhab lainnya, karena
perbedaan intensitas itu, 'urf digolongkan kepada sumber dalil yang
diperselisihkan.
Adapun kebujjahan 'urf sebagai dalil syara', sebagai berikut:
a) Firman Allah dalam (Q.S Al-A'raf (7): 199) :

َ‫ع ِن ْال َجا ِه ِليْن‬ ِ ‫ُخ ِذ ْال َع ْف َو َوأْ ُم ْر ِب ْال ُع ْر‬


ْ ‫ف َواَع ِْر‬
َ ‫ض‬

Artinya: Jadilah Engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang


ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.(Qs. Al A'raf:
199)5
b) Firman Allah dalam (Q.S Al-Baqarah (2): 180) :

ِ ‫ك َخ ي ْ ًر ا ال ْ َو‬
ُ ‫ص ي َّ ة‬ ُ ‫ض َر أ َ َح د َك ُ مُ ال ْ َم ْو‬
َ ‫ت إ ِ ْن ت َ َر‬ َ ‫ب ع َ ل َ ي ْ ك ُ ْم إ ِ ذ َا َح‬ َ ِ‫كُت‬
‫ف ۖ َح ق ًّ ا ع َ ل َ ى ال ْ ُم ت َّق ِ ي َن‬
ِ ‫اْل َق ْ َر ب ِ ي َن ب ِ ال ْ َم ع ْ ُر و‬
ْ ‫ل ِ ل ْ َو ا ل ِ د َ ي ْ ِن َو‬

4
Prof. Dr. H. Satria Effendi, M. Zein, M.A, Ushul Fiqh, Hal. 154-155
5
Ismail, S.E. M.E, Ushul Fiqh & Kaedah Ekonomi Syari’ah, Hal. 159-161

4
Artinya: “Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan
(tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk
ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf, (ini adalah) kewajiban atas
orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-baqarah:180).

Yang dimaksud mengerjakan yang ma'ruf pada ayat-ayat di atas, yaitu


mengerjakan kebiasaan yang baik yang tidak bertentangan dengan norma agama
Islam serta dengan cara baik yang diterima oleh akal sehat dan kebiasaan manusia
yang berlaku.Berdasarkan itu maka ayat tersebut dipahami sebagai perintah untuk
mengerjakan sesuatu yang telah dianggap baik sehingga telah menjadi tradisi dalam
suatu masyarakat.

c) Hadits Rasulullah SAW:


‫ إن هللا نظر في قلوب العباد فوجد قلب محمد صلی‬:‫عن عبد هللا بن مسعود قال‬
‫هللا عليه وسلم خير قلوب العباد فاصطفاه لنفسه فابتعه برسالته ثم نظر في قلوب‬
‫العباد بعد قلب محمد فوجد قلوب أصحابه خير قلوب العباد فجعلهم وزراء نبيه‬
‫يقاتلون على دينه فما رأى المسلمون حسنا فهو عند هللا حسن وما رأوا سيئا فهو عندهللا‬
‫سيیء‬
Artinya: Dari Abdullah bin Mas'ud ia berkata, sesungguhnya Allah melihat ke
dalam hati para hamba, maka dijumpai hati Muhammad SAW. Sebaik-baik hati
para hamba, karena Allah telah mensucikan jiwanya, mengutus beliau membawa
risalahnya, kemudian Allah melihat ke dalam hati para hamba setelah hati
Muhammad SAW, maka dijumpai hati sahabat sahabatnya, sebaik-baik hati para
hamba, lalu Allah menjadikan mereka sebagai pembantu Nabinya yang mereka
berperang membela agamanya, maka sesuatu yang dipandang baik oleh kaum6
muslimin, maka ia dipandang baik oleh Allah, dan sesuatu yang mereka pandang
buruk, maka ia buruk di sisi Allah" (HR Ahmad Ibn Hambal],"
Berdasarkan dalil-dalil kehujahan 'urf diatas sebagai dalil hukum, maka
ulama, terutama ulama Hanafiyah dan Malikiyah merumuskan kaidah hukum
yang berkaitan dengan al-'urf, yaitu:
‫العادة محكمة‬
"Adat kebiasaan dapat dijadikan dasar (pertimbangan) hukum"

6
Ismail, S.E. M.E, Ushul Fiqh & Kaedah Ekonomi Syari’ah, Hal. 159-161

5
Segala sesuatu yang biasa dikerjakan oleh masyarakat bisa menjadi patokan.
Maka setiap anggota masyarakat dalam melakukan sesuatu yang telah terbiasakan
itu selalu akan menyesuaikan dengan patokan tersebut atau tegasnya tidak
menyalahinya.

‫التعيين بالغرب كالتعيين بالنص‬


"Menetapkan (suatu hukum) dengan dasar furf, seperti menetapkan (hukum)
dengan dasar nash"
Suatu penetapan hukum berdasarkan urf yang telah memenuhi syarat syarat
sebagai dasar hukum, sama kedudukannya dengan penetapan hukum yang
didasarkan nash. Kaidah ini banyak berlaku pada urf-urf khusus, seperti urf yang
berlaku diantara para pedagang dan berlaku didaerah tertentu, dan lain-lain.7
4. Pertentangan Antara Urf dengan Nash
Urf yang berlaku ditengah-tengah masyarakat adalakalanya bertentang dengan
nash (ayat dan atau hadits) dan adakalanya bertentangan dengan dalil syara’
lainya. Dalam persoalan pertentangan‘urf dengan nash, para ulama‟ ushul
memerincinya sebagai berikut:
a) Pertentangan ‘urf dengan nash yang bersifat khusus/rinci.
Apabila pertentangan ‘urf dengan nash khusus menyebabkan tidak
berfungsinya hukum yang dikandung nash, maka ‘urf tidak dapat diterima.
Misalnya, kebiasaan di zaman Jahiliyah dalam mengadopsi anak, dimana anak
yang diadopsi itu statusnya sama dengan anak kandung, sehingga mereka
mendapat warisan apabila ayah angkat wafat. ‘urf seperti ini tidak berlaku dan
tidak dapat diterima.8
b) Pertentangan ‘urf dengan nash yang bersifat umum.
Dalam kaitanya pertentangan antara ‘urf dengan nash yang bersifat
umum apabila ‘urf telah ada ketika datangnya nash yang bersifat umum, maka
harus dibedakan antara ‘urf al-lafz}i dengan ‘urf al-‘amali.
Pertama apabila ‘urf tersebut adalah ‘urf al-lafzi, maka ‘urf tersebut
bisa diterima, sehingga nash yang umum dikhususkan sebatas ‘urf al-lafzi
yang telah berlaku tersebut, dengan syarat tidak ada indikator yang
menunjukkan bahwa nash umum tidak dapat dikhususkan oleh ‘urf. Dan

7
Ismail, S.E. M.E, Ushul Fiqh & Kaedah Ekonomi Syari’ah, Hal. 159-161
8 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Hal.398-402.

6
berkaitan dengan materi hukum. Seperti kata shalat, puasa, haji, dan jual beli,
diartikan dengan makna ‘urf. Kecuali ada indikator yang menunjukkan bahwa
kata-kata itu dimaksud sesuai dengan arti etimologinya.Contohnya jika
seseorang bersumpah tidak memakan daging, tetapi ternyata ia memakan ikan,
maka ia ditetapkanlah dia tidak melanggar sumpah, menurut ‘urf, ikan bukan
termasuk daging, sedangkan dalam arti syara’ ikan itu termasuk daging.
Dalam hal ini, pengertian ‘urf yang dipakai dan ditinggalkan pengertian
menurut syara’ sehingga apabila hanya sebuah ucapan dan bukan termasuk
kedalam nash yang berkaitan dengan hukum maka yang lebih didahulukan
adalah ‘urf.
Kedua, Apabila ‘urf yang ada ketika datangnya nash umum itu adalah
‘urf al-‘amali, maka terdapat perbedaan pendapat ulama tentang kehujahanya.
Menurut ulama’ Hanafiyah, apabila‘urf al-‘amali itu bersifat umum, maka urf
tersebut dapat mengkhususkan hukum nash yang umum, karena pengkhususan
nash tersebut tidak membuat nash tidak dapat diamalkan. Kemudian menurut
ulma mazhab Syafi‟iyah yang dikuatkan untuk mentakhsis nash yang umum
itu hanyalah ‘urf qauli bukan ‘urf amali. Dalam pendapat ulama hanafiyah
Pengkhususan itu menurut ulama Hanafi, hanya sebatas ‘urf al-‘amali yang
berlaku, di luar itu nash yang bersifat umum tersebut tetap berlaku.

‫نهى عن بيع ما ليس لإلنسان ورخص في السلم‬


Nabi melarang menjual sesuatu yang tidak dimiliki manusia dan
memberi keringanan dalam jual beli pesanan. (H.R. al-Bukhari dan
Abu Daud)76
Hadits Rasullah ini, bersifat umum dan berlaku untuk seluruh bentuk
jual beli yang barangnya belum ada termasuk kedalamnya adalah jual beli
salam (pesanan atau indent). Umumnya nash melarang jual beli salam yang
sewaktu berlangsung tidak ada barangnya. Tetapi karena jual beli salam ini
‘urf yang berlaku dimana saja, maka dalam hal ini ‘urf telah
dikuatkan.77Akan tetapi imam al-Qarafi berpendapat bahwa ‘urf seperti itu
tidak dapat mengkhususkan hukum umum yang dikandung nash tersebut.
c) ‘Urf terbentuk belakangan dari nash umum yang bertentangan dengan ‘urf
tersebut.

7
Apabila suatu ‘urf terbentuk setelah datangnya nash yang bersifat umum dan
antara keduanya terjadi pertentangan, maka seluruh ulama fiqih sepakat
menyatakan bahwa ‘urf seperti ini baik yang bersifat lafzhi maupun yang bersifat
‘amali, sekalipun ‘urf itu bersifat umum, tidak dapat diajadikan dalil penetapan
hukum syara’, karena keberadaan ‘urf ini mucul ketika nash syara’ telah
menetukan hukum secara umum9.
C. PENUTUP
Dari segi kebahasaan (etimologi) al urberasal dari kata yang terdiri dar huruf
‘ain, ra’ dan fa yang berarti kenal. Dari kata ini muncul kata ma’rifah (yang dikenal)
ta’rif ( definisi) dan ma’ruf (yang dikenal sebagai kebeian) dan kata ‘Urf (kebiasaan
yang baik). Kata 'urf dalam pengertian terminologi sama dengan istilah al- ádah
Kebiasaan). Kata al-'adah itu sendiri, disebut demikian karena ia dilakukan secara
berulang-ulang, sehingga menjadi kebiasaan masyarakat. Al-'urf atau al-'adah terdiri
atas dua bentuk yaitu, al 'urf al-qauli (kebiasaan dalam bentuk perkataan) dan al-urf
al-fi’li (kebiasaan dalam bentuk perbuatan).
Urf yang berlaku ditengah-tengah masyarakat adalakalanya bertentang dengan
nash (ayat dan atau hadits) dan adakalanya bertentangan dengan dalil syara’ lainya.
Dalam hal ini ulama’ Ushul merincinya sebagai berikut: Pertentangan ‘urf dengan
nash yang bersifat khusus/rinci, Pertentangan ‘urf dengan nash yang bersifat
umum,‘Urf terbentuk belakangan dari nash umum yang bertentangan dengan ‘urf
tersebut.

9
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Hal.398-402.

8
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Abd. Rahman Dahlan, M.A, Ushul Fiqh, (Jakarta:2014)

Prof. Dr, H. Satria Effendi, M. Zein., M.A, Ushul Fiqh, (Jakarta:2005)

Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta:2011)

Ismail, S.E. M.E, Ushul Fiqh & Kaedah Ekonomi Syari’ah, (Medan:2021)

Anda mungkin juga menyukai