Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
Oleh :
2 .Mujiasih
Dosen Pengampu :
i
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah atas segala rahmat sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan penuh kemudahan.Makalah ini disusun agar pembaca dapat mengetahui
pengertian ‘Urf dan Ussadudz dzari’ah berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Kami
juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah banyak membantu
kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapatmemberikan wawasan yang lebih luas kepada penulis
khususnya dan bermanfa’at bagi pembaca umumnya.
KATA PENGANTAR...........................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................1
C. Tujuan Penulis.....................................................................1
BAB 2 PEMBAHASAN.......................................................................2
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Daftar Pustaka
iii
1
BAB 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Konsep bahwa Islam sebagai agama wahyu yang mempunyai doktrin-doktrin
ajaran tertentu yang harus diimani, juga tidak melepaskan perhatiannya terhadap
kondisi masyarakat tertentu. Kearifan lokal (hukum) Islam tersebut ditunjukkan
dengan beberapa ketentuan hukum dalam al-Qur’an yang merupakan pelestarian
terhadap tradisi masyarakat pra-Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian ‘Urf dan Saddudz Dzari’ah
2. Apa saja dasar hukum ‘Urf dan Saddudz Dzari’ah
3. Apa saja obyek masalah ‘Urf dan Saddudz Dzari’ah
C. Tujuan penulis
1. Mengetahui pengertian ‘Urf dan Saddudz Dzari’ah
2. Mengetahui dasar-dasar hukum ‘Urf dan Saddudz Dzari’ah
3. Mengetahui apa saja obyek masalah ‘Urf dan Saddudz Dzari’ah
i
BAB 11
PEMBAHASAN
iii
v
َُخ ِذ ْال َع ْف َو َوْأ ُمرْ بِ ْالعُرْ فِ َوَأ ْع ِرضْ َعنِ ْال َجا ِهلِين
“Jadilah engakau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf (al-‘urfi),
serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf 199)
Kata al-‘Urf dalam ayat tersebut, dimana umat manusia disuruh mengerjakannya,
oleh Ulama Ushul fiqih dipahami sebagai sesuatu yang baik dan telah menjadi
kebiasaan masyarakat. Berdasarkan itu maka ayat tersebut dipahami sebagai perintah
untuk mengerjakan sesuatu yang telah dianggap baik sehingga telah menjadi tradisi
dalam suatu masyarakat.
2.Pada dasarnya, syariat Islam dari masa awal banyak menampung dan mengakui adat
atau tradisi itu tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah.
Kedatangan Islam bukan menghapuskan sama sekali tradisi yang telah menyatu
dengan masyrakat. Tetapi secara selektif ada yang diakui dan dilestarikan serta ada
pula yang dihapuskan. Misal adat kebiasaan yang diakui, kerja sama dagang
dengan cara berbagi untung (al-mudarabah). Praktik seperti ini telah berkembang
di bangsa Arab sebelum Islam. Berdasarkan kenyataan ini, para Ulama
menyimpulkan bahwa adat istiadat yang baik secara sah dapat dijadikan landasan
hukum.
Para ulama’ ushul fiqh sepakat bahwa ‘urf al-shahih, yaitu ‘urf yang tidak
bertentangan dengan syara’. Baik yang menyangkut dengan ‘urf al-‘am dan ‘urf al-
khas, maupun yang berkaitan dengan ‘urf al-lafzhi dan ‘urf al-‘amali, dapat
dijadikan hujjah dalam menetapkan hukum syara’.
‘Urf yang menjadi tempat kembalinya para mujtahid yang berjihad dan
berfatwa, dan para hakim dalam memutuskan perkara disyaratkan sebagai berikut:
a.‘Urf tidak bertentangan dengan nash qath’i. Oleh karena itu, tidak dibenarkan
sesuatu yang sudah dikenal orang yang bertentangan dengan nash qath’i, seperti
makan riba.
b.‘Urf harus umum berlaku pada semua peristiwa atau sudah umum berlaku. Oleh
karena itu tidak dibenarkan ‘urf yang menyamai ‘urf yang lainnya karena adanya
pertentangan antara mereka yang mengamalkan dan yang meninggalkan
vii
1. Qs. Al-an’am: 108
ََوالتَ ُسبُّواالَّ ِذينَيَ ْدعُونَ ِم ْندُونِاللَّ ِهفَيَ ُسبُّوااللَّهَ َع ْد ًوابِ َغي ِْر ِع ْل ٍم َك َذلِ َك َزيَّنَّالِ ُكُأِّل َّم ٍة َع َملَهُ ْمثُ َّمِإلَى َربِّ ِه ْم َمرْ ِج ُعهُ ْمفَيُنَبُِّئهُ ْمبِ َما َكانُوايَ ْع َملُون
Artinya:
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah,
Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa
pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan
mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu dia
memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.
Sebenarnya mencaci dan menghina penyembah selain Allah itu boleh-boleh
saja bahkan jika perlu boleh memeranginya. Namun karena perbuatan mencaci dan
menghina itu akan menyebabkan penyembah selain Allah itu akan mencaci Allah
maka perbuatan mencaci dan menghina itu menjadi dilarang.
2.QS. Al-Baqarah:104
3. Qs. Annur: 31
ْ ََواليَضْ ِر ْبنَبَِأرْ ُجلِ ِهنَّلِيُ ْعلَ َم َماي ُْخفِينَ ِم ْن ِزينَتِ ِهنَّ َوتُوبُواِإلَىاللَّ ِه َج ِميعًاَأيُّه
َاال ُمْؤ ِمنُونَلَ َعلَّ ُك ْمتُ ْفلِحُون
Artinya:
Dan janganlah mereka (perempuan itu) memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan
yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Sebenarnya menghentakkan kaki boleh-boleh saja bagi perempuan namun
karena menyebabkan perhiasannya yang tersembunyi dapat diketahui orang
sehingga akan menimbulkan rangsangan bagi yang mendengar maka
menghentakkan kaki itu menjadi terlarang.
Dari contoh di atas terlihat adanya larangan bagi perbuatan yang dapat
menyebabkan sesuatu yang terlarang meskipun semula pada dasarnya perbuatan itu
boleh hukumnya.
C.Obyek masalah
Dilihat dari segi objeknya ‘Urf dibagi kepada : al-‘urf al-lafzhi (kebiasaan
yang menyangkut ungkapan) dan al-‘urf al-amali ( kebiasaan yang berbentuk
perbuatan) dan ‘Urf ‘Amali
a. Al-‘Urf al-Lafzhi.
Adalah kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan lafal/ungkapan tertentu dalam
mengungkapkan sesuatu, sehingga makna ungkapan itulah yang dipahami dan
terlintas dalam pikiran masyarakat. Misalnya ungkapan “daging” yang berarti daging
sapi; padahal kata-kata “daging” mencakup seluruh daging yang ada. Apabila
seseorang mendatangi penjual daging, sedangkan penjual daging itu memiliki
bermacam-macam daging, lalu pembeli mengatakan “ saya beli daging 1 kg”
pedagang itu langsung mengambil daging sapi, karena kebiasaan masyarakat setempat
telah mengkhususkan penggunaan kata daging pada daging sapi.
b. Al-‘urf al-‘amali.
Adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan biasa atau mu’amalah
keperdataan. Yang dimaksud “perbuatan biasa” adalah kebiasaan masyrakat dalam
masalah kehidupan mereka yang tidak terkait dengan kepentingan orang lain, seperti
kebiasaan libur kerja pada hari-hari tertentu dalam satu minggu, kebiasaan masyarakat
memakan makanan khusus atau meminum minuman tertentu dan kebiasaan
masyarakat dalam memakai pakain tertentu dalam acara-acara khusus.
Adapun yang berkaitan dengan mu’amalah perdata adalah kebiasaan
masyrakat dalam melakukan akad/transaksi dengan cara tertentu. Misalnya kebiasaan
ix
masyarakat dalam berjual beli bahwa barang-barang yang dibeli itu diantarkan
kerumah pembeli oleh penjualnya, apabila barang yang dibeli itu berat dan besar,
seperti lemari es dan peralatan rumah tangga lainnya, tanpa dibebani biaya tambahan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut kebanyakan ulama, ‘urf dinamakan juga adat sebab perkara yang sudah
dikenal itu berulang kali dilakukan manusia. Namun, sebenarnya adat itu lebih luas dari
pada’urf, sebab adat kadang-kadang terdiri atas adat perseorangan atau bagi orangtertentu,
sehingga hal ini tidak bisa dinamakan ‘urf. Dan kadang-kadang terdiri atas adat
masyarakat, maka inilah yang disebut ‘urf.
Dari keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa makna kaidah ini menurut istilah
para ulama adalah bahwa sebuah adat kebiasaan dan urf itu bisa dijadikan sebuah
sandaran untuk menetapkan hukum syar’i apabila tidak terdapat nash syar’i atau lafadh
shorih (tegas) yang bertentangan dengannya.
Saddu dzari’ah ialah menyumbat segala sesuatu yang menjadi jalan menuju
kerusakan.Oleh karena itu,apabila ada perbuatan baik yang akan mengakibatkan
terjadinya kerusakan, maka hendaklah perbuatan yang baik itu dicegah atau disumbat
agar todak terjadi kerusakan.
B. Saran
Semoga kita dapat mengambil hikmah dari apa yang telah kita bahas bersama,
tentang ‘urf dan dzari’ah. Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
makalah kami, dan kami sadar bahwa makalah kami masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan
makalah ini.
xi
DAFTAR PUSTAKA