Anda di halaman 1dari 16

Ushul fiqih

Nama: Halsa Himda Maulida

Kelas: MHU/1/B

NIM: 1224070048
BAB 12
Memahami Sad Dzara’I
Sebagai Metode Istinbath
Definisi Sad dzara’I
Secara bahasa, Saddu artinya: menutup, mencegah, menghalangi. Dari kata: sadda-
yasiddu-saddan.Dzari’ah artinya: jalan, perantara, wasilah. Dari kata: dzara’a-yadzra’u-
dzar’an.

Secara istilah, Saddu Dzari’ah artinya:

‫سد ما ظاهره مباح ويتوصل به إلى محرم‬

“Saddu Dzari’ah yaitu: melarang sesuatu yang zahirnya mubah, namun menjadi jalan
menuju sesuatu yang haram.”
Atau dengan redaksi yang lain:

‫سد األمر الذي ظاهره اإلباحة إالّ أنه يُفضي ويؤول إلى المفسدة وفعل المحرم‬
“Saddu Dzari’ah adalah: melarang sesuatu yang secara zahir mubah, namun
mengantarkan dan mengakibatkan pada mafsadah dan perbuatan haram.”
Itulah definisi Saddu Dzari’ah. Atau dengan redaksi yang lain:

‫سد األمر الذي ظاهره اإلباحة إالّ أنه يُفضي ويؤول إلى المفسدة وفعل المحرم‬
“Saddu Dzari’ah adalah: melarang sesuatu yang secara zahir mubah, namun
mengantarkan dan mengakibatkan pada mafsadah dan perbuatan haram.”

Itulah definisi Saddu Dzari’ah.


Secara Terminologi
Menurutal-Qarafi, sadd adz-dzari’ah adalah memotong jalan kerusakan (mafsadah)
sebagai cara untuk menghindari kerusakan tersebut. Meski suatu perbuatan bebas dari
unsur kerusakan (mafsadah), namun jika perbuatan itu merupakan jalan atau sarana terjadi
suatu kerusakan (mafsadah), maka kita harus mencegah perbuatan tersebut. Dengan
ungkapan yang senada, menurut asy-Syaukani (1994:295), adzdzari’ah adalah masalah
atau perkara yang pada lahirnya dibolehkan namun akan mengantarkan kepada perbuatan
yang dilarang (al-mahzhur).
Dalam karyanya al-Muwafat, asy-Syatibi menyatakan bahwa sadd adz-dzari’ah adalah
menolak sesuatu yang boleh (jaiz) agar tidak mengantarkan kepada sesuatu yang dilarang
(mamnu’). Menurut Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman (1986:347), sadd adzdzari’ah
adalah meniadakan atau menutup jalan yang menuju kepada perbuatan yang
terlarang.Sedangkan menurut Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah, jalan atau perantara tersebut
bisa berbentuk sesuatu yang dilarang maupun yang dibolehkan.
Dasar Hukum Saddu Al-Dzari’ah

Alquran Surat Al-An’am ayat 108


Artinya:
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah
selain Allah, Karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui
batas tanpa pengetahuan. Demikianlah kami jadikan setiap umat menganggap
baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka,
lalu dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”
Pada ayat di atas, mencaci maki tuhan atau sembahan agama
lain adalah adzdzari’ahyang akan menimbulkan adanya sesuatu
mafsadah yang dilarang, yaitu mencaci maki Tuhan. Sesuai
dengan teori psikologi mechanism defense, orang yang
Tuhannya dicaci kemungkinan akan membalas mencaci Tuhan
yang diyakini oleh orang sebelumnya mencaci. Karena itulah,
sebelum balasan caci maki itu terjadi, maka larangan mencaci
maki tuhan agama lain merupakan tindakan preventif (sadd
adz-dzari’ah).
Sunah
Artinya:
“Dari Abdullah bin Amr RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Termasuk di
antara dosa besar seorang lelaki melaknat kedua orang tuanya.” Beliau kemudian
ditanya, “Bagaimana caranya seorang lelaki melaknat kedua orang tuanya?” Beliau
menjawab, “Seorang lelaki mencaci maki ayah orang lain, kemudian orang yang
dicaci itu pun membalas mencaci maki ayah dan ibu tua lelaki tersebut.”
Hadis ini dijadikan oleh Imam Syathibi sebagai salah satu dasar hukum bagi
konsep sadd adz-dzari’ah. Berdasarkan hadits tersebut, menurut tokoh ahli fikih
dari Spanyol itu, dugaan (zhann) bisa digunakan sebagai dasar untuk penetapan
hukum dalam konteks sadd adz-dzari’ah.
Kaidah Fikih
Di antara kaidah fikih yang bisa dijadikan dasar penggunaan sadd adz-dzari’ah adalah
Artinya: “Menolak keburukan (mafsadah) lebih diutamakan daripada meraih kebaikan
(maslahah).”
Kaidah ini merupakan kaidah asasi yang bisa mencakup masalah-masalah turunan di
bawahnya. Berbagai kaidah lain juga bersandar pada kaidah ini. Karena itulah, sadd
adzdzari’ah pun bisa disandarkan kepadanya. Hal ini juga bisa dipahami, karena dalam sadd
adzdzari’ah terdapat unsurmafsadah yang harus dihindari.
Logika
Secara logika, ketika seseorang membolehkan suatu perbuatan,
mestinya ia juga membolehkan segala hal yang akan mengantarkan kepada
hal tersebut. Begitupun sebaliknya, jika seseorang melarang suatu perbuatan,
maka mestinya ia pun melarang segala hal yang bisa mengantarkan kepada
perbuatan tersebut. Hal ini senada dengan ungkapan Ibnu Qayyim (tt) dalam
kitab A’lâm al-Mûqi’în: ”Ketika Allah melarang suatu hal, maka Allah pun
akan melarang dan mencegah segala jalan dan perantara yang bisa
mengantarkan kepadanya. Hal itu untuk menguatkan dan menegaskan
pelarangan tersebut. Namun jika Allah membolehkan segala jalan dan
perantara tersebut, tentu hal ini bertolak belakang dengan pelarangan yang
telah ditetapkan.”
Kehujjahan Sad Dzara’i

Perbuatan mubah yang apabila dilakukan bisa menjerumuskan kepada


kemaksiatan,  terbagi menjadi:
Pertama: kecil kemungkinan menjerumuskan ke dalam kemaksiatan
seperti melihat wanita yang dikhitbah. Dalam hal ini para ulama’
sepakat akan kebolehannya.
Kedua: besar kemungkinan menjerumuskan ke dalam kemaksiatan.
Seperti menjual senjata pada saat ada perkelahian.
Ketiga: menjerumuskan ke dalam kemaksiatan jika diselewengkan,
seperti orang yang menikah dengan wanita yang sudah dicerai tiga,
agar bisa dinikahi kembali oleh mantan suaminya.
Poin kedua dan ketiga para ulama’ berbeda pendapat. Menurut ulama’ Hanbali dan
Maliki perbuatan di poin kedua dan ketiga tidak boleh di lakukan, dengan alasan
bahwa sesuatu yang mubah harus dilarang jika membuka jalan ke arah
kemaksiatan, hal ini didasarkan pada hadits Nabi Saw

( ‫لبخار‬vv‫ ا‬v‫ه‬v‫ (روا‬vُ‫قِ َعه‬v‫ َوا‬vv‫ ْو ِش ُك َأ ْن ُي‬vv‫ل ِح َمى ُي‬vv‫َا‬


‫ى‬ ْ ‫ ْول‬v‫ َح‬v‫ا َم‬v‫ َم ْن َح‬vvv‫َف‬

‘Barang siapa yang berputar-putar di sekitar larangan Allah ia akan terjatuh ke


dalamnya”

Menurut ulama’ Syafii dan Dzahiri perbuatan di poin kedua dan ketiga boleh di
lakukan, mereka beralasan bahwa perbuatan yang pada asalnya mubah harus di
perlakukan mubah tidak bisa menjadi haram hanya karena ada kemungkinan
menjerumuskan kedalam kemaksiatan.
APLIKASI SADD DZAR’AH

Dalam amaliyah sehari-hari, sering dijumpai berbagai fenomena yang memerlukan suatu
kepastian hukum baru secara syari’i. Berbagai model kasus kerap kari muncul diera
modern, sehingga menuntut dinaamisasi hukum Islam. Kendati demikian, seorang hamba
diharuskan agar lebih berhati-hati dalam menentukan hukum baru tersebut. Kajian yang
mendalam dengan didasari ilmu syari’at yang kokoh serta keimanan dan ketaqwaan yang
tuus diharapkan mampu menuntun manusia (seorang mukallaf) kepada pengetahuan yang
benar tentang hak dan kewajibannya, baik interaksinya dengan Allah maupun dengan
sesama manusia.
Diantara contoh permasalahan kontemporer adalah kloning. Majma` Buhus Islamiyah Al-
Azhar di Cairo Mesir telah mengeluarkan fatwa yang berisi bahwa "kloning manusia itu
haram dan harus diperangi serta dihalangi dengan berbagai cara.
Naskah fatwa yang dikeluarkan lembaga itu juga menguatkan bahwa kloning manusia
itu telah menjadikan manusia yang telah dimuliakan Allah menjadi objek penelitian dan
percobaan serta melahirkan beragam masalah pelik lainnya.
Fatwa itu menegaskan bahwa Islam tidak menentang ilmu pengetahuan yang
bermanfaat, bahkan sebaliknya, Islam justru mensupport bahkan memuliakan para
ilmuwan. Namun bila ilmu pengetahuan itu membahayakan serta tidak mengandung
manfaat atau lebih besar mudharatnya ketimbang manfaat, maka Islam mengharamkannya
demi melindungi manusia dari bahaya itu. Karena dalam qaidah fiqhiyah dalam Islam
dijelaskan bahwa menolak mafsadah (kerusakan) lebih didahulukan daripada mengambil
mashlahat
Dalam hal ini terutama masalah nasab dan hubungan famili Islam sangat
memperhatikan hubungan nasab dan famili, karena berkait dengan
urusan yang lebih jauh. Dengan proses kelahiran yang tidak wajar ini
maka akan timbul kekacauan hukum yang serius. Misalnya, seseorang
bisa memesan sel telur pada sebuah bank sel telur yang mungkin sudah
dilengkapi dengan penyedia jasa rahim sewaan. Atau seseorang bisa saja
punya anak tanpa istri atau suami.
k y ou !
T h an

THA
NK
YOU

Anda mungkin juga menyukai