Kelompok IV
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian Sadd adż-dżari’ah?
2. Apakah yang menjadi kehujjahan dalam Sadd adż-dżari’ah?
3. Bagaimana contoh aplikasi pada Sadd adż-dżari’ah?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian Sadd adż-dżari’ah
2. Untuk mengetahui kehujjahan dalam Sadd adż-dżari’ah
3. Untuk mengetahui contoh aplikasi pada Sadd adż-dżari’ah
3
BAB II
PEMBAHASAN
dżari’ah ( )الذ َّ ِر ْيعَةmerupakan kata benda (isim) bentuk tunggal yang berarti
1. Muhammad bin Mukarram bin Manzhur al-Afriqi al-Mishri, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar Shadir, tt),
juz 3, hal. 207.
2. Ibid., juz 8, hal. 93.
3. Ibn Manzhur, Lisan al- Arab, loc. cit.
4. Syihab ad-Din Abu al-Abbas al-Qarafi, Tanqih al-Fushul fi ‘Ilm al-Ushul, dalam Kitab Digital al-
Marji’ al-Akbar li at-Turats al-Islami, (Syirkah al-Aris li Kumbiutar, tt).
4
kata adż-dżari’ah kemudian digunakan sebagai metafora terhadap segala
sesuatu yang mendekatkan kepada sesuatu yang lain.5
2. Secara Terminologi
Menurut al-Qarafi, sadd adż-dżari’ah adalah memotong jalan
kerusakan (mafsadah) sebagai cara untuk menghindari kerusakan tersebut.
Meski suatu perbuatan bebas dari unsur kerusakan (mafsadah), namun jika
perbuatan itu merupakan jalan atau sarana terjadi suatu
kerusakan (mafsadah), maka kita harus mencegah perbuatan tersebut.6
Dengan ungkapan yang senada, menurut asy-Syaukani, adz-dzari’ah adalah
masalah atau perkara yang pada lahirnya dibolehkan namun akan
mengantarkan kepada perbuatan yang dilarang (al-mahzhur).7
Dalam karyanya al-Muwafat, Asy-Syatibi menyatakan bahwa sadd
adz-dzari’ah adalah menolak sesuatu yang boleh (jaiz) agar tidak
mengantarkan kepada sesuatu yang dilarang (mamnu’).8 Menurut Mukhtar
Yahya dan Fachurrahman, sadd adż-dżari’ah adalah meniadakan atau
menutup jalan yang menuju kepada perbuatan yang terlarang.9 Sedangkan
menurut Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah, jalan atau perantara tersebut bisa
berbentuk sesuatu yang dilarang maupun yang dibolehkan.10
5
Dari beberapa contoh pengertian di atas, tampak bahwa sebagian
ulama seperti asy-Syathibi dan asy-Syaukani mempersempit adż-dżari’ah
sebagai sesuatu yang awalnya diperbolehkan. Namun al-Qarafi dan
Mukhtar Yahya menyebutkan adż-dżari’ah secara umum dan tidak
mempersempitnya hanya sebagai sesuatu yang diperbolehkan. Di samping
itu, Ibnu al-Qayyim juga mengungkapkan adanya adż-dżari’ah yang pada
awalnya memang dilarang. Klasifikasi adż-dżari’ah oleh Ibnu al-Qayyim
tersebut akan dibahas lebih lanjut di halaman berikutnya.
Dari berbagai pandangan di atas, bisa dipahami bahwa sadd adż-
dżari’ah adalah menetapkan hukum larangan atas suatu perbuatan tertentu
yang pada dasarnya diperbolehkan maupun dilarang untuk mencegah
terjadinya perbuatan lain yang dilarang.
6
1. Al-Qur’an
a) Qs. Al-an’am 6: 108
7
c) Potongan ayat Qs. Annur 24: 31
2. Sunnah
8
mencaci maki ayah orang lain, kemudian orang yang dicaci itu pun
membalas mencaci maki ayah dan ibu tua lelaki tersebut.”12
Hadis ini dijadikan oleh Imam Syathibi sebagai salah satu dasar
hukum bagi konsep sadd adż-dżari’ah. Berdasarkan hadits tersebut,
menurut tokoh ahli fikih dari Spanyol itu, dugaan (zhann) bisa digunakan
sebagai dasar untuk penetapan hukum dalam konteks sadd adż-dżari’ah.13
3. Kaidah Fiqih
Di antara kaidah fiqih yang bisa dijadikan dasar penggunaan sadd
adż-dżari’ah adalah:
4. Logika
Secara logika, ketika seseorang membolehkan suatu perbuatan,
maka mestinya ia juga membolehkan segala hal yang akan mengantarkan
kepada hal tersebut. Begitupun sebaliknya, jika seseorang melarang suatu
perbuatan, maka mestinya ia pun melarang segala hal yang bisa
mengantarkan kepada perbuatan tersebut. Hal ini senada dengan ungkapan
12. Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al-Bukhari al-Ja’fi, al-Jami’ ash-Shahih al-
Mukhtashar, (Beirut: Dar Ibn Katsir, 1987), juz 5, hal. 2228.
13. Asy-Syathibi, al-Muwafaqat, op. cit., juz 2, hal. 360.
14. Jalaluddin as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nazhair,(Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, tt), hal. 176.
9
Ibnu Qayyim dalam kitab A’lâm al-Mûqi’în: ”Ketika Allah melarang suatu
hal, maka Allah pun akan melarang dan mencegah segala jalan dan
perantara yang bisa mengantarkan kepadanya. Hal itu untuk menguatkan
dan menegaskan pelarangan tersebut. Namun jika Allah membolehkan
segala jalan dan perantara tersebut, tentu hal ini bertolak belakang dengan
pelarangan yang telah ditetapkan.”15
10
BAB III
PENUTUP
2.1 KESIMPULAN
Sadd adż-dżari’ah adalah menetapkan hukum larangan atas suatu perbuatan
tertentu yang pada dasarnya diperbolehkan maupun dilarang untuk mencegah
terjadinya perbuatan lain yang dilarang.
2.2 SARAN
Saran dari kami kepada para pembaca makalah ini adalah agar mampu
menerapkan Sadd adż-dżari’ah untuk kebaikan dalam kehidupan kita dan
menjadikannya pedoman berperilaku hidup yang semestinya sesuai syariat islam.
11
DAFTAR PUSTAKA
______. 2003. Al-Mahalli bi al-Atsar. Dar al-Kutub al-Ilmiyah: Beirut.
Ahmad, bin Ali. 1998. Al-Ahkam fi Ushul al-Ihkam. Dar al-Kutub al-Ilmiyyah:
Beirut.
Al-Hanafi A.. 1997. Al-Lubab fi Syarh al-Kitab. Dar al-Ma’rifah: Beirut.
Al-Jauziyyah, Ibn al-Qayyim. 1996. A’lam al-Muqi’in. Beirut: Dar al-Kutub al-
‘Ilmiyyah.
Al-Mishri, Muhammad. Lisan al-Arab. Beirut: Dar Shadir, tt.
Ali asy-Syaukani, Muhammad. 1994. Irsyad al-Fuhul fi Tahqiq al-Haqq min ‘Ilm
al-Ushul. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Az-Zuhaili, Wahbah. 1986. Ushul al-Fiqh al-Islami. Dar al-Fikr: Damaskus.
Ibrahim, Musa al-Lakhmi al-Gharnathi al-Maliki asy-Syathibi. Al-Muwafaqat fi
Ushul al-Fiqh. Beirut: Dar al-Ma’rifah, tt.
Haroen, Nasrun. 1997. Ushul Fiqh 1. Logos : Jakarta.
Jalaluddin, as-Suyuthi. Al-Asybah wa an-Nazhair. Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyyah, tt.
Yahya, Mukhtar dan Fatchurrahman. 1986. Dasar-Dasar Pembinaan Hukum
Islam: Fiqh Islami. Bandung: PT. Al-Ma’arif.
12