Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

AL-YAQINU LAA YUZALU BISY SYAKKI

Tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Qawaidhul Fiqhiyah

Dosen Pengampu: TAUFID HIDAYAT NAZAR, Lc., M.H.

Oleh:

DESI KIKI RISKIA (2002031005)

DESTALIA ENDYTA PUTRI (2002031008)

FARIDA (2002031010)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO

TAHUN AJARAN 2021/ 2022

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ......................................................................................1


B. Rumusan Masalah ...............................................................................................2
C. Tujuan Masalah ....................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kaidah Al-Yaqinu laa Yuzalu bisy Syakki ...................................3


B. Sumber-sumber Pembentukan Kaidah ............................................................5
C. Masalah-masalah Fiqih yang Berkaitan ...........................................................6
D. Kaidah-kaidah Cabang .......................................................................................7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...........................................................................................................11
B. Saran ......................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Secara kebahasaan kaidah fiqhiyah adalah dasar-dasar, aturan-aturan
atau patokan-patokan yang bersifat umum mengenai jenis-jenis atau masalah-
masalah yang masuk dalam kategori fiqh. Sedangkan secara kemaknaan,
menurut para ulama ushul fiqh mengatakan bahwa kaidah- kaidah fiqih
dirumuskan dengan redaksi-redaksi yang berbeda. Kaidah fiqhiyah
merupakan istilah yang digunakan ulama fiqih untuk pengembangan
cakupan suatu hukum. Kaidah ini berasal dari simpulan dalil Al-Qur’an dan
sunnah terkait hukum-hukum fiqih.
Para ulama membagi kaidah fiqhiyah menjadi dua bagian yaitu kaidah
asasiyah dan kaidah ghoiru asasiyah. Kaidah asasiyah adalah lima kaidah utama
yang tidak dipertentangkan oleh ulama madzhab tanpa ada yang menyelisihi
pendapat lainnya. Lima kaidah ini dikatakan sebagai kaidah utama
dikarenakan hampir setiap bab dalam fiqih masuk kedalam kaidah utama ini,
adapun lima kaidah utama itu antara lain;
1. Segala perkara tergantung tujuannya
2. Keyakinan tidak dapat dihilangkan dengan keraguan
3. Kesulitan mendatangkan kemudahan
4. kemadharatan harus dihilangkan
5. Kebiasaan itu dapat dijadikan hukum

Makalah ini akan membahas tentang kaidah kedua, yakni Keyakinan


tidak dapat dihilangkan dengan keraguan (Al-Yaqinu laa Yuzalu bisy Syakki).
Maksud dari kaidah ini adalah apabila seseorang telah meyakini terhadap
suatu perkara, maka yang telah diyakini ini tidak dapat dihilangkan dengan
keraguan. Kaidah ini menghantarkan kepada kita tentang konsep kemudahan
demi menghilangkan kesulitan yang kadang kala menimpa kita dengan cara
menetapkan sebuah kepastian hukum dengan menolak keraguan. Dengan
demikian kita diperintahkan untuk mengetahui hukum secara benar dan

1
pasti sehingga terasa mudah dan ringan dalam menjalankan perintah Allah
dan larangan-Nya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang masalah di atas, maka penulis
akan membahas mengenai kaidah Al-Yaqinu laa Yuzalu bisy Syakki menjadi 4
poin sebagai berikut.
1. Apa pengertian dari kaidah Al-Yaqinu laa Yuzalu bisy Syakki?
2. Apa saja sumber- sumber pembentukan dari kaidah Al-Yaqinu laa Yuzalu
bisy Syakki?
3. Apa saja masalah- masalah fiqih yang berkaitan dengan kaidah Al-Yaqinu
laa Yuzalu bisy Syakki?
4. Apa sajakah kaidah- kaidah cabang dari Al-Yaqinu laa Yuzalu bisy Syakki?
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, berikut ini
adalah tujuan dari penulisan makalah.
1. Menjelaskan pengertian dari kaidah Al-Yaqinu laa Yuzalu bisy Syakki.
2. Menjelaskan sumber- sumber pembentukan dari kaidah Al-Yaqinu laa
Yuzalu bisy Syakki.
3. Menjelaskan masalah- masalah fiqih yang berkaitan dengan kaidah Al-
Yaqinu laa Yuzalu bisy Syakki.
4. Menjelaskan kaidah- kaidah cabang dari Al-Yaqinu laa Yuzalu bisy Syakki.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kaidah Al-Yaqinu laa Yuzalu bisy Syakki


Perlu dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan Al-Yaqin (yakin)
dalam kaidah di atas adalah: Sesuatu yang pasti, berdasarkan pemikiran

2
mendalam atau berdasarkan dalil. Sedangkan yang dimaksud dengan Asy-
Syakk (ragu) adalah: Sesuatu yang keadaannya belum pasti (mutaraddid),
antara kemungkinan adanya dan tidak adanya, sulit dipastikan mana yang
lebih kuat dari salah satu kedua kemungkinan tersebut. Tulisan dibawah ini
akan menjelaskan maksud dari kata Al-Yaqin dan Asy-Syakk baik secara
bahasa maupun istilah;
1. Al-Yaqin
a) Menurut kebahasaan berarti: pengetahuan dan tidak ada keraguan
didalamnya. Ulama perubahan dalam arti Al-Yaqin yang artinya
pengetahuan dan merupakan anonim dari Asy-Syakk.
b) As-Suyuthi menyatakan bahwa Al-Yaqin adalah ”sesuatu yang tetap
dan pasti yang dapat dibuktikan melalui mencari dan termasuk bukti-
bukti yang mendukungnya”
c) Ibnu Manzur mengatakan bahwa Al- Yaqin adalah pengetahuan dan
merupakan sinonim dari As- Syakk.
d) Quraish Shihab, mengatakan bahwa yang fimaksud dengan Al-Yaqin
adalah pengetahuan yang mantap tentang sesuatu disertai dengan
tersingkirnya apa yang mengeruhkan pengetahuan, baik berupa
keraguan atau dalih- dalih lawan, condongnya hati terhadap
pembenaran presentasinya adalah 100%.1

2. Asy-Syakk
a) Menurut kebahasaan berarti: anonim dari Al Yaqin. Juga bisa diartikan
sesuatu yang mencengangkan.2
b) Menurut Imam Al-Maqarri Asy-Syakk adalah ”sesuatu yang tidak
menentu(meragukan) antara ada atau tidak ada.”

1
Dictio. Id, “Apa yang Dimaksud dengan Yakin Menurut, diakses dari https://www.dictio.id/t/apa-
yang-dimaksud-dengan-yakin-menurut-islam, pada tanggal 04 Oktober 2021, pukul 08:43.
2
Ailif Pardianzyah, “Makalah Al Yakin La Yuzalu Bi Syak”, diakses dari
http://www.slideshare.net/ailifpardianzyah/makalah-al-yakin-la-yuzalu-bi syak?related=1, pada tanggal 03
Oktober 2021, pukul 16:15.

3
c) Muhammad Al- Zarqa Asy- Syakk adalah keraguan antara dua
perkara/ masalah yang berlawanan tanpa menanggulkan salah
satunya.3
d) Menurut Imam Al- Jurjani, Asy- Syakk adalah sesuatu yang tidak
menentu antara sesuatu yang saling berlawanan, tanpa dimenangkan
salah satunya.4

Sedangkan yang dimaksud tidak hilang (Laa Yuzalu) adalah bukan


berarti hari itu sendiri yang sirna, sebab hal itu pasti terjadi ini hukum yang
telah dibangun berdasarkan hari itu yang tidak akan hilang. 5 Dikutip dari
informasi ushul fiqih Departemen Agama bahwa Al Yaqinu laa Yuzalu bisy
Syakki adalah apabila seseorang telah yakin akan sesuatu hal, maka yang
telah dipercaya ini tidak dapat penghapusan dengan keraguan. 6 Dari
beberapa pemaparan pendapat diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan Al Yakinu Laa Yuzalu bisy Syakki adalah apabila
seseorang telah meyakini terhadap sesuatu perkara, maka yang telah diyakini
tidak dapat dihilangkan dengan keragu- raguan.

B. Sumber – sumber pembentukan kaidah


1. Al-Qur’an Surah Yunus ayat 36

َ‫ق َشۡٔ‍ئً ۚا إِ َّن ٱهَّلل َ َعلِي ۢ ُم بِ َما يَ ۡف َعلُون‬


ِّ ‫َو َما يَتَّبِ ُع أَ ۡكثَ ُرهُمۡ إِاَّل ظَنًّ ۚا إِ َّن ٱلظَّ َّن اَل ي ُۡغنِي ِمنَ ۡٱل َح‬

“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya


persangkaan itu tidak sedikit pun berguna untuk mencapai kebenaran.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.” 7

2. Dasar Qaidah Hadis Rasulullah SAW

3
Fathurrahman Azhari: Qawaid Fiqhiyyah Muamalah, (Banjarmasin: Lembaga Pemberdayaan
Kualitas Ummat (LPKU), 2015), cet- 1, hal. 73.
4
Ailif Pardianzyah, op. cit.
5
Dede Imas Masruroh, “Kaidah Al- Yaqin La Yuzalu bi Al-Syak”, diakses dari
http://rusunawablog.wordpress.com/2014/04/23/kaidah-al-yaqin-la-yuzalu-bi-al-syak/, pada tanggal 03
Oktober 2021, pukul 11:04.
6
A. Mu'in, dkk: ushulfiqh II, (Jakarta: Departemen agama, 1986), hal. 195.
7
Muhammad bin Futuh al–Humaidy, op. cit. Juz. 3, hal. 226.

4
a) Hadis riwayat Muslim dari Abi Hurairah ra.

ْ َ‫صلى هللا عليه وسلم إِ َذا َو َج َد أَ َح ُد ُك ْم فِي ب‬


‫ أَ ْم اَل ? فَاَل‬,‫ أَ َخ َر َج ِم ْنهُ َش ْي ٌء‬:‫ فَأ َ ْش َك َل َعلَ ْي ِه‬,‫طنِ ِه َش ْيئًا‬
‫ أَوْ يَ ِج َد ِريحًا‬,‫صوْ تًا‬
َ ‫يَ ْخ ُر َج َّن ِم ْن اَ ْل َم ْس ِج ِد َحتَّى يَ ْس َم َع‬

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu


‘alaihiwasallam  bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian mendapati ada terasa
sesuatu di perutnya, lalu ia ragu-ragu apakah keluar sesuatu ataukah tidak, maka
janganlah ia keluar dari masjid hingga ia mendengar suara atau mendapati bau.”
Diriwayatkan oleh Muslim. (HR. Muslim no. 362).8

b) Hadis riwayat Muslim dari Abi Sa’id al-Kudry

َ ‫طنِ ِه َشيأ ً فَا َ ْش َك َل َعلَ ْي ِه اَخ َر َج ِمنهُ اَ ْم اَل فَاَل يَح ُر َج َّن ِمنَ ال َم ْس ِج ِد َحتّى يَ ْس َم ُع‬
‫صوْ تًا اَويَ ِج َد ِري ًح‬ ْ َ‫َو َج َداَ َح ُد ُك ْم فِي ب‬

“Apabila seseorang di antara kamu mendapatkan sesuatu di dalam perutnya


kemudian sanksi apakah telah keluar sesuatu dari perutnya atau belum, maka
janganlah keluar masjid sehingga mendapatkan baunya”9

C. Masalah-masalah Fiqih yang Berkaitan


Para ulama fiqih telah menyepakati adanya kaidah yang dikategorikan
sebagai kaidah utama yang pada hakikatnya dapat dijadikan sebagai induk
dari sejumlah kaidah cabang. Dan sejumlah kaidah cabang ini nantinya akan
dapat digunakan secara bersamaan untuk menyelesaikan beberapa kasus dan
persitiwa yang berkaitan dengan kaidah asasiyah, salah satunya yaitu kaidah
Al-Yaqinu laa yuzalu bissyakki. Berikut ini merupakan contoh beberapa
masalah- masalah fiqih yang berkaitan dengan kaidah Al-Yaqinu laa Yuzalu
bisy Syakki beserta cara penyelesaiannya:
1. Hukum asal adalah tetap apa yang telah ada atas yang telah ada

8
Ahmad Arifin, “AL-YAQIINUU LAA YUDZAALU BISH SHAKKI”, diakses dari
http://arifinabqaryrasyiqulariqin.blogspot.com/2016/10/al-yaqiinuu-laa-yudzaalu-bish-shakki.htm l, pada
tanggal 03 Oktober 2021, pukul 11.35.
9
Mudzakir Education, “Al- Yakinuu la yuzalu bis syak”, diakses dari https://habyb-mudzakir-
08.blogspot.com/2014/04/al-yakiinu-la-yuzalu-bi-syak.html, pada 03 Oktober 2021, pukul 16:15.

5
Misalnya, seseorang merasa yakin bahwa ia telah berwudhu, tiba-tiba ia
merasa ragu apakah ia sudah batal atau masih bersuci. Dalam hal ini ia
ditetapkan bersuci seperti keadaan semula, karena itu yang telah
diyakini. Bukan keadaan berhadats yang ia ragukan.10
2. Hukum asal adalah bebasnya seseorang dari tanggung jawab
Umpamanya seorang terdakwa tidak mau bersumpah, maka tidak dapat
diterapkan hukuman.11 Karena menurut hukum asalnya seseorang itu
bebas dari tanggungan atau beban. Yang harus bersumpah adalah
pendakwa.
3. Hukum asal adalah tidak adanya sesuatu
Misalnya terjadi perselisihan penjual dan pembeli. Pembeli ingin
mengembalikan harga barangnya dan berkata bahwa barang tersebut
seharga 15 ribu, sedang penjual berkata harga tersebut adalah 20 ribu.
Maka yang dianggap yakin adalah harga penjual.

4. Hukum asal sesuatu adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukan
keharamannya
Umpamanya ada seekor hewan yang sulit ditentukan keharamannya,
karena tidak ditemukan sifat-sifat dan ciri-ciri yang dapat dikategorikan
hewan haram, maka hukumnya halal dimakan.
5. Hukum asal dari suatu kalimat adalah arti yang sebenarnya
Misalnya, Seseorang mewaqafkan harta miliknya kepada anak- anaknya.
Maka jika terjadi gugatan dari cucu- cucunya untuk menuntut bagian,
maka gugatan itu tidak digubris. Karena menurut arti hakikat perkataan
anak itu adalah hanya terbatas kepada anak kandung yang dilahirkan
secara langsung oleh orang yang berwaqaf.
D. Kaidah- kaidah Cabang
Dari kaidah Al Yakinu Laa Yuzalu bisy Syakki ini kemudian bercabang
dan melahirkan kaidah-kaidah lainnya yang saling berkaitan. Pada kaidah Al
10
Fathurrahman Azhari: Qawaid Fiqhiyyah Muamalah, (Banjarmasin: Lembaga Pemberdayaan
Kualitas Ummat (LPKU), 2015), cet- 1, hal. 73.
11
Duski Ibrahim: AL-QAWA`ID AL-FIQHIYAH (KAIDAH-KAIDAH FIQIH, (Palembang:
NoerFikri, 2019), cet- 1, hlm. 59.

6
Yakinu Laa Yuzalu bisy Syakki terdapat beberapa kaidah- kaidah cabang yang
harus diperhatikan, diantaranya;
1. َ‫اأْل َصْ ُل َبقَا ُء َما َكانَ َعلَى َما َكان‬

“Hukum asal adalah tetap apa yang telah ada atas yang telah ada”

Kaidah ini menandaskan bahwa suatu perkara yang telah berada pada
suatu kondisi tertentu dimasa sebelumnya, akan tetap seperti kondisi semula
selama tidak ada dalil yang menunjukan terhadap hukum lain. Alasan utama
mengapa hukum pertama harus dijadikan pijakan, karena dasar segala
sesuatu adalah tidak berubah dan tetap seperti sedia kala. Sementara
kemungkinan berubah dari kondisi semula adalah sesuatu yang baru dan
bersifat spekulatif, sehingga tidak dapat dijadikan pijakan hukum. 12

2. ‫األصْ ُل بَ َرا َءةُ ال ِّد َم ِة‬

“Hukum asal adalah bebasnya seseorang dari tanggung jawab”

Kaidah ini menjelaskan maksud bahwa pada dasarnya manusia


dilahirkan dalam keadaan bebas dari tuntutan, baik hal Allah maupun hak
ada.13 Lalu setelah dia lahir muncullah hak dan kewajiban pada dirinya.
Umpamanya seorang terdakwa tidak mau bersumpah, maka tidak dapat
diterapkan hukuman. Karena menurut hukum asalnya seseorang itu bebas
dari tanggungan atau beban. Yang harus bersumpah adalah pendakwa.

3. ‫األ صْ ُل َع َد ُم الفِع ِْل‬

“Hukum asal adalah tidak adanya sesuatu”

Kaidah ini menandaskan, bahwa pada dasarnya setiap mukallaf dinilai


belum melakukan sebuah pekerjaan, sebelum pekerjan sudah benar-benar

12
Social one science, “Kaidah Fiqh Al-Yaqinu la Yuzalu bi Al-Syakk”, diakses dari
http://thesocialonegurah.blogspot.com/2017/02/kaidah-fiqh-al-yaqinu-la-yuzalu-bi-al.html?m=1 /, pada
tanggal 03 Oktober 2021, pukul 17:53.

13
PMII Abraham: “Al-Yaqinu la yuzalu bis syakki”, diakses dari https://pmiiabraham.wordpress.com/,
pada tanggal 03 Oktober 2021, pukul 19:05.

7
wujud secara nyata dan diyakini keberadaaannya. Banyak masalah- masalah
fiqhiyah yang termasuk cakupan kaidah ini, diantaranya adalah seseorang
yang meraskan Keraguan dalam shalat subuh, apakah ia telah mengerjakan
qunut atau tidak, maka ia dianjurkan melakukan sujud sahwi, karena hukum
asalnya dia tidak melaksanakan qunut.

4. ‫ث تَقَ ِّد رُ هُ بِأ َ ْق َربِال َّز َما ِن‬


ِ ‫الأل صْ ُل فِى ُكلِّ َحا ِد‬

“Hukum asal adalah penyandaran suatu peristiwa kepada waktu yang lebih dekat
dengannya”

Hukum asal perkara yang baru datang adalah dikira-kirakan dengan


waktu terdekat, sebagaimana yang ditetapakan” Maksud kaidah ini adalah
hukum asal setiap perkara yang baru datang adalah mengira-ngirakannya
terjadi pada waktu yang paling dekat.

َ َ‫الأل صْ ُل فِى اأْل َ ْشيَا ِء اإْل ِ ب‬


5. ‫احةُ َحتَّى يَ ُد َّل ال َّدلِ ْي ُل َعلَى التَّحْ ِري ِْم‬
“Hukum asal segala sesuatu adalah kebolehan sampai ada dalil yang menunjukkan
keharamannya”
Kaidah di atas bersumber dari sabda Rasul, riwayat al-Bazzar dan ath-
Thabrani, yang berbunyi: “Apa yang dihalalkan Allah, maka hukumnya halal, dan
apa yang ia haramkan maka hukumnya haram, dan apa yang didiamkannya maka
hukumnya dimaafkan.14 Maka terimalah dari Allah pemanfataan-Nya. Sesungguhnya
Allah tidak melupakan sesuatu apapun. Hadits ini mengandung makna bahwa apa
saja yang belum ditunjuki oleh dalil yang jelas tentang halal-haramnya, maka
hendaklah dikembalikan pada hukum asalnya, yaitu mubah.” Ini sejalan dengan
kaidah yang berbunyi :
“Hukum asal semua mu‟amalat adalah boleh, hingga ada dalil yang
menunjukkan kebolehanya.” Dan kaidah lain yang berbunyi

Duski Ibrahim: AL-QAWA`ID


14
AL-FIQHIYAH (KAIDAH-KAIDAH FIQIH, (Palembang:
NoerFikri, 2019), cet- 1, hlm. 60- 61.

8
“Hukum asal semua ibadat adalah haram, hingga ada dalil yang
menunjukkan kebolehanya.”
Kaidah ini dipegangi oleh Mazhab Hanafi, sedangkan kaidah
sebelumnya dipegangi oleh Mazhab Syafi‟i. Dua kaidah yang tampak
bertentangan ini sebenarnya dapat dikompromikan, yaitu: Bahwa kaidah
yang dipegangi Mazhab Syafi‟i tersebut diterapkan dalam bidang
mu‟amalah, sedangkan kaidah yang dipegangi oleh Mazhab Hanafi
diterapkan dalam bidang ibadah.
َ ‫الأل صْ ُل فِى ْال َكلَ ِم‬
6. ُ‫الحقِ ْيقَة‬
“Hukum asal dari suatu kalimat adalah arti yang sebenarnya”
Makna asal suatu ucapan adalah hakikatnya tidak boleh diarahkan
pada makna majaznya kecuali terdapat faktor yang menetapkan ucapan itu
harus diarahkan pada majaz, seperti tidak mungkin diarahkan pada makna
hakikatnya. Maksud hakikat adalah lafal atau kata yang digunakan sesuai
dengan maksud lafal tersebut dimunculkan pertama kalinya. Sedangkan
majaz adalah penggunaan makna ke dua dari asal lafal tersebut
dimunculkan.

7. ‫من شك افعل شيأ ام ال فاالصل انه لم يفعله‬

“Barang siapa ragu-ragu apakah ia mengerjakan sesuatu atau tidak, maka menurut
asalnya ia dianggap tidak melakukannya”

Berdasarkan kaidah ini, maka dapat dipahami bahwa apabila seseorang ragu-
ragu dalam pelaksanaan shalat, apakah ia mengerjakan i‟tidal atau tidak, maka ia
hendaklah mengulangi pekerjaannya. Sebab, ia dianggap seakan-akan tidak atau
belum mengerjakannya.

8. ‫من تيقن الفعل وشك في القليل اوالكثير حمل على القليل النهالمتيقن‬

“Barang siapa meyakinkan berbuat dan meragukan tentang banyak atau sedikitnya,
maka dibawanya kepada yang sedikit”

9
Debitur yang berkewajiban mengangsur uang yang telah disetorkan
kepada kreditur apakah sudah 5 atau 6 kali maka dianggap baru mengangsur
5 kali. Karena yang sedikit itulah yang sudah diyakini kepastiannya.

9. ‫اعالتَّحْ ِريم‬ َ ‫األصْ ُل في األب‬


ِ ‫ْض‬

“Hukum asal tentang seks adalah haram”

Menurut syariat islam, memelihara kehormatan merupakan salah satu


dari lima hal pokok yang harus dijaga bahkan telah dijelaskan
pemeliharaannya, keamanannya, dan pencegahan kecacatannya. Oleh karena
itu setiap orang terlarang melakukan hubungan seks sehingga syarat- syarat
dan sebab yang membolehkannya telah terpenuhi. Maksudnya segala
sesuatu yang berhubungan dengan seks adalah haram, kecuali ada sebab
yang memperbolehkannya, misal dengan akad nikah.15

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari beberapa pemaparan mengenai kaidah Al-Yaqinu laa Yuzalu bisy


Syakki yang telah disajikan diatas, penulis dapat menarik kesimpulan menjadi
empat poin sebagai berikut;

1. Al-Yaqin (yakin) memiliki arti sesuatu yang pasti, berdasarkan pemikiran


mendalam atau berdasarkan dalil dan yang dimaksud dengan Asy-Syakk
(ragu) adalah sesuatu yang keadaannya belum pasti (mutaraddid).
Sedangkan yang dimaksud tidak hilang (Laa Yuzalu) adalah bukan berarti

15
Santrine Kyai NU, “Kaidah al- Yaqinu Laa Yuzalu bi- asy- Syak”, diakses dari
http://remajaaswaja.blogspot.com/2017/10/kaidah-al-yaqinu-laa-yuzalu-bi-asy-syak.html?m=1, pada tanggal
04 oktober 2021, pukul 06:42.

10
hari itu sendiri yang sirna, sebab hal itu pasti terjadi ini hukum yang telah
dibangun berdasarkan hari itu yang tidak akan hilang. Dikutip dari
informasi ushul fiqih Departemen Agama bahwa Al-Yaqinu laa Yuzalu bisy
Syakki adalah apabila seseorang telah yakin akan sesuatu hal, maka yang
telah dipercaya ini tidak dapat penghapusan dengan keraguan.
2. Sumber–sumber pembentukan kaidah Al- Yakinu laa Yuzalu bisy Syakki
terdapat dalam Q.S Yunus: 36, “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti
kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikit pun
berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang mereka kerjakan.”dan juga Hadis riwayat Muslim dari Abi Hurairah
ra. “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihiwasallam bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian
mendapati ada terasa sesuatu di perutnya, lalu ia ragu-ragu apakah keluar
sesuatu ataukah tidak, maka janganlah ia keluar dari masjid hingga ia mendengar
suara atau mendapati bau.”
3. Kaidah cabang “Al-Yaqinu laa Yuzalu bisy Syakki” ini nantinya akan dapat
digunakan secara bersamaan untuk menyelesaikan beberapa kasus dan
persitiwa yang berkaitan. Sebagai contoh masalah fiqih yang berkaitan
dengan seseorang merasa yakin bahwa ia telah berwudhu, tiba-tiba ia
merasa ragu apakah ia sudah batal atau masih bersuci. Dalam hal ini ia
ditetapkan bersuci seperti keadaan semula, karena itu yang telah diyakini.
Bukan keadaan berhadats yang ia ragukan. Masalah ini dapat diselesaikan
dengan menggunakan kaidah cabang “Hukum asal adalah tetap apa yang
telah ada atas yang telah ada.”

4. Pada kaidah “Al-Yaqinu laa Yuzalu bisy Syakki” terdapat beberapa kaidah-
kaidah cabang yang harus diperhatikan, diantaranya;

a) Hukum asal adalah tetap apa yang telah ada atas yang telah ada
b) Hukum asal adalah bebasnya seseorang dari tanggung jawab
c) Hukum asal adalah tidak adanya sesuatu
d) Hukum asal adalah penyandaran suatu peristiwa kepada waktu yang
lebih dekat dengannya

11
e) Hukum asal segala sesuatu adalah kebolehan sampai ada dalil yang
menunjukkan keharamannya
f) Hukum asal dari suatu kalimat adalah arti yang sebenarnya
g) Barang siapa ragu-ragu apakah ia mengerjakan sesuatu atau tidak,
maka menurut asalnya ia dianggap tidak melakukannya
h) Barang siapa meyakinkan berbuat dan meragukan tentang banyak atau
sedikitnya, maka dibawanya kepada yang sedikit
i) Hukum asal tentang seks adalah haram

B. SARAN

Mungkin inilah yang dapat diwacanakan pada penulisan kelompok


ini. Meskipun penulisan ini jauh dari kata sempurna minimal kita bisa
mengimplementasikan tulisan ini. Masih banyak kesalahan dari penulisan
kelompok kami, karena kami manusia yang adalah tempatnya salah dan
dosa, dalam hadist: “al- insanu minal khotto wannisa”.

Kami juga membutuhkan saran dan kritik agar bisa menjadi motivasi
untuk masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya. Kami juga
mengucapkan terimaksih kepada Bapak Taufid Hidayat Nazar, Lc, M.H.
selaku dosen mata kuliah Qawaidul Fiqhiyyah yang telah memberikan kami
tugas kelompok ini .

Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali


kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya penulis akan terus
memperbaiki makalah dengan megacu pada sumber yang dapat
dipertanggung jawabkan nantinya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

12
DAFTAR PUSTAKA

Azhari, Fathurrahman. 2015. Qawaid Fiqhiyyah Muamalah, Banjarmasin: Lembaga


Pemberdayaan Kualitas Ummat (LPKU)

Ibrahim, Duski. 2019. AL-QAWA`ID AL-FIQHIYAH (KAIDAH-KAIDAH FIQIH,


Palembang: NoerFikri

Abraham, PMII. “Al-Yaqinu la yuzalu bissyakki”, pmiiabraham.wordpress.com: 03


Oktober 2021, diakses dari https://pmiiabraham.wordpress.com/
NU, Santrine Kyai. “Kaidah al- Yaqinu Laa Yuzalu bi- asy- Syak”, remajaaswaja.blogspot:
04 oktober 2021, diakses dari http://remajaaswaja.blogspot.com/2017/10/kaidah-al-
yaqinu-laa-yuzalu-bi-asy syak.html?m=1
Science, Social one. “Kaidah Fiqh Al-Yaqinu la Yuzalu bi Al-Syakk”
thesocialonegurah.blogspot.com: 03 Oktober 2021, diakses dari
http://thesocialonegurah.blogspot.com/2017/02/kaidah-fiqh-al-yaqinu-la-yuzalu-bi-
al.html?m=1/

Education, Mudzakir. “Al-Yaqinu la yuzalu bissyak”, habybmudzakir.blogspot.com: 26


April 2014, diakses dari https://habyb-mudzakir-08.blogspot.com/2014/04/al-
yakiinu-la-yuzalu-bi-syak.html
Arifin, Ahmad. “AL-YAQIINUU LAA YUDZAALU BISH SHAKKI”,
arifinabqaryrasyiqulariqin.blogspot.com: 29 0ktber 2016, diakses dari
http://arifinabqaryrasyiqulariqin.blogspot.com/2016/10/al-yaqiinuu-laa-yudzaalu-bish-
shakki.html
Pardianzyah , Ailif. “Makalah Al- Yakin- La Yuzalu”, slideshare.net: 04 Oktober 2021,
diakses dari https://www.slideshare.net/alifpardianzyah/makalah-al-yakin-la-yuzalu-
bi-syak

Masruroh, Dede Imas. “Kaidah Al-Yaqin La Yuzaludua Al-Syak “, Rusunawa blog


pendidikandanpendidikan, diakses dari
http://rusunawablog.wordpress.com/2014/04/23/kaidah-al-yaqin-la-yuzalu-bi-al-syak/

13

Anda mungkin juga menyukai