Anda di halaman 1dari 20

Hukum Syara’

‫اا ِ و َ ِ الت َّ ْخ ِي ْي ِ و ال ا‬ ِ ‫اب هللا ال ُمت َ َع ِل ُق ِبأ َ ْف َعا ِل ْال ُم َكلَّ ِفيْنَ ِب‬
َ ِ‫ال ْتْقت‬ ُ ‫ط‬َ ‫ِخ‬
Ketentuan Allah yang berhubungan dengan perbuatan
mukallaf, baik berupa tuntutan melakukan atau meninggalkan,
atau pilihan atau berupa ketentuan.”
Ijma’ dan Qiyas
 Ijma’ secara bahasa : ‫ التفاق‬،‫العزم‬
 Secara istilah :
‫اتفاق المجتهدين من ومة محمد صلى هللا عليه سلم على وم من األم في‬
‫عص غي عص ال س ل‬
kesepakatan seluruh mujtahid pada suatu masa terhadap
suatu hukum setelah wafatnya Rasulullah
 Qiyas secara syara’ :
‫حمل معل م على معل م لمسا ته له في علة حكمه عند الحامل‬
 Qiyas adalah menganalogikan suatu masalah yang belum
ada ketetapan hukumnya (nash/dalil) dengan masalah
yang sudah ada ketetapan hukumnya karena adanya
persamaan ‘illat
Istihsan & Mashlahah Mursalah
 Dalam bahasa Arab, "Istihsan" (‫ )استحسان‬berasal dari
akar kata "َ‫س َن‬
ُ ‫ " َح‬yang berarti "baik" atau "bagus."
 Secara istilah dalam hukum Islam, istihsan mengacu
pada metode penalaran hukum di mana seorang ahli
hukum mengambil kesimpulan yang dianggap lebih
baik atau lebih adil daripada ketentuan hukum yang
ada dalam nash (teks hukum, seperti Quran atau
Hadis) melalui analogi
 Secara umum, istihsan adalah metode penalaran
hukum dalam Islam di mana seorang ahli hukum
dapat meninggalkan ketentuan hukum yang ada
dalam nash jika ia memandang bahwa ada
kepentingan umum, kebaikan, atau keadilan yang
lebih baik dilayani dengan mengambil keputusan
berdasarkan penilaian pribadi.
Maslahah mursalah
 Secara bahasa, "maslahah" berasal dari kata dalam bahasa
Arab yang berarti "kebaikan" atau "kepentingan."
Sedangkan "mursalah" mengacu pada sesuatu yang tidak
memiliki rujukan atau ketentuan hukum yang spesifik
dalam nash (teks hukum).
 Menurut istilsah Maslahah mursalah adalah istilah dalam
hukum Islam yang mengacu pada kepentingan umum atau
kebaikan bersama yang tidak memiliki dasar hukum yang
spesifik dalam Quran atau Hadis.
 Secara umum, maslahah mursalah mengacu pada konsep
bahwa hukum Islam adalah fleksibel dan dapat
menyesuaikan diri dengan perubahan zaman dan
kebutuhan masyarakat. Ketika situasi atau masalah baru
muncul yang tidak memiliki pedoman yang jelas dalam
teks-teks hukum Islam klasik, istihsan, termasuk maslahah
mursalah, digunakan untuk mencari solusi yang sesuai
dengan prinsip-prinsip dasar hukum Islam.
Istishhab & ‘Urf
 Istishab secara etimologi berasal dari kata is-tash-ha-ba yang
bermakna: menemani atau menyertai. Sedangkan istishab
secara terminologi, Imam Ibnu al-Subki mendefinisikannya
sebagai:
“ ِ ‫صلُ ُح ِللت َّ ْغيِ ْي‬ ِ ‫ثُبُ ْ تُ و َ ْم ٍ فِي الثَّانِي ِلثُبُ ْ تِ ِه فِي األ َ َّ ِل ِلفُ ْق َد‬Menetapkan
ْ َ‫ان َما ي‬
hukum atas masalah hukum yang kedua berdasarkan hukum
yang pertama karena tidak ditemukan dalil yang mengubahnya.”
(Lihat Ali Abdul Kafi al-Subki, Al-Ibhaj, Beirut: Dar al-Kutub al-
Ilmiyyah, 1404 H, juz 3, halaman 173)
 Contohnya, bila tadi pagi seseorang telah wudhu untuk shalat
subuh, maka keadaan telah wudhu tersebut masih
diperhitungkan keberadaannya pada waktu ia akan
melaksanakan shalat Dhuha. Maka ia tidak perlu berwudhu
kembali, selama tidak ada bukti dan tanda-tanda bahwa
wudhunya telah batal.
‘Urf
 menurut Imam al-Jurjani dalam kitabnya al-
Ta'rifat.

 ‫الع ف ه ما استق ت النف س عليه بشهادة العق ل تلقته‬


‫الطبا ع بالقب ل ه حجة وياا لكنه وس ع إلى الفهم كذا‬
‫العادة‬

 Artinya: ’’Sesuatu yang telah menjadi kebiasaan


dilakukan oleh pribadi-pribadi dengan didasari
akal sehat dan watak-watak yang benar
dengan diterima, dan ia termasuk hujjah….’’
Saddu Adz dzari’ah
 Dzari’ah secara bahasa : wasilah
 Secara istilah (imam Badrani):
‫ما ظاه ه مباح يت صل به إلى مح م‬
Sesuatu yang secara dzohirnya mubah (boleh)
tetapi menjadi wasilah kepada keharaman.
 Syekh Abdullah bin Yusuf al-Jadi’
mendefinisikan saddudz dzari’ah sebagai
sebuah media yang bisa berujung pada
keharaman, atau bisa juga menjadi media
menuju sesuatu yang dianjurkan.
 Dari definisi ini kemudian disimpulkan, bahwa metode ini
mengandung dua unsur: (1) kerusakan (mafsadah), yaitu setiap
pekerjaan yang sebenarnya boleh dilakukan namun berujung
pada keharaman disebabkan adanya potensi kerusakan; dan
(2) kebaikan (maslahah), yaitu setiap pekerjaan mubah yang
dianjurkan disebabkan adanya potensi kebaikan. Dari
penjelasan ini dapat disimpulkan, bahwa yang menjadi hal
penting dan paling pokok untuk diperhatikan ketika
melakukan sebuah tindakan yang berhukum mubah adalah
efeknya. Jika efeknya baik maka dianjurkan, jika efeknya justru
menimbulkan kerusakan maka hukumnya haram.
 Sebagai contoh, keharaman mencaci-maki sesembahan non
muslim karena berpotensi munculnya celaan kepada Allah
swt. Sebagaimana difirmankan dalam Al-Qur’an, yaitu: ْ‫سبُّ ا‬ ُ َ ‫َ لَ ت‬
)108 :‫ع ْد ً ا ِبغَ ْي ِ ِع ْل ٍم (المائدة‬ َ ْ‫سبُّ ا‬
َ ‫هللا‬ ُ ‫الَّذِينَ َي ْد‬Artinya,
ُ ‫ع نَ ِمن ُد ِن هللاِ فَ َي‬
“Dan janganlah kalian memaki sesembahan yang mereka
sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah
dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan.” (QS al-
An’am: 108).
Fatwa Sahabat
 “Shahaby menurut jumhur Ushulliy adalah orang
yang bertemu dengan Rasulullah dalam waktu yang
cukup lama serta meyakini kerisalahannya.
Sedangkan menurut jumhur ulama Hadis, Shahaby
adalah orang islam yang bertemu dengan Rasulullah
dan mati dalam keadaan islam baik lama atau tidak
masa persahabatannya.”
 Definisi lain mengungkapkan yang dimaksud Qaul
Shahabi adalah:
“Yang dimaksud dengan Madzhab al-Shahabi (Mazhab
al-Shahaby) ialah pendapat-pendapat para sahabat
dalam masalah-masalah ijtihad”.
‘am dan khas
 ‘am:
‫لفظ يستغ ق الصالح له من غي حص‬
suatu lafaz yang dipakai yang cakupan maknanya dapat
meliputi berbagai objek di dalamnya tanpa adanya
batasan tertentu”.
 Contoh:
‫من ولقى سالحة فه آمن‬
"Barang siapa yang melemparkan senjatanya, maka ia
aman."
Lafal "man" adalah 'amm (umum) karena dapat
menunjukkan cakupan setiap satuan atau individu yang
melemparkan senjata- nya, tanpa adanya suatu
pembatasan pada individu tertentu.
khas
 Definisi Khas yang diajukan al-Amidi adalah:
‫ه اللفظ ال احد الذي ل يصلح إلشت اك كثي ين فيه‬
Satu lafaz yang tidak patut digunakan bersama oleh
jumlah yang banyak
 Definisi Khas menurut Abdul Wahab Khallaf, yaitu :
Lafaz Al-Khas ( ) ‫الخاص‬adalah lafadz yang diciptakan
untuk menunjukkan pada perseorangan tertentu, seperti
Muhammad. Atau menunjukkan satu jenis, seperti lelaki.
Atau menunjukkan beberapa satuan terbatas, seperti
tiga belas, seratus, sebuah kaum, sebuah masyarakat,
sekumpulan, sekelompok, dan lafadz-lafadz lain yang
menunjukkan bilangan beberapa satuan, tetapi tidak
mencakup semua satuan-satuan itu
contoh
 Contoh lafal khas adalah surah al-Maidah (5)
ayat 89:
“: Maka kafarat (melanggar) sumpah itu, ialah
memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu
dari makanan yang biasa kamu berikan kepada
keluargamu, atau memberi pakaian kepada
mereka.”
Berdasarkan ayat ini, kaffarat orang melanggar
sumpah adalah memberi makan sepuluh orang
orang miskin. Kata asyarah dalam ayat hanya
diciptakan untuk bilangan sepuluh sudah pasti
dan tidak ada kemungkinan arti yang lain
Amr & nahy
 Amr :
‫الق ل الطالب للفعل بال عل ل استعال‬
Suatu ucapan yang meminta untuk
mengerjakan, tanpa harus ada nya ‘uluw
(permintaan dari atsan ke bawahan) dan
tanpa isti’la
 Contoh amr lil wujub
‫وتْقيم ا الصالة‬
Laksanakanlah sholat
nahy
 Nahy :
‫الق ل الطالب للت ك بال عل ل استعال‬
Suatu ucapan yang meminta untuk
meninggalkan, tanpa harus ada nya ‘uluw
(permintaan dari atasan ke bawahan) dan
tanpa isti’la
 Contoh nahy liddu’a
‫بنا ل تزغ تْقل بنا‬
Mutlaq & muqoyyad
 Menurut Qattan, mutlaq adalah bacaan yang menunjukkan
suatu hakikat tanpa suatu qayid atau (pembatas).
 Jadi mutlaq hanya mengacu pada indivdu atau nomenlatur
yang tak tertentu. Hakikatnya, hal ikhwal individu itu masih
belum terpermanai. Dalam bahasa Inggris disebut dengan
absolute. Pemaknaan absolute dalam kamus ini lebih tepat
dalam lema absolution, yang berarti pelepasan atau
pembebasan. Mutlaq sebagai lafaz biasanya, berbentuk nakiroh
atau ism tanpa alif dan lam.
 Misalnya lafalz roqobah dalam fatahriru roqobatin:
‫فتح ي تْقبة‬
Artinya, maka wajib membebaskan budak (Al Mujadalah, 58: 3).
Pernyataan ini meliputi pembebasan seorang budak tanpa
terbatas mukmin atau kafir. Lafaz roqobah adalah nakiroh dalam
kalimat positif.
 Muqayyad, sementara itu, adalah lafaz
yang menunjukkan sutau nomenkaltur
dengan batasan (qoyyid). Seperi roqobah
yang dibatasi dengan mukminah: fatahriru
roqobatin mu’minatin.
‫فتح ي فقبة مؤمنة‬
Artinya, maka hendaklah membebaskan
budak yang beriman
Hakikat dan majaz
 Hakikat adalah lafaz yang digunakan sesuai dengan makna aslinya.
 Seperti kata shalat, berarti gerakan dan ucapan yang diawali dengan
takbir dan diakhiri dengan salam dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah.
 Sedangkan majaz adalah lafaz yang digunakan bukan pada makna
aslinnya karena ada hubungan (alaqah) tertentu serta adanya
indikator (qariinah) yang mengalihkan dari makna aslinya.
 Misalnya ketika seseorang mengatakan (saya melihat lautan sedang
khutbah di atas mimbar). Lautan di sini bukan makna hakiki, akan
tetapi makna majazi yang berarti bahwa seseorang tersebut adalah
orang yang mempunyai ilmu sangat luas bagaikan lautan. ‘Alaqahnya
di sini adalah luasnya ilmu orang yang sedang khutbah tersebut
bagaikan luasnya lautan. Sedangkan qariinahnya yang menghalangi
kitauntuk sampai kepada makna aslinya adalah kata sedang “khutbah
di atas mimbar”, karena hal itu tidak mungkin.
Wudhuhul ma’na & ghoir al wudhuh
 Pengertian Al wadhih sebagaimana disebutkan dalam kitab Al wajiz
fii tasyri‟i al islami : Maksudnya adalah lafadz yang jelas
penunjukannya terhadap makna yang dimaksud tanpa memerlukan
penjelasan dari luar, dan suatu hukum dapat dipahami maksudnya
dari sighot atau lafadz itu sendiri.
 Contohnya dalam firman Allah di dalam surat Al baqororh:
 “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah
disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba”. (QS. Al-Baqarah : 275)
 asbab al-nuzulnya adalah ayat ini diturunkan untuk menafikan
kesamaan antara jual beli dengan riba. Hal itu untuk menolak
anggapan orang-orang Yahudi yang mengatakan jual beli sama
dengan riba
 Pengertian ghoirul wadhih addilalah
adalah:Maksudnya adalah lafaz yang belum
jelas penunjukkannya terhadap makna
yang dimaksud kecuali dengan penjelasan
dari luar lafaz itu.
Maqhosid syariah
 Menurut Thahir ibn Asyur (w. 1973), yang dikutip
oleh Manshur Al Khalifi, Maqashid Al-Syari'ah
adalah Al-ma'ani wa Al Hikam (makna-makna dan
hikmah-hikmah) yang diinginkan oleh Allah SWT
dan rasul SAW dalam setiap penetapan hukum
secara umum. Menurut Wabah Zuhaili, Maqashid Al
syariah adalah makna-makna dan tujuan yang dapat
dipahami/dicatat pada setiap hukum dan untuk
mengagungkan hukum itu sendiri atau bisa juga
didefinisikan dengan tujuan akhir syariat Islam dan
rahasia-rahasia yang ditetapkan oleh Al-Syaria'
pada setiap hukum yang ditetapkannya.

Anda mungkin juga menyukai