DI SUSUN OLEH
KELOMPOK : I ( SATU )
NAMA : ADELA LEWENUSSA
: ANDINI ARYANI
SEMESTER : IV ( EMPAT )
MATA KULIAH : USHUL FIQIH
JURUSAN/PRODI : TARBIYAH (PAI)
1
BAB I
PENDAHULUAN
diatur oleh Alloh.Dia-lah sang pembuat hukum yang dititahkan kepada seluruh mukallaf,
rukhsoh).untuk menyebut istilah hukum atau objek hukum dalam ushul fiqih disebut mahkum
fih,karena didalam peristiwa itu ada hukum seperti hukum wajib dan hukum haram.atau lebih
mudahnya adalah perbuatan seorang mukallaf yang terkait dengan perintah syari’ itu adalah
mahkum fih,sedangkan seseorang yang di kenai khitob itulah yang disebut mahkum alaih
Yang melatar belakangi masalah ini adalah bagaimana kita menyikapi definisi
tentang ma’na hukum yang sebenarnya. Di sini diungkapkan oleh beberapa ulama ushul fiqh
yang dengan pendapatnya masing-masing, di sana kita dapat menyimpulkan arti dari kata
hukum tersebut. Karena Hakim merupakan persoalan mendasar dalam ushul fiqih, karena
berkaitan dengan “siapa pembuat hukum sebenarnya dalam syari’at Islam”; “siapakah yang
menentukan hukum syara”, yang mendatangkan pahala bagi pelakunya dan dosa bagi
pelanggarnya selain wahyu. Dalam ilmu ushul fiqh, hakim juga disebut dengan syar’i.
B. Rumusan Masalah
Didalam Makalah ini akan di rumuskan beberapa masalah, diantaranya adalah sebagai
berikut:
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Hukum
Secara etimlogi, hukum berarti man’u yang berarati mencegah, disamping itu juga
hukum berarti Qodha’ yang memiliki arti putusan. Sedangkan Ulama Usul Fiqh mengatakan
Secara terminologi, Hukum ialah: Khitab Allah yang menyebutkan segala perbuatan
mukallaf baik khitab itu mengandung perintah untuk dikerjakan atau larangan untuk
ditinggalkan atau menjelaskan kebolehan, atau menjadikan sebab atau pengahalang bagi
suatu hukum.
Pada dasarnya para Ahli Usul Fiqih menjadikan hukum itu, nama bagi segala titah
Allah/ Nabi. Baik titah itu mengandung makna peritah, larangan ataupun yang bersifat
takhyir yangg berarti kebolehan bagi mukallaf untuk memilih untuk dikerjakan dan
ditinggalkan maupun titah itu menyatakan suatu sebab, syarat, dan mani’ atau
mencegah/menghlangi suatu pekerjaan atau perbuatan yang sah atau rusak. Seperti firman
Menurut para ahli Usul Fiqh Hukum ialah : Akibat dari khitab Allah itu pada
perbuatan mukallaf seperti wajib, haram, dan mubah mungkin timbul perkiraan sementara
3
orang menggap bahwa hukum syara’ itu terbatas pada yang tercamtum aka nash saja. Karena
itu, ijma, qiyas, dan sumber-sumber yang lain seperti yang serupa dengan ijma, qiyas, dan
sebagainya.
dalil-dalil hukum, baik Quran, Sunnah, maupun Ijma’ dan Qiyas. Namun Abdul Wahab
Khalaf berpendapat bahwa yang dimaksud dengan dalil hanya Quran dan Sunnah, adapun
ijma dan qiyas sebagai metode menyingkapkan hukum dari Quran dan sunnah. Al-Quran
dianggap sebagai kalam Allah secara langsung, dan sunnah sebagai kalam Allah secara tidak
langsung karena Rasulullah Saw tidak mengucapkan sesuatu dibidang hukum kecuali
berdasarkan wahyu.
Demikian pula dengan ijma’ harus mempunyai sandaran kepada al-Quran dan
sunnah. Yang dimaksud perbuatan mukallaf adalah perbuatan yang dilakukan oleh manusia
dewasa, berakal sehat, termasuk perbuatan hati (seperti niat), dan perbuatan ucapan (seperti
ghibah).
Adapun pembagian Hukum yaitu ada dua macam menurut Abdul wahab khalaf, dalam
1. Hukum Taklifi
Hukum Taklifi ialah : Khitab atau Firman Allah yang berhubungan dengan segala
perbuatan para mukallaf baik atas dasar iqtidha atau atas dasar-dasar takhyir (Yaitu titah
Dengan demikian Hukum Taklifi ialah; yang dituntut melakuakannya atau tidak
melakukannya atau dipersilahkan untuk memilih antara melakukan dan tidak melakukan.
Khitab Allah yang mengandung tuntutan seprti dalam firman Allah yang artinya:
4
“Hai orang yang beriman penuhilah akad-akad itu”
Ayat ini mengandung tuntutan untuk memenuhi janji, disamping itu ada lagi tututan untuk
tidak melakukan suatu perbuatan, seperti dalam firman Allah yang artinya:
1. Ijab(Mewajibkan), yaitu ayat atau hadis dalam bentuk perintah yang mengharuskan
melakukan sholat.
2. Nadbu(Anjuran untuk melakukan), yaitu ayat atau hadis yang menganjurkan untuk
3. Tahrim(Melarang) yaitu ayat atau hadis yang melarang secara pasti untuk melakukan
suatu perbuatan.
suatu perbuatan.
5. Ibahah(Membolehkan), yaitu ayat atau hadis yang memberi pilihan seseorang untuk
1. Wajib
a. Pengertian Wajib
5
Secara etimologi kata wajib berarti tetap atau pasti.secara terminology, sperti
berarti:
Sesuatu yang diperintahkan (diharuskan) oleh Allah dan rosul nya untuk dilaksanakan
oleh orang mukallaf,dan apabila dilaksanakan akan mendapat pahala dari Allah,
Contoh: makan atau minum dengan menggunakan tangan kanan adalah wajib
hukumnya, jika seorang Muslim memakai tangan kiri untuk makan atau minum, maka
berdosalah dia.
Contoh lain, Shalat subuh hukumnya wajib, yakni suatu ketentuan dari agama yaharus
Dari ayat diatas telah jelas bahwa setiap orang yang melanggar perintah agama maka
akan ditimpa musibah atau adzab, dan orang yang ditimpa adzab itu tidak lain
b. Pembagian Wajib
Bila dilihat dari segi orang yang di bebani kewajiban hukum wajib dapat dibagi kepada dua
macam yaitu:
1. Wajib Aini
Yaitu kewajiban yang di bebankan kepada setiap orang yang sudah baliqh
6
2. Wajib kifa’i(wajib kifayah)
dilaksanakan oleh sebagian umat islam maka kewajiban itu sudah dianggap sudah
terpenuhi sehingga orang yang tidak ikut melaksanakannya tidak lagi diwajibkan
mengerjakannya.
Bila dilihat dari segi kandungan perintah,hukum wajib dapat dibagi kepada 2 macam:
1. Wajib mu”ayyan
Yaitu suatu kewajiban dimana yang menjadi obyeknya adalah tertentu tanpa ada
pilihan lain.
2. Wajib mukhayyar
Yaitu suatu kewajiban dimana yang mejadi obyeknya boleh dipilih antara beberapa
alternative.
Bila dilihat dari waktu pelaksanaanya,hukum wajib terbagi kepada dua macam.
1. Wajib mutlaq
2. Wajib muaqqat
2. Mandub
a. Pengertian Mandub
7
Allah dan rosulnya, dimana akan diberi pahala orang yang melaksanakannya,namun tidak
-رواه البخاري و مسلم- .ص ْم يَوْ ًما َوَأ ْف ِطرْ يَوْ ًما
ُ
Artinya: “Shaumlah sehari dan berbukalah sehari“. Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam
Muslim.
menyalahi sabda Nabi saw yang berkenaan dengan orang Arab gunung, bahwa kewajiban
“….apa yang Allah wajibkan kepadaku dari shaum? Beliau bersabda: (shaum) bulan
ramadhan, kecuali engkau mau bertathauwu’ (melakukan yang sunnah)….” Hadits riwayat
Imam Bukhari.
Dari riwayat ini jelas bahwa shaum itu yang wajib hanyalah shaum di bulan
ramadhan sedangkan lainnya bukan. Jika lafadz perintah dalam hadits yang pertama
“shaumlah” itu bukan wajib, maka ada 2 kemungkian hukum yang bisa diambil:
1. Sunnah
2. Mubah
b. Pembagian Mandub
Seperti dikemukakan abdul karim zaidan, mandub terbagi kepada beberapa tingkatan:
8
1). Sunnah Muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), yaitu perbuatan yang
sebelum fajar.
rosuulloh,namun bukan menjadi kebiasaan.misalnya melakukan sholat sunnah dua kali dua
3. Haram
a. Pengertian Haram
terminology ushul fiqih kata haram berarti sesuatu yang dilarang oleh Allah dan rosul-Nya,
dimana orang yang melanggarnya dianggap durhaka dan dianggap dengan dosa.
lalu dipercayainya itu tidak boleh. Kalau orang melakukan hal itu, berdosalah ia.
Alasan untuk pengertian haram ini, diantaranya sama dengan alasan yang dipakai untuk
b. Pembagian Haram
9
al-muharram li Dzatihi, yaitu suatu yang diharamkan oleh syariat karena esensinya
mengandung kemudratan bagi kehidupan manusia,dan kemudratan itu tidak bisa terpisah dari
al-Muharram li ghairihi,yaitu suatu yang dilarang bukan karena esensinya karena secara
karena ada pertimbangan eksternal yang akan membawa kepada sesuatu yang dilarang secara
esensial.misalnya larangan melakukan jual beli pada waktu adzan shalat jum”at.
4. Makruh
a. Pengertian Makruh
secara bahasa kata makruh berarti “sesuatu yang dibenci”dalam istilah ushul fiqih
kata makruh, menurut mayoritas ulama ushul fiqih,berarti sesuatu yang dianjurkan syriat
Sebagai contoh: Makan binatang buas. Dalam hadits-hadits memang ada larangannya,
dan kita memberi hukum (tentang makan binatang buas) itu makruh.
Begini penjelasannya: binatang yang diharamkan untuk dimakan hanya ada satu saja,
“Tidak lain melainkan yang Allah haramkan adalah bangkai ,darah, daging babi dan
b. pembagian makruh
10
Makruh tahrim,yaitu sesuatu yang dilarang oleh syariat, tetapi dalil yang melarang itu
bersifat zhanni al-wurud (kebenaran datangnya dari rosululloh hanya sampai ke dugaan
keras)
5. Mubah
a. pengertian mubah
Secara bahasa kata mubah berarti sesuatu yang dibolehkan atau diizinkan.”menurut
istilah ushul fiqih ,seperti dikemukakan oleh abdul karim zaidan berarti: yaitu sesuatu yang
diberi pilih oleh syariat apakah seorang mukallaf akan melakukannya atau tidak
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan
dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-
b. pembagian mubah
Mubah yang berfungsi untuk mengantarkan seseorang kepada sesuatu hal yang wajib
dilakukan.
Sesuatu yang mubah yang berfungsi sebagai sarana untuk mencapai sesuatu yang mubah
pula.
11
3). Hukum Wadh’i
Hukum Wadh’i adalah hukuman yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf yang
Para ulama’ usul fiqh menyatakan bahwa hukum wad’I itu ada lima macam:
1. Sebab
Sebab yaitu sifat yang nyata dan dapat di ukur yang dijelaskan leh nash al-qur’an atau
2. Syarat
Syarat ialah suatu yang menyebabkan adanya hukum dengann adanya syarat dan bila
tidak ada syarat maka hukum pun tidak ada. Seperti pembunuhan yang dapat
3. Mani’
Mani’ yaitu sifat yang nyata yang keberadaannya menyebabkna tidak ada hukum atau
tidak ada sebab. Seperti hubungan suami istri dan hubungan kekerabatan
4. Syah
Pengertian syah yang pertama yang dimaksud dengan shah bahwa perbuatan itu
mempunyai pengaruh dalam kehidupan dunia atau dengan arti perbuatan itu
12
Misalnya:ibadah itu dikatakan shah,dalam arti perbuatan itu dianggaptelah memadai dan
telah melepaskan orang yang melakukan nya dari tanggung jawabnya terhadap Allah SWT
dan telah menggugurkannya dari kewajiban qadha dalam hal-hal yang dapat di -qadha.
Yang kedua dimaksud dengan shah bahwa perbuatan itu mempunyai pengaruh atau arti
5. Bathal
Yang pertama yang dimaksud dengan bathal ialah untuk arti tidak berbekasnya
perbuatan bagi si pelaku dalam kehidupan di dunia,arti ini berbeda dalam arti
muamalat dan akad.arti bathal dalam ibadah adalah bahwa ibadah itu tidak memadai
dan belum melepaskan tanggung jawab serta belum menggugurkan kewajiban qadha.
Yang kedua bathal digunakan untuk tidak berbekasnya perbuatan itu bagi si pelaku di
6. Fasid
Terdapat kesama”an dalam hal penamaan batal dengan fasid dalam ibadah
B. Pengertian Al-Hakim
Kata Hakim secara etimologi berarti “Orang Yang Memutuskan Hukum”. Dalam
istilah fikih kata hakim juga sebagai orang yang memutuskan hukum di pengadilan yang
Ulama Ushul Fiqh sepakat bahwa yang menjadi sumber atau pembuat hakiki dari
hukum syariat adalah Allah SWT. Hal ini didasarkan pada al-Qur’an surat al-An’am ayat 57:
Artinya: “...menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah SWT. Dia yang menerangkan
sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik. (QS. Al-An’am/ 6:57)
13
Meskipun para ulama ushul sepakat bahwa yang membuat hukum adalah Allah SWT,
tapi mereka berbeda pendapat dalam masalah apakah hukum-hukum yang dibuat Allah SWT
hanya dapat diketahui dengan turunnya wahyu dan datangnya Rasulullah saw atau akal secara
Adapun sebelum datangnya wahyu, ulama berselisih peranan akal dalam menentukan
baik buruknya sesuatu, sehingga orang yang berbuat baik diberi pahala dan orang yang
berbuat buruk dikenakan sanksi. Dalam Islam tidak ada syariat kecuali dari Allah SWT. baik
yang berkaitan dengan hukum-hukum taklif (wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah),
maupun yang berkaitan dengan hukum wadhi (sebab, syarta, halangan, sah, batal, fasid,
azimah dan rukhsah). Menurut kesepakatan para ulama’ hukum diatas itu semuanya
bersumber dari Allah SWT. Melalui Nabi Muhammad saw maupun hasil ijtihad para
mujtahid melalui berbagai teori Istinbath, seperti qisas, ijma’ dan metode istinbath lainnya
untuk menyingkap hukum yang datang dari Allah SWT. dalam hal ini para Ulama Fiqh
menetapkan kaidah :
Dari kaidah diatas, ulama ushul fiqh mendefinisikan hukum sebagai titah Allah SWT yang
berkaitan dengan perbuatan orang mukallaf, baik berupa tuntutan, pemilihan maupun wadhi’.
Diantara alasan para ulama Ushul Fiqh untuk mendukung pernyataan diatas adalah,
sebagai berikut:
1. QS. Al-Maidah: 44
“barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa-apa yang diturunkan Allah, maka
14
2. QS. Al-Maidah: 49
Artinya:
“dan hendaklah kamu memutuskan perkara antara mereka menurut apa yang ditunkan
Artinya:
“barang siapa yang tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah,
4. Keharusan untuk merujuk kepada al-Qur’an dan sunah apabila terjadi perbedaan pendapat
...فان تنا زعتم فى شيئ فردوه الى هللا والرسول ان كنتم تؤمنون باهللا و اليوم األ خر...
Artinya:
Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan Hari
15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Hukum ialah Khitab Allah yang menyebutkan segala perbuatan Mukallaf, baik
Khitab itu mengandung perintah untuk dikerjakan atau larangan untuk ditinggalkan
Hukum.
2. Al-Hakim adalah pihak yang menjatuhkan Hukum atau ketetapan. Tidak ada
perselisihan diantara para Ulama bahwa hakikat Hukum Syar’i itu ialah Khithab
Allah yang berhubungan dengan amal perbuatan Mukallaf yang berisi tuntutan,
pilihan atau menjadikan sesuatu sebagai Sebab,Syarat atau Mani’ bagi sesuatu.
Demikian juga tidak ada perselisihan diantara mereka bahwa satu-satunya Hakim
B. SARAN
16
Sebagai Manusia yang tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan, penulis sadar akan
kekurangan dalam pembuatan Makalah ini, untuk itu kritik dan saran yang bersifat
DAFTAR PUSTAKA
Firdaus. Ushul Fiqh (metode mengkaji dan memahami hukum islam secara
Khalaf, Abdul Wahab, 1997, Ilmu ushulul Fiqh, Terj. Prof. Drs. KH. Masdar Helmy,
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh Jilid 1,1997, Jakarta: Logos Wacana Ilmu
http//:http://www.diyya.wordpress.com/ushulfiqh/html
17