Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

TENTANG HUKUM DAN HAKIM DALAM USHUL FIQIH

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK : I ( SATU )
NAMA : ADELA LEWENUSSA
: ANDINI ARYANI
SEMESTER : IV ( EMPAT )
MATA KULIAH : USHUL FIQIH
JURUSAN/PRODI : TARBIYAH (PAI)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


STAI SAID PERINTAH MASOHI
TAHUN AJARAN
2021/2022

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam kehidupan sehari hari kita tidak bisa hidup seenaknya sendiri, semuanya sudah

diatur oleh Alloh.Dia-lah sang pembuat hukum yang dititahkan kepada seluruh mukallaf,

baik yang berkait dengan hukum taklifi (seperti:wajib,sunnah,haram,makruh,mubah,maupun

yang terkait) dengan hukum wad’i (seperti:sebab,syarat,halangan,sah,batal,fazid,azimah dan

rukhsoh).untuk menyebut istilah hukum atau objek hukum dalam ushul fiqih disebut mahkum

fih,karena didalam peristiwa itu ada hukum seperti hukum wajib dan hukum haram.atau lebih

mudahnya adalah perbuatan seorang mukallaf yang terkait dengan perintah syari’ itu adalah

mahkum fih,sedangkan seseorang yang di kenai khitob itulah yang disebut mahkum alaih

(mukallaf) berikut penjelasan masing-masing.

Yang melatar belakangi masalah ini adalah bagaimana kita menyikapi definisi

tentang ma’na hukum yang sebenarnya. Di sini diungkapkan oleh beberapa ulama ushul fiqh

yang dengan pendapatnya masing-masing, di sana kita dapat menyimpulkan arti dari kata

hukum tersebut. Karena Hakim merupakan persoalan mendasar dalam ushul fiqih, karena

berkaitan dengan “siapa pembuat hukum sebenarnya dalam syari’at Islam”; “siapakah yang

menentukan hukum syara”, yang mendatangkan pahala bagi pelakunya dan dosa bagi

pelanggarnya selain wahyu. Dalam ilmu ushul fiqh, hakim juga disebut dengan syar’i.

B. Rumusan Masalah

Didalam Makalah ini akan di rumuskan beberapa masalah, diantaranya adalah sebagai

berikut:

1. Apa Definisi Hukum itu ?

2. Apa Definisi Hakim itu ?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Hukum

Secara etimlogi, hukum berarti man’u yang berarati mencegah, disamping itu juga

hukum berarti Qodha’ yang memiliki arti putusan. Sedangkan Ulama Usul Fiqh mengatakan

bahwa apabila disebut hukum, maka artinya adalah:

1. Menetapkan sesuatu atas sesuatu meniadakannya, seperti menetapkan terbitnya bulan

dan meniadakan pengelapan dengan terbitnya matahari.

2. Khitab allah seperti, Aqimus Al-Shalata (Mendirikan Sholat).

Secara terminologi, Hukum ialah: Khitab Allah yang menyebutkan segala perbuatan

mukallaf baik khitab itu mengandung perintah untuk dikerjakan atau larangan untuk

ditinggalkan atau menjelaskan kebolehan, atau menjadikan sebab atau pengahalang bagi

suatu hukum.

Pada dasarnya para Ahli Usul Fiqih menjadikan hukum itu, nama bagi segala titah

Allah/ Nabi. Baik titah itu mengandung makna peritah, larangan ataupun yang bersifat

takhyir yangg berarti kebolehan bagi mukallaf untuk memilih untuk dikerjakan dan

ditinggalkan maupun titah itu menyatakan suatu sebab, syarat, dan mani’ atau

mencegah/menghlangi suatu pekerjaan atau perbuatan yang sah atau rusak. Seperti firman

Allah yang artinya:

“Janganlah kamu mendekati zina”

Menurut para ahli Usul Fiqh Hukum ialah : Akibat dari khitab Allah itu pada

perbuatan mukallaf seperti wajib, haram, dan mubah mungkin timbul perkiraan sementara

3
orang menggap bahwa hukum syara’ itu terbatas pada yang tercamtum aka nash saja. Karena

itu, ijma, qiyas, dan sumber-sumber yang lain seperti yang serupa dengan ijma, qiyas, dan

sebagainya.

Penjelasan Definisi al-Hukum Yang dimaksud Khithabullah adalah semua bentuk

dalil-dalil hukum, baik Quran, Sunnah, maupun Ijma’ dan Qiyas. Namun Abdul Wahab

Khalaf berpendapat bahwa yang dimaksud dengan dalil hanya Quran dan Sunnah, adapun

ijma dan qiyas sebagai metode menyingkapkan hukum dari Quran dan sunnah. Al-Quran

dianggap sebagai kalam Allah secara langsung, dan sunnah sebagai kalam Allah secara tidak

langsung karena Rasulullah Saw tidak mengucapkan sesuatu dibidang hukum kecuali

berdasarkan wahyu.

Demikian pula dengan ijma’ harus mempunyai sandaran kepada al-Quran dan

sunnah. Yang dimaksud perbuatan mukallaf adalah perbuatan yang dilakukan oleh manusia

dewasa, berakal sehat, termasuk perbuatan hati (seperti niat), dan perbuatan ucapan (seperti

ghibah).

Adapun pembagian Hukum yaitu ada dua macam menurut Abdul wahab khalaf, dalam

kitabnya ilmu usul al-fiqih.

1. Hukum Taklifi

Hukum Taklifi ialah : Khitab atau Firman Allah yang berhubungan dengan segala

perbuatan para mukallaf baik atas dasar iqtidha atau atas dasar-dasar takhyir (Yaitu titah

Allah yang berbebtuk tuntutan atau pilihan).

Dengan demikian Hukum Taklifi ialah; yang dituntut melakuakannya atau tidak

melakukannya atau dipersilahkan untuk memilih antara melakukan dan tidak melakukan.

Khitab Allah yang mengandung tuntutan seprti dalam firman Allah yang artinya:

4
“Hai orang yang beriman penuhilah akad-akad itu”

Ayat ini mengandung tuntutan untuk memenuhi janji, disamping itu ada lagi tututan untuk

tidak melakukan suatu perbuatan, seperti dalam firman Allah yang artinya:

“Dan janganlah kalian mendekati zina”

Adapun pembagian Hukum Taklifi yaitu ada lima, yaitu:

1. Ijab(Mewajibkan), yaitu ayat atau hadis dalam bentuk perintah yang mengharuskan

untuk melakukan suatu perbuatan.misalnya ayat yang memerintahkan untuk

melakukan sholat.

2. Nadbu(Anjuran untuk melakukan), yaitu ayat atau hadis yang menganjurkan untuk

melakukan suatu perbuatan.

3. Tahrim(Melarang) yaitu ayat atau hadis yang melarang secara pasti untuk melakukan

suatu perbuatan.

4. Karahah,(Membenci), yaitu ayat atau hadis yang menganjurkan untuk meninggalkan

suatu perbuatan.

5. Ibahah(Membolehkan), yaitu ayat atau hadis yang memberi pilihan seseorang untuk

melakukan atau meninggalkan suatu perbuatan.

Seperti dikemukakan Abdul-Wahhab khallaf,terbagi kepada 5 macam yaitu: wajib,

mandub,haram,makruh dan mubah.

1. Wajib

a. Pengertian Wajib

5
Secara etimologi kata wajib berarti tetap atau pasti.secara terminology, sperti

dikemukakan Abd. Al-karim zaidan,ahli hukum islam berkebangsaan irak,wajib

berarti:

Sesuatu yang diperintahkan (diharuskan) oleh Allah dan rosul nya untuk dilaksanakan

oleh orang mukallaf,dan apabila dilaksanakan akan mendapat pahala dari Allah,

sebaliknya apabila tidak dilaksanakan diancam dengan dosa.

Contoh: makan atau minum dengan menggunakan tangan kanan adalah wajib

hukumnya, jika seorang Muslim memakai tangan kiri untuk makan atau minum, maka

berdosalah dia.

Contoh lain, Shalat subuh hukumnya wajib, yakni suatu ketentuan dari agama yaharus

dikerjakan,,jika tidak berdosalah ia.Alasan yang dipakai untuk menetapkan pengertian

diatas adalah atas dasar firman Allah swt:

(63:‫ُصيبَهُ ْم َع َذابٌ َألِي ٌم (النور‬


ِ ‫صيبَهُ ْم فِ ْتنَةٌ َأوْ ي‬
ِ ُ‫فَ ْليَحْ َذ ِر الَّ ِذينَ يُخَ الِفُونَ ع َْن َأ ْم ِر ِه َأ ْن ت‬

“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa

cobaan atau ditimpa azab yang pedih”(An-nur;63).

Dari ayat diatas telah jelas bahwa setiap orang yang melanggar perintah agama maka

akan ditimpa musibah atau adzab, dan orang yang ditimpa adzab itu tidak lain

melainkan mereka yang menyalahi aturan yang telah ditetapkan.

b. Pembagian Wajib

Bila dilihat dari segi orang yang di bebani kewajiban hukum wajib dapat dibagi kepada dua

macam yaitu:

1. Wajib Aini

Yaitu kewajiban yang di bebankan kepada setiap orang yang sudah baliqh

berakal(mukallaf), tanpa kecuali.

6
2. Wajib kifa’i(wajib kifayah)

Yaitu kewajiban yang di bebankan kepada seluruh mukallaf, namun bilamanatelah

dilaksanakan oleh sebagian umat islam maka kewajiban itu sudah dianggap sudah

terpenuhi sehingga orang yang tidak ikut melaksanakannya tidak lagi diwajibkan

mengerjakannya.

Bila dilihat dari segi kandungan perintah,hukum wajib dapat dibagi kepada 2 macam:

1. Wajib mu”ayyan

Yaitu suatu kewajiban dimana yang menjadi obyeknya adalah tertentu tanpa ada

pilihan lain.

2. Wajib mukhayyar

Yaitu suatu kewajiban dimana yang mejadi obyeknya boleh dipilih antara beberapa

alternative.

Bila dilihat dari waktu pelaksanaanya,hukum wajib terbagi kepada dua macam.

1. Wajib mutlaq

Yaitu kewajiban yang pelaksanaanya tidak dibatasi dengan waktu tertentu.

2. Wajib muaqqat

Yaitu kewajiban yang pelaksanaanya dibatasi dengan waktu tertentu.

2. Mandub

a. Pengertian Mandub

Kata mandub dari segi bahasa berarti”sesuatu yang dianjurkan”.sedangkan menurut

istilah,seperti dikemukakan abdul karim zaidan,adalah suatu perbuatan yangdianjurkan oleh

7
Allah dan rosulnya, dimana akan diberi pahala orang yang melaksanakannya,namun tidak

dicela orang yang tidak melaksanakannya.

Contoh nabi Muhammad SAW bersabda:

-‫رواه البخاري و مسلم‬- .‫ص ْم يَوْ ًما َوَأ ْف ِطرْ يَوْ ًما‬
ُ

Artinya: “Shaumlah sehari dan berbukalah sehari“. Hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam

Muslim.

Dalam hadits ini ada perintah -‫ص ْم‬


ُ - “shaumlah”, jika perintah ini dianggap wajib, maka

menyalahi sabda Nabi saw yang berkenaan dengan orang Arab gunung, bahwa kewajiban

shaum itu hanya ada di bulan Ramadhan.

..‫ضانَ ِإالَّ َأ ْن تَطَّ َّو َع َش ْيًئا‬


َ ‫صيَ ِام؟ فَقَا َل َشه َْر َر َم‬ َّ َ‫ض هَّللا ُ َعل‬
ِّ ‫ي ِم ْن ال‬ َ ‫… َما فَ َر‬.

“….apa yang Allah wajibkan kepadaku dari shaum? Beliau bersabda: (shaum) bulan

ramadhan, kecuali engkau mau bertathauwu’ (melakukan yang sunnah)….” Hadits riwayat

Imam Bukhari.

Dari riwayat ini jelas bahwa shaum itu yang wajib hanyalah shaum di bulan

ramadhan sedangkan lainnya bukan. Jika lafadz perintah dalam hadits yang pertama

“shaumlah” itu bukan wajib, maka ada 2 kemungkian hukum yang bisa diambil:

1. Sunnah

2. Mubah

b. Pembagian Mandub

Seperti dikemukakan abdul karim zaidan, mandub terbagi kepada beberapa tingkatan:

8
1). Sunnah Muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan), yaitu perbuatan yang

dibiasakan oleh rosululloh dan jarang ditinggalkannya. Misalnya,sholat sunnah 2 rokaat

sebelum fajar.

2) Sunnah Ghair Al-Muakkadah(sunnah biasa), yaitu sesuatu yang dilakukan

rosuulloh,namun bukan menjadi kebiasaan.misalnya melakukan sholat sunnah dua kali dua

rokaat sebelum sholat dzuhur

3) Sunnah Al-Zawaid, yaitu mengikuti kebiasaan sehari-hari rosuulloh sebagai

manusia.misanya sopan santunnya dalam makan,minum,dan tidur.

3. Haram

a. Pengertian Haram

kata haram secara etimologi berarti “sesuatu yang dilarang mengerjakannya”.secara

terminology ushul fiqih kata haram berarti sesuatu yang dilarang oleh Allah dan rosul-Nya,

dimana orang yang melanggarnya dianggap durhaka dan dianggap dengan dosa.

Contoh: Nabi saw bersabda:

-‫ –رواه الطبراني‬. َ‫الَتَاْتُوا ال ُكهَّان‬

“Janganlah kamu datangi tukang-tukang ramal/dukun“.

Hadits riwayat Imam Thabrani.

Mendatangi tukang-tukang ramal/dukun dengan tujuan menyakan sesuatu hal ghaib

lalu dipercayainya itu tidak boleh. Kalau orang melakukan hal itu, berdosalah ia.

Alasan untuk pengertian haram ini, diantaranya sama dengan alasan yang dipakai untuk

menetapkan pengertian wajib, yaitu Al-Qur’an S.An-Nur: 63.

b. Pembagian Haram

9
al-muharram li Dzatihi, yaitu suatu yang diharamkan oleh syariat karena esensinya

mengandung kemudratan bagi kehidupan manusia,dan kemudratan itu tidak bisa terpisah dari

dzatnya.misalnya larangan berzina.

al-Muharram li ghairihi,yaitu suatu yang dilarang bukan karena esensinya karena secara

esensial tidak mengandung kemudratan,namun dalam kondisi tertentu,sesuatu itu dilarang

karena ada pertimbangan eksternal yang akan membawa kepada sesuatu yang dilarang secara

esensial.misalnya larangan melakukan jual beli pada waktu adzan shalat jum”at.

4. Makruh

a. Pengertian Makruh

secara bahasa kata makruh berarti “sesuatu yang dibenci”dalam istilah ushul fiqih

kata makruh, menurut mayoritas ulama ushul fiqih,berarti sesuatu yang dianjurkan syriat

untuk meninggalkannya,dimana bilamana ditinggalkan akan mendapat pujian dan apabila

dilanggar tidak akan berdosa.

Sebagai contoh: Makan binatang buas. Dalam hadits-hadits memang ada larangannya,

dan kita memberi hukum (tentang makan binatang buas) itu makruh.

Begini penjelasannya: binatang yang diharamkan untuk dimakan hanya ada satu saja,

lihat Al-Qur’an Al-Baqarah: 173 yang berbunyi:

-173 :‫ير َو َما ُأ ِه َّل بِ ِه لِ َغي ِْر هَّللا ِ… –البقرة‬


ِ ‫ِإنَّ َما َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةَ َوال َّد َم َولَحْ َم ْال ِخ ْن ِز‬

“Tidak lain melainkan yang Allah haramkan adalah bangkai ,darah, daging babi dan

binatang yang disembelih bukan karena Allah….”

b. pembagian makruh

10
Makruh tahrim,yaitu sesuatu yang dilarang oleh syariat, tetapi dalil yang melarang itu

bersifat zhanni al-wurud (kebenaran datangnya dari rosululloh hanya sampai ke dugaan

keras)

Makruh tanzih,yaitu sesuatu yang dianjurkan oleh syariat untuk meninggalkannya.

5. Mubah

a. pengertian mubah

Secara bahasa kata mubah berarti sesuatu yang dibolehkan atau diizinkan.”menurut

istilah ushul fiqih ,seperti dikemukakan oleh abdul karim zaidan berarti: yaitu sesuatu yang

diberi pilih oleh syariat apakah seorang mukallaf akan melakukannya atau tidak

melakukannya, dan tidak ada hubungannya dengan dosa dan pahala.

Contoh: dalam Al-Qur’an ada perintah makan, yaitu:

ِ ‫ْرفُوا ِإنَّهُ الَي ُِحبُّ ْال ُمس‬


َ‫ْرفِين‬ ِ ‫يَا بَنِي آ َد َم ُخ ُذوا ِزينَتَ ُك ْم ِع ْن َد ُك ِّل َم ْس ِج ٍد َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َوالَ تُس‬

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan

dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-

orang yang berlebih-lebihan” Al-A’raf: 31

b. pembagian mubah

Mubah yang berfungsi untuk mengantarkan seseorang kepada sesuatu hal yang wajib

dilakukan.

Sesuatu baru dianggap mubah hukumnya bilamana dilakukan sekali-sekali, tetapi

haram hukumnya bila dilakukan setiap waktu.

Sesuatu yang mubah yang berfungsi sebagai sarana untuk mencapai sesuatu yang mubah

pula.

11
3). Hukum Wadh’i

Hukum Wadh’i adalah hukuman yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf yang

mengandung persyaratan sebab atau mani’.

Para ulama’ usul fiqh menyatakan bahwa hukum wad’I itu ada lima macam:

1. Sebab

Sebab yaitu sifat yang nyata dan dapat di ukur yang dijelaskan leh nash al-qur’an atau

sunnah bahwa keberadaannya menjadi petunjuk bagi hukuman syara’ artinya,

keberadaan sebab merupakan pertanda keberadaan suatu hukum. Misalnya:

tergelincirnya matahari menjadi sebab wajibnya sholat dzuhur.

2. Syarat

Syarat ialah suatu yang menyebabkan adanya hukum dengann adanya syarat dan bila

tidak ada syarat maka hukum pun tidak ada. Seperti pembunuhan yang dapat

diajatuhi hukuman Qishas.

3. Mani’

Mani’ yaitu sifat yang nyata yang keberadaannya menyebabkna tidak ada hukum atau

tidak ada sebab. Seperti hubungan suami istri dan hubungan kekerabatan

menyebabkan terjadinya hubungan kewarisan.

4. Syah

Pengertian syah yang pertama yang dimaksud dengan shah bahwa perbuatan itu

mempunyai pengaruh dalam kehidupan dunia atau dengan arti perbuatan itu

mempunyai arti secara hukum.

12
Misalnya:ibadah itu dikatakan shah,dalam arti perbuatan itu dianggaptelah memadai dan

telah melepaskan orang yang melakukan nya dari tanggung jawabnya terhadap Allah SWT

dan telah menggugurkannya dari kewajiban qadha dalam hal-hal yang dapat di -qadha.

Yang kedua dimaksud dengan shah bahwa perbuatan itu mempunyai pengaruh atau arti

untuk kehidupan akhirat.Seperti berhaknya atas pahala dari Allah SWT.

5. Bathal

Yang pertama yang dimaksud dengan bathal ialah untuk arti tidak berbekasnya

perbuatan bagi si pelaku dalam kehidupan di dunia,arti ini berbeda dalam arti

muamalat dan akad.arti bathal dalam ibadah adalah bahwa ibadah itu tidak memadai

dan belum melepaskan tanggung jawab serta belum menggugurkan kewajiban qadha.

Yang kedua bathal digunakan untuk tidak berbekasnya perbuatan itu bagi si pelaku di

akhirat,yaitu tidak menerima pahala.

6. Fasid

Terdapat kesama”an dalam hal penamaan batal dengan fasid dalam ibadah

yaitu:suatu perbuatanyang dilakukan tidak memenuhi rukun dan syarat,atau belum

berlaku sebab atau terdapat mani(penghalang).

B. Pengertian Al-Hakim

Kata Hakim secara etimologi berarti “Orang Yang Memutuskan Hukum”. Dalam

istilah fikih kata hakim juga sebagai orang yang memutuskan hukum di pengadilan yang

sama hal ini dengan Qadhi.

Ulama Ushul Fiqh sepakat bahwa yang menjadi sumber atau pembuat hakiki dari

hukum syariat adalah Allah SWT. Hal ini didasarkan pada al-Qur’an surat al-An’am ayat 57:

Artinya: “...menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah SWT. Dia yang menerangkan

sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik. (QS. Al-An’am/ 6:57)

13
Meskipun para ulama ushul sepakat bahwa yang membuat hukum adalah Allah SWT,

tapi mereka berbeda pendapat dalam masalah apakah hukum-hukum yang dibuat Allah SWT

hanya dapat diketahui dengan turunnya wahyu dan datangnya Rasulullah saw atau akal secara

independen bisa juga mengetahuinya.

Adapun sebelum datangnya wahyu, ulama berselisih peranan akal dalam menentukan

baik buruknya sesuatu, sehingga orang yang berbuat baik diberi pahala dan orang yang

berbuat buruk dikenakan sanksi. Dalam Islam tidak ada syariat kecuali dari Allah SWT. baik

yang berkaitan dengan hukum-hukum taklif (wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah),

maupun yang berkaitan dengan hukum wadhi (sebab, syarta, halangan, sah, batal, fasid,

azimah dan rukhsah). Menurut kesepakatan para ulama’ hukum diatas itu semuanya

bersumber dari Allah SWT. Melalui Nabi Muhammad saw maupun hasil ijtihad para

mujtahid melalui berbagai teori Istinbath, seperti qisas, ijma’ dan metode istinbath lainnya

untuk menyingkap hukum yang datang dari Allah SWT. dalam hal ini para Ulama Fiqh

menetapkan kaidah :

Artinya “tidak ada hukum kecuali bersumber dari Allah SWT.”

Dari kaidah diatas, ulama ushul fiqh mendefinisikan hukum sebagai titah Allah SWT yang

berkaitan dengan perbuatan orang mukallaf, baik berupa tuntutan, pemilihan maupun wadhi’.

Diantara alasan para ulama Ushul Fiqh untuk mendukung pernyataan diatas adalah,

sebagai berikut:

1. QS. Al-Maidah: 44

‫ ومن لم يحكم بما أنزل هللا فأولئك هم الكافرون‬Artinya:

“barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa-apa yang diturunkan Allah, maka

mereka adalah orang-orang yang kafir” (QS. Al-Maidah:44)

14
2. QS. Al-Maidah: 49

‫واحكم بينهم بما أنزل هللا‬...

Artinya:

“dan hendaklah kamu memutuskan perkara antara mereka menurut apa yang ditunkan

Allah,...” (QS. Al-Maidah:49)

3. Diakhir ayat 45 surat al-maidah

‫ومن لم يحكم بما أنزل هللا فأو لئك هم الظالمون‬

Artinya:

“barang siapa yang tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan Allah,

mak mereka itu adalah orang-orang yang dzalim” (QS. Al-Maidah:45).

4. Keharusan untuk merujuk kepada al-Qur’an dan sunah apabila terjadi perbedaan pendapat

...‫فان تنا زعتم فى شيئ فردوه الى هللا والرسول ان كنتم تؤمنون باهللا و اليوم األ خر‬...

Artinya:

“...apabila kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada

Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan Hari

Kiamat” (QS. An-Nisa’: 59)

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Hukum ialah Khitab Allah yang menyebutkan segala perbuatan Mukallaf, baik

Khitab itu mengandung perintah untuk dikerjakan atau larangan untuk ditinggalkan

atau menjelaskan kebolehan, atau menjadikan sebab,atau penghalang bagi suatu

Hukum.

Hukum terbagi kedalam dua bagian, yaitu:

a. Hukum Taklifi, yang meliputi: Ijab,Nadbu,Tahrim,Karohah,dan Ibahah.

b. Hukum Wadh’i, yang meliputi: Sabab,Syarat,Mani,Syah,dan Fasid.

2. Al-Hakim adalah pihak yang menjatuhkan Hukum atau ketetapan. Tidak ada

perselisihan diantara para Ulama bahwa hakikat Hukum Syar’i itu ialah Khithab

Allah yang berhubungan dengan amal perbuatan Mukallaf yang berisi tuntutan,

pilihan atau menjadikan sesuatu sebagai Sebab,Syarat atau Mani’ bagi sesuatu.

Demikian juga tidak ada perselisihan diantara mereka bahwa satu-satunya Hakim

adalah Allah SWT.

B. SARAN

16
Sebagai Manusia yang tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan, penulis sadar akan

kekurangan dalam pembuatan Makalah ini, untuk itu kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan Makalah selanjutnya, untuk

kritik dan sarannya diucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Firdaus. Ushul Fiqh (metode mengkaji dan memahami hukum islam secara

komprehensif. 2004, Jakarta: Zikrul Hakim,

Khalaf, Abdul Wahab, 1997, Ilmu ushulul Fiqh, Terj. Prof. Drs. KH. Masdar Helmy,

Bandung: Gema Risalah Press

Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh Jilid 1,1997, Jakarta: Logos Wacana Ilmu

http//:http://www.diyya.wordpress.com/ushulfiqh/html

17

Anda mungkin juga menyukai