Anda di halaman 1dari 13

TUGAS 2

Berikut adalah soal Tugas ke-2 yang wajib Anda kerjakan. Bacalah pertanyaan dengan
cermat kemudian jawablah pertanyaan-pertanyaan tersebut.

1. Jelaskan pengertian hukum syariat menurut isi kandungan Q.S. Al-’Ankabut/29: 45!
2. Sebutkan dan jelaskan lima macam hukum Islam!
3. Sebutkan dan jelaskan tujuh macam prinsip-prinsip umum hukum Islam!
4. Jelaskan posisi dan fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an!
5. Jelaskan perbedaan moral, susila, budi pekerti, etika, dan akhlak, dan kaitan
antara semuanya!

JAWABAN
1. Yang dimaksud dengan hukum syariat menurut para ulama adalah seperangkat aturan
yang berasal dari pembuat syariat (ALLAH AWT) yang berhubungan dengan perbuatan
manusia,yang menuntut agar dilakukan suatu perintah atau ditinggalkan suatu larangan atau
yang memberikan pilihan antara mengerjakan atau meninggalkan. Didalam Q.S. Al-
Ankabut/29:45 yang artinya : bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-kitab
(Al-quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan -
perbuatan) keji dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
Ayat tersebut berisi tuntutan dari allah agar shalat itu dikerjakan, maka hak tersebut
kemudian disebut dengan hukum syariat.

2. Secara garis besar hukum islam terbagi menjadi lima macam yaitu:

1). WAJIB
yang disebut wajib adalah suatu perbuatan apabila dikerjakan oleh seseorang, maka
orang yang mengerjakan nya akan mendapatkan pahala dan apabila perbuatan itu
ditinggalkan akan mendapat siksa.
Suatu pernyataan dalam al-quran atau hadits dapat dikatakan mengandung beerapa
petunjuk, antara lain:
- Secara tegas mengandung kata-kata yang menunjukkan keharusan untuk dikerjakan.
- Pernyataan tersebut berupa perintah yang tegas.
Ditinjau dari segi kepada siapaa kewajiban tersebut dibebankan hukum wajib ada dua
macam:
a. Wajib ‘ain yaitu kewajiban yanga dibebankan oleh allah swt kedapa setiap orang
yang sudah baligh (mukallaf). Artinya apabia dalam suatu masyarakat
yangmengerjakan hanya sebagaian sementara yang lain tidak mengerjakan, naka
yang tidak mengerjakan harus tetap mempeertanggungjawabkan perbuatannya
yaitumeniggalakan kewajiban. Missal kewajiban shalat.
b. Wajib kafi’I (kifayah): kewajiban yang dibebankan dalam agama kepada kelompok
orang yang sudah baligh (mukallaf). Artinya: apabila ada salah seorang daari
sekelompok tersebut telah mengerjakan kewajiban yang dituntut itu,maka orang lain
dalam kelompok tersebut yang tidak mengerjakan tidak dinilai berdosa. Akan tetapi,
apabila tidak ada seorangpun yang mengerjakan maka semua orang mukallaf dalam
kelompok masyarakat tersebut berdosa, karena terabaikannya kewajiban tersebut.
Misalnya: mendirikan rumah sakit, mengurus jenzah sesuai dengan syariat islam.
2). SUNNAH
Yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan maka orang yang mengerjakan akan
mendapat pahala dan apabila ditinggalkan, maka orang yang meninggalkan tersebut
tidak mendapat siksa.
Secara garis besar hukum sunnah dapat dibagi menjadi dua bagian:

a. Sunnah muakkad yaitu perbuatan yang amat sering dilakukan olehRASULULLAH


SAW, bahkan jarang sekali beliau tinggalakan, kecuali hanya beberapa kali saja.
Meskipun demikian tetap dinamai sunnah karen bagi yang tidak mengerjakan tidak
mengerjakan tidak mendapat siksa, sebagai contoh hukum sunnah dalam dalam
ibadah antara lain ; berkumur dalam wudhu, adzan dan iqamah dalam shalat
berjamaah, membaca ayat al-quran setelah al-fatihah dalam shalat.
b. Sunnah ghoiru muakkad adalah suatu aktivitas atas perbuatan yang dianjurkan oleh
RASULULLAH SAW tetapi tuntutannya tidak sekuat sunnah muakkad. Salah satu
alasannya adalah Nabi SAW pernah mengerjakan tetapi juga sering
meninggalkannya. Termasuk dalam hal ini adalah segala perbuatan Nabi SAW yang
berkaitan denga beliau sebagai manusia, seperti jenis makanannya, warna
pakaiannya, meskipun tidak termasuk kewajiban tetapi apabila diniatkan untuk
mengikuti sunnah maka termasuk kelompok sunnah ghairu muakkad. Artinya bagi
yang tidak mengikuti tidak dapat dikatakan buruk karena hal tersebut bukanlah
bagian dari hukum syariat. Contohnya shalat sunnah qabliyah isya.
3). HARAM
Segala perbuatan yang apabila perbuatan itu ditinggalkan akan mendapat
pahala apabila dikerjakan maka orang tersebut mendapat siksa. Suatu perbuatan dinilai
haram berdasarkan teks ayat atau hadits yang biasanya dinyatakan dengan beberapa
ungkapan, antara lain;
a. Kalimat tersebut dinyatakan dengan jelas dan tegas, misalnya dengan kata
haramma dengan segala bentuk perbuatannya.
b. Kalimat yang melarang itu menggunakan kata kerja yang melarang dan
dibarangin dengan petunjuk (qarinah) yang menunjukkan bahwa perbuatan
tersebut benar-benar dilarang.
c. Diperintahkan untuk menjauhinya.
d. Diancam dengan suatu hukuman atau siksa bagi orang-orang yang
melakukannya.

4). MAKRUH
Satu perbuatan disebut makruh apabila perbuatan tersebut ditinggalkan maka
orang yang meninggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan maka orang
tersebut tidak mendapat siksa. Suatu perbuatan diketahui makruh dilihat dari beberapa
hal, antara lain:
a. Ungkapan yang dipakai melarang itu sudah menunjukkan
kemakmurannya,seperti dengan menggunakan perkataan karaha (memakruhkan)
dengan segala bentuk dan perubahannya.
b. Dengan lafadz yang melarang mengerjakan suatu perbuatan kemudiaan
didapatkan didalam ayat lain suatu kata yang menjadi petunjuk bahwa larangan
yang terdapat pada ayat tersebut menunjukkan keharamannya.
5). MUBAH
Yang disebut mubah adalah suatu perbuatan yang apabila dikerjakan
orang yang mengerjakan tidak mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak
berdosa. Suatu perbuatan dikatakan makruh dapat diketahuai melalui beberapa cara,
antara lain:
a. Perbuatan tersebut ditetapkan secara tegas kebolehanya oleh agama, misalnya
dengan ungkapan ayat atau hadits: “tidak mengapa,tidak ada halangan, tidak
berdosa…”
b. Ada petunjuk dari ayat atau hadits berupa perintah untuk melakukannya tetapi
ada qarinah yang menunjukkan bahwa perintah tersebut hanya untuk mubah
saja.
c. Ditetapkan kemubahannya karena adannya kaidah yang menyatakan bahwa
pada asalnya segala sesuatu itu adalah mubah, selama tidak ada dalil yang
memakruhkan atau mengharamkan.
3. secara garis besar prinsip umum hukum islam ada tujuh yaitu:
a. prinsip pertama: tauhid
prinsip ini menjelaskan bahwa seluruh manusia ada dibawah ketetapan
yang sama sebagai hamba allah. Ada beberapa ayat yang menjelaskan tengtang
prinsip ini salah satunya ialah:
surat Al-A’raf/7:172 yang artinya : dan (ingatlah), ketika tuhanmu
mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan allah
mengambil kesaksiaan terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “bukanlah aku
ini tuhanmu?” mereka menjawab: “betul, (engkau tuhan kami), kami menjadi
saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak
mengatakan “ sesungguhnya kami (bani adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan tuhan)”.
Dari ayat tersebut Nampak jelas bahwa seluruh manusia pada
awalnya yaitu ketika belum terlahir kedunia (alam ruh) telah mengakui keesaaan
ALLAH SWT. Maka dalam pandangan islam pada dasarnya semua manusia
mempunyai potensi bertauhid dimana hal tersebut pernah dilakukan/diakui
sebelumnya.
b.prinsip kedua: keadilan
prinsip keadilan ini mengandung pengerian bahwa hukum islam yang
mengatur persoalan manusia dari berbagai aspek nya harus dilandaskan kepada
prinsip keadilan yang melliputi hubungan antara individu dengan dirinya sendiri,
individu manusia dan masyarakatnyaserta hubungan antara individu dengan
lingkungannya. Beberapa ayat yang menjelaskan prinsip keadilan ini
diantaranya adalah:
surah Al-An’aam/6:152 yang artinya: “ dan apabila kamu berkata, maka
hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat (mu).
Kalua dalam hukum positif dikenal prinsip memiliki kedudukan sama dimuka
hukum makai slam mewajibkan bukan hanya manusia harus sama dimuka
hukum tetapi dalam seluruh aspek nya harus berlaku adil, bahkan terhadap
musuh sekalipun.
Dari prinsip keadilan ini maka lahirlah kaidah dalam hukum Islam yang
menyatakan bahwa hukum Islam dalam prakteknya dapat beradaptasi sesuai
ruang dan waktu. Ketika terjadi perubahan. Maka yang sulit menjadi mudah dan
kemudahan tersebut sebatas terpenuhinya kebutuhan pokok. Dari sini muncul
kaidah "Masalah- masalah dalam hukum Islam apabila telah menyempit maka
menjadi meluas, apabila masalah-masalah tersebut telah meluas maka kembali
menyempit”.
d. Prinsip ketiga: amar-ma’ruf nahi mungkar
Prinsip ketiga merupakan konsekuensi dari prinsip pertama dan kedua. Amar
ma'ruf ini mengandung arti bahwa Hukum Islam ditegakkan untuk menjadikan
umat manusia dapat melaksanakan hal-hal yang baik dan benar sebagaimana
dikehendaki oleh Allah SWT. Sedangkan nahi munkar mengandung arti hukum
tersebut ditegakkan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang buruk yang dapat
meruntuhkan kehidupan bermasyarakat
e. prinsip keempat: kemerdekaan dan kebebasan
prinsip ini mengandung bahwa hukum islam tidak diterapkan berdasarkan
paksaan, akan tetapi berdasarkan penjelasan yang baik dan argumentative yang
dapat menyakinkan. Apakah akhirnya manusia pada akhirnya menolak atau
menerima sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing individu
ada beberapa ayat yang menjelaskan tengtang prinsip ini, salah satunya ialah:
surah Al-Baqarah/2:256 yang Artinya:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar
kepada Thaghut [162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Juga dalam surat Al-Kaafiruun/109: 6
‫َلُك ْم ِد يَنُك ْم َوِلى ِد يِن‬
Artinya:
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."

f.prinsip kelima: persamaan


Prinsip persamaan mengandung arti bahwa pada dasarnya semua manusia adalah
sama meskipun faktanya berbeda dalam lahiriyahnya, baik warna kulit, bahasa
suku bangsa dan lain-lain. Kesamaan tersebut, terutama dalam hal nilai
kemanusiaannya. Hukum Islam memandang perbedaan secara lahiriyah tidak
menjadikan manusia berbeda dari segi nilai kemanusiaannya. Sungguh banyak
ayat al-Qur'an yang menjelaskan prinsip ini, di antaranya adalah surat Al-
Hujuraat/49: 13.
‫يناها الَّناُس ِإَّنا َخ َلْقَنُك م ِّم ن َذ َك ٍر َو ُأنَثى َو َجَع ْلَنُك ْم ُش ُعوًبا َو َقَباِبَل ِلَتَع اَر ُفوا ِإَّن‬
‫َأْك َر َم ُك ْم ِع نَد ِهللا َأْتَقَلُك ْم ِإَّن َهَّللا َع ِليٌم َخ ِبيٌر‬
‫وانكر‬
‫َو ُأوَلت‬
Artinya:
Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki- laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.
Dari ayat tersebut juga terlihat bahwa yang membedakan nilai manusia dalam
pandangan hukum Islam adalah bukan karena ras, warna kulit dan sisi lahiriyah
lainnya, melainkan faktor ketaqwaannya. Dalam ayat lainnya lebih tegas Allah
menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang lebih dimuliakan dibanding
jenis makhluk lainnya. Hal ini ditegaskan dalam surat Al-Israa'/17: 70

g. prinsip keenam; tolong menolong


Prinsip ini mengajarkan bahwa sesama warga masyarakat harus saling menolong
demi tercapainya kemaslahatan bersama. Di antara ayat yang menjadi landasan
prinsip
tersebut adalah surat Al-Maai'dah/5: 2.
‫َو َتَع اَو ُنوْا َع َلى اْلِبِّر َو الَّتْقَو ى َو اَل َتَع اَو ُنوا َع َلى اِإْل ْثِم َو اْلُع ْد َو اِن‬
Artinya:

dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan


jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran...."
h. prinsip ketujuh: toleransi
Prinsip ini mengajarkan bahwa hukum Islam mengharuskan kepada umatnya
untuk hidup penuh dengan suasana damai dan toleran. Toleransi ini harus
menjamin tidak dilanggarnya hukum Islam dan hak umat Islam.
Di antara ayat yang menjelaskan prinsip ini adalah surat Al-Mumtahanah/60: 8.
‫ال َيْنَهاُك ُم ُهللا َعن اَّلِذ يَن َلْم ُيَقِتُلوُك ْم ِفي الِّديِن َو َلْم ُتْخ ِر ُجوُك م ِّم ن ِدَيِرُك ْم َأن‬
) ‫َتبُر وُهْم َو ُتْقِس ُطوا ِإَلْيِه ْم ِإَّن َهَّللا ُيِح ُّب اْلُم ْقِسِط يَن‬
Artinya:
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-
orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu
dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang- orang yang berlaku adil.

4. Artinya:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar
kepada Thaghut [162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Juga dalam surat Al-Kaafiruun/109: 6
‫َلُك ْم ِد يَنُك ْم َوِلى ِد يِن‬
Artinya:
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
Artinya:
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar
kepada Thaghut [162] dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Juga dalam surat Al-Kaafiruun/109: 6
‫َلُك ْم ِد يَنُك ْم َوِلى ِد يِن‬
Artinya:
Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
4. Adapun posisi sunnah Rasul SAW terhadap al-Qur'an ditinjau dari segi materi hukum
yang terkandung di dalamnya secara umum para ulama membagi menjadi tiga
macam;
a. menguatkan (Muakkid) hukum suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya di
dalam Al-Qur'an.
Beberapa peristiwa telah ditetapkan hukumnya oleh al-Qur'an kemudian sunnah Nabi SAW
menguatkannya sehingga amalan tersebut ditetapkan oleh dua sumber hukum yaitu al-
Qur'an dan sunnah Nabi SAW. Misalnya shalat dan zakat telah ditetapkan hukumnya di
dalam al-Qur'an di antaranya dalam surat Al-Baqarah/2: 43.
... ‫َو َأِقيُم وا الَّص َلٰو َة َو َء اُتوْا الَّز َك وة‬
Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat
Demikian juga berpuasa telah ditetapkan hukumnya oleh Al-Qur'an dalam surat al-
Baqarah/2: 183. Sementara ibadah haji ditetapkan oleh Allah dalam surat Ali 'Imron/3: 97.
Kemudian perbuatan-perbuatan tersebut dikuatkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya
sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim yang bersumber dari sahabat Umar bin
Khottob r.a. yang menceritakan bahwa:
"Ketika kami sedang duduk bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba datang seorang lelaki yang
mengenakan baju putih dan rambutnya hitam kelam, kemudian dia meletakkan lututnya
berhadapan dengan lutut Rasulullah SAW, kemudian berkata "wahai Muhammad terangkan
kepadaku tentang Islam? Kemudian Nabi SAW menjawab Islam itu adalah engkau bersaksi
bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, engkau mengerjakan
shalat, membayar zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan Haji ke Baitullah
apabila mampu
Di antara contoh yang berupa larangan antara lain:
Allah SWT melarang berbuat syirik, ini diisyaratkan dalam surat An-
Nisaa'/4: 48.
‫إَّن َهَّللا اَل َيْغ ِفُر َأن ُيْش َر َك ِبِه َو َيْغ ِفُر َم ا ُد وَن َذ ِلَك ِلَم ن َيَش اُء َو َم ن ُيْش ِرْك ِباِهَّلل‬

Mereka Perkataan yang mulia.


dan ucapkanlah kepada
Larangan-larangan tersebut kemudian dikuatkan oleh Nabi SAW dalam haditsnya,
sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim:
"Perhatikan aku akan menerangkan kepada kalian tentang dosa besar (diulangi oleh Nabi
SAW tiga kali), para sahabat menjawab, baik ya Rasulullah, Nabi SAW kemudian bersabda;
(dosa besar itu adalah) menyekutukan Allah SWT, durhaka kepada
kedua orang tua...."

b.Memberikan Penjelasan terhadap Ayat-Ayat Al-Qur'an


Memberikan Penjelasan terhadap Ayat-Ayat Al-Qur'an antara lain dengan jalan:
Memberikan perincian terhadap ayat-ayat yang masih global, misalnya perintah shalat yang
harus dikerjakan dalam waktu-waktu tertentu, sebagaimana diisyaratkan dalam surat An-
Nisaa'/4: 103
) ‫ِإَّن الَّص َلَو َة َكاَنْت َع َلى اْلُم ْؤ ِمِنيَن ِكَتَنًبا َّم ْو ُقوًتا‬

Artinya:
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.
Kandungan ayat tersebut jelas masih global, maka Nabi SAW kemudian menjelaskan secara
terinci tentang waktu-waktu shalat, syarat dan rukunnya dengan cara praktek langsung yang
kemudian beliau tegaskan dalam sabdanya sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-
Bukhori: "Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat".
Demikian halnya dengan perintah-perintah ibadah yang lain seperti Zakat, Haji dan lain-lain.
Membatasi kemutlakannya; yang dimaksud adalah ada ayat-ayat yang masih bersifat mutlak,
tetapi kemudian Rasul SAW membatasi kemutlakan ayat tersebut. Contohnya adalah ketika
seseorang sudah merasa dekat waktu ajalnya kemudian membuat wasiat terkait dengan
hartanya, maka al-Qur'an tidak memberikan batasan, sepertinya berapa pun boleh. Namun
kemudian Nabi membatasi bahwa wasiat diperbolehkan maksimal 1/3 dari harta yang akan
ditinggalkan. Ini pun
dengan catatan bahwa wasiat yang berkaitan dengan harta tidak diperuntukkan kepada
keluarga yang secara syariat memang berhak menerima harta waris. Di antara ayat yang
membolehkan berwasiat adalah an-Nisa'/4: 12, sedangkan hadits yang membatasi kadar
wasiat tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Imam Muslim yang bersumber dari
sahabat Sa'ad bin Abi Waqqas, r.a. Mengkhususkan atas ayat yang masih bersifat umum;
beberapa ketentuan dalam al-Qur'an masih sangat bersifat umum, kemudian Nabi SAW
mengkhususkan (mentakhsis) atas ketentuan tersebut. Misalnya al-Qur'an mengharamkan
bangkai dan darah, seperti dijelaskan dalam ayat 3 surat Al-Maai'dah.
... ‫ُحِّر َم ْت َع َلْيُك ُم اْلَم ْيَتُة َو الَّد ُم‬
Artinya:
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai dan darah....
Ternyata kemudian Rasulullah SAW mengkhususkan atau mengecualikan atas bangkai ikan
laut dan belalang serta hati dan limpa yang termasuk kategori darah. Seperti yang
diriwayatkan oleh Ibn Majah:
"Dihalalkan bagi kami dua macam bangkai dan dua macam darah, dua macam bangkai itu
adalah bangkai binatang laut dan belalang. Dan dua macam darah itu adalah hati dan limpa".
c.Menciptakan Hukum Baru yang Tidak Terdapat Dalam Al-Qur'an.
Tentang poin ini cukup banyak contoh yang dapat dikemukakan, di antaranya adalah Nabi
SAW menetapkan keharaman binatang buas yang bertaring kuat dan juga burung yang
berkuku kuat, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim yang
bersumber dari sahabat Ibn 'Abbas.
Hukum-hukum yang ditetapkan Rasulullah SAW secara mandiri tersebut meskipun
bersumber dari ijtihad beliau namun harus dibinyakini bahwa hal tersebut pasti
kebenarannya. Karena Nabi SAW terpelihara dari berbuat salah (ma’shum) yang
mengandung arti apabila ada ketepatan-ketepatan hukum agama yang menurutpandangan
Allah salah maka akan turun ayat yang menegurnya.

5.
1. .Pengertian Moral
Secara etimologis moral berasal dari bahasa Latin, mores, bentuk jamak dari more, artinya
adat atau kebiasaan. Secara terminologi moral adalah ajaran tentang tindakan seseorang
yang dalam hal sifat, perangai, kehendak, pendapat, atau perbuatan yang secara layak dapat
dikatakan benar atau salah, baik atau buruk.
Sidi Gazalba mengartikan moral sebagai kesesuaian dengan ide-ide yang umum diterima
tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Jadi moral adalah tindakan
yang umum sesuai dengan dan diterima oleh lingkungan tertentu atau kesatuan sosial
tertentu.
Sementara itu dalam The Advanced Leaner's Dictinary of Current English dikemukakan
pengertian moral sebagai: 1) prinsip-prinsip yang berkenan dengan benar dan salah, baik dan
buruk; 2) kemampuan untuk memahami perbedaan antara benar dan salah, dan 3) ajaran atau
gambaran tingkah laku yang baik.
Dengan demikian, moral dapat diartikan dengan "menyangkut baik buruknya manusia
sebagai manusia," moralitas dapat diartikan dengan "keseluruhan norma- norma dan nilai-
nilai dan sikap moral seseorang atau masyarakat." Moral mengacu pada baik buruk perilaku
bukan pada fisik seseorang.
Jika kita perhatikan lebih mendalam definisi tentang moral, kita bisa memahami bahwa
moral adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang mempunyai nilai baik atau
buruk, salah atau benar, layak atau tidak layak. Ketika seseorang mengatakan bahwa ia
moralnya buruk. Artinya adalah bahwa apa yang dilakukannya itu mempunyai sifat buruk
atau tidak layak atau tidak sesuai dengan apa yang seharusnya. Sebaliknya kalau dikatakan
ia moralnya baik berarti apa yang dilakukannya itu mempunyai nilai baik karena sesuai
dengan ketentuan umum dan layak untuk dilakukan.
Selanjutnya terkait dengan masalah moral adalah kesadaran yang disebut dengan kesadaran
moral. Kesadaran moral adalah pengetahuan bahwa ada yang baik dan ada yang buruk yang
dengan pengetahuannya ia memilih untuk melakukan suatu perbuatan tanpa ada paksaan
dari siapa pun. Suatu perbuatan itu bisa dikategorikan baik atau buruk jika perbuatan itu
dilakukan secara sadar atau karena punya kesadaran moral. Orang yang melakukan suatu
perbuatan tanpa ada kesadaran, maka perbuatannya itu tidak bisa dikategorikan baik atau
buruk. Misalnya, seseorang anak kecil yang mengambil kotoran ayam ketika disodorkan
kepadanya, maka perbuatan si anak itu tidak bisa dianggap buruk karena anak itu belum
punya kesadaran tentang baik dan buruk. Atau seperti orang gila, perbuatannya itu tidak bisa
dikatakan baik atau buruk karena ia tidak sadar. Karena itulah, orang gila karena hilang
kesadarannya tidak bisa dikatakan tidak bermoral sekalipun ia berperangai buruk.
Kesadaran moral ini menjadi penting, karena satu-satunya makhluk Tuhan yang diberi
kesadaran adalah manusia. Dengan kesadaran itu manusia diberi kebebasan untuk memilih
mana yang baik dan mana yang buruk. Apa yang dilakukannya tentu mempunyai akibat-
akibat tertentu. Hanya saja orang yang mempunyai kesadaran akan selalu mengikuti hal-hal
yang memang secara moral baik. Kesadaran moral itu timbul karena:
Pertama, perasaan wajib atau keharusan untuk melakukan tindakan yang baik. Perasaan ini
telah ada dalam setiap diri manusia, siapa pun dan di mana pun ia. Karena itulah jika
perasaan wajib itu tidak dilaksanakan maka ia disebut pelanggaran. Manusia terlahir fitrah,
yakni suci. Dalam arti punya kecenderungan terhadap kebaikan. Karena fitrahnya ini
manusia senantiasa mempunyai suara batin untuk melakukan perbuatan- perbuatan yang
sesuai dengan hati nuraninya. Ketika suara batin ini tidak ditaati maka ia akan merasa tidak
tenang dan tidak tenteram.
Kedua, objektif dan rasional. Kesadaran moral ini muncul berdasarkan akal. Dengan akalnya
ini manusia bisa mengetahui baik atau buruk suatu perbuatan dan itu berlaku secara
universal, artinya sama di setiap tempat dan sama dalam pandangan setiap orang. Misalnya,
menghormati orang tua. Perbuatan itu berlaku objektif dan rasional. Perbuatan hormat
kepada orang tua mempunyai nilai yang baik di semua tempat dan di semua kebudayaan.
Dan semua akal manusia menerima bahwa perbuatan itu memang baik.
2.pengertian Susila dan budi pekerti
Secara etimologis kata susila berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu su dan sila. Su berarti baik,
bagus, dan sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup, atau norma. Secara terminologi, susila
adalah aturan-aturan hidup yang baik. Orang yang susila adalah yang berkelakuan baik,
sedangkan orang yang a susila adalah orang yang berkelakuan buruk. Susila biasanya
bersumber pada adat yang berkembang di masyarakat setempat tentang suatu perbuatan itu
tabu atau tidak tabu, layak atau tidak layak. Dengan demikian susila menunjuk pada arti
perilaku baik yang dilakukan seseorang.
Sementara budi pekerti merupakan kata majemuk dari kata budi dan pekerti. Kata budi
berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti sadar, yang menyadarkan, alat kesadaran. Budi
secara istilah adalah yang ada pada manusia yang berubungan dengan kesadaran yang
didorong oleh akal. Sementara, pekerti apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh
perasaan. Budi pekerti adalah perpaduan dari hasil akal dan rasa yang berwujud pada karsa
dan tingkah laku manusia.
Selanjutnya kata susila sering disempitkan artinya menjadi sopan, beradab, baik budi
bahasanya. Tidak salah memang karena susila menyangkut pula kesopanan dan keadaban
hanya saja yang termasuk ke dalam susila itu bukan hanya sopan dan beradab serta halus
tutur katanya. Itu hanya sebagian saja.

3.Pengertian Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa Arab, l yang merupakan bentuk jamak (plural) dari khuluq
(s). Secara bahasa akhlak mempunyai arti tabiat, perangai, kebiasaan, atau karakter. Menurut
kamus al-Munjid, kata akhlak mempunyai akar yang sama dengan kata khalqun (kejadian),
khaliqun (pencipta) dan makhluqun (yang diciptakan). Dalam arti bahasa akhlak sering
disinonimkan dengan moral dan
etika.
Berdasarkan arti akhlak secara bahasa, arti istilah akhlak yang dikemukakan oleh
perilaku manusia. Berikut ini adalah pengertian akhlak secara istilah dari sebagian para para
ulama juga mengacu pada masalah tabiat atau kondisi batin yang mempengaruhi
ulama:
Ahmad Amin dalam bukunya Al-Akhlak mendefinisikan akhlak sebagai kehendak yang
biasa dilakukan. Artinya segala sesuatu kehendak yang terbiasa dilakukan disebut
akhlak.Ibn Maskawih dalam kitabnya, Tahzib al-Akhlaq wa Tathirul A'raq, mendefinisikan
akhlak sebagai: "Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-
perbuatan tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan (sebelumnya)", dan Imam Ghazali
dalam kitabnya, Ihya Ulumuddin, mendefinisi akhlak sebagai: "Segala sifat yang tertanam
dalam hati, yang menimbulkan kegiatan-kegiatan dengan ringan dan mudah tanpa
memerlukan pemikiran sebagai pertimbangan."
Dari definisi-definisi tersebut di atas jelas bahwa akhlak adalah suatu keadaan yang
tertanam dalam jiwa berupa keinginan kuat yang melahirkan perbuatan- perbuatan secara
langsung dan berturut-turut tanpa memikirkan pemikiran lebih lanjut. Keadaan jiwa itu,
adakalanya merupakan sifat alami yang didorong oleh fitrah manusia untuk melakukan suatu
perbuatan atau tidak melakukannya, seperti rasa takut dan sebagainya. Selain itu, suasana
jiwa, adakalanya juga disebabkan oleh pengaruh adat istiadat yang berlaku seperti orang
yang membiasakan berkata benar secara terus menerus, maka jadilah suatu bentuk akhlak
yang tertanam dalam jiwa atau batin.
Dari beberapa definisi dan uraian singkat di atas, kita dapat mengambil dua hal
penting tentang akhlak, yaitu:
a.Akhlak berpangkal pada hati, jiwa, atau kehendak.
b. Akhlak merupakan perwujudan perbuatan sebagai kebiasaan (bukan perbuatan yang
dibuat-buat, tetapi sewajarnya)..
Dengan demikian akhlak dalam ajaran Islam merupakan perbuatan manusia sebagai ekspresi
atau ungkapan dari kondisi jiwa. Akhlak meskipun berpangkal dari jiwa tapi ia tidak
berhenti di dalam jiwa saja melainkan ternyatakan dalam perbuatan.
Untuk meraih kesempurnaan akhlak, seseorang harus melatih diri dan membiasakannya
dalam hidup sehari-hari. Seseorang harus berlatih dan membiasakan diri berpikir dan
berkehendak baik, serta membiasakan pemikiran dan kehendak baiknya itu dipraktikkan
dalam wujud perbuatan dalam hidup seharri-hari.
Dengan cara demikian seseorang akan meraih kesempurnaan akhlak, sebab akhlak
seseorang bukanlah tindakan yang direncanakan pada saat-saat tertentu saja, namun akhlak
merupakan keutuhan kehendak dan perbuatan yang melekat pada jiwa seseorang yang
tampak pada perilakunya sehari-hari.
4. Pengertian Etika
Etika secara etimologis (berdasarkan asal-usul kata) berasal dari bahasa Yunani,
ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat. Secara istilah etika adalah ilmu yang
membicarakan tentang tingkah laku manusia. Sebagian ahli yang lain mengemukakan
definisi etika sebagai teori tentang laku perbuatan manusia dipandang dari segi nilai baik
dan buruk sejauh yang dapat ditentukan akal.
Ahmad Amin, misalnya, mengartikan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan
buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan manusia, menyatakan tujuan yang harus
dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan
apa yang seharusnya diperbuat.
Soegarda Poerbakawatja, mengartikan etika sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik
buruk, serta berusaha mempelajari nilai-nilai dan juga merupakan pengetahuan tentang nilai-
nilai itu sendiri.
Dalam van Dale's Grootwoordenbooek dikemukakan etika sebagai filsafat praktis,
yakni kaidah-kaidah rasa moral, ajaran tentang filsafat rohani umumnya.
Ensiklopedi Winkler mendefinisikan etika sebagai bagian dari filsafat yang
memperkembangkan teori tentang tindakan, dalil-dalilnya dan tujuan yang diarahkan
kepada makna tindakan.
A Handbook of Christian Ethics, menyebutkan etika sebagai ilmu normatif yang
memandang manusia sebagai tenaga moral, mempertimbangkan tindakan kebiasaannya
dan karakter dengan tinjauan tentang benar dan salahnya, kecenderungannya kepadanya
yang baik dan yang buruk.
Berikutnya dalam Encyclopedia Britanica, etika dinyatakan sebagai filsafat moral,
yaitu studi yang sistematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk,
harus, benar, salah, dan sebagainya.
Selanjutnya Frankena, sebagaimana juga dikutip Ahmad Charris Zubair mengatakan
bahwa etika adalah sebagai cabang filsafat, yaitu filsafat moral atau pemikiran filsafat
tentang moralitas, problem moral, dan pertimbangan moral.

Dari definisi di atas kita dapat memahami etika dari empat sudut: objek, sumber,
fungsi, dan sifat. Pertama, dilihat dari objek pembahasannya, etika berupaya membahas
perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Perbuatan manusia itu sendiri yang menjadi objek
etika ada dua, yaitu, pertama, perbuatan-perbuatan yang timbul dari seseorang yang
melakukannya dengan sengaja dan dia sadar saat melakukannya. Kedua, perbuatan-
perbuatan yang timbul dari seseorang yang tiada kehendak, dan tidak sadar waktu dia
melakukannya, tetapi dapat diikhtiarkan perjuangannya, untuk melakukan atau tidak
melakukannya di waktu dia sadar.
Kedua, dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat.
Karena itu, etika merupakan hasil dari pergumulan akal dalam upaya memahami perbuatan
manusia dari sudut nilai baik, buruk, benar, salah, layak tidak layak, sesuai dengan
kemampuan penelitian akal manusia. Selain itu, etika dalam penyusunan teori- teorinya juga
memanfaatkan berbagai ilmu yang membahas perilaku manusia seperti ilmu antropologi,
psikologi, sosiologi, ilmu politik, ilmu ekonomi, dan sebagainya. Hal ini memungkinkan,
karena berbagai ilmu yang disebutkan itu memiliki objek pembahasan yang sama dengan
etika, yaitu perbuatan manusia.
Ketiga, dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagi penilai, penentu, dan penetap
terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut
akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina, dan sebagainya. Dengan demikian etika
lebih berperan sebagai konseptor terhadap sejumlah perilaku yang dilaksanakan oleh
manusia. Peranan etika dalam hal ini tampak sebagai wasit atau hakim, dan bukan sebagai
pemain. Ia merupakan suatu konsep atau pemikiran mengenai nilai- nilai untuk digunakan
dalam menentukan posisi atau status perbuatan yang dilakukan manusia. Etika lebih
mengacu kepada pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.
Keempat, dilihat dari segi sifatnya, etika bersifat relatif. Karena etika bersumber dari
akal sedangkan akal manusia tidak sama, maka etika yang dihasilkan oleh seseorang
bukanlah sebuah kebenaran mutlak yang wajib diikuti oleh yang lainnya. Di samping itu
karena pemikiran manusia atau apa yang dihasilkan oleh akal dipengaruhi oleh situasi dan
kondisi, maka etika bisa berubah-ubah sesuai dengan perubahan situasi dan tempat.
Dengan demikian etika merupakan sebuah ilmu pengetahuan sebagaimana ilmu- ilmu
pengetahuan lainnya seperti sosiologi, antropologi, psikologi.
Etika sebagai sebuah ilmu sama dengan ilmu akhlak, yakni kajian tentang laku
perbuatan manusia dari segi baik dan buruk, harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan
berdasarkan akal. Hanya saja, ilmu akhlak atau etika Islam tidak hanya bersumber pada akal,
melainkan pula yang terpenting adalah Al-Qur'an dan Hadits.
Jika kita perhatikan semua uraian tengtang moral, Susila, budi pekerti, ahklak, dan etika
maka kita bisa menyimpulkan bahwa dari segi fungsinya, semuanya berfungsi sebagai
pengarah atau petunjuk agar seseorang mengetahui mana perbuatan yang baik dan yang
buruk. Dengan itu manusia diharapkan, senantiasa melakukan perbuatan-perbuatan yang
baik agar terciptasebuah masyarakat dengan warganya yang baik dan sopan.
Moral dan Susila dapat bervariasi berdasarkan budaya dan tradisi tertentu, sedangkan
etika merupakab upaya untuk memahami dasar-dasar moral yang lebih umum. Budi pekerti
mencerminkan perilaku yang baik dalan masyarakat, sementara ahklak berkaitan dengan
nilai-nilai dalam konteks agama. Keseluruhan, ini adalah konsep-konsep yang membentuk
landasan etika dan moral yang membingbing perilaku manusia dalam berbagi konteks.

Anda mungkin juga menyukai