Anda di halaman 1dari 6

1. Jelaskan pengertian hukum syariat menurut isi kandungan Q.S. Al-’Ankabut/29: 45!

2. Sebutkan dan jelaskan lima macam hukum Islam!


3. Sebutkan dan jelaskan tujuh macam prinsip-prinsip umum hukum Islam!
4. Jelaskan posisi dan fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an!
5. Jelaskan perbedaan moral, susila, budi pekerti, etika, dan akhlak, dan kaitan antara
semuanya!

JAWABAN :

1. Yang di maksud dengan hukum syariat menurut para ulama adalah seperangkat aturan
yang berasal dari pembuat syariat ( Allah SWT ) yang berhubungan dengan perbuatan
manusia, yang menuntut agar dilakukan suatu perintah atau di tinggalkan suatu
larangan atau yang memberikan pilihan antara mengerjakan atau meninggalkan.
Contoh Q.S. Al-‘Ankabut/29:45

َۗ
ْ َ ‫ّٰللاُ يَ ْعلَ ُم َما ت‬
َ‫صنَعُ ْون‬ ‫ب َواَق ِِم الص َّٰلوةَ اِنَّ الص َّٰلوةَ ت َ ْن ٰهى ع َِن ا ْلفَ ْحش َۤاءِ َوا ْل ُم ْنك َِر ََۗولَ ِذ ْك ُر ه‬
‫ّٰللاِ ا َ ْكبَ ُر ََۗو ه‬ ِ ‫اُتْلُ َما ٓ ا ُ ْوحِ َي اِلَ ْيكَ ِم َن ا ْل ِك ٰت‬

Artinya : Bacalah apa yang telah di wahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab ( Al Quran ) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari ( perbuatan – perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah ( shalat ) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat – ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

2. Lima Macam-Macam Hukum :


a. Wajib.
Yang di sebut wajib adalah suatu perbuatan apabila dikerjakan seseorang maka
orang yang mengerjakannya akan mendapat pahala dan apabila perbuatan itu
ditinggalkan maka akan mendapat siksa.
b. Sunnah (mandub).
Yaitu perbuatan apabila dikerjakan maka orang yang mengerjakan akan
mendapat pahala dan apabila ditinggalkan, maka orang yang meninggalkan tersebut
tidak mendapat dosa.
c. Haram.
Adalah segala perbuatan yang apabila perbuatan itu ditinggalkan akan mendapat
pahala sementara apabila dikerjakan maka orang tersebut akan mendapat siksa.

d. Makruh.
Satu perbuatan disebut makruh apabila perbuatan tersebut ditinggalkan maka
orang yang meninggalkan mendapat pahala dan apabila dikerjakan maka orang
tersebut tidak mendapat siksa.
e. Mubah.
Yang di sebut Mubah adalah suatu perbuatan yang apabila dikerjakan orang yang
mengerjakan tidak mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.
3. tujuh macam prinsip-prinsip umum hukum Islam :

a. Prinsip pertama : Tauhid.


Prinsip ini menjelaskan bahwa seluruh manusia ada di bawah ketetapan yang sama
sebagai hamba Allah.
Berdasarkan prinsip Tauhid tersebut, maka pelaksanaan dan pengamalan hukum
Islam merupakan suatu ibadah, yaitu penghambaan manusia kepada Allah SWT.
Ibadah tersebut merupakan perwujudan pengakuan atas ke-Esaan Allah SWT.
Dengan demikian adalah suatu pelanggaran yang di nilai berat oleh Islam apabila
ada manusia yang menuhankan sesama makhluk.

b. Prinsip kedua : Keadilan.


Prinsip keadilan ini mengandung pengertian bahwa hukum Islam yang mengatur
persoalan manusia dari berbagai aspeknya harus dilandaskan kepada prinsip
keadilan yang meliputi hubungan antara individu dengan dirinya sendiri, individu
dengan manusia dan masyarakatnya serta hubungan individu dengan
lingkungannya.
Dari prinsip keadilan ini maka lahirlah kaidah dalam hukum Islam yang
menyatakan bahwa hukum islam dalam prakteknya dapat beradaptasi sesuai ruang
dan waktu. Ketika terjadi perubahan, Maka yang sulit menjadi mudah dan
kemudahan tersebut sebatas terpenuhinya kebutuhan pokok. Dari sini muncul
kaidah ``Masalah-masalah dalam hukum islam apabila telah menyempit maka
menjadi meluas, apabila masalah-masalah tersebut telah meluas maka
Kembali menyempit``.

c. Prinsip ketiga : Amar Ma`ruf Nahi Munkar.


Prinsip ketiga merupakan konsekuensi dari prinsip pertama dan kedua. Amar
Ma`ruf ini mengandung arti bahwa Hukum Islam ditegakkan untuk menjadikan
umat manusia dapat melaksanakan hal-hal yang baik dan benar sebagaimana
dikehendaki oleh Allah SWT. Sedangkan nahi munkar mengandung arti hukum
tersebut di tegakkan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang buruk yang dapat
meruntuhkan kehidupan bermasyarakat.

d. Prinsip keempat : Kemerdekaan dan Kebebasan.


Prinsip ini mengandung maksud bahwa hukum Islam tidak diterapkan berdasarkan
paksaan, akan tetapi berdasarkan penjelasan yang baik dan argumentatif yang dapat
meyakinkan. Apakah manusia pada akhirnya menolak atau menerima sepenuhnya
diserahkan kepada masing-masing individu.

e. Prinsip kelima : Persamaan.


Prinsip persamaan mengandung arti bahwa pada dasarnya semua manusia adalah
sama meskipun faktanya berbeda dalam lahiriyahnya, baik warna kulit, bahasa suku
bangsa dan lain-lain. Kesamaan tersebut, terutama dalam hal nilai kemanusiaannya.
Hukum Islam memandang perbedaan secara lahiriyah tidak menjadikan manusia
berbeda dari segi nilai kemanusiaannya.

f. Prinsip keenam : Tolong-menolong.


Prinsip ini mengajarkan bahwa sesama warga masyarakat harus saling tolong-
menolong demi tercapainya kemaslahatan bersama.

g. Prinsip ketujuh : Toleransi.


Prinsip ini mengajarkan bahwa Hukum Islam mengharuskan kepada umatnya
untuk hidup penuh dengan suasana damai dan toleran. Toleransi ini harus
menjamin tidak dilanggarnya hukum Islam dan hak umat Islam.

4. Posisi dan fungsi sunah terhadap Al-Quran terbagi Tiga macam :

1. Menguatkan (Muakkid) hukum suatu peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya


di dalam Al-Quran.
Beberapa peristiwa yang telah ditetapkan hukumnya oleh Al-Quran kemudian sunnah Nabi
SAW menguatkannya sehingga amalan tersebut ditetapkan oleh dua sumber hukum yaitu Al-
Quran dan sunnah Nabi SAW, Misalnya shalat dan zakat telah ditetapkan hukumnya didalam
Al-Quran di antaranya dalam surat Al-Baqarah/2:43.
‫صلَ ٰوةَ َوأَقِي ُموا‬
َّ ‫ٱلزك َٰوةَ َو َءات ُوا ٱل‬
َّ
Artinya : Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat.

2. Memberikan penjelasan terhadap Ayat-Ayat Al-Quran.


Memberikan penjelasan terhadap Ayat-Ayat Al-Quran antara lain dengan jalan :
a. Memberikan perincian terhadap Ayat-Ayat yang masih global, misalnya perintah
shalat yang harus dikerjakan dalam waktu-waktu tertentu, sebagaimana
diisyaratkan dalam surat An-Nisaa`/4:103.
Kandungan ayat tersebut jelas masih global, maka Nabi SAW kemudian
menjelaskan secara terinci tentang waktu-waktu shalat, syarat dan rukunnya dengan
cara praktik langsung yang kemudian beliau tegaskan dalam sabdanya sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhori: ‘’Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat
aku shalat’’.
Demikian halnya dengan perintah-perintah ibadah yang lainnya seperti Zakat, Haji
dan Lain-lain.
b. Membatasi kemutlakannya : yang di maksud adalah ayat-ayat yang masih bersifat
mutlak, tetapi kemudian Rasul SAW membatasi kemutlakan ayat tersebut.
Contohnya adalah ketika seorang sudah merasa dekat waktu ajalnya kemudian
membuat wasiat terkait dengan hartanya, maka Al-Quran tidak memberikan
batasan, sepertinya berapapun boleh. Namun kemudian Nabi membatasi bahwa
wasiat di perbolehkan minimal 1/3 dari harta yang akan di tinggalkan. Inipun
dengan catatan bahwa wasiat yang berkaitan dengan harta tidak diperuntukan
kepada keluarga yang secara syariat memang berhak menerima harta waris.
Diantara ayat yang memperbolehkan berwasiat adalah An-Nisa`/4:12, sedangkan
hadits yang membatasi kadar wasiat tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan
Imam Muslim yang bersumber dari sahabat Sa`ad bin Abi Waqqas,r.a.
c. Mengkhususkan atas ayat yang masih bersifat umum : beberapa ketentuan dalam
Al-Quran masih sangat bersifat umum, kemudian Nabi SAW mengkhususkan
(mentakhsis) atas ketentuan tersebut. Misalnya Al-Quran mengharamkan bangkai
dan darah. Seperti dijelaskan ayat 3 surat Al-Maai’dah.

َ ُ ‫َوال َّد ُم ال َميت َة‬


‫علَيكُ ُم ُح ِر َمت‬

Artinya, Diharamkan bagimu (memakan) bangkai dan darah....

Ternyata kemudian Rasulullah SAW mengkhususkan atau mengecualikan atas


bangkai ikan laut dan belalang serta hati dan limpa yang termasuk kategori darah.
Seperti yang diriwayatkan oleh Ibn Majah : ``Dihalalkan bagi kami dua macam
bangkai dan dua macam bangkai itu adalah bangkai binatang laut dan belalang. Dan
dua macam darah itu adalah hati dan limpa’’.

3. Menciptakan Hukum Baru yang Tidak Terdapat Dalam Al-Quran.


Tentang point ini cukup banyak contoh yang dapat dikemukakan, di antaranya
adalah Nabi SAW menetapkan keharaman binatang buas yang bertaring kuat dan
juga burung yang berkuku kuat, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Muslim
yang bersumber dari sahabat Ibn `Abbas.
Hukum-hukum yang ditetapkan Rasulullah SAW secara mandiri tersebut meskipun
bersumber dari ijtihad beliau namun harus diyakini bahwa hal tersebut pasti
kebenarannya. Karena Nabi SAW terpelihara dari berbuat salah (ma’shum) yang
mengandung arti apabila ada ketetapan-ketetapan hukum agama yang menurut
pandangan Allah salah maka akan turun ayat yang menegurnya. Penegasan bahwa
apa yang disampaikan oleh Nabi SAW pada hakikatnya adalah wahyu di jelaskan
dalam surat An-Najm/53:3-4.

ُ ‫ ۡال َه ٰوى ع َِن يَ ۡن ِط‬٣ ‫ يُّ ۡو ٰحى َو ۡحى ا َِّّل ه َُو ا ِۡن‬٤
‫ق َو َما‬

Artinya : Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya.
Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

Karena semua pada hakikatnya adalah bersumber dari Allah maka mustahil kalau
apa yang beliau sampaikan itu bertetentangan dengan Al-Quran. Namun demikian
sebagai manusia ada perbuatan-perbuatan yang tidak masuk kategori perbuatan
hukum (syara’) dalam hal ini tidak wajib dijadikan landasan hukum dalam agama.

5. Perbedaan moral, susila, budi pekerti, etika, dan akhlak, dan kaitan antara semuanya
Pemahaman konsep-konsep moral, susila, budi pekerti, etika, dan akhlak adalah
landasan penting dalam membahas nilai-nilai dan perilaku manusia di berbagai budaya
dan masyarakat. Meskipun seringkali digunakan secara bergantian, setiap konsep
memiliki makna dan nuansa khusus yang berkaitan dengan budaya dan nilai-nilai yang
melingkupinya.
Dalam konteks Indonesia, istilah seperti susila dan budi pekerti menjadi penting dalam
menggambarkan norma-norma sosial yang dijunjung tinggi dalam masyarakat.
Sementara itu, etika dan moral merupakan prinsip-prinsip yang melandasi perilaku
manusia dalam berbagai aspek kehidupan.
Perbedaan dan kaitan antara konsep-konsep ini menciptakan kerangka kerja kompleks
untuk memahami nilai-nilai dan perilaku manusia.

Sementara moral dan etika sering kali didasarkan pada pemikiran rasional dan analisis filosofis,
susila dan budi pekerti berkaitan erat dengan norma-norma budaya dan tradisi yang melekat
dalam masyarakat.

Sementara itu, akhlak merujuk pada pandangan moral yang didasarkan pada ajaran agama
tertentu, dengan fokus pada kepatuhan pada nilai-nilai agama yang diakui. Dalam masyarakat
yang beragam seperti Indonesia, pemahaman yang mendalam tentang konsep-konsep ini
penting untuk memahami keragaman nilai dan etika yang membentuk perilaku manusia.
Moral, susila, budi pekerti, etika, dan akhlak adalah konsep-konsep yang berkaitan dengan
perilaku dan nilai-nilai yang mengatur tindakan individu dalam berbagai budaya dan
masyarakat. Meskipun seringkali digunakan secara bergantian, terdapat perbedaan dan nuansa
khusus antara konsep-konsep ini. Dalam bahasa Indonesia, beberapa dari konsep-konsep ini
dapat memiliki pengertian yang serupa, namun dalam konteks yang lebih luas dan dalam
bahasa lain, perbedaan ini mungkin lebih jelas.

1. Moral

Moral adalah seperangkat prinsip atau aturan yang mengatur tindakan dan perilaku individu.
Moral biasanya didasarkan pada nilai-nilai yang diterima dalam masyarakat dan seringkali
memiliki akar dalam agama, budaya, atau filsafat. Moral mencakup konsep benar dan salah,
serta mengarahkan individu untuk bertindak sesuai dengan standar moral yang berlaku dalam
masyarakat. Perbedaan moral dapat muncul antara budaya, agama, dan individu.

2. Susila

Istilah "susila" lebih umum digunakan dalam budaya Indonesia dan merujuk pada etika atau
moral.

Susila melibatkan pandangan tentang perilaku yang baik dan benar sesuai dengan budaya dan
norma yang berlaku di Indonesia.

Nilai-nilai susila dapat mencakup kesopanan, rasa hormat, dan perilaku yang dianggap baik
dalam masyarakat.

3. Budi Pekerti

Budi pekerti adalah konsep yang mirip dengan etika dan moral, dan juga digunakan dalam
konteks budaya Indonesia.

Ini mencakup kualitas kepribadian dan perilaku yang dianggap baik dan dihargai dalam
masyarakat.
Budi pekerti sering melibatkan sikap seperti sopan santun, kesetiaan, dan kemurahan hati.

4. Etika

Etika adalah studi tentang apa yang dianggap baik dan benar dalam konteks perilaku manusia.

Ini mencakup analisis rasional tentang apa yang seharusnya dilakukan dan mengapa.

Etika sering berhubungan dengan pemikiran filosofis dan penelitian tentang prinsip-prinsip
moral yang mendasari tindakan manusia.

5. Akhlak

Akhlak adalah istilah dalam bahasa Arab yang sering digunakan dalam konteks Islam, tetapi
juga bisa merujuk pada moralitas dalam konteks yang lebih luas.

Ini mencakup prinsip-prinsip dan tindakan yang sesuai dengan keyakinan agama dan norma
moral yang diakui dalam Islam.

Konsep akhlak sering melibatkan kepatuhan pada Allah, keadilan sosial, dan pertimbangan etis
dalam setiap tindakan.

Kaitan antara semua konsep ini adalah mereka semua mengacu pada nilai-nilai, prinsip-prinsip,
dan norma yang mengatur perilaku manusia.

Mereka berusaha untuk membimbing individu dalam menjalani kehidupan yang baik, baik
dalam konteks sosial, budaya, maupun agama.

Perbedaan terletak pada latar belakang budaya, agama, atau filosofi di mana konsep ini
berkembang, serta fokusnya yang berbeda dalam aspek-aspek etika, moral, atau perilaku yang
dianggap penting dalam masing-masing kerangka kerja konsep tersebut.

Dalam masyarakat yang beragam seperti Indonesia, konsep-konsep ini dapat saling terkait dan
saling memengaruhi, menciptakan kerangka kerja yang kompleks untuk memahami dan
mengatur perilaku manusia.

Anda mungkin juga menyukai