Anda di halaman 1dari 7

TUGAS PENGANGTAR AKUNTANSI

TUGAS ke-II

NIM : 050615443
Nama Lengkap : Muhamad Andika
Prodi : Akuntansi
Semester :I
No HP/WA : 085819157228

UNIVERSITAS TERBUKA
UPBJJ JAKARTA…..
TAHUN 2023
1. Ayat yang dimaksud adalah ayat ke-45 dari Surah Al-'Ankabut dalam Al-Qur'an. Ayat ini berbunyi:َ
‫نُوَع ْنَص ت َامُ َم ْلَع يَُ لَٱلوۗ ُ َر ْبَك أَِ لٱل ُ ْر ِكَذَلوۗ ِ َر كُنْم َٱلوِٓ ءاَ ْش َح ْفٱل ِ َنع ٰ َىْهَنتَ ٰة َو َللصٱل َ لِنإۖ َ ٰة َو َللصٱلِ ِم َقَأو ِ َٰب ِتْك ٱل َ ِنم َ ْك َيإِل َ ِىحُو أ َام ُ ْلتٱ‬
"Bacalah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al-Qur'an), dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah
yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan."
Ayat ini memberikan pengertian tentang hukum syariat dalam Islam.
Hukum syariat adalah aturan-aturan yang ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur'an dan Sunnah
Nabi Muhammad SAW.
Hukum syariat mencakup segala aspek kehidupan, baik yang berkaitan dengan ibadah maupun
muamalah (hubungan antarmanusia).
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan umat Islam untuk membaca Al-Qur'an dan mendirikan
shalat.
Shalat merupakan salah satu ibadah yang paling penting dalam Islam.Selain itu, Allah
menjelaskan bahwa shalat memiliki manfaat yang besar, yaitu mencegah dari perbuatan-
perbuatan keji dan mungkar.
Shalat juga merupakan bentuk pengingat kepada Allah yang memiliki keutamaan yang lebih
besar dibandingkan dengan ibadah-ibadah lainnya.
Dengan demikian, pengertian hukum syariat me ehnurut isi kandungan ayat ini adalah aturan-
aturan yang ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW,
termasuk kewajiban membaca Al-Qur'an dan mendirikan shalat sebagai bentuk ibadah yang
mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar.
2. 5 Hukum dalam Islam dan contohnya :
1. Wajib
Merupakan suatu perintah yang harus dikerjakan, di mana orang yang meninggalkannya akan
mendapat dosa.
Hukum wajib terbagi menjadi empat jenis berdasarkan bentuk kewajibannya, yakni kewajiban
waktu pelaksanaannya, kewajiban bagi orang melaksanakannya, kewajiban bagi ukuran atau
kadar pelaksanaannya, dan kandungan kewajiban perintahnya.
• Waktu pelaksanaannya :
- Wajib muthlaq, wajib yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya. Seperti, meng-qadha
puasa Ramadan yang tertinggal atau membayar kafarah sumpah.
- Wajib muaqqad, wajib yang pelaksanaannya ditentukan dalam waktu tertentu dan tidak sah
dilakukan di luar waktu yang ditentukan.
•Orang yang melaksanakannya
- Wajib aini, kewajiban secara pribadi yang tidak mungkin dilakukan atau diwakilkan orang lain.
Misalnya, puasa dan salat.
- Wajib kafa'i atau kifayah, kewajiban bersifat kelompok apabila tidak seorang pun
melakukannya maka berdosa semuanya dan jika beberapa melakukannya maka gugur
kewajibannya. Contohnya, sholat jenazah.
• Ukuran atau kadar pelaksanaannya
- Wajib muhaddad, kewajiban yang harus sesuai dengan kadar yang sesuai ketentuan,
contohnya zakat.
- Wajib ghairu muhaddad, kewajiban yang tidak ditentukan kadarnya, misalnya menafkahi
kerabat.
• Kewajiban perintahnya
- Wajib mu'ayyan, kewajiban yang telah ditentukan dan tidak ada pilihan lain. Contohnya,
membayar zakat dan salat lima waktu.
- Wajib mukhayyar, kewajiban yang objeknya boleh dipilih antara beberapa alternatif. Seperti,
kafarat pelanggaran sumpah.
2. Sunah.
Orang yang melaksanakan berhak mendapat ganjaran (pahala), namun tidak akan dosa bila
ditinggalkan. Pembagian hukum sunnah berdasarkan tuntutan untuk melakukannya di
antaranya,
- Sunah muakkad adalah perbuatan yang selalu dilakukan oleh nabi, di samping ada keterangan
yang menunjukkan bahwa perbuatan itu bukanlah sesuatu yang fardhu. Contohnya, sholat witir.
- Sunah ghairu mu'akad adalah sunnah yang dilakukan oleh nabi, tetapi tidak tidak dilazimkan
untuk berbuat demikian. Contohnya, sunah 4 rakat sebelum dzuhur dan sebelum ashar.
3. Makruh.
Makruh secara bahasa artinya mubghadh (yang dibenci). Jumhur ulama mendefinisikan makruh
sebagai larangan terhadap suatu perbuatan. Namun, larangan tidak bersifat pasti, lantaran tidak
ada dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan tersebut. Artinya, orang yang meninggalkan
larangan tersebut akan mendapat ganjaran berupa pahala. Sebaliknya, orang tersebut tidak
akan mendapat apa-apa bila tidak meninggalkannya. Para ulama membagi makruh ke dalam dua
bagian, yakni:
- Makruh tahrim adalah sesuatu yang dilarang oleh syariat secara pasti. Contohnya larangan
memakai perhiasan emas bagi laki-laki.
- Makruh tanzih adalah sesuatu yang diajurkan oleh syariat untuk meninggalkannya, tetapi
larangan tidak bersifat pasti. Contohnya memakan daging kuda saat sangat butuh waktu perang.
4. Mubah
Hukum mubah memberikan pilihan bagi seseorang untuk mengerjakan atau meninggalkannya.
Bila dikerjakan, orang tersebut tidak dijanjikan ganjaran pahala. Tetapi, tidak pula dilarang
dalam mengerjakannya. Artinya jika sesuatu bersifat mubah, maka tidak ada pahala atau dosa
jika dilakukan. Ulama ushul fiqih membagi mubah dalam tiga jenis, di antaranya:
- Tidak mengandung mudharat (bahaya) apabila dilakukan atau tidak. Contohnya, makan,
minum, dan berpakaian
- Tidak ada mudharat bila dilakukan, sementara perbuatan itu pada dasarnya diharamkan.
Misalnya, makan daging babi saat keadaan darurat.
- Sesuatu yang pada dasarnya bersifat mudharat, tetapi Allah SWT memaafkan pelakunya.
Contoh, mengerjakan pekerjaan haram sebelum Islam.
5. Haram. Secara terminologi, haram adalah sesuatu yang dilarang Allah SWT dan rasulNya.
Orang yang melanggar mendapat dosa, sementara orang yang meninggalkannya dijanjikan
pahala. Menurut madzhab hanafi, hukum haram harus didasarkan dalil qathi yang tidak
mengandung keraguan sedikitpun. Sehingga kita tidak mempermudah dalam menetapkan
hukum haram. Ada beberapa jenis haram yang dikelompokkan oleh jumhur ulama, yaitu:
- Al Muharram li dzatihi, sesuatu yang diharamkan oleh syariat karena esensinya mengandung
kemadharatan bagi kehidupan manusia. Contoh makan bangkai, minum khamr, berzina.
- Al Muharram li ghairihi, sesuatu yang dilarang bukan karena kandungannya, tetapi karena
faktor eksternal. Misalnya, jual beli barang secara riba.
Sumber : badilag.mahkamahagung.go.id

3. Dikutip dari buku Ijtihad Maqasidi oleh


A. Halil Thahir (2015), 7 macam prinsip-prinsip hukum Islam yang dijadikan pokok seseorang
dalam berpikir, bertindah, dan sebagai berikut.
 Prinsip Tauhid.
Prinsip ini menegaskan bahwa seluruh bangunan hukum Islam adalah bermuara pada
mengesakan Tuhan, yaitu Allah SWT. Dengan prinsip tauhid, pelaksanaan suatu hukum akan
bermakana sebagai ibadah.
Allah SWT berfirman “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami
menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan
Tuhan)",” (QS. Al-A’raf: 172)
 Prinsip Keadilan.
Prinsip keadilan memiliki makna bahwa hukum Islam yang mengatur persoalan manusia dari
berbagai aspek harus dilandaskan pada keadilan yang meliputi hubungan antara dirinya sendiri,
masyarakat, maupun dengan Allah SWT.
Allah SWT berfirman “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang
selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-
kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Maidah: 8)
 Prinsip Amar Makruf Nahi Munkar.
Amar makruf nahi munkar memiliki arti hukum Islam yang ditegakkan untuk menjadikan
manusia dapat melaksanakan hal-hal secara baik dan benar sesuai yang dikehendaki Allah SWT
sehingga tidak terjadi keburukan dalam kehidupan bermasyarakat.
Seperti dalam firman Allah SWT,“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada
yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
 Prinsip al-Hurriyah (Kemerdekaan dan Kebebasan).
Prinsip ini mengandung makna bahwa hukum Islam tidak ada paksaan. Artinya, manusia dapat
menolak dan menerima hukum Islam namun tetap harus bertanggung jawab akan
keputusannya. Allah SWT berfirman “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa
yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256)
 Prinsip Musawah (Persamaan).
Hukum dalam agama Islam tidak membedakan derajat, suku, ataupun fisik dengan manusia
lainnya. Semua manusia di hadapan Allah SWT adalah sama. Adapun yang membedakannya
adalah ketakwaan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah ayat, “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat:
13)
 Prinsip Al-Ta’awun (Tolong Menolong) dan Al-Shura (Musyawarah).
Prisip ini menjelaskan dalam menjalani hidup ini, sesama manusia hendaknya saling
tolongmenolong, saling bahu-membahu baik dalam ranah sosial, hukum, dan lainnya. Dalam
melakukan ijtihad (penggalian hukum Islam), sebaiknya dilakukan secara jama'i (kolektif) dengan
melibatkan setiap pihak yang kompeten dalam bidangnya, serta bidang-bidang yang ada
keterkaitan dengan permasalhan yang akan dikaji status hukumnya. Allah SWT berfirman “Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-
menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)
 Prinsip Al-Tasamuh (Toleransi).
Prinsip toleransi menegaskan bahwa pebedaan pandangan dalam melihat sebuah hukum,
karena perbedaan teori, metode dan pendekatan yang dipakai dalam penggalian hukum Islam
hendaknya masing-masing berlapang dada menerimanya sebagai keniscayaan dalam realitas
kehidupan yang plural.
Allah SWT berfirman َ“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan
berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang
yang mendapat siksa yang berat.” (QS. Ali Imran: 105)
Sumber : - www.pembelajaranmu.com - Wargamasyarakat.org

4. Sunnah, dalam konteks Islam, merujuk pada ajaran, perilaku, dan contoh-contoh hidup
NabiMuhammad SAW yang dicatat oleh para sahabatnya dan kemudian disusun dalam koleksi
hadis.
Sunnah memiliki posisi yang penting dan krusial dalam memahami dan menafsirkan Al-Qur'an,
kitab suci umat Islam. Fungsi-fungsi sunnah terhadap Al-Qur'an meliputi penerangan,
penjelasan, dan implementasi ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Al-Qur'an. Berikut ini
adalah penjelasan lebih rinci mengenai posisi dan fungsi sunnah terhadap Al-Qur'an:
1. Penjelasan dan Tafsir Al-Qur'an. Sunnah memberikan penjelasan dan tafsir yang mendalam
terhadap ayat-ayat Al-Qur'an. Sunnah seringkali memberikan konteks historis dan
kontekstual yang diperlukan untuk memahami makna sebenarnya dari ayat-ayat Al-Qur'an.
Contoh-contoh dari kehidupan Nabi Muhammad SAW sering kali memberikan ilustrasi
langsung tentang bagaimana ajaran-ajaran Al-Qur'an harus diimplementasikan dalam
kehidupan seharihari.
2. Pelengkapan Hukum dan Praktik Keagamaan. Sunnah melengkapi ajaran-ajaran Al-Qur'an
dalam hal hukum dan praktik keagamaan. Banyak aspek hukum Islam dan praktik ibadah
yang tidak secara eksplisit dijelaskan dalam Al-Qur'an, tetapi diterangkan melalui hadis-
hadis dan contoh-contoh dari kehidupan Nabi Muhammad SAW. Sunnah memberikan
landasan penting bagi pengembangan fiqih (hukum Islam) dan tata cara ibadah yang diikuti
oleh umat Islam.
3. Model Perilaku dan Etika. Sunnah menawarkan model perilaku dan etika yang dijadikan
teladan bagi umat Muslim. Kehidupan Nabi Muhammad SAW mencerminkan prinsip-prinsip
etika, moralitas, dan akhlak yang merupakan bagian penting dari ajaran Islam. Contoh-
contoh kesabaran, kejujuran, keadilan, kasih sayang, dan keramahan yang ditunjukkan oleh
Nabi Muhammad SAW memberikan panduan konkret bagi umat Muslim dalam
mengembangkan karakter yang baik dan bertanggung jawab.
4. Pengklarifikasi dan Pembantahan Pemahaman Salah.Sunnah juga berfungsi sebagai alat
untuk mengklarifikasi dan membantah pemahaman yang salah atau keliru terhadap ajaran
Al-Qur'an. Dalam beberapa kasus, terdapat interpretasi atau pemahaman yang salah
terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang dapat diselesaikan melalui referensi kepada sunnah yang
benar. Hal ini membantu dalam menghindari kesalahpahaman dan penyelewengan
terhadap ajaran Islam yang benar.

5. Penerapan Nilai-nilai Kemanusiaan dan Keadilan Sosial. Sunnah menekankan nilai-nilai


kemanusiaan, keadilan sosial, dan kasih sayang yang ditegaskan dalam Al-Qur'an. Ajaran-
ajaran Nabi Muhammad SAW tentang kepedulian terhadap kaum miskin, perlindungan
terhadap hak-hak perempuan, dan penegakan keadilan sosial memberikan landasan penting
dalam upaya membangun masyarakat yang adil dan berkeadilan.
6. Pengembangan Spiritualitas dan Ketaqwaan. Sunnah juga berfungsi sebagai sumber
inspirasi dan motivasi dalam pengembangan spiritualitas dan ketaqwaan. Kehidupan Nabi
Muhammad SAW yang penuh kesalehan, pengabdian kepada Allah, dan ketekunan dalam
beribadah memberikan contoh yang kuat bagi umat Muslim dalam memperdalam hubungan
spiritual mereka dengan Tuhan. Dengan memahami posisi dan fungsi sunnah terhadap Al-
Qur'an, umat Muslim dapat mengintegrasikan ajaran-ajaran Islam secara holistik dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Penafsiran Al-Qur'an yang berlandaskan pada sunnah
membantu dalam memperluas pemahaman dan penerapan ajaran agama secara lebih luas
dan menyeluruh.
7. Pengembangan Sistem Sosial dan Politik. Sunnah memiliki peran penting dalam
pengembangan sistem sosial dan politik dalam masyarakat Muslim. Ajaran-ajaran Nabi
Muhammad SAW tentang pemerintahan yang adil, partisipasi aktif dalam urusan publik, dan
penegakan hukum yang adil menjadi landasan bagi pembentukan sistem politik dan sosial
yang berdasarkan prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.
8. 8. Pembangunan Hubungan Antarumat Beragama. Sunnah mempromosikan nilai-nilai
toleransi, pengertian, dan kerjasama antarumat beragama. Kehidupan Nabi Muhammad
SAW menunjukkan sikap penghormatan terhadap agama-agama lain dan menekankan
pentingnya membangun hubungan yang harmonis dan saling menghormati antara umat
Muslim dan umat beragama lain.
9. 9. Peningkatan Ilmu Pengetahuan dan Pendidikan.Sunnah mendorong pengembangan ilmu
pengetahuan dan pendidikan dalam masyarakat Muslim. Nabi Muhammad SAW mendorong
umatnya untuk mencari ilmu pengetahuan dan pengetahuan yang bermanfaat, serta
menekankan pentingnya pendidikan sebagai sarana untuk mengembangkan masyarakat
yang berkualitas dan berdaya saing.
10. Pembentukan Identitas Umat Islam.
Sunnah membentuk identitas kolektif umat Islam dan mengukuhkan persatuan di antara
mereka. Contoh-contoh dari kehidupan Nabi Muhammad SAW memberikan landasan yang
kuat bagi umat Muslim untuk menyatukan pandangan dan prinsip-prinsip yang sama, serta
membentuk identitas yang kuat sebagai umat yang berpegang teguh pada ajaran agama
Islam.
11. Pemberdayaan Perempuan dan Pencapaian Kesetaraan Gender.
Sunnah menunjukkan perlakuan yang adil dan setara terhadap perempuan, serta
mendorong pemberdayaan perempuan dalam masyarakat Muslim.
Ajaran-ajaran Nabi Muhammad SAW tentang hak-hak perempuan, perlindungan terhadap
perempuan, dan penghargaan terhadap peran perempuan dalam masyarakat memberikan
landasan yang kuat bagi pembangunan kesetaraan gender dalam masyarakat Islam. Dengan
memahami peran dan fungsi yang penting dari sunnah terhadap Al-Qur'an, umat Muslim
dapat mengintegrasikan ajaran Islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek kehidupan
mereka, baik dalam hal agama, sosial, politik, maupun budaya.
Sunnah bukan hanya merupakan koleksi hadis, tetapi juga merupakan panduan yang
penting dalam membentuk masyarakat yang adil, berakhlak, dan berkualitas.
Sumber : - 3. Al-Bukhari, M. I. (1997). Sahih Al-Bukhari: The Translation of the Meanings of
Sahih AlBukhari. Darussalam. - journal.iainkudu.ac.id

5. Ketika kita berbicara tentang perilaku manusia dan nilai-nilai yang mengatur interaksi mereka
dengan lingkungan sekitar, seringkali muncul konsep-konsep seperti moral, susila, budi pekerti,
etika, dan akhlak.

Namun, ada beberapa perbedaan di antara ini?


- Moral: Aturan Universal.
Moral merujuk pada aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang mengatur perilaku manusia dalam
masyarakat. Ini adalah seperangkat norma yang bersifat universal, yang berlaku untuk semua
individu tanpa terkecuali.
Moral adalah pedoman yang membimbing individu dalam membuat keputusan yang tepat, yang
sesuai dengan nilai-nilai etika yang diakui secara luas. Moral menggarisbawahi perbedaan antara
tindakan yang dianggap baik dan tindakan yang dianggap buruk.
Misalnya, hampir di semua masyarakat, membunuh dengan sengaja dianggap sebagai tindakan
yang amoral. Ini adalah prinsip dasar yang diakui secara universal dan tidak boleh dilanggar.
- Susila: Nilai-nilai Lokal dan Budaya.
Susila, di sisi lain, lebih berkaitan dengan nilai-nilai lokal dan budaya suatu masyarakat. Ini
mencakup prinsip-prinsip seperti kejujuran, kesopanan, tanggung jawab, dan norma-norma sosial
yang menjadi pedoman dalam interaksi sehari-hari. Susila bisa bervariasi dari satu kawasan ke
kawasan lain, tergantung pada budaya, adat istiadat, dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat
tersebut. Sebagai contoh, konsep susila dalam satu masyarakat bisa mencakup adatistiadat
tertentu seperti cara berpakaian atau cara berbicara, yang mungkin tidak berlaku di masyarakat
lain. Oleh karena itu, susila adalah nilai-nilai yang lebih lokal dan terkait dengan budaya spesifik.
- Budi Pekerti: Pendidikan Karakter.
Budi pekerti adalah istilah yang umumnya digunakan dalam konteks pendidikan karakter. Ini
mengacu pada perilaku yang baik, sopan santun, dan etika dalam pergaulan sehari-hari. Budi
pekerti mendorong individu untuk berperilaku dengan baik, menjaga etika, dan menunjukkan
sopan santun dalam berbagai situasi. Pendidikan budi pekerti sangat penting dalam
pembentukan karakter individu. Ini membantu mengajar individu bagaimana berinteraksi dengan
sesama manusia dengan baik dan bagaimana menjalani kehidupan yang bermakna.
- Etika: Pemikiran Kritis tentang Benar dan Salah.
Etika melibatkan pemikiran kritis tentang apa yang dianggap benar atau salah dalam tindakan
manusia. Ini mencakup pertimbangan moral dan prinsip-prinsip yang mendasari tindakan
individu. Etika seringkali digunakan dalam konteks budaya tertentu, dan pemahaman tentang
etika dapat bervariasi dari satu masyarakat ke masyarakat lain.
Pemikiran etis membantu individu dalam membuat keputusan yang sesuai dengan nilai-nilai
moral yang dianut oleh masyarakat mereka. Ini adalah proses refleksi yang mendalam tentang
implikasi moral dari tindakan-tindakan tertentu
- Akhlak: Perilaku dalam Hubungan dengan Tuhan, Sesama Manusia, dan Lingkungan.
Akhlak merujuk pada perilaku manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia, dan
lingkungan sekitarnya.
Ini mencakup aspek-aspek moral yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan entitas ilahi,
perilaku mereka terhadap sesama manusia, dan bagaimana mereka berinteraksi dengan
lingkungan alam. Akhlak memainkan peran penting dalam banyak aspek kehidupan, termasuk
agama, etika sosial, dan pelestarian lingkungan. Ini menyoroti betapa pentingnya individu untuk
menjaga keseimbangan dalam hubungannya dengan lingkungan dan dengan sesama manusia. -
Kaitan Antara Moral, Susila, Budi Pekerti, Etika, dan Akhlak.Terkaitnya konsep-konsep ini adalah
hal yang sangat penting.
Mereka membentuk dasar perilaku manusia dalam masyarakat dan memengaruhi bagaimana
individu berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka. Mari kita lihat beberapa kaitan penting di
antara mereka:
•Moral dan etika melibatkan pemikiran kritis tentang apa yang benar atau salah. Moral
menekankan pedoman universal, sementara etika seringkali digunakan dalam konteks budaya
tertentu. Keduanya saling terkait dalam membentuk pandangan individu tentang tindakan yang
sesuai.
• Susila dan budi pekerti, meskipun bersifat lokal dan lebih terkait dengan nilai-nilai budaya, juga
memengaruhi perilaku individu. Susila mencakup prinsip-prinsip seperti kejujuran dan
kesopanan, yang merupakan bagian penting dari budi pekerti. Budi pekerti adalah upaya untuk
mengajarkan dan mendorong perilaku yang baik dalam pergaulan sehari-hari.
• Akhlak mencakup dimensi spiritual dan hubungan dengan lingkungan. Ini menggambarkan
bagaimana perilaku manusia berdampak pada hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia,
dan lingkungan. Prinsip-prinsip akhlak mencakup elemen-elemen moral dan etika yang menjadi
dasar bagi tindakan individu dalam berbagai konteks.
Dalam rangka untuk memiliki masyarakat yang seimbang dan berkelanjutan, penting untuk
memahami kaitan antara moral, susila, budi pekerti, etika, dan akhlak. Kedua konsep ini saling
melengkapi dan bekerja bersama-sama untuk membentuk dasar perilaku manusia.
Moral dan etika memberikan pedoman universal, sementara susila dan budi pekerti menciptakan
normanorma sosial dan etika yang diterapkan dalam konteks budaya tertentu.
Akhlak, sementara itu, menyoroti hubungan individu dengan alam semesta dan sesama manusia.
Sebagai individu dan masyarakat, pemahaman yang baik tentang perbedaan di antara
konsepkonsep ini dapat membantu kita membuat keputusan yang lebih bijak, menjalani yang
bermakna, dan menjaga keseimbangan dalam hubungan dengan dunia di sekitar kita.
Selain itu, ini juga membantu kita menjaga moralitas, etika, dan nilai-nilai positif dalam interaksi
sehari-hari kita. Perbedaan antara moral, susila, budi pekerti, etika, dan akhlak dapat terlihat
jelas ketika kita memahami karakteristik unik masing-masing konsep.
Moral adalah pedoman universal, etika adalah pemikiran kritis tentang benar dan salah, susila
adalah nilai-nilai lokal, budi pekerti adalah pendidikan karakter, dan akhlak adalah perilaku dalam
hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan lingkungan. Ketika semua konsep ini
digabungkan, mereka membentuk kerangka kerja yang kompleks untuk perilaku manusia.
Mereka saling terkait dan bekerja bersama-sama untuk membentuk pandangan individu tentang
tindakan yang sesuai dan memandu interaksi manusia dalam masyarakat. Dengan pemahaman
yang lebih baik tentang perbedaan dan kaitan antara konsepkonsep ini, kita dapat mengambil
langkah-langkah untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai yang kita anut dan berkontribusi pada
masyarakat yang lebih baik. Sumber : - an-nur.ac.id - idr.uin-antasari.ac.id

Anda mungkin juga menyukai