Anda di halaman 1dari 9

Nama : Isnaini Dinda Hani Utami

NIM : 858102311
Kelas :A
Mapel : Pendidikan Agama Islam

SOAL

1. Jelaskan pengertian hukum syariat menurut isi kandungan Q.S.


Al-’Ankabut/29: 45!
2. Sebutkan dan jelaskan lima macam hukum Islam!
3. Sebutkan dan jelaskan tujuh macam prinsip-prinsip umum hukum Islam!
4. Jelaskan posisi dan fungsi sunnah terhadap Al-Qur’an!
5. Jelaskan perbedaan moral, susila, budi pekerti, etika, dan akhlak, dan
kaitan antara semuanya!

JAWABAN

6. Pengertian hukum syariat


menurut isi kandungan Al-
Quran Surah Al-Ankabut ayat
45 bahwa
7. hukum syariat yang berisi
hukum dan aturan dalam
menjalani kehidupan di dunia
ini,
8. merupakan panduan yang
menyeluruh untuk mengatasi
permasalahan yang ada harus
9. Pengertian hukum syariat
menurut isi kandungan Al-
Quran Surah Al-Ankabut ayat
45 bahwa
10. hukum syariat yang berisi
hukum dan aturan dalam
menjalani kehidupan di dunia
ini,
11. merupakan panduan yang
menyeluruh untuk mengatasi
permasalahan yang ada harus
12. Pengertian hukum syariat
menurut isi kandungan Al-
Quran Surah Al-Ankabut ayat
45 bahwa
13. hukum syariat yang berisi
hukum dan aturan dalam
menjalani kehidupan di dunia
ini,
14. merupakan panduan yang
menyeluruh untuk mengatasi
permasalahan yang ada harus
15. Pengertian hukum syariat
menurut isi kandungan Al-
Quran Surah Al-Ankabut ayat
45 bahwa
16. hukum syariat yang berisi
hukum dan aturan dalam
menjalani kehidupan di dunia
ini,
17. merupakan panduan yang
menyeluruh untuk mengatasi
permasalahan yang ada harus
1. Pengertian hukum syariat menurut isi kandungan Al-Quran surah Al-Ankabut ayat 45
bahwa hukum syariat yang berisi hukum dan aturan dalam menjalani kehidupan di dunia
ini, merupakan panduan yang menyeluruh untuk mengatasi permasalahan yang ada harus
mengikuti aturan yang ada dalam kitab Al-Quran dan perintah untuk melaksanakan sholat
untuk mencegah dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, dan mungkar yang dilarang
oleh agama karena saat kita sholat berarti kita mengingat Allah Swt dan diharapkan kita
memerhatikan apa yang kita lakukan karena Allah Swt melihat kita

2. Lima Hukum dalam Islam dan contohnya :

1. Wajib
Merupakan suatu perintah yang harus dikerjakan, di mana orang yang
meninggalkannya akan mendapat dosa. Hukum wajib terbagi menjadi empat jenis
berdasarkan bentuk kewajibannya, yakni kewajiban waktu pelaksanaannya, kewajiban
bagi orang melaksanakannya, kewajiban bagi ukuran atau kadar pelaksanaannya, dan
kandungan kewajiban perintahnya.
 Waktu pelaksanaannya
Wajib muthlaq, wajib yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya. Seperti,
meng-qadha puasa Ramadan yang tertinggal atau membayar kafarah sumpah.
Wajib muaqqad, wajib yang pelaksanaannya ditentukan dalam waktu tertentu
dan tidak sah dilakukan di luar waktu yang ditentukan.
 Orang yang melaksanakannya
Wajib aini, kewajiban secara pribadi yang tidak mungkin dilakukan atau
diwakilkan orang lain. Misalnya, puasa dan salat.
Wajib kafa'i atau kifayah, kewajiban bersifat kelompok apabila tidak seorang
pun melakukannya maka berdosa semuanya dan jika beberapa melakukannya
maka gugur kewajibannya. Contohnya, sholat jenazah.
 Ukuran atau kadar pelaksanaannya
Wajib muhaddad, kewajiban yang harus sesuai dengan kadar yang sesuai
ketentuan, contohnya zakat.
Wajib ghairu muhaddad, kewajiban yang tidak ditentukan kadarnya,
misalnya menafkahi kerabat.
 Kewajiban perintahnya
Wajib mu'ayyan, kewajiban yang telah ditentukan dan tidak ada pilihan lain.
Contohnya, membayar zakat dan salat lima waktu.
Wajib mukhayyar, kewajiban yang objeknya boleh dipilih antara beberapa
alternatif. Seperti, kafarat pelanggaran sumpah
2. Sunah
Orang yang melaksanakan berhak mendapat ganjaran (pahala), namun tidak akan
dosa bila ditinggalkan. Pembagian hukum sunnah berdasarkan tuntutan untuk
melakukannya di antaranya,
Sunah muakkad adalah perbuatan yang selalu dilakukan oleh nabi, di samping ada
keterangan yang menunjukkan bahwa perbuatan itu bukanlah sesuatu yang fardhu.
Contohnya, sholat witir.
Sunah ghairu mu'akad adalah sunnah yang dilakukan oleh nabi, tetapi tidak tidak
dilazimkan untuk berbuat demikian. Contohnya, sunah 4 rakat sebelum dzuhur dan
sebelum ashar.
3. Makruh
Makruh secara bahasa artinya mubghadh (yang dibenci). Jumhur ulama
mendefinisikan makruh sebagai larangan terhadap suatu perbuatan. Namun, larangan
tidak bersifat pasti, lantaran tidak ada dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan
tersebut. Artinya, orang yang meninggalkan larangan tersebut akan mendapat ganjaran
berupa pahala. Sebaliknya, orang tersebut tidak akan mendapat apa-apa bila tidak
meninggalkannya.
Para ulama membagi makruh ke dalam dua bagian, yakni:
Makruh tahrim adalah sesuatu yang dilarang oleh syariat secara pasti. Contohnya
larangan memakai perhiasan emas bagi laki-laki.
Makruh tanzih adalah sesuatu yang diajurkan oleh syariat untuk meninggalkannya,
tetapi larangan tidak bersifat pasti. Contohnya memakan daging kuda saat sangat
butuh waktu perang.
4. Mubah
Hukum mubah memberikan pilihan bagi seseorang untuk mengerjakan atau
meninggalkannya. Bila dikerjakan, orang tersebut tidak dijanjikan ganjaran pahala.
Tetapi, tidak pula dilarang dalam mengerjakannya. Artinya jika sesuatu bersifat
mubah, maka tidak ada pahala atau dosa jika dilakukan.
Ulama ushul fiqih membagi mubah dalam tiga jenis, di antaranya:
- Tidak mengandung mudharat (bahaya) apabila dilakukan atau tidak. Contohnya,
makan, minum, dan berpakaian
- Tidak ada mudharat bila dilakukan, sementara perbuatan itu pada dasarnya
diharamkan. Misalnya, makan daging babi saat keadaan darurat.
- Sesuatu yang pada dasarnya bersifat mudharat, tetapi Allah SWT memaafkan
pelakunya. Contoh, mengerjakan pekerjaan haram sebelum Islam.
5. Haram
Secara terminologi, haram adalah sesuatu yang dilarang Allah SWT dan rasulNya.
Orang yang melanggar mendapat dosa, sementara orang yang meninggalkannya
dijanjikan pahala.
Menurut madzhab hanafi, hukum haram harus didasarkan dalil qathi yang tidak
mengandung keraguan sedikitpun. Sehingga kita tidak mempermudah dalam
menetapkan hukum haram. Ada beberapa jenis haram yang dikelompokkan oleh
jumhur ulama, yaitu:
Al Muharram li dzatihi, sesuatu yang diharamkan oleh syariat karena esensinya
mengandung kemadharatan bagi kehidupan manusia. Contoh makan bangkai, minum
khamr, berzina.
Al Muharram li ghairihi, sesuatu yang dilarang bukan karena kandungannya, tetapi
karena faktor eksternal. Misalnya, jual beli barang secara riba.

3. Tujuh macam prinsip-prinsip hukum Islam yang dijadikan pokok seseorang dalam berpikir,
bertindak, dan sebagai berikut:

1. Prinsip Tauhid

Prinsip ini menegaskan bahwa seluruh bangunan hukum Islam adalah bermuara
pada mengesakan Tuhan, yaitu Allah SWT. Dengan prinsip tauhid, pelaksanaan suatu
hukum akan bermakana sebagai ibadah.
Allah SWT berfirman,

‫َو ِإْذ َأَخ َذ َر ُّبَك ِم ْن َبِني آَد َم ِم ْن ُظُهوِر ِهْم ُذ ِّر َّيَتُهْم َو َأْش َهَد ُهْم َع َلٰى َأْنُفِس ِهْم َأَلْس ُت ِبَر ِّبُك ْم ۖ َقاُلوا َبَلٰى ۛ َش ِهْد َناۛ َأْن َتُقوُلوا َيْو َم‬
‫اْلِقَياَم ِة ِإَّنا ُكَّنا َع ْن َٰه َذ ا َغاِفِليَن‬

Artinya, “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam


dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan
kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat
kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang
lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",” (QS. Al-A’raf: 172)

2. Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan memiliki makna bahwa hukum Islam yang mengatur persoalan
manusia dari berbagai aspek harus dilandaskan pada keadilan yang meliputi hubungan
antara dirinya sendiri, masyarakat, maupun dengan Allah SWT.
Allah SWT bersabda,

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا ُك وُنوا َقَّواِم يَن ِهَّلِل ُش َهَداَء ِباْلِقْس ِط ۖ َو اَل َيْج ِر َم َّنُك ْم َشَنآُن َقْو ٍم َع َلٰى َأاَّل َتْع ِد ُلواۚ اْع ِد ُلوا ُهَو َأْقَر ُب ِللَّتْقَو ٰى‬
‫ۖ َو اَّتُقوا َهَّللاۚ ِإَّن َهَّللا َخ ِبيٌر ِبَم ا َتْع َم ُلوَن‬

Artinya, “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah
kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Al-Maidah: 8)
3. Prinsip Amar Makruf Nahi Munkar

Amar makruf nahi munkar memiliki arti hukum Islam yang ditegakkan untuk
menjadikan manusia dapat melaksanakan hal-hal secara baik dan benar sesuai yang
dikehendaki Allah SWT sehingga tidak terjadi keburukan dalam kehidupan
bermasyarakat.

Seperti dalam firman Allah SWT,


‫ُكْنُتْم َخْيَر ُأَّمٍة ُأْخ ِر َج ْت ِللَّناِس َتْأُم ُروَن ِباْلَم ْعُروِف َو َتْنَهْو َن َع ِن اْلُم ْنَك ِر َو ُتْؤ ِم ُنوَن ِباِهَّللۗ َو َلْو آَم َن َأْهُل اْلِكَتاِب َلَك اَن َخْيًرا‬
‫َلُهْم ۚ ِم ْنُهُم اْلُم ْؤ ِم ُنوَن َو َأْكَثُر ُهُم اْلَفاِس ُقوَن‬
Artinya, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka
ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

4. Prinsip al-Hurriyah (Kemerdekaan dan Kebebasan)

Prinsip ini mengandung makna bahwa hukum Islam tidak ada paksaan. Artinya,
manusia dapat menolak dan menerima hukum Islam namun tetap harus bertanggung
jawab akan keputusannya.
Allah SWT bersabda,

‫اَل ِإْك َر اَه ِفي الِّديِن ۖ َقْد َتَبَّيَن الُّر ْش ُد ِم َن اْلَغ ِّي ۚ َفَم ْن َيْكُفْر ِبالَّطاُغ وِت َو ُيْؤ ِم ْن ِباِهَّلل َفَقِد اْسَتْمَس َك ِباْلُعْر َو ِة اْلُو ْثَقٰى اَل اْنِفَص اَم‬
‫َلَهاۗ َو ُهَّللا َسِم يٌع َع ِليٌم‬
Artinya, “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar
kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang
kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256)

5. Prinsip Musawah (Persamaan)

Hukum dalam agama Islam tidak membedakan derajat, suku, ataupun fisik
dengan manusia lainnya. Semua manusia di hadapan Allah SWT adalah sama. Adapun
yang membedakannya adalah ketakwaan.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah ayat,

‫َيا َأُّيَها الَّناُس ِإَّنا َخ َلْقَناُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َو ُأْنَثٰى َو َجَع ْلَناُك ْم ُش ُعوًبا َو َقَباِئَل ِلَتَع اَر ُفواۚ ِإَّن َأْك َر َم ُك ْم ِع ْنَد ِهَّللا َأْتَقاُك ْم ۚ ِإَّن َهَّللا َع ِليٌم‬
‫َخ ِبيٌر‬
Artinya, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara
kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)
6. Prinsip Al-Ta’awun (Tolong Menolong) dan Al-Shura (Musyawarah)

Prinsip ini menjelaskan dalam menjalani hidup ini, sesama manusia hendaknya
saling tolong-menolong, saling bahu-membahu baik dalam ranah sosial, hukum, dan
lainnya. Dalam melakukan ijtihad (penggalian hukum Islam), sebaiknya dilakukan
secara jama'i (kolektif) dengan melibatkan setiap pihak yang kompeten dalam
bidangnya, serta bidang-bidang yang ada keterkaitan dengan permasalhan yang akan
dikaji status hukumnya.
Allah SWT bersabda,

‫َو َتَع اَو ُنوا َع َلى اْلِبِّر َو الَّتْقَو ٰى ۖ َو اَل َتَع اَو ُنوا َع َلى اِإْل ْثِم َو اْلُع ْد َو اِن ۚ َو اَّتُقوا َهَّللاۖ ِإَّن َهَّللا َش ِد يُد اْلِع َقاِب‬
Artinya, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (QS. Al-Maidah: 2)

7. Prinsip Al-Tasamuh (Toleransi)

Prinsip toleransi menegaskan bahwa pebedaan pandangan dalam melihat


sebuah hukum, karena perbedaan teori, metode dan pendekatan yang dipakai dalam
penggalian hukum Islam hendaknya masing-masing berlapang dada menerimanya
sebagai keniscayaan dalam realitas kehidupan yang plural.
Allah SWT berfirman,

‫َو اَل َتُك وُنوا َك اَّلِذ يَن َتَفَّر ُقوا َو اْخ َتَلُفوا ِم ْن َبْع ِد َم ا َج اَء ُهُم اْلَبِّيَناُت ۚ َو ُأوَٰل ِئَك َلُهْم َع َذ اٌب َع ِظ يٌم‬

Artinya, “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan


berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-
orang yang mendapat siksa yang berat.” (QS. Ali Imran: 105)

4. Posisi dan Fungsi Sunnah terhadap Al-Qur'an


Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, dan persetujuan yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW. Posisi dan fungsi sunnah terhadap Al-Qur'an adalah sebagai
berikut:
1. Penjelasan dan Tafsir: Sunnah memberikan penjelasan dan tafsir terhadap ayat-ayat
Al-Qur'an yang mungkin memerlukan konteks atau interpretasi lebih lanjut. Sunnah
membantu memahami makna dan aplikasi praktis dari ajaran Al-Qur'an.
2. Pengembangan Hukum Islam: Sunnah juga berperan dalam mengembangkan hukum
Islam. Al-Qur'an memberikan prinsip-prinsip dasar, sedangkan sunnah memberikan
contoh konkret dan petunjuk dalam mengatur kehidupan sehari-hari umat Islam.
3. Pemeliharaan dan Penjagaan: Sunnah berperan dalam pemeliharaan dan penjagaan
Al-Qur'an. Sunnah membantu menjaga keaslian dan keotentikan Al-Qur'an dengan
memberikan contoh bagaimana Al-Qur'an diterapkan dalam kehidupan Nabi
Muhammad SAW dan umat Islam pada masa itu.
4. Pengembangan Ibadah: Sunnah juga memberikan petunjuk dalam pengembangan
ibadah. Contohnya, dalam menjalankan shalat, puasa, zakat, dan haji, sunnah
memberikan contoh dan tata cara yang diikuti oleh umat Islam

5. Perbedaan Moral, Susila, Budi Pekerti, Etika, dan Akhlak


Perbedaan antara moral, susila, budi pekerti, etika, dan akhlak adalah sebagai berikut:
1. Moral: Moral merujuk pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang mengatur perilaku
manusia dalam hubungannya dengan orang lain. Moral mencakup apa yang dianggap
benar dan salah, baik dan buruk, dan membentuk dasar dari tindakan manusia.
2. Susila: Susila adalah konsep yang berkaitan dengan perilaku yang dianggap baik dan
benar dalam masyarakat. Susila mencakup norma-norma dan aturan-aturan yang
mengatur tindakan manusia agar sesuai dengan nilai-nilai yang dihormati dalam
masyarakat.
3. Budi Pekerti: Budi pekerti merujuk pada sikap dan perilaku yang mencerminkan
kesopanan, kebaikan hati, dan sikap yang baik terhadap orang lain. Budi pekerti
melibatkan sikap saling menghormati, sopan santun, dan kepedulian terhadap kebutuhan
dan perasaan orang lain.
4. Etika: Etika adalah studi tentang prinsip-prinsip moral dan nilai-nilai yang mengatur
perilaku manusia. Etika mencakup pemikiran kritis tentang apa yang benar dan salah,
serta bagaimana manusia seharusnya bertindak dalam berbagai situasi.
5. Akhlak: Akhlak merujuk pada karakter dan moralitas individu. Akhlak mencakup
sikap, perilaku, dan kebiasaan yang mencerminkan nilai-nilai moral yang dipegang oleh
individu. Akhlak melibatkan kesadaran diri, pengendalian diri, dan upaya untuk menjadi
pribadi yang baik.
Kaitan antara moral, susila, budi pekerti, etika, dan akhlak adalah bahwa semuanya
berhubungan dengan perilaku manusia dan nilai-nilai yang mengatur tindakan tersebut.
Moral dan susila adalah dasar dari budi pekerti, yang kemudian menjadi landasan bagi
etika. Akhlak adalah hasil dari penerapan nilai-nilai moral, susila, budi pekerti, dan etika
dalam kehidupan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai