Anda di halaman 1dari 9

SUMBER HUKUM

ISLAM MUKHTALAF
Istihsan,Maslahah Mursalah & Istishab
1.Istihsan
Istihsan adalah menurut bahasa berarti menganggap baik, sedangkan menurut istilah, istihsan adalah
meninggalkan qiyas yang nyata untuk menjalankan qiyas yang tidak nyata (samar-samar) atau meninggalkan hukum
kulli (umum) untuk menjalankan hukum istina’i (pengecualian) disebabkan ada dalil yang menurut logika
membenarkannya.
Istihsan secara istilah menurut ulama Malikiyah adalah mengutamakan meninggalkan pengertian suatu
dalil dengan cara istina’ dan berdasarkan pada keringanan agama karena adanya hukum yang bertentangan.
Jadi singkatnya, istihsan adalah tindakan meninggalkan satu hukum kepada hukum lainnya disebabkan
karena ada suatu dalil syara` yang mengharuskan untuk meninggalkannya.

#.Pembagian Istihsan
1. Istihsan bil an-Nash (Istihsan berdasarkan ayat atau hadits). Yaitu penyimpangan suatu ketentuan hukum berdasarkan
ketetapan qiyas kepada ketentuan hukum yang berlawanan dengan yang ditetapkan berdasarkan nash al-kitab dan sunnah.
Contoh: dalam masalah wasiat. Menurut ketentuan umum wasiat itu tidak boleh, karena sifat pemindahan hak milik kepada
orang yang berwasiat ketika orang yang berwasiat tidak cakap lagi, yaitu setelah ia wafat. Tetapi, kaidah umum ini di
dikecualikan melalui firman Allah Swt dalam Surat An-Nisa ayat 11.
‫ِم ْن َبْع ِد َو ِص َّيٍة ُيوِص ي ِبَها َأْو َدْين‬
artinya: “setelah mengeluarkan wasiat yang ia buat atau hutang”.
2. Istihsan bi al-Ijma (istihsan yang didasarkan kepada ijma). Yaitu meninggalkan keharusan menggunakan qiyas pada
suatu persoalan karena ada ijma. Hal ini terjadi karena ada fatwa mujtahid atas suatu peristiwa yang berlawanan
dengan pokok atau kaidah umum yang ditetapkan, atau para mujtahid bersikap diam dan tidak menolak apa yang
dilakukan manusia, yang sebetulnya berlawanan dengan dasar-dasar pokok yang telah ditetapkan. Misalnya dalam
kasus pemandian umum. Menurut kaidah umum, jasa pemandian umum itu harus jelas, yaitu harus berapa lama
seseorang harus mandi dan berapa liter air yang dipakai. Akan tetapi, apabila hal itu dilakukan maka akan menyulitkan
bagi orang banyak. Oleh sebab itu, para ulama sepakat menyatakan bahwa boleh menggunakan jasa pemandian
umum sekalipun tanpa menentukan jumlah air dan lamanya waktu yang dipakai.
3. Istihsan bi al-Qiyas al-Khafi (Istihsan berdasarkan qiyas yang tersembunyi). Yaitu memalingkan suatu
masalah dari ketentuan hukum qiyas yang jelas kepada ketentuan qiyas yang samar, tetapi keberadaannya lebih
kuat dan lebih tepat untuk diamalkan. Misalnya, dalam wakaf lahan pertanian. Menurut qiyas jali, wakaf ini
sama dengan jual beli karena pemilik lahan telah menggugurkan hak miliknya dengan memindah tangankan
lahan tersebut. Oleh sebab itu, hak orang lain untuk melewati tanah tersebut atau mengalirkan air ke lahan
pertanian melalui tanah tersebut tidak termasuk ke dalam akad wakaf itu, kecuali jika dinyatakan dalam akad.
Dan menurut qiyas al-khafi wakaf itu sama dengan akad sewa menyewa, karena maksud dari wakaf itu adalah
memanfaatkan lahan pertanian yang diwakafkan.
4. Istihsan bi al-maslahah (istihsan berdasarkan kemaslahatan). Misalnya kebolehan dokter melihat aurat
wanita dalam proses pengobatan. Menurut kaidah umum seseorang dilarang melihat aurat orang lain. Tapi,
dalam keadaan tertentu seseorang harus membuka bajunya untuk di diagnosa penyakitnya. Maka, untuk
kemaslahatanorang itu, maka menurut kaidah istihsan seorang dokter dibolehkan melihat aurat wanita yang
berobat kepadanya.
5. Istihsan bi al-Urf ( Istihsan berdasarkan adat kebiasaan yang berlaku umum). Yaitu penyimpangan hukum
yang berlawanan dengan ketentuan qiyas, karena adanya Urf yang sudah dipraktikkan dan sudah dikenal dalam
kehidupan masyarakat. Contohnya seperti menyewa wanita untuk menyusukan bayi dengan menjamin
kebutuhan makan, minum dan pakaiannya.
6. Istihsan bi al-Dharurah (istihsan berdasarkan dharurah). Yaitu seorang mujtahid meninggalkan keharusan
pemberlakuan qiyas atas sesuatu masalah karena berhadapan dengan kondisi dhorurat, dan mujtahid
berpegang kepada ketentuan yang mengharuskan untuk memenuhi hajat atau menolak terjadinya
kemudharatan.
Misalnya dalam kasus sumur yang kemasukan najis. Menurut kaidah umum sumur tersebut sulit dibersihkan
dengan mengeluarkan seluruh air dari sumur tersebut, karena sumur yang sumbernya dari mata air sulit
dikeringkan. Akan tetapi ulama Hanafiah mengatakan bahwa dalam keadaan seperti ini untuk menghilangkan
najis tersebut cukup dengan memasukan beberapa galon air kedalam sumur itu, karena keadaan dharurat
menghendaki agar orangtidak mendapatkan kesulitan untuk mendapatkan air untuk ibadah.
Dasar Hukum Istihsan
Para ulama yang memakai istihsan mengambil dalil dari al-Qur’an dan Sunnah
yang menyebutkan kata istihsan dalam pengertian denotatif (lafal yang seakar dengan
istihsan) seperti Firman Allah Swt dalam Al-Qur'an.
‫اَّلِذ يَن َيْسَتِم ُعوَن اْلَقْو َل َفَيَّتِبُعوَن َأْح َس َنُهۚ ُأوَٰل ِئَك اَّلِذ يَن َهَد اُهُم ُهَّللاۖ َو ُأوَٰل ِئَك ُهْم ُأوُلو‬
‫اَأْلْلَباِب‬
Artinya: “Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya.
mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi Allah petunjuk dan mereka Itulah orang-orang
yang mempunyai akal.” (QS. Az-Zumar: 18)
Ayat ini menurut mereka menegaskan bahwa pujian Allah Swt bagi hamba-Nya yang
memilih dan mengikuti perkataan yang terbaik, dan pujian tentu tidak ditujukan kecuali
untuk sesuatu yang disyariatkan oleh Allah Swt.
‫َو اَّتِبُعوا َأْح َس َن َم ا ُأْنِز َل ِإَلْيُك ْم ِم ْن‬
‫َر ِّبُك ْم‬ Artinya : dan turutlah
(pimpinan) yang sebaik-baiknya yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu”….(QS. Az-
Zumar :55) Menurut mereka, dalam ayat ini Allah memerintahkan kita untuk mengikuti yang
terbaik, dan perintah menunjukkan bahwa ia adalah wajib. Dan di sini tidak ada hal lain
yang memalingkan perintah ini dari hukum wajib. Maka ini menunjukkan bahwa Istihsan
adalah hujjah.
2.MASLAHAH MURSALAH
1.Pengertian Maslahah mursalah
Menurut ahli ushul fiqh, maslahah al-mursalah ialah kemaslahatan yang telah disyari’atkan
oleh syari’ dalam wujud hukum, di dalam rangka menciptakan kemaslahatan, di samping tidak
terdapatnya dalil yang membenarkan atau menyalahkan. Karenanya, maslahah al-mursalah itu disebut
mutlak lantaran tidak terdapat dalil yang menyatakan benar dan salah.
Maslahah Mursalah adalah "maslahah yang tidak disyariatkan hukum oleh syariat untuk
mewujudkannya dan tidak ada dalil syara` menganggapnya dan mengabaikannya".
Menurut bahasa, Mashlahah Mursalah berati mencari kemaslahatan (yang mutlak). Sedangkan menurut
ahli ushul fiqh Mashlahah Mursalah adalah suatu kemaslahatan dimana syar’i tidak mensyariatkan
suatu hukum untuk merealisir kemaslahatan itu dan tidak ada dalil yang menunjukkan atas
pengakuannya, atau pembatalannya atau menetapkan hukum suatu masalah yang tidak ada nashnya.
Sedangkan menurut Istilah, Maslahah mursalah berarti "menetapkan hukum suatu masalah yang tidak
ada nashnya atau tidak ada ijma’nya, dengan berdasar pada kemaslahatan."
2.Ulama yang menerima dan menolak maslahah mursalah sebagai sumber hukum
1.Jumhur ulama menolak maslahah mursalah sebagai sumber hukum
2.Imam Malik memperbolehkan berpegang pada maslahah mursalah
3.Apabila maslahah mursalah itu sesuai dengan dalil kulliatau dalil juz’i dari syara’ maka boleh
berpegang padanya.Menurut Ibnu Burhan ini adalah pendapat Imam Syafi’i
Berikut ini ada beberapa Syarat-syarat Maslahah Mursalah, yaitu:
1.Sesuatu yang dianggap maslahat itu haruslah berupa maslahat hakiki.
2.Sesuatu yang dianggap maslahat itu hendaklah berupa kepentingan umum bukan kepentingan
pribadi.
3.Sesuatu yang dianggap maslahat itu tidak bertentangan dengan ketentuan yang ditegaskan
dalam Alquran atau sunnah Rasulullah atau bertentangan dengan ijma’.
3.ISTISHAB
Secara lughawi istiṣḥab berasal dari kata shuhbah yang dimaknai membandingkan sesuatu kemudian
mendekatkannya .Sedangkan menurut istilah istishab yaitu mendekatkan suatu peristiwa dengan hukum
tertentu dengan peristiwa lainnya, sehingga keduanya dinilai sama status hukumnya.Hakikat dari istishab yaitu
memberlakukan apa yang telah berlaku sebelumnya selama belu ada hukum yang mengubahnya. Misalnya
seseorang pada awalnya suci dari najis maka akan ditetap dinyatakan bahwa dia suci dari najis,sampai ada
bukti yang menunjukkan bahwa dia terkena najis.Para Ulama Ushul Fiqih berbeda pendapat tentang
kehujjahan Istishab sebagai dalil hukum. menurut mayoritas ulama Hanafiah, istishab bisa dijadikan hujjah
untuk memperkuat hukum yang telah ada sebelumnya dan menganggap hukum itu tetap berlaku pada masa
yang akan datang,dan menolak penetapan hukum yang baru.Macam-macam istishab :
1. Istishab Al-ibabah Al-ashliyah
Istishab yang didasarkan pada hukum asal, yaitu mubah (boleh). Penerapan kaidah ini banyak terkait dengan
masalah-masalah muamalah, seperti terkait makanan dan minuman, selama tidak ada dalil yang
melarangnya, maka hal tersebut diperbolehkan. Sebab, pada dasarnya segala sesuatu di bumi ini
diperuntukan oleh Allah bagi kehidupan manusia.
2. Istishab Al-baraah Al-ashliyyah
Istishab ini berdasarkan prinsip bahwa pada dasarnya manusia bebas dari taklif (beban), sampai adanya dalil
yang mengubah status tersebut. Atas dasar ini, manusia bebas dari kesalahan sampai ada buktinya.
3. Istishab Al-Hukmi
Didasarkan atas tetapnya hukum yang sudah ada sampai ada dalil yang mencabutnya. Contohnya, seseorang
yang sudah jelas melaksanakan akad pernikahan, maka status pernikahan tersebut berlaku sampai terbukti
adanya perceraian.
4. Istishab Al-Washfi
Istishab yang didasarkan atas anggapan tetapnya sifat yang ada dan diketahui sebelumnya, sampai ada bukti
yang mengubahnya. Misalnya, sifat air yang diketahui suci sebelumnya akan tetap suci sampai ada bukti yang
menunjukkan air itu menjadi najis.
Syarat-syarat istishab :
1.Pengguna istishab telah mengerahkan seluruh kemempuannya untuk mencari bukti yang
merubah hukumyang semula ada.
2.Setelahmengerahkan seluruh kemampuannnya,pengguna istishab tidak menemukan bukti
yangmerubah hukum yang telah ada.
3.Hukum lama yang dijadikan sebgai pijakan istishab benar adanya baik dari dalil syar’I ataupun
dari dari akal atau bukan hanya skedar dugaaan.
4.Hukum lama yang dijadikan sebagai pijakan istishab bersifat mutlak atau umum.
THANKS

Anda mungkin juga menyukai