Anda di halaman 1dari 12

’URF DAN IMPLEMENTASINYA DALAM HUKUM

SYARI’AH
Dosen Pengampu Bapak Ashrun Mubarak Malik, Lc., M.A pada
Matakuliah Ushul Fiqh

Disusun oleh:
Kelompok 8
Akmaluddin Annaba (2241912021)
Syifa Maharani (2241912023)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN AJI MUHAMMAD
IDRIS (UINSI) SAMARINDA
Tahun 2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas rahmat dan hidayah-nya sehingga tugas yang di amanahkan kepada kami
yaitu membuat makalah yang membahas tentang “’Urf Dan Implementasinya
Dalam Hukum Syari’ah” dapat terselesaikan, berkat usaha dan doa untuk
menyelesaikannya, di lain sisi juga ada do’a orang tua yang telah di ijabah oleh
tuhan untuk anaknya yang masih harus melanjutkan pendidikan.
Maksud dan tujuan penulisan guna untuk memenuhi tugas mata kuliah
Sosiologi Agama yang telah di percayakan kepada kami.
Terima kasih kepada:
1. Bapak Ashrun Mubarak Malik, Lc., M.A
2. Orang-orang yang telah mensupport penyusun.
Penyusun menyadari bahwa makalah yang telah disusun ini sangatlah jauh
dari kata sempurna. Penyusun sangat membutuhkan kritik dan saran dari
seseorang yang telah membaca ini karena dengan saran dan kritik dari pembaca,
penyusun akan memaksimalkan lagi dalam meyusun makalah yang akan datang
dan penulis yakin bahwa manusia itu tidak pernah luput dari kesalahan, dosa, serta
kekhilafan.

Samarinda, 11 Syawal 1444 H


2 Mei 2023

Penyusun,

I
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR ...................................................................................... I


DAFTAR ISI .................................................................................................... II
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah.......................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN ............................................................................... 3
A. Definisi ‘Urf................................................................................... 3
B. Klasifikasi dan Syarat ‘Urf............................................................ 4
C. Otoritas dan Kaidah ‘Urf dalam Hukum Syari’ah......................... 6
BAB III: PENUTUP ......................................................................................... 8
A. Kesimpulan.................................................................................... 8
B. Saran............................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Ibnu Khaldun, landasan selain empat landasan fikih (Quran,
Sunnah, ijma' dan qiyas) tidak terlalu mendasar. Sumber-sumber seperti
istihsân, istisâb, istislah dan 'urf hanyalah sumber tambahan dan tingkatannya
tidak signifikan dan belum banyak dibahas. Muqaddimah. Walaupun begitu,
urf sering disebut dengan tradisi, secara fundamental sangat penting dalam
pembentukan hukum Islam. Salah satu makna utama urf dapat dilihat dari
cara Islam menghargai tradisi yang ada di masyarakat Arab sebelum
kedatangannya. Islam lahir di tengah budaya dan sistem nilai, bahkan di
tengah-tengah keyakinan dan praktik keagamaan yang hidup.
Pentingnya Urf semakin diakui ketika Islam mencapai dunia non-Arab.
Terjalin dengan budaya Arab, Islam bertemu dengan budaya dan tradisi yang
berbeda. Pemuka agama seringkali gagap melihat keragaman budaya dan
tradisi luar, sehingga cenderung memandangnya sesat dan tidak Islami.
Kemudian timbul pemikiran bahwa Islam yang benar dan murni adalah Islam
bercorak Arab. Ketika muncul corak Islam non-Arab yang menghargai tradisi
lokal, maka dianggap Islam sinkretis, yaitu Islam yang tidak murni dan
menyimpang atau marjinal. Pentingnya Urf diperkuat dengan munculnya
gerakan-gerakan Islam yang lebih ke Arab, menggunakan nash secara
verbatim bahkan memaksa nash keluar dari konteksnya, membuat hukum
Islam menjadi kaku, stagnan dan tidak mampu mengikuti keragaman budaya
dan perkembangan zaman.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi ‘urf dan hukumnya?
2. Apa saja klasifikasi dan syarat ‘urf?
3. Bagaimana otoritas ‘urf sebagai kadiah dalam hukum syari’ah?

1
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami definisi dari ‘urf dan hukumnya.
2. Mengetahui dan memahami berbagai klasifikasi dan syarat dari ‘urf.
3. Mengetahui dan memahami otoritas dari ‘urf sebagai kaidah dalam
hukum syari’ah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi ‘Urf
‘Urf berasal dari kata ‘arafa yang mempunyai derivasi kata alma‘ruf
yang berarti sesuatu yang dikenal atau diketahui. Sedangkan ‘urf menurut
bahasa adalah kebiasan yang baik. pengertian ‘urf adalah sesuatu perbuatan
atau perkataan dimana jiwa merasakan suatu ketenangan dalam
mengerjakannya karena sudah sejalan dengan logika dan dapat diterima oleh
watak kemanusiaannya.
Menurut Ulama‟ Usuliyyin Urf adalah apa yang bisa dimengerti oleh
manusia (sekelompok manusia) dan mereka jalankan, baik berupa perbuatan,
perkataan, atau meninggalkan. Menurut para ahli ushul fikih, yang dimaksud
dengan ‘urf adalah sesuatu yang sudah dikenal jelas yang biasa digunakan
oleh banyak orang, baik itu sebuah perkataan maupun perbuatan dan disebut
juga adat. Bisa dipahami bahwa, ‘urf adalah perkataan atau perbuatan baik
yang telah populer dan dikerjakan oleh banyak orang dalam masyarakat.
Artinya ‘urf merupakan kebiasaan baik yang dilakukan secara berulangulang
oleh masyarakat. Dasar penggunaan ‘urf adalah sebagai berikut, Allah
berfirman dalam QS. Al-Araf 199 :
ِ ْ‫ُخ ِذ ْال َع ْف َو َوْأ ُمرْ بِ ْالعُر‬
َ‫ف َواَ ْع ِرضْ ع َِن ْال َجا ِهلِ ْين‬
Artinya: Dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf dan berpalinglah dari
orang-orang yang bodoh (al-‘Araf: 199).
Ayat diatas telah menunjukkan dengan jelas bahwa Allah menyuruh
supaya kita menggunakan ‘urf. Kata ‘urf dalam ayat diatas dimaknai dengan
suatu hal yang dinilai baik oleh masyarakat dan dinilai berguna bagi
kemaslahatan masyarakat pada zamannya. dalam al-Hadis yang diriwayatkan
oleh Ahmad dari Ibnu Masud bahwa Nabi Muhammad Saw bersabda yang
artinya, “Segala sesuatu yang dipandang oleh (orang-orang Islam) umum itu

3
baik, maka baik pulalah di sisi Allah dan segala sesuatu yang dipandang oleh
(orang-orang Islam) umum itu jelek, maka jelek pulalah di sisi Allah”.
Secara ekplisit, hadits diatas menunjukkan bahwa persepsi positif
komunitas muslim pada suatu persoalan, bisa dijadikan sebagai salah satu
dasar dan dijadikan pijakan untuk mendisain produk hukum, karena
pandangan umum itu hakikatnya tidak bertentangan dengan apa yang telah
dikehendaki Allah. Pada dasarnya, ‘urf tidak mempersulit kehidupan, tetapi
sangat membantu dalam mengatur tata hidup bermasyarakat dan juga
mengatur kehidupan setiap anggota masyarakat tersebut.

B. Klasifikasi dan Syarat ‘Urf


Bila ditinjau dari jenis pekerjaannya,’urf dibagi menjadi dua :
1. ‘Urf Qawli
‘Urf qawli adalah sejenis kata, ungkapan, atau istilah tertentu yang
diberlakukan oleh sebuah komunitas untuk menunjuk makna khusus, dan
tidak ada kecenderungan makna lain di luar apa yang mereka pahami.
Contohnya ketika orang Arab mengucapkan walad (anak), maka mereka
pasti mengartikannya sebagai anak laki-laki, bukan anak perempuan..
2. ‘Urf Fi’li
‘urf fi’li adalah sejenis pekerjaan atau aktivitas tertentu yang sudah
biasa dilakukan secara terus menerus, sehingga dipandang sebagai norma
sosial. Contohnya dalam budaya masyarakat Arab, ‘urf fi’li dapat
disaksikan pada transaksi jual beli tanpa sighat (tanpa menyebutkan
akadnya) yang sudah sangat umum terjadi. Karena sudah menjadi hal
yang lumrah di masyarakat dan sudah menjadi kebiasaan masyarakat
yang sulit dihindari.
Dan jika ditinjau dari aspek kuantitas pelakunya, ‘urf terbagi lagi
menjadi ‘urf ‘am dan ‘urf khas, yaitu :
1. ‘Urf ‘Am
‘Urf ‘am adalah bentuk pekerjaan yang sudah berlaku menyeluruh
dan tidak mengenal batas waktu, pergantian generasi, atau letak

4
geografis. Contohnya adalah memasak dengan kompor, penumpang
angkutan umum yang bercampur antara laki-laki dan perempuan.
2. ‘Urf Khas
‘Urf khas adalah sejenis kebiasaan yang berlaku di kawasan atau
golongan tertentu, dan tidak tampak pada komunitas lainnya. ‘urf yang
bisa berubah dan berbeda karena perbedaan tempat dan waktu.
Contohnya adalah pedagang menetapkan piutangnya dengan
menuliskannya dalam daftar khusus tanpa saksi, penggunaan kata
“kendaraan” untuk himar disuatu negeri dan kuda dinegeri lainnya.
Secara umumnya ‘urf terdapat dua kategori, yaitu :
1. ‘Urf Sahih
‘Urf sahih adalah segala sesuatu yang sudah dikenal umat manusia
yang tidak berlawanan dengan dalil shara’. Dan ia tidak menghalalkan
yang haram dan tidak menggugurkan kewajiban. Misalnya, kebiasaan
seorang laki-laki yang melamar seorang wanita dengan memberikan
sesuatu sebagai hadiah, bukan sebagai mahar.
2. ‘Urf Fasid
‘Urf fasid adalah ‘urf yang jelek dan tidak bisa diterima karena
bertentangan dengan shara’. Dari pendapat ini dapat diketahui bahwa
setiap kebiasaan yang menghalalkan yang diharamkan Allah dan
mengandung maksiat masuk dalam jenis ini. Misalnya, kebiasaan
masyarakat mengkonsumsi minuman keras pada suatu pesta.
Para Ulama sepakat bahwa tidak semua ‘urf bisa dijadikan sebagai
dalil untuk menetapkan hukum Islam.’urf dapat diterima sebagai salah satu
landasan hukum jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Tidak bertentangan dengan syariah.
2. Tidak menyebabkan kemafsadahan dan tidak menghilangkan
kemaslahatan.
3. Telah berlaku umum dikalangan kaum muslim.
4. Tidak berlaku dalam ibadah mahdhoh.

5
5. ‘Urf tersebut sudah memasyarakat saat akan ditetapkan sebagai salah satu
patokan hukum.

C. Otoritas dan Kaidah ‘Urf dalam Hukum Syari’ah


Para ulama yang menjadikan ‘urf sebagai dasar hukum mendasarkan
pada dalil hadits Ibnu Mas‘ûd: Apa yang dianggap baik oleh orang Islam,
maka ia baik menurut Allah, dan apa yang dianggap jelek oleh orang Islam,
maka ia jelek menurut Allah. ‘Urf yang disepakati dapat diterima sebagai
dasar hukum adalah ’urf shahîh. Yang paling mendasar adalah bahwa apapun
‘urf yang berlaku di tengah suatu masyarakat, selama tidak berseberangan
dengan nash dapat menjadi dasar hukum. Artinya ia tetap bisa diberlakukan,
bahkan pada pemegang otoritas harus tetap menjaga dan menjadikannya
sebagai pedoman dalam keputusan hukum. Dengan menjadikan ‗urf, sebagai
salah satu dasar, hukumhukum yang ditetapkan akan terus mengalami
perkembangan sesuai perkembangan kehidupan, seperti dikatakan Ibnul
Qayyim : Perubahan dan perbedaan fatwa disebabkan oleh perubahan waktu,
tempat, kondisi, niat dan kebiasaan.
Tapi secara lebih detail, ‘urf sebagai kebiasaan yang bisa menjadi dasar
hukum adalah sebuah kebiasaan yang terjadi dalam mayoritas kasus dan oleh
mayoritas suatu masyarakat, mulai dari kelompok masyarakat yang kecil
hingga masyarakat dunia. Di sini keberlakuannya sesuai dengan cakupan
ruang dan waktunya. Karena itu muncul kaidah Taghayyur al-ahkâm bi
taghayyur al-amkinah wal azminah (hukum bisa berubah dengan perubahan
tempat dan waktu). Selain itu, kebiasaan tersebut harus telah berlangsung
lama pada saat akan menjadikannya sebagai dasar hukum. Maka muncul
kaidah La ‘ibrat li al-‘urf al-thârî (‘Urf yang baru muncul tidak bisa dijadikan
dasar bagi kasus yang telah lama).
Kaidah ‘urf dalam hukum syari’ah salah satunya dalam ekonomi
syari’ah, ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang dilhami oleh nilai-nilai
Islam. Sedangkan keterkaitan antara hukum dan kegiatan ekonomi tercermin

6
dari terjadinya akad. Akad adalah proses yang penting di dalam proses
kegiatan ekonomi, tanpa adanya akad proses trransaksi menjadi tidak sah,
karena tidak adanya perjanjian di awal oleh kedua belah pihak.
Sumber utama dalam hukum Islam adalah al-Qur’an, didalamnya
menegaskan bahwa Nabi Muhammad diberi kewenangan untuk menjelaskan
hukum-hukum yang ada dalam al-Qur’an dan dalam beberapa hal
memberikan ketentuan hukum baru. Dengan demikian, Sunnah Rasul
merupakan sumber kedua hukum Islam setelah al-Qur’an. Sunnah Rasul
memberikan kesempatan kepada umat Islam untuk menemukan ketentuan-
ketentuan hukum yang tidak disebutkan dalam al-Qur’an atau Sunnah Rasul
secara jelas dengan jalan ijtihad. Dengan demikian, ijtihad dapat dipandang
sebagai sumber ketiga hukum Islam.
Hukum-hukum ijtihadiyah pada pokoknya bersumber kepada qiyas dan
pertimbangan kepentingan dan kemaslahatan masyarakat. Di antata yang
akan mendatangkan kebaikan dan memnuhi kepentingan masyarakat adalah
mengukuhkan berlakunya ‘urf yang tidak bertentangan dengan nash al-Quran
dan Sunnah Rasul.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

8
DAFTAR PUSTAKA

Rizal, F. (2019). Penerapan ‘Urf Sebagai Metode Dan Sumber Hukum Ekonomi Islam.
Al-Manhaj: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam, 1(2), 155-176. Matulessy,
Andik. (2003). Psikologi Pencerahan. Surabaya : Penerbit Wineka Media

Maimun, A. (2017). Memperkuat’Urf dalam Pengembangan Hukum Islam. Al-Ihkam:


Jurnal Hukum & Pranata Sosial, 12(1), 22-41.

Harun, M., & Fauziah, F. (2014). KONSEP ‘URF DALAM PANDANGAN ULAMA
USHUL FIQH (TELA’AH HISTORIS). Nurani: Jurnal Kajian Syari'ah dan
Masyarakat, 14(2), 13-25.

Hakim, N. (2017). Konflik Antara Al-‘Urf (Hukum Adat) dan Hukum Islam Di
Indonesia. EduTech: Jurnal Ilmu Pendidikan dan Ilmu Sosial, 3(2).

Zainuddin, F. (2015). KONSEP ISLAM TENTANG ADAT: Telaah Adat Dan'Urf


Sebagai Sumber Hukum Islam. Lisan Al-Hal: Jurnal Pengembangan Pemikiran Dan
Kebudayaan, 9(2), 379-396.

Anda mungkin juga menyukai