Anda di halaman 1dari 14

Makalah Dosen Pengampu

Psikologi Agama Salman Pariji Pasaribu


M.Pd

TEORI PRODUKSI DALAM EKONOMI ISLAM

HALAMAN SAMPUL

Disusun oleh:
M Fathul Darmawan : 01323.111.17.2020
Sukarman : 013

YAYASAN PENDIDIKAN MUHAMMAD ABDUH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM TUANKU TAMBUSAI
ROKAN HULU
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
TA. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
kepada kita semua. Dan atas ridho Allah kami bisa menyelesaikan tugas mata
kuliah “PSIKOLOGI AGAMA”. Shalawat beserta salam kita kirimkan kepada
Nabi Muhammad SAW. Dengan izin Allah Beliau dapat membawa kita dari
zaman jahiliyah ke zaman islamiyah yang penuh dengan kedamaian dan
ketentraman.
            Dalam makalah ini kami akan membahas tentang “GANGGUAN
DALAM PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN serta TINGKAH
LAKU KEAGAMAAN YANG MENYIMPANG”.
Walaupun penyusunan makalah ini sudah diusahakan secara maksimal,
namun penulis menyadari bahwa dalam makalah ini banyak terdapat kekurangan.
Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun.
Dan penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca.

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................ii

DAFTAR ISI ............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................1

A. Latar Belakang ...............................................................................1

B. Rumusan Masalah ..........................................................................1

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................2

A. Faktor Intern ..................................................................................2

B. Faktor Ekstren ................................................................................5

C. Fanatisme dan Ketaatan .................................................................7

D. Cara mengatasi gangguan jiwa beragama ......................................7

BAB III PENUTUP ..................................................................................8

A. Kesimpulan ....................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sikap keagamaan terbentuk oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor
ekstern. Pada garis besar teori mengungkapkan bahwa sumber jiwa
keagamaan berasal dari faktor intern dan faktor ekstern manusia. Pendapat
pertama menyatakan bahwa manusia adalah homo religius (makhluk
beragama), karena manusia sudah memiliki potensi untuk beragama. Potensi
tersebut bersumber pada faktor intern manusia yang termuat dalam aspek
kejiwaan manusia seperti naluri, akal, perasaan, maupun kehendak, dan
sebagainya. Namun pendukung teori ini masih berbeda pendapat mengenai
faktor nama yang paling dominan.
Pendapat kedua menyatakan bahwa jiwa keagamaan manusia bersumber
dari faktor ekstern. Manusia terdorong untuk beragama karena pengaruh
faktor luar dirinya, seperti rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa
bersalah (sense of guilt). Faktor-faktor inilah yang menurut pendukung teori
tersebut kemudian mendorong manusia menciptakan sesuatu tata cara
pemujaan dan dikenal dengan agama.

B. Rumusan Masalah
1 . Apa yang di maksud dengan faktor intern?
2. Apa yang di maksud dengan factor ekstren?
3. Apa maksud dari fanatisme dan ketaatan?
4. Bagaimana cara mengatasi gangguan jiwa beragama?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Faktor intern
Perkembangan jiwa keagamaan selai ditentukan oleh faktor ekstern
juga ditemukan oleh faktor intern seseorang. Secara garis besar faktor-
faktor yang ikut berpengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan
antara lain:
1. Faktor hereditas
Sejak penemuan sifat kebakaan pada tanaman oleh johann Gregor
Mendel (1822-1884), telah dilakukan sejumlah kajian terhadap hewan
dan manusia. Mereka meneliti tentang pengaruh genetik terhadap
perbedaan warna kulit manusia. Kemudian, kajian mengenai genetika
pada manusia berlanjut hingga ke unsur gen manusia yang terkecil
yaitu deoxyribonnucleit acid (DNA). Hasil penelitian mengungkapkan
bahwa DNA yang terbentuk tangga berpilah itu terdiri atas pembawa
sifat yang berisi informasi genetika. Secara garis besarnya pembawa
sifat turunan itu terdiri atas genotipe dan fenotipe. Genetipo merupkan
keseluruhan faktor bawaan seseorang yang walaupun dapat
dipengaruhi lingkungan, namun tidak jaun menyimpang dari sifat dasar
yang ada.fenotipe merupakan karakteristik seseorang yang tampak dan
dapat diukur seperti warna mata, warn akulit ataupun bentuk fisik..
temuan ini menginformaskan bahwa pada manusia juga terdapat sifat
turunan yang baka.
Meskipun belum dilakukan penelitian mengenai hubungan antara
sifat-sifat kejiwaan anak dengn orang tua, namun tampaknya pengaruh
tersebut dapat dilihat dari hubungan emosional. Rosul saw. Menytakan
bahwa daging dari makanan yang haram, maka nerakalah yang lebih
berhak atasnya. Pernyataan ini setidaknya menunjukn bahwa ada
hubungan antara status hukum makanan (halal dan haram) dengan
sikap

2
2. Tingkat usia
Anak yang memasuki usia berfikir kritis lebih jeli dalam
memahami ajaran agama. Pada usia remaja saat beranjak usia
kematangan seksual, pengaruh itu pun menyertai perkembangan jiwa
keagamaan mereka.
Tingkat perkembangan usia dan kondisi yang dialami para remaja
ini menimbulkan konflik kejiwaan, yang cenderung mempengaruhi
terjadinya konversi agama. Hubungan antara perkembangan usia
dengan perkembangan jiwa keagamaan tampaknya tak dapat
dihilangan begitu saja. Bila konveri lebih dipengaruhi oleh sugesti.
Maka tentunya konveksi lebih banyak terjadi pada anak-anak,
mengingat ditingkat usia tersebut mereka lebih mudah menerima
sugesti. Namun, kenyataannya hingga usia baya pun masih terjadi
konversi agama.
3. Kepribadian
Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua unsur,
yaitu unsur hereditas dan pengaruh lingkungan. Adanya dua unsur
yang membentuk kepribadian itu menyebabkan munculnya
konseptipologi dan karakter.
Maka para psikologi cenderung berpendapat bahwa tipologi
menunjukan bahwa manusia memiliki kepribadian yang unik dan
bersifat individu yang masing-masing berbeda. Sebaliknya, karakter
menunjukan bahwa kepribadian manusia terbentuk berdasarkan
pengalamannya dengan lingkungan. Dilihat dari pandangan tipologis,
kepribadian manusia tidak dapat diubah karena sudah terbentuk
berdasarkan komposisis yang terdapat dalam tubuh.
Berdasarkan pendekatn pertama, Edward Spranger, Sheldon, dan
sejumlah psikologi lainya telah mengidentifikasi adanya tipe-tipe
kepribadian. Edward Spranger membagi tipe-tipe kepribadian itu
menjadi enam, yaitu: manusia ilmu, manusia sosial, manusia ekonomi,
manusia estetis, manusia politik, dan manusia religius. Sebaliknya,
melalui pendekatan karaktereologis, Erich Fromm, karakter yang

3
mendasari sifat-sifat perilaku dan menilai sejauh mana baik buruknya
perilaku terbentuk dari hubungan manusia dengan lingkungannya. Ia
membagi hubungan ini mejadi dua, yaitu: 1) hubungan manusia
dengan alam kebendaan, yang dinamakan asimilasi, dan 2) hubungan
sesama manusia yang disebutnya sosialisasi.
Berangkat dari pendekatan tipologis maupun katakteriologis, maka
terlihat ada unsur-unsur yang dapat merubah membentuk struktur
kepribadian manusia. Unsur-unsur yang bersifat tetap berasal dari
unsur bawaan, sedangkan yang dapat merubah adalah katakter. Namun
demikian, karakterpun menurut Erich Fromm relatif bersifat permnen.
Unsur pertama (bawaan) merupakan faktor intern yang memberi ciri
khas pada diri seseorang. Dalam kaitan ini, kepribadian sering disebut
sebagai identitas (jati diri) seseorang yang sedikit banyaknya
menampilkan ciri-ciri pembeda dari individu lain di luar dirinya.
4. Kondisi kejiwaan
Kondisi kejiwaan ini terkait dengan kepribadian sebagai faktor
intern. Ada beberapa model pendekatan yang mengungkapkan
hubungan ini. Model psikodinamik yang dikemukakan Sigmud Freud
menunjukan gangguan kejiwaan ditimbulkan oleh konflik yang
tertekan dialam ketidaksadaran manusia. Konflik akan menjadi sumber
gejala kejiwaan yang abnormal. Selanjutnya, menurut pendekatan
biomedis, fungsi tubuh yang dominan mempengaruhi kondisi jiwa
seseorang. Penyakit ataupun faktor genetik atau kondisi sitem saraf
diperkirakan menjadi sumber munculnya perilaku abnormal.
Kemudian pendekatan eksistensial menekankan pada dominasi
pengalaman kekinian manusia. Dengan demikian, sikap manusia
ditrntukan oleh stimulan (rangsangan) lingkungan yang dihadapinya
saat itu.
Hubungan ini selanjutnya mengungkapkan bahwa ada suatu
kondisi kejiwaan cenderung besrsifat permanen pada diri manusia yang
terkadang bersifat menyimpang (abnormal). Gejala-gejala kejiwaan
yang abnormal ini bersumber dari kondisi saraf (neurosis), kejiwaaan

4
(psichosis) dan kepribadian (personality). Kondisi kejiwaan yang
bersumber dari neurose ini menimbulkan gejala kecemasan neurose
,absesi, dan komplusi serta amnesia. Kemudian, kondisi kejiwaan yang
disebabkan oleh gejala psikosis umumnya menyebabkan seseorang
keehilangan kontak hubungan dengan dunia nyata
Barangkali banyak jenis perilakuabnormal yang bersumber dari
kondisi kejiwaan yang tak wajar ini. Tetapi, yang penting dicermati
adalah hubungannya dengan perkembangan jiwa keagaman. Sebab,
bagaimanapun seorang yang mengidap schiprenia akan mengisolasi
diri dari kehidupan sosial serta presepsinya tentang agam akan
dipengaruhi oleh berbagai halusinasi.

B. Faktor Ekstern
Manusia sering disebut dengan homo religius (makhluk beragama),
pernyataan ini menggambarkan bahwa manusia memiliki potensi dasar
yang dapat dikembangkan sebagai makhluk yang beragama. Potensi yang
dimiliki manusia ini secara umum disebut fitrah keagamaan, yaitu
beruppa kecenderungan untuk bertauhid. Sebagai potensi, maka perlu
adanya pengaruh yang berasal dari luar diri manusia. Pengaruh tersebut
dapat berupa bimbingan, pembinaan, latihan, pendidikan, dan sebagainya,
seccara umum disebut sosiolisasi.
Faktor ekstern yang dinilai berpengaruh dalam perkembangan jiwa
keagamaan dapat dilihat dari lingkungan dimana seseorang itu hidup.
Umunya lingkungan tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Lingkungan Keluarga
Keluarga merupkan lingkungan sosial pertama yang dikenalny.
Dengan demikian, kehidupan keluarga menjadi fase sosialisasi awal
bagi pembentukan jiwa keagamaan anak.
Pengaruh kedua orang tua terhadap perkebangan jiwa keagamaan
anak dalam pandangan islam sudah lama disadari. Oleh karena itu,
sebagi intervensi terhadap perkembangan jiwa keagamaan tersebut,
kedua orang diberikan beban tanggung jawab. Ada semacam

5
rangkaian ketentuan yang dianjurkan kepada orang tua, yaitu
mengazdankan ketelinga bayi yang baru saja lahir, mengakikahkan,
memberi nama yang baik, mengajarkan membaca Al-Quran
membiasakan salat serta bimbingan lainnya yang sejalan dengan
perintah agama.
2. Lingkungan Institusional
Lingkungan institusional yang ikut mempengaruhi perkembangan
jiwa keagamaan dapat berupa institusi formal seperti sekolah ataupun
yang nonformal seperti berbagai perkumpualan dengan organisasi.
Sekolah sebagi institusi pendidikan formal ikut memberi pengaruh
dalam membantu perkembangan kepribadian anak. Menurut Singgih
D. Gunarsa pengaruh itu dapat dibagi tiga kelompok, yaitu: 1)
kurikulum dan anak; 2) hubungan guru dan murid; dan 3) hubungan
antara anak (Y.Singgih D. Gunarsa, 1981:96). Dilihat dari kaitannya
dengan perkembangan jiwa keagamaan, tampaknya ketiga kelompok
tersebut ikut berpengaruh. Sebab, pada prinsipnya perkembangan
jiwa keagamaan tak dapat dilepaskan dari upaya untuk membentuk
kepribadian yang luhur. Dalam ketiga kelompok itu secara umum
tersirat unsur-unsur yang menopang pembentukan tersebut seperti
ketekunan, disiplin, kejujuran, simpati, sosialibitas, toleransi,
keteladanan, sabar, dan keadilan.
3. Lingkungan Masyarakat
Meskipun tampaknya longgar, namun kehidupan bermasyarakat
dibatasi oleh berbagai norma dan nilai-nilai yang didukung warganya.
Karena itu, setiap warga berusaha untuk menyesuaikan sikap dan
tingkah laku dengan norma dan nilai-nilai yang ada. Dengan
demikian, kehidupan bermasyarakat memiliki suatu tatanan yang
terkondisi untuk dipatuhi bersama.
Sepintas, lingkungan masyarakat bukan merupakan lingkungan
yang mengandung unsur pengaruh belaka, tetapi norma dan tata nilai
yang ada terkadang lebih mengikat sifatnya. Bahkan, terkadang
pengaruhnya lebih besar dalam perkembangan jiwa keagamaan, baik

6
dalam bentuk positif maupun negatif. Misalnya, lingkungan
masyarakat yang memiliki tradisi keagamaan yang kuat akan
berpengaruh positif bagi perkembangan jiwa keagamaan anak, sebab
kehidupan keagamaan terkondisi dalam tatanan nilai maupun institusi
keagamaa. Keadaan seperti ini bagaimanapun akan berpengaruh
dalam pembentukan jiwa keagamaan warganya.
C. Fanatisme dan Ketaatan
Suatu tradisi keagamaan membuka peluang bagi warganya untuk
berhubungan dengan warga lainnya (sosialisasi). Selain itu juga, terjadi
hubungan dengan benda-benda yang mendukung berjalanny tradisi
keagamaaan tersebut (asimilasi), seperti institusi keagamaan dan
sejenisnya. Hubungan ini menurut tesis Erickh Fromm berpengaruh
terhadap pembentukan karakter seseorang.
David Riesman melihat ada tiga model konfirmasi karakter, yaitu:10
arahan tradisi (tradition directed); 2) arahan dalam (inner directed) ; dan
3) arahan orang lain (other directed) sebagai jabaran tipe karakter. Dalam
menyikapi tradisi kegamaan juga tak jarang munculnya kecenderungan
seperti itu. Jika kecenderungan taklid keagamaan tersebur dipengaruhi
unsur emosional yang berlebihan, maka tebuka peluang bagi pembenaran
spesifik. Kondisi ini akan menjurus kepada fanatisme. Sifat fanatisme
dinilai merugikan bagi kehidupan beragama. Sifat ini dibedakan dari
ketataan, sebab ketaatan merupkan upaya untuk menampilkan arahan
dalam (inner directed) dalam menghayati dan mengamalkan ajaran agama.
D. Cara Mengatasi Gangguan Jiwa Beragama
Proses perbaikan manusia selain memperbaiki organisasi tubuh dengan
perintah syari’ah dalam makan-minum yang halal, baik, cukup dan tidak
berlebihan, maka perlu pula memperbaiki aspek ilmu, pemahaman, dan kesadaran
melalui serangkaian upaya da’wah (penyampaian secara sistematis dan kontinyu
mana yang benar dan mana yang batil), tazkiyah (pembersihan Syubhat, musyrik,
khurafat, dalam pikiran sehingga virus-virus pemikiran, dan  kesesatan cara
berpikir dan pengetahuan yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam
pendidikan (tarbiyah) yang lebih sistematik, maka kesalehan individu, kesalehan

7
masyarakat dan kesalehan sistem bernegara menjadi bagian terintegrasi untuk
melahirkan manusia sempurna.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Factor intern
a.       Faktor Hereditas
b.      Tingkat Usia
c.       Kepribadiaa
d.      ]Kondisi Kejiwaan
2. Factor ekstern
a.       Lingkungan Keluarga
b.      Lingkungan Institusional
c.       Lingkungan Masyarakat
3. Fanatisme dan Ketaatan

8
9
DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012.

http://ciminurin.blogspot.com/2012/06/perilaku-keberagamaan-yang-
menyimpang.html
http://krewengcool.blogspot.com/2011/05/tingkah-laku-keagamaan-yang-
menyimpang.html

http://mnhmotivator.blogspot.com/2011/05/tingkah-laku-keagamaan-yang-
menyimpang.html

Anda mungkin juga menyukai