Di susun oleh :
PASIR PENGARAIAN
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang
menaburkan kehidupan dengan sarat hikmah. Dengan limpahan rahmat, inayah dan ampunan-
Nya, penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini.
Shalawat dan salam senantiasa kita sanjungkan kepada manusia terbaik, Nabi
Muhammad SAW, sang penerang umat, juga kepada keluarganya yang mulia, sahabatnya yang
tercinta, dan umatnya yang setia hingga akhir zaman
Tidak lupa saya ucapkan kepada bapak Dwi Restiana M.Pd selaku dosen pembimbing mata
kuliah Tafsir Tarbawi dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan
makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh
sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi pembaca dan umumnya bagi teman-
teman semua. Amin
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an merupakan kalamullah, yang berisi tentang ketentuan dan pedoman bagi
seluruhmanusia agar dapat melaksanakan syariat islam dengan benar dan harus
diimplementasikansecara kaffah dalam aspek kehidupan, baik yang menyangkut masalah sosial,
politik,ekonomi, kebudayaan, pertahanan, dan keamanan maupun pendidikan.
Menurut Abu Hasan ‘Ali An-Nadwi bahwa pendidikan dan pengajaran umat islam itu
harus berpedoman kepada aqidah islamiyyah yang berdasarkan al-qur’an dan al-hadits.
Padamakalah ini penulis akan coba menjelaskan pengertian tadris berdasarkan ayat Al-Qur’an.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah pada materi
iniadalah:
1
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam proses tadris harus mengacu pada buku sumber dan mempunyai tujuan yang ingin
dicapai. Seorang guru itu adalah pembimbing anak muridnya agar tidak tersesat dalam
kehidupannya. Dalam hal belajar siswa harus diajak berpartisipasi secara bertanggung jawab
dalam proses belajar mengajar. Siswa diajak berfikir untuk menganalisis dan mengevaluasi,
sehingga secara tidak langsung memberi peluang siswa untuk belajar kreatif, mengevaluasi diri
dan belajar mengkritik dirinya sendiri, hal ini menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan
sungguh-sungguh dalam belajar.
Jadi, tadris adalah pengajaran atau pembelajaran yang dilakukan dengan cara
membacakan,menjelaskan dan mendiskusikan supaya peserta didik dapat memamahi serta
mengamalkandalam kehidupan sehari-hari. Demi kebenaran Islam itu terus membara dalam
kaum jiwa muslimin. Bahkan cita-citahidup seorang muslimin adalah membawa manusia
kedalam suatu kehidupan di mana Islam,dalam semua aspeknya, baik teologi, hukum, dan
akhlak.Nabi Muhammad saw adalah da'i pertama,dakwahnya oleh lingkungan masyarakat
1
Dedeng Rosidin, Akar-akar Pendidikan, (Bandung: Pustaka Umat, 2003), hlm. 3.
2
Qurasy dipandang sebagai penyimpangan dari tradisi yang sudah mapan. Sudah menjadi
keyakinan yang berurat bagi bangsa Arab, bahwa cara yang tepat bagi manusia untuk mencapai
sesuatu yang bernilaiadalah kesetiaan kepada adat yang sudah mapan.Bersama sahabatnya Nabi
Mhammadsaw menjadi uswatun hasanah periode Islam awal.2
ْ ُت َولِيَقُول
١٠٥- َوا َد َرسْتَ َولِنُبَيِّنَهُ لِقَوْ ٍم يَ ْعلَ ُمون َ ُك ن
ِ ص ِّرفُ اآليَا َ ِ َو َك َذل-
“Demikian itulah kami menganekaragamkan ayat-ayat Kami dan yang mengakibatkan orang-
orang musyrik mengatakan: “Engkau telah mempelajari” dan supaya Kami menjelaskan al-
Qur’an itu kepada orang-orang yang mengetahui.”
Dalam tafsir Al Misbah dijelaskan bahwa, setelah mengingatkan fungsi Nabi Saw,
kelompok ayat ditutup dengan firman-Nya: Demikian, yakni seperti penjelasan yang
beranekaragam itulah Kami menganekaragamkan serta mengulang-ulangi ayat-ayat, yakni
bukti-bukti kami baik yang terhampar di alam raya maupun terhidang di dalam al-Qur’an supaya
orang-orang yang beriman mendapat petunjuk dan yang pada akhirnya mengakibatkan orang-
orang musyrik mengatakan terdorong oleh kekeraskepalaannya dan kebejatan hati mereka bahwa
Nabi Muhammad Saw, telah mempelajari ayat-ayat itu dari Ahl al-Kitab atau siapa pun sehingga
sekali-kali ia bukan wahyu dari Allah, dan supaya Kami menjelaskan al-Qur’an itu kepada
orang-orang yang mengetahui, sehingga tidak seorang diantara mereka yang menduga bahwa
kamu mempelajarinya dari manusia atau makhluk apapun.
Kata ( َ ) َد َرسْتdarasta terambil dari kata ( ) َد َرسdarasa yang berarti engkau pelajari, yakni
membaca dengan seksama untuk menghafal atau mengerti. Ada juga yang membaca dengan
memanjangkan huruf dal, yakni ( َ )داَ َرسْتdaarasta dalam arti engkau membaca dan dibacakan,
yakni oleh Ahl al-Kitab. Bacaan ketiga adalah ( ) َد َرستdarasat dalam arti telah berulang,
maksudnya uraian-uraian al-Qur’an telah berulang kali terdengar dalam dongeng-dongeng lama.
Bacaan mayoritas adalah yang berarti engkau pelajari,ini serupa dengan firman Allah Swt. : dan
sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata :”Sesungguhnya al-Qur’an itu diajarkan
oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad).” Padahal bahasa yang mereka tuduhkan (bahwa)
2
Abdul Hamid, (2015). PARADIGMA DAKWAH SYEKH YUSUF AL-QARADHAWI (Rekontruksi Pemikiran
Dakwah Harakah). Jakarta: Kencana,Cet-ke.1, hlm. 83.
3
Muhammad belajar kepadanya bahasa ‘Ajam, sedang al-Qur’an adalah bahasa Arab yang terang.
(Q.S. An-Nahl : 103). Bahasa ‘Ajam ialah bahasa selain Arab dan dapat juga berarti bahasa Arab
yang tidak baik, karena orang yang dituduh mengajar Muhammad saw. itu bukan orang Arab dan
hanya tahu sedikit bahasa Arab.
Apa yang dikatakan oleh kaum musyrikin adalah salah dan bukan pada tempatnya,
bagaimana mungkin Nabi Muhammad Saw, belajar dari Ahl al-Kitab, padahal mereka tahu dan
sejarah menginformasikan bahwa beliau tidak pernah belajar kepada siapapun. Bahkan jika
beliau mempelajarinya dari orang lain, informasi, petunjuk-petunjuk bahkan redaksi yang
disampaikan tidak akan seindah al-Qur’an.
Banyak orientalis berupanya mencari celah terhadap al-Qur’an dan mencari kesamaan
antara al-Qur’an dengan kitab-kitab sebelumnya. Menganggap al-Qur’an sebagai teks curian,
terutama bila menemui kebenaran umum yang mirip dengan yang terdapat dalam Taurat atau
Injil. Abbdurrahman Badwi memberikan contoh antara lain yang dikemukakan Clermont
Ganneau tentang perumpamaan cahaya dalam surah an-Nuur ayat 35 yang artinya : “Allah
(Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, seperti sebuah lubang
yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca, (dan)
tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon
yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang
minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya
(berlapis-lapis), Allah Memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia Kehendaki,
dan Allah Membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Dan Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu.”
4
Dan berikut adalah perbandingannya, Mac Donald berpendapat, “dilihat dari susunan
bahasa, sepertinya ayat tersebut menyinggung masalah pelayanan Ketuhanan yang terdapat di
gereja-gereja dan biara-biara, yaitu bentuk pelayanan yang terlihat pada altar gereja yang
bersulam cahaya. Selain itu, ungkapan al-Qur’an ada kaitannya dengan istilah “cahaya alam”
dalam Injil dan cahaya dari cahaya. Abdurrahman berkomentar bahwa anggapan seperti ini tidak
mungkin dilewatkan begitu saja yakni : cahaya-cahaya di altar gereja cukup banyak, sedangkan
al-Qur’an menyebutkan satu cahaya yang menyinari langit dan bumi”.
ْ q ُذوهُ َألَ ْم يُْؤ َخqهُ يَْأ ُخqُ َرضٌ ِّم ْثلqْأتِ ِه ْم َعqَا َوِإن يqqَيُ ْغفَ ُر لَنqض هَـ َذا األ ْدنَى َويَقُولُونَ َس
ذq َ َاب يَْأ ُخ ُذونَ َع َر َ وا ْال ِكت
ْ ُف َو ِرثٌ فَخَ لَفَ ِمن بَ ْع ِد ِه ْم خ َْل
١٦٩- َاآلخ َرةُ خَ ْي ٌر لِّلَّ ِذينَ يَتَّقُونَ َأفَالَ تَ ْعقِلُون ِ ُوا َما فِي ِه َوال َّدا ُر ْ ق َو َد َرسَّ وا َعلَى هّللا ِ ِإالَّ ْال َح
ْ ُب َأن الَّ يِقُولِ ق ْال ِكتَا
ُ َعلَ ْي ِهم ِّميثَا-
“Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil
harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: "Kami akan diberi ampun". dan kelak jika
datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan
mengambilnya (juga). Bukankah Perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, Yaitu bahwa
mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, Padahal mereka telah
mempelajari apa yang tersebut di dalamnya? dan kampung akhirat itu lebih bagi mereka yang
bertakwa. Maka Apakah kamu sekalian tidak mengerti?”.
5
Ada yang berkata bahwa perjanjian itu hanya diketahui oleh generasi-genersi terdahulu
dan tidak diketahui oleh generasi-generasi baru. Maka di dalam ayat ini dilanjutkan bahwa
didalam kitab suci Taurat telah terdapat tuntunan Taurat dan perjanjian tersebut. Padahal mereka
juga sudah mempelajari apa yang ada di dalam kitab Taurat tersebut. Sungguh mereka telah
mengingkari perjanjian dan mengabaikan tuntunan-tuntunan yang ada. Sebenarnya orang-orang
yang taqwa itu hidupnya di akhirat lebih enak dari pada orang-orang yang melakukan
pelanggaran.3
Dapat diambil kesimpulan yang terdapat dalam kalimat “Padahal mereka juga sudah
mempelajari apa yang ada di dalam kitab Taurat” , tetapi kenyataannya mereka telah melanggar
tuntunan yang ada. Jadi generasi-generasi baru (sebagai murid) yang terdapat dalam ayat ini
meskipun telah mempelajari, mereka harus bisa mengetahui, mengingat, memahami, dan
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan yang di lakukan generasi
sebelumnya. Dan generasi lama (sabagai guru) harus bisa menjelaskan dan memberikan contoh
yang baik sesuai dengan tuntunan yang ada dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan mencari
ridho Allah SWT.
“Dan Kami tidak pernah memberikan kepada mereka kitab-kitab yang mereka dapat baca dan
sekali-kali tidak pernah (pula) kami mengutus kepada mereka sebelum kamu seorang pemberi
peringatan pun”
Ayat-ayat diatas masih melanjutkan uraian tentang sikap dan sifat buruk kaum musyrikin
Mekkah yang dihadapi oleh Nabi Muhammad saw. Allah berfirman bahwa mereka itu bersikap
seperti yang diuraikan ayat yang lalu – yakni menolak tuntunan al-Qur’an dan menilainya sihir
dan Nabi saw berbohong dan yakni padahal Kami tidak pernah memberikan kepada mereka
kaum musyrikin Arab itu kitab-kitab yang mereka senantiasa dan dari saat ke saat dapat baca
sebelum kehadiran al-Qur’an ini dan sekali-kali tidak pernah pula Kami mengutus kepada
mereka secara khusus sebelummu wahai nabi Muhammad seorang pemberi peringatan pun
3
M Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hlm. 296-298.
6
sehinga dengan ketiadaan itu mereka tidak dapat berdalih mengungkap sikap penolakan mereka,
bahkan dengan kedatangan kitab suci dan kehadiran Nabi itu, mereka seharusnya bergembira dan
menyambutnya dengan baik.
Nilai tarbiyah yang terkandung dari ayat-ayat yang telah dipaparkan adalah sebagai
berikut :
1. Seorang guru adalah pembimbing anak didiknya agar tidak tersesat dalam kehidupannya.
2. Belajar itu harus dilakukan secara berulang-ulang.
3. Dalam melakukan proses pembelajaran harus mengacu pada buku (sumber belajar).
Sumber belajar harus mendukung pada tujuan pembelajaran.
4. Dalam menyampaikan ilmu seorang guru haruslah berakhlak mulia, mengajarkan dengan
kelembutan bukan dengan kekerasan, karena apabila mengajar dengan kekerasan, maka
murid akan lari dan ilmu tidak tersampaikan.
BAB III
7
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Makalah ini ditujukan kepada seluruh pembaca, baik pendidik meupun peserta didik,
dengan tujuan memahami tadris dalam pendidikan. Makalah ini masih sangat jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu, kami mohon kritik dan saran yang membangun. Semoga memberikan
manfaat untuk kita. Amin.
8
DAFTAR PUSTAKA