DISUSUN OLEH:
Najmi
Ahmad Zulfikar
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Pengertian Tadris..........................................................................................3
B. Tafsir Surah Al-An’am Ayat 105, 156..........................................................3
C. Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 169....................................................................7
D. Tafsir Surah Al-Qalam Ayat 37....................................................................9
E. Tafsir Surah Saba’ Ayat 44.........................................................................12
BAB III..................................................................................................................14
PENUTUP..............................................................................................................14
A. KESIMPULAN...........................................................................................14
B. SARAN.......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tadris dari akar kata daras-darras, artinya pengajaran, adalah
upaya menyiapkan murid (mutadaris) agar dapat membaca, mempelajari,
dan mengkaji sendiri, yang dilakukan dengan cara mudarris membacakan,
menyebutkan berulang-ulang dan bergiliran, menjelaskan dan
mendiskusikan makna yang terkandung di dalamnya sehingga murid
mengetahui, mengingat, memahami, dan mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari dengan tujuan mencari ridho Allah.
Al-Juzairi memakai tadarrsu dengan membaca dan menjamin agar
tidak lupa, berlatih dan menjamin sesuatu.
Menurut Rusiadi dalam tadris tersirat adanya mudarris. Mudarris
berasal dari kata darasa-yadrusu-darsan-durusan-dirasatan yang artinya
terhapus, hilang bekasnya, menghapus, melatih dan mempelajari. Artinya
guru adalah orang yang berusaha mencerdaskan peserta didiknya,
menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan serta melatih
keterampilan peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya.1
Pada hakikatnya konsep darasa adalah proses upaya membangun
makna, pengertian dan pemahaman terhadap informasi dan pengalaman.
Proses menuju suatu perubahan dalam tingkah laku, pengetahuan atau
keterampilan sebagai hasil dari interaksi dengan media pembelajaran
berupa ayat-ayat Allah. Berdasarkan kajian yang dilakukan tentang
darasa, dapat dipahami makna darasa ini adalah membaca secara terus
menerus, berulang-ulang, mempelajari dan menganilisisnya sampai
menguasai, menghapal dan menghasilkan pengaruh pada diri orang yang
membaca.
Dalam konsep darasa ini ada beberapa unsur sehingga terjadi
proses belajar, yakni adanya tujuan yang ingin dicapai, materi pelajaran
ada media belajar dalam hal ini adalah ayat-ayat Allah baik yang tertulis
1
Rusiadi, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, hal. 13
1
(kitab) maupun yang tak tertulis (alam ciptaan Allah). Ada metode belajar
dengan pola darasa yakni belajar secara kontinyu, secara berulang, belajar
dengan menganalisis untuk dapat memahami apa yang dibaca sehingga
hasil dari membaca ini dapat menghasilkan sikap, pengetahuan dan
keterampilan bagi pembaca dan adanya evaluasi yakni poses pengukuran
ketercapaian tujuan dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan, dalam
arti terencana, sesuai dengan prosedur dan prinsip pengukuran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa tafsir surah Al-An’am ayat 105 dan 156?
2. Apa tafsir surah Al-A’raf ayat 169?
3. Apa tafsir surah Al-Qalam ayat 37?
4. Apa tafsir surah Saba’ ayat 44?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tafsir Surah Al-An’am ayat 105 dan 156.
2. Untuk mengetahui tafsir surah Al-A’raf ayat 169.
3. Untuk mengetahui tafsir surah Al-Qalam ayat 37.
4. Untuk mengetahui tafsir surah Saba’ ayat 44.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tadris
Tadris merupakan masdar yang berasal dari kata darrasa-yadrusu-
darasan yang berarti pengajaran atau pembelajaran. Dalam pengajaran
2
adanya interaksi antara yang mengajar (mudarris) dan yang belajar
(mutadarris). Secara luas tadris adalah upaya menyiapkan murid agar
dapat membaca, mempelajari, dan mengkaji sendiri, yang dilakukan
dengan cara pengajar membacakan, menyebutkan berulang-ulang dan
bergiliran, menjelaskan, mengungkapkan dan mendiskusikan makna yang
terkandung di dalamnya.
Al-Asfahani yang dikutip oleh Sehat Sultoni menyebutkan kata
tadris harus ada yang membekas atau meninggalkan bekas (baqaa al-
atsar). Dari yang dipelajari ada yang membekas dengan hafalan. Pelajaran
membekas bisa juga dengan pemahaman dan pengamalan. Penggunaan
kata tadris penekanannya pada tertanamnya pelajaran baik melalui
hafalan, atau pemahaman ataupun pengamalan.2
Al-Asfahani mengharuskan adanya usaha sungguh-sungguh bila
ingin meninggalkan bekas. Berbagai pelajaran harus dijelaskan secara
tuntas. Mempelajari ilmu akan tercapai dengan menghafal.3
3
mempertahankannya”. Ini jika dibaca “daa rasta” maka artinya
mempelajari dan membela (mempertahankannya). Jika dibaca “darasta”
berarti belajar dan membaca. Demikianlah Allah memberi hidayah kepada
yang Dia kehendaki sehingga beriman, sedang yang sesat terpengaruh oleh
prasangkanya yang jahat terhadap ajaran Allah dan tuntunan Rasulullah.4
Al-Maraghi menjelaskan kata “darasta” dengan makna yang
umum, yaitu membaca berulang-ulang dan terus-menerus melakukannya
serta menganalisa sehingga sampai pada tujuan. Al-Khawrizmi, Ath-
Thabari, dan Ash-Shuyuti mengartikan kalimat “darasta” dengan makna,
“engkau membaca dan mempelajari”. Dalam Tafsir Al-Maraghi ayat ini
menjelaskan atau menceritakan tentang tuduhan orang-orang kafir
terhadap Nabi Muhammad SAW, yang mereka mengatakan bahwa Nabi
Muhammad belajar dari budak romawi.
Dalam pengulangan ayat-ayat terdapat banyak faedah di antaranya
adalah:
1. Agar ayat-ayat itu dijadikan petunjuk oleh orang-orang yang
mempunyai kesiapan untuk beriman, sesuai dengan perbedaan akal
dan pemahamannya.
2. Agar kaum musyrikin yang ingkar dan menentang berkata,
“Sebelumnya Anda telah pernah mempelajarinya. Jadi, ini bukan
wahyu yang diturunkan, sebagaimana yang Anda katakan”.
Perkataan yang dilontarkan mereka ini adalah dusta dan palsu.
3. Agar kami menerangkan Al-Quran ini yang mengandung
pengulangan ayat-ayat, dan yang dikatakan oleh orang-orang yang
ingkar bahwa ia adalah hasil belajar dan ijtihad kepada kaum yang
mempunyai kesiapan untuk mengetahui berbagai hakikat yang
ditunjukkan oleh ayat-ayat, dan kebahagiaan akibat mengikuti
petunjuknya, tanpa terhalang oleh taklid dan penentangan.
4
Tafsir Ibn Kathir Juz' 7 (Part 7): Al-Ma'idah 82 to Al-An'am 110
4
Ringkasnya, orang-orang yang berkata kepada Rasul, bahwa beliau
telah mempelajari Al-Quran dari manusia, adalah orang-orang bodoh yang
tidak memahami ayat-ayat yang telah diulang-ulang oleh Allah dengan
berbagai macam, dan tidak mendalami rahasianya serta kewajiban untuk
mengutamakannya dari manfaat dunia.
Adapun mereka yang mengetahui apa yang diisyaratkan oleh ayat-
ayat itu, dan akibat baik dari mengikuti petunjuknya, adalah orang-orang
yang mengetahui hakikat Al-Quran dengan jelas, di samping
kandungannya berupa pengulangan yang baik, yang dikuatkan dengan
hujah dan keterangan.
Sesuai dengan makna ayat bahwa relevansi ayat ini dengan
pendidikan adalah bahwa kita dituntut untuk selalu dan banyak membaca
dan juga belajar dalam rangka menuntut ilmu, agar kita tidak mudah
terpengaruh atau sesat dari jalan Allah dan beriman kepada-Nya.
5
yang mendustakan dan berpaling dari ayat-ayat Allah yang dapat didengar
dan dilihat. Kami akan menyiksa orang-orang yang berpaling darinya
dengan siksaan yang keras.
6
memahami dengan jelas tentang kebenaran dari ayat-ayat Allah, tetapi
mereka dengan sengaja memilih kekafiran dan menghalang-halangi orang
lain untuk masuk islam.
7
telah mempelajari isinya, dan seharusnya mereka mengatakan kebenaran.
Tetapi mereka malah mengatakan kebatilan! Sesungguhnya kenikmatan
akhirat yang diperuntukkan bagi mereka yang bertakwa, lebih baik dari
segala kesenangan dunia.5
5
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah.
8
duniawi. Bagi orang yang takwa, kebahagiaan akhirat lebih baik daripada
kebahagiaan duniawi yang terbatas itu. Mengapa mereka tidak
merenungkan hal yang demikian? Ayat ini menjelaskan bahwa
kecenderungan kepada materi dan hidup kebendaan, merupakan faktor
yang menyebabkan kecurangan orang Yahudi sebagai suatu bangsa yang
punya negara. Karena kecintaan yang besar kepada kehidupan duniawi,
mereka kehilangan petunjuk agama serta kering dalam kehidupan
kerohanian. Apa yang menimpa orang Yahudi zaman dahulu mungkin
pula menimpa orang-orang Islam zaman sekarang, karena mereka lebih
banyak mengutamakan kehidupan materiil dan menyampingkan kehidupan
spirituil kerohanian sehingga sepak terjang mereka sangat jauh dari ajaran
Al-Quran.
9
demi Tuhan yang memiliki bumi dan langit. Karena itulah maka
disebutkan dalam firman berikutnya:
Mengapa kamu (berbuat demikian), bagaimanakah kamu
mengambil keputusan? (Al-Qalam: 36).
Maksudnya, mengapa kamu bisa mempunyai kesimpulan seperti
itu? Kemudian Allah Swt. berfirman:
Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan
Allah) yang kamu pelajari? Sesungguhnya kamu dapat memilih apa saja
yang ada di dalamnya. (Al-Qalam: 37-38).
Allah Swt. berfirman bahwa apakah di tangan kalian terdapat
sebuah kitab yang diturunkan dari langit, yang dipelajari, dihafalkan dan
beredar di tangan kalian secara turun-temurun dari pendahulu sampai ke
generasi berikutnya hingga sampai pada kalian, yang isinya memperkuat
dan mengukuhkan apa yang kamu sangkakan itu?
Sesungguhnya kamu dapat memilih apa saja yang ada di dalamnya.
Atau apakah kamu memperoleh janji-janji yang diperkuat dengan sumpah
dari Kami, yang tetap berlaku sampai hari kiamat; sesungguhnya kamu
benar-benar dapat mengambil keputusan (sekehendak hatimu)? (Al-
Qalam: 38-39) .
Yaitu apakah kamu mempunyai janji dan ikrar yang dikukuhkan
dari sisi Kami?
Sesungguhnya kamu benar-benar dapat mengambil keputusan
(sekehendakmu)? (Al-Qalam: 39).
Yakni sesungguhnya kamu dapat memperoleh apa yang kamu
ingini dan apa yang kamu sukai.
Tanyakanlah kepada mereka, "Siapakah di antara mereka yang
bertanggungjawab terhadap keputusan yang diambil itu?" (Al-Qalam: 40).
Artinya, katakanlah kepada mereka bahwa siapakah yang akan
menjamin dan bertanggung jawab terhadap keputusan itu?
10
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini,
bahwa siapakah di antara mereka yang bertanggung jawab terhadap
keputusan itu?
Atau apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu? (Al-Qalam: 41)
Yaitu berhala-berhala dan tandingan-tandingan (yang mereka ada-
adakan).
Maka hendaklah mereka mendatangkan sekutu-sekutunya jika
mereka adalah orang-orang yang benar. (Al-Qalam: 41).
Dalam ayat ini, dinyatakan bahwa pendapat atau jalan pikir orang-
orang kafir itu tidak berdasarkan wahyu dari Allah, karena tidak ada satu
pun dari kitab Allah yang menerangkan seperti yang demikian itu, dengan
menanamkan kepada mereka, “Apakah kamu, hai orang-orang kafir
mempunyai suatu Kitab yang diturunkan dari langit, yang kamu terima
dari nenek moyangmu, kemudian kamu pelajari secara turun temurun yang
mengandung suatu ketentuan seperti yang kamu katakan itu. Apakah ada
pada kamu Kitab yang semacam itu yang membolehkan kamu memilih
apa yang kamu ingini, sesuai dengan kehendak kamu.
Ayat ini dikemukakan dalam bentuk kalimat tanya. Biasanya
kalimat tanya itu maksudnya untuk menanyakan sesuatu yang tidak
diketahui, tetapi kalimat tanya di sini untuk mengingkari dan untuk
menyatakan kejelekan suatu perbuatan, seakan-akan Allah menyatakan
kepada orang-orang kafir itu bahwa tidak ada suatu pun wahyu Allah yang
menyatakan demikian dan ucapan mereka itu adalah ucapan yang mereka
ada-adakan dan cara mengada-adakan yang demikian itu adalah cara yang
tidak terpuji.
11
Terjemahan: Tidaklah Kami berikan kepada mereka kitab apa pun
yang mereka pelajari dan tidak (pula) Kami utus seorang pemberi
peringatan kepada mereka sebelum engkau (Nabi Muhammad).
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tafsir surah Al-An’am ayat 105, orang-orang yang berkata kepada
Rasul, bahwa beliau telah mempelajari Al-Quran dari manusia, adalah
orang-orang bodoh yang tidak memahami ayat-ayat yang telah diulang-
ulang oleh Allah dengan berbagai macam, dan tidak mendalami rahasianya
serta kewajiban untuk mengutamakannya dari manfaat dunia.
Tafsir surah Al-An’am ayat 156, Allah menjelaskan tentang
turunnya alqur'an kepada orang musyrik mekah agar mereka pada hari
13
kiamat kelak tidak membuat-buat alasan mengenai sikap kemusyrikan dan
kemaksiatan mereka.
Tafsir surah Al-A’raf ayat 169, hukum halal dan haram, perintah
dan larangan dalam kitab itu mereka ketahui, tetapi mereka tidak
mengamalkannya.
Tafsir surah Al-Qalam ayat 37, dinyatakan bahwa pendapat atau
jalan pikir orang-orang kafir itu tidak berdasarkan wahyu dari Allah,
karena tidak ada satu pun dari kitab Allah yang menerangkan seperti yang
demikian itu.
Tafsir surah Saba’ ayat 44, Allah Swt. belum pernah menurunkan
suatu kitab pun kepada bangsa Arab sebelum Al-Qur'an, belum pernah
pula mengutus seorang nabi kepada mereka sebelum Nabi Muhammad
SAW.
B. SARAN
Saran yang dapat penulis berikan kepada pembaca atau pendengar
tentang makalah ini adalah agar pembaca tidak sekedar membaca makalah
ini akan tetapi, senantiasa merenungkan isi kandungan makalah ini dan
yang paling penting mengamalkan apa yang telah diketahui dari makalah
ini.
DAFTAR PUSTAKA
14
Al-Maraghi, A.M. (1992). Tafsir Al-Maraghi. Semarang: CV Thaha Putra.
Al-Raghib Al Asfahani. Mu’jam Mufradat Alfadz Al-Qur’an. Beirut: dar
al-Fikr, T.Th.
Shihab, M. Quraish. (2002). Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.
15