Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH TAFSIR TARBAWI

TADRIS DALAM AL-QURAN


Dosen Pengampu: Mansyur, S.Pd.I.,M.Pd.I.

DISUSUN OLEH:
Najmi
Ahmad Zulfikar

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN


INSTITUT PARAHIKMA INDONESIA (IPI) GOWA
TAHUN 2021-2022
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan
rencana. Makalah yang berjudul “Tadris Dalam Al-Qur’an” ini sebagai
pemenuhan tugas dari dosen pengampu mata kuliah Tafsir Tarbawi.
Selawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad
SAW, yang telah membimbing kita dari jalan gelap gulita menuju jalan yang
terang menderang.
Selama penyusunan makalah ini masih ada kendala yang dihadapi, namun
berkat bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak semua kendala tersebut dapat
teratasi. Pada kesempatan ini dengan ketulusan hati, penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam proses penyusunan makalah ini.
Mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis, untuk itu, penulis
mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak demi kemajuan
pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang
diharapkan dapat tercapai, Aamiin.

Makassar, 10 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
A. Pengertian Tadris..........................................................................................3
B. Tafsir Surah Al-An’am Ayat 105, 156..........................................................3
C. Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 169....................................................................7
D. Tafsir Surah Al-Qalam Ayat 37....................................................................9
E. Tafsir Surah Saba’ Ayat 44.........................................................................12
BAB III..................................................................................................................14
PENUTUP..............................................................................................................14
A. KESIMPULAN...........................................................................................14
B. SARAN.......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tadris dari akar kata daras-darras, artinya pengajaran, adalah
upaya menyiapkan murid (mutadaris) agar dapat membaca, mempelajari,
dan mengkaji sendiri, yang dilakukan dengan cara mudarris membacakan,
menyebutkan berulang-ulang dan bergiliran, menjelaskan dan
mendiskusikan makna yang terkandung di dalamnya sehingga murid
mengetahui, mengingat, memahami, dan mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari dengan tujuan mencari ridho Allah.
Al-Juzairi memakai tadarrsu dengan membaca dan menjamin agar
tidak lupa, berlatih dan menjamin sesuatu.
Menurut Rusiadi dalam tadris tersirat adanya mudarris. Mudarris
berasal dari kata darasa-yadrusu-darsan-durusan-dirasatan yang artinya
terhapus, hilang bekasnya, menghapus, melatih dan mempelajari. Artinya
guru adalah orang yang berusaha mencerdaskan peserta didiknya,
menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan serta melatih
keterampilan peserta didik sesuai dengan bakat dan minatnya.1
Pada hakikatnya konsep darasa adalah proses upaya membangun
makna, pengertian dan pemahaman terhadap informasi dan pengalaman.
Proses menuju suatu perubahan dalam tingkah laku, pengetahuan atau
keterampilan sebagai hasil dari interaksi dengan media pembelajaran
berupa ayat-ayat Allah. Berdasarkan kajian yang dilakukan tentang
darasa, dapat dipahami makna darasa ini adalah membaca secara terus
menerus, berulang-ulang, mempelajari dan menganilisisnya sampai
menguasai, menghapal dan menghasilkan pengaruh pada diri orang yang
membaca.
Dalam konsep darasa ini ada beberapa unsur sehingga terjadi
proses belajar, yakni adanya tujuan yang ingin dicapai, materi pelajaran
ada media belajar dalam hal ini adalah ayat-ayat Allah baik yang tertulis

1
Rusiadi, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, hal. 13

1
(kitab) maupun yang tak tertulis (alam ciptaan Allah). Ada metode belajar
dengan pola darasa yakni belajar secara kontinyu, secara berulang, belajar
dengan menganalisis untuk dapat memahami apa yang dibaca sehingga
hasil dari membaca ini dapat menghasilkan sikap, pengetahuan dan
keterampilan bagi pembaca dan adanya evaluasi yakni poses pengukuran
ketercapaian tujuan dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan, dalam
arti terencana, sesuai dengan prosedur dan prinsip pengukuran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa tafsir surah Al-An’am ayat 105 dan 156?
2. Apa tafsir surah Al-A’raf ayat 169?
3. Apa tafsir surah Al-Qalam ayat 37?
4. Apa tafsir surah Saba’ ayat 44?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tafsir Surah Al-An’am ayat 105 dan 156.
2. Untuk mengetahui tafsir surah Al-A’raf ayat 169.
3. Untuk mengetahui tafsir surah Al-Qalam ayat 37.
4. Untuk mengetahui tafsir surah Saba’ ayat 44.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tadris
Tadris merupakan masdar yang berasal dari kata darrasa-yadrusu-
darasan yang berarti pengajaran atau pembelajaran. Dalam pengajaran

2
adanya interaksi antara yang mengajar (mudarris) dan yang belajar
(mutadarris). Secara luas tadris adalah upaya menyiapkan murid agar
dapat membaca, mempelajari, dan mengkaji sendiri, yang dilakukan
dengan cara pengajar membacakan, menyebutkan berulang-ulang dan
bergiliran, menjelaskan, mengungkapkan dan mendiskusikan makna yang
terkandung di dalamnya.
Al-Asfahani yang dikutip oleh Sehat Sultoni menyebutkan kata
tadris harus ada yang membekas atau meninggalkan bekas (baqaa al-
atsar). Dari yang dipelajari ada yang membekas dengan hafalan. Pelajaran
membekas bisa juga dengan pemahaman dan pengamalan. Penggunaan
kata tadris penekanannya pada tertanamnya pelajaran baik melalui
hafalan, atau pemahaman ataupun pengamalan.2
Al-Asfahani mengharuskan adanya usaha sungguh-sungguh bila
ingin meninggalkan bekas. Berbagai pelajaran harus dijelaskan secara
tuntas. Mempelajari ilmu akan tercapai dengan menghafal.3

B. Tafsir Surah Al-An’am Ayat 105, 156


Surah Al-An’am Ayat 105
ِ ‫ص ِّرفُ ااْل ٰ ٰي‬
١٠٥ َ‫ت َولِيَقُوْ لُوْ ا َد َرسْتَ َولِنُبَيِّنَهٗ لِقَوْ ٍم يَّ ْعلَ ُموْ ن‬ َ ِ‫َو َك ٰذل‬
َ ُ‫ك ن‬
Terjemahan: Demikianlah Kami menjelaskan berulang-ulang ayat-
ayat Kami (agar orang-orang beriman mengambil pelajaran darinya) dan
agar mereka (orang-orang musyrik) mengatakan, “Engkau telah
mempelajari (ayat-ayat itu dari Ahlulkitab),” dan agar Kami
menjelaskannya (Al-Qur’an) kepada kaum yang mengetahui.

Dalam Tafsir Ibnu Katsir, disebutkan bahwa Rasulullah telah


menjelaskan bukti-bukti yang terkandung di dalam Al-Quran kepada
manusia. Namun orang-orang yang sesat, mereka akan berkata: “Anda
telah mempelajari semua itu dari Ahli Kitab, kemudian Anda kini
2
Sehat Sultoni Dalimunthe, Filsafat Pendidikan Islam, hal 28-29.
3
Al-Raghib Al-Asfahani, hal 169.

3
mempertahankannya”. Ini jika dibaca “daa rasta” maka artinya
mempelajari dan membela (mempertahankannya). Jika dibaca “darasta”
berarti belajar dan membaca. Demikianlah Allah memberi hidayah kepada
yang Dia kehendaki sehingga beriman, sedang yang sesat terpengaruh oleh
prasangkanya yang jahat terhadap ajaran Allah dan tuntunan Rasulullah.4
Al-Maraghi menjelaskan kata “darasta” dengan makna yang
umum, yaitu membaca berulang-ulang dan terus-menerus melakukannya
serta menganalisa sehingga sampai pada tujuan. Al-Khawrizmi, Ath-
Thabari, dan Ash-Shuyuti mengartikan kalimat “darasta” dengan makna,
“engkau membaca dan mempelajari”. Dalam Tafsir Al-Maraghi ayat ini
menjelaskan atau menceritakan tentang tuduhan orang-orang kafir
terhadap Nabi Muhammad SAW, yang mereka mengatakan bahwa Nabi
Muhammad belajar dari budak romawi.
Dalam pengulangan ayat-ayat terdapat banyak faedah di antaranya
adalah:
1. Agar ayat-ayat itu dijadikan petunjuk oleh orang-orang yang
mempunyai kesiapan untuk beriman, sesuai dengan perbedaan akal
dan pemahamannya.
2. Agar kaum musyrikin yang ingkar dan menentang berkata,
“Sebelumnya Anda telah pernah mempelajarinya. Jadi, ini bukan
wahyu yang diturunkan, sebagaimana yang Anda katakan”.
Perkataan yang dilontarkan mereka ini adalah dusta dan palsu.
3. Agar kami menerangkan Al-Quran ini yang mengandung
pengulangan ayat-ayat, dan yang dikatakan oleh orang-orang yang
ingkar bahwa ia adalah hasil belajar dan ijtihad kepada kaum yang
mempunyai kesiapan untuk mengetahui berbagai hakikat yang
ditunjukkan oleh ayat-ayat, dan kebahagiaan akibat mengikuti
petunjuknya, tanpa terhalang oleh taklid dan penentangan.

4
Tafsir Ibn Kathir Juz' 7 (Part 7): Al-Ma'idah 82 to Al-An'am 110

4
Ringkasnya, orang-orang yang berkata kepada Rasul, bahwa beliau
telah mempelajari Al-Quran dari manusia, adalah orang-orang bodoh yang
tidak memahami ayat-ayat yang telah diulang-ulang oleh Allah dengan
berbagai macam, dan tidak mendalami rahasianya serta kewajiban untuk
mengutamakannya dari manfaat dunia.
Adapun mereka yang mengetahui apa yang diisyaratkan oleh ayat-
ayat itu, dan akibat baik dari mengikuti petunjuknya, adalah orang-orang
yang mengetahui hakikat Al-Quran dengan jelas, di samping
kandungannya berupa pengulangan yang baik, yang dikuatkan dengan
hujah dan keterangan.
Sesuai dengan makna ayat bahwa relevansi ayat ini dengan
pendidikan adalah bahwa kita dituntut untuk selalu dan banyak membaca
dan juga belajar dalam rangka menuntut ilmu, agar kita tidak mudah
terpengaruh atau sesat dari jalan Allah dan beriman kepada-Nya.

Surah Al-An’am Ayat 156


١٥٦ َ‫فَتَ ْي ِن ِم ْن قَ ْبلِن َۖا َواِ ْن ُكنَّا ع َْن ِد َرا َستِ ِه ْم لَ ٰغفِلِ ْي ۙن‬zِ‫اَ ْن تَقُوْ لُ ْٓوا اِنَّ َمٓا اُ ْن ِز َل ْال ِك ٰتبُ ع َٰلى طَ ۤا ِٕٕى‬
Terjemahan: (Kami turunkan Al-Qur’an itu) supaya kamu (tidak)
mengatakan, “Kitab itu hanya diturunkan kepada dua golongan sebelum
kami (Yahudi dan Nasrani) dan sesungguhnya kami lengah dari apa yang
mereka baca,”
Tafsir Al-Madinah Al-Munawwarah, kami turunkan al-Qur'an itu
agar kalian tidak beralasan: "Tidak diturunkan kepada kami satu kitab pun,
namun hanya diturunkan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani sebelum
kami, sedangkan kami tidak pernah membaca kitab itu". Atau dengan
berkata: "Seandainya diturunkan kepada kami suatu kitab Dari Langit
sebagaimana telah diturunkan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani,
niscaya kami lebih mendapat petunjuk kepada kebenaran daripada
mereka." Al-Qur'an telah datang kepada kalian yang mengandung
penjelasan tentang hukum-hukum, petunjuk kepada hikmah, dan rahmat
bagi umat. Maka siapakah yang lebih besar kezalimannya daripada orang

5
yang mendustakan dan berpaling dari ayat-ayat Allah yang dapat didengar
dan dilihat. Kami akan menyiksa orang-orang yang berpaling darinya
dengan siksaan yang keras.

Tafsir Kementrian Agama RI kemudian, pada ayat ini Allah


menjelaskan tentang turunnya alqur'an kepada orang musyrik mekah agar
mereka pada hari kiamat kelak tidak membuat-buat alasan mengenai sikap
kemusyrikan dan kemaksiatan mereka. Kami turunkan Al-Qur'an yang
berisi hal-hal yang menyangkut semua aspek kehidupan itu agar kamu
tidak mengatakan dan membuat-buat alasan pada hari kiamat nanti bahwa
kamu tidak mendapatkan kitab petunjuk dari langit, kitab itu, yaitu taurat
dan injil, hanya diturunkan kepada dua golongan sebelum kami, yahudi
dan nasrani, dan sungguh, kami tidak memperhatikan apa yang mereka
baca. Kami tidak mengerti apa yang ada di dalam kedua kitab tersebut
karena menggunakan bahasa yang bukan bahasa kami. Atau agar kamu
tidak mengatakan, jikalau kitab yang berisi tentang berbagai petunjuk
dalam kehidupan itu diturunkan kepada kami, tentulah kami lebih
mendapat petunjuk daripada mereka, karena kami lebih bersemangat
dalam melaksanakan ajaran agama dan lebih cerdas daripada mereka.
Kami banyak tahu tentang syair, kisah-kisah masa lalu, padahal kami
adalah bangsa yang buta huruf. Sungguh, telah datang kepadamu
penjelasan yang nyata, yaitu kitab Al-Qur'an ini dan rasul yang
membawanya, petunjuk bagi yang menghayati kandungannya, dan rahmat
bagi semesta alam dari tuhanmu. Siapakah yang lebih zalim, maksudnya
tidak ada yang lebih zalim, daripada orang yang mendustakan ayat-ayat
Allah seperti perkataan mereka bahwa Al-Qur'an adalah cerita bohong dari
masa lalu, dan bahwa nabi Muhammad adalah pesihir, orang gila, dan lain
sebagainya, dan orang yang berpaling daripadanya, bahkan melarang
orang lain untuk mendengarkan dan mempelajarinya' kelak, kami akan
memberi balasan kepada orang-orang yang berpaling dari ayat-ayat kami
dengan azab yang keras, karena mereka selalu berpaling. Mereka tahu dan

6
memahami dengan jelas tentang kebenaran dari ayat-ayat Allah, tetapi
mereka dengan sengaja memilih kekafiran dan menghalang-halangi orang
lain untuk masuk islam.

C. Tafsir Surah Al-A’raf Ayat 169


‫ا َواِ ْن يَّأْتِ ِه ْم‬zۚ zَ‫يُ ْغفَ ُر لَن‬z‫وْ نَ َس‬zzُ‫ َذا ااْل َ ْد ٰنى َويَقُوْ ل‬z‫ض ٰه‬ َ ‫ َر‬z‫ ُذوْ نَ َع‬z‫ب يَأْ ُخ‬ َ ‫َّرثُوا ْال ِك ٰت‬ِ ‫فو‬ ٌ ‫فَخَ لَفَ ِم ۢ ْن بَ ْع ِد ِه ْم خ َْل‬
‫ا فِيْ ۗ ِه‬zz‫وْ ا َم‬z‫ق َود ََر ُس‬ َّ z‫وْ ا َعلَى هّٰللا ِ اِاَّل ْال َح‬zُ‫ب اَ ْن اَّل يَقُوْ ل‬ ُ ‫َع َرضٌ ِّم ْثلُهٗ يَأْ ُخ ُذوْ ۗهُ اَلَ ْم ي ُْؤخ َْذ َعلَ ْي ِه ْم ِّم ْيثَا‬
ِ ‫ق ْال ِك ٰت‬
١٦٩ َ‫َوال َّدا ُر ااْل ٰ ِخ َرةُ خَ ْي ٌر لِّلَّ ِذ ْينَ يَتَّقُوْ ۗنَ اَفَاَل تَ ْعقِلُوْ ن‬
Terjemahan: Kemudian, setelah mereka, datanglah generasi (yang
lebih buruk) yang mewarisi kitab suci (Taurat). Mereka mengambil harta
benda (duniawi) yang rendah ini (sebagai ganti dari kebenaran). Lalu,
mereka berkata, “Kami akan diampuni.” Jika nanti harta benda (duniawi)
datang kepada mereka sebanyak itu, niscaya mereka akan mengambilnya
(juga). Bukankah mereka sudah terikat perjanjian dalam kitab suci
(Taurat) bahwa mereka tidak akan mengatakan kepada Allah, kecuali yang
benar, dan mereka pun telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya?
Negeri akhirat itu lebih baik bagi mereka yang bertakwa. Maka, tidakkah
kamu mengerti?.

Tafsir Quraish Shihab, setelah dua golongan yang telah kami


kelompokkan tadi, akan datang satu generasi yang jahat. Mereka memang
telah mewarisi Taurat dari leluhur mereka, tetapi mereka tidak
mengamalkannya. Kesenangan dunia lebih mereka utamakan ketimbang
kebenaran. Mereka akan selalu berkata, "Allah pasti mengampuni apa
yang kami lakukan." Seakan-akan mereka mengharapkan ampunan,
padahal jika mereka diberikan lagi kesenangan dunia seperti sebelumnya,
mereka tidak ragu untuk mengambilnya. Begitulah, mereka adalah
sekelompok orang yang di samping memohon ampunan, tetapi dalam
waktu yang sama melulu melakukan dosa. Allah mencela mereka yang
memohon ampun tapi tetap berbuat dosa, seraya berfirman,
"Sesungguhnya kami telah mengambil janji mereka di Taurat. Mereka

7
telah mempelajari isinya, dan seharusnya mereka mengatakan kebenaran.
Tetapi mereka malah mengatakan kebatilan! Sesungguhnya kenikmatan
akhirat yang diperuntukkan bagi mereka yang bertakwa, lebih baik dari
segala kesenangan dunia.5

Tafsir Kementrian Agama RI, dalam ayat ini Allah menerangkan


satu generasi dari Yahudi yang menggantikan golongan bangsa Yahudi
tersebut di atas. Mereka adalah bangsa Yahudi yang hidup di zaman Nabi
Muhammad yang mewarisi Taurat dari nenek-moyang mereka dan
menerima begitu saja segala apa yang tercantum di dalamnya. Hukum
halal dan haram, perintah dan larangan dalam kitab itu mereka ketahui,
tetapi mereka tidak mengamalkannya. Mereka mengutamakan kepentingan
duniawi dengan segala kemegahan yang akan lenyap. Mereka mencari
harta benda dengan usaha-usaha yang lepas dari hukum moral dan agama,
mengembangkan riba, makan suap, pilih kasih dalam hukum dan lain
sebagainya, karena mereka berpendapat bahwa Allah kelak akan
mengampuni dosa mereka. Orang-orang Yahudi itu menganggap dirinya
kekasih Allah dan bangsa pilihan. Anggapan demikian hanyalah
menyesatkan pikiran mereka. Oleh karena itu setiap ada kesempatan untuk
memperoleh keuntungan duniawi seperti uang suap, riba dan sebagainya,
tidaklah mereka sia-siakan. Allah menegaskan kesalahan pendapat dan
anggapan mereka yang berkepanjangan dalam kesesatan dan tenggelam
dalam nafsu kebendaan. Allah mengungkapkan adanya ikatan perjanjian
antara mereka dengan Allah yang tercantum dalam Taurat, bahwa mereka
tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali kebenaran. Tetapi mereka
memutarbalikkan isi Taurat, karena didorong oleh keinginan untuk
memperoleh keuntungan duniawi, padahal mereka telah memahami
dengan baik isi Taurat itu dan sadar akan kesalahan perbuatan itu.
Seharusnya mereka lebih mengutamakan kepentingan ukhrawi dengan
berbuat sesuai dengan petunjuk Allah dan Taurat daripada keuntungan

5
Shihab, M. Quraish, Tafsir Al-Mishbah.

8
duniawi. Bagi orang yang takwa, kebahagiaan akhirat lebih baik daripada
kebahagiaan duniawi yang terbatas itu. Mengapa mereka tidak
merenungkan hal yang demikian? Ayat ini menjelaskan bahwa
kecenderungan kepada materi dan hidup kebendaan, merupakan faktor
yang menyebabkan kecurangan orang Yahudi sebagai suatu bangsa yang
punya negara. Karena kecintaan yang besar kepada kehidupan duniawi,
mereka kehilangan petunjuk agama serta kering dalam kehidupan
kerohanian. Apa yang menimpa orang Yahudi zaman dahulu mungkin
pula menimpa orang-orang Islam zaman sekarang, karena mereka lebih
banyak mengutamakan kehidupan materiil dan menyampingkan kehidupan
spirituil kerohanian sehingga sepak terjang mereka sangat jauh dari ajaran
Al-Quran.

D. Tafsir Surah Al-Qalam Ayat 37


٣٧ َ‫اَ ْم لَ ُك ْم ِك ٰتبٌ فِ ْي ِه تَ ْد ُرسُوْ ۙن‬
Terjemahan: Atau, apakah kamu mempunyai kitab (yang
diturunkan Allah) yang kamu pelajari?

Tafsir Ibnu Katsir Setelah menyebutkan perihal orang-orang yang


memiliki kebun-kebun di dunia dan pembalasan azab yang menimpa
mereka akibat kedurhakaan mereka kepada Allah Swt. dan menentang
perintah-Nya, berikutnya Allah menyebutkan perihal orang yang bertakwa
kepada-Nya dan taat kepada perintah-Nya, bahwa mereka di negeri akhirat
akan mendapat taman-taman surga yang penuh dengan kenikmatan dan
tidak akan musnah, tidak akan ada habis-habisnya serta tiada putus-
putusnya kenikmatan yang ada di dalamnya. Kemudian Allah Swt.
berfirman:
Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama
dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir). (Al-Qalam: 35).
Yakni apakah pantas jika Kami menyamakan antara orang-orang
muslim dan orang-orang kafir dalam hal pembalasan? Tentu saja tidak,

9
demi Tuhan yang memiliki bumi dan langit. Karena itulah maka
disebutkan dalam firman berikutnya:
Mengapa kamu (berbuat demikian), bagaimanakah kamu
mengambil keputusan? (Al-Qalam: 36).
Maksudnya, mengapa kamu bisa mempunyai kesimpulan seperti
itu? Kemudian Allah Swt. berfirman:
Atau adakah kamu mempunyai sebuah kitab (yang diturunkan
Allah) yang kamu pelajari? Sesungguhnya kamu dapat memilih apa saja
yang ada di dalamnya. (Al-Qalam: 37-38).
Allah Swt. berfirman bahwa apakah di tangan kalian terdapat
sebuah kitab yang diturunkan dari langit, yang dipelajari, dihafalkan dan
beredar di tangan kalian secara turun-temurun dari pendahulu sampai ke
generasi berikutnya hingga sampai pada kalian, yang isinya memperkuat
dan mengukuhkan apa yang kamu sangkakan itu?
Sesungguhnya kamu dapat memilih apa saja yang ada di dalamnya.
Atau apakah kamu memperoleh janji-janji yang diperkuat dengan sumpah
dari Kami, yang tetap berlaku sampai hari kiamat; sesungguhnya kamu
benar-benar dapat mengambil keputusan (sekehendak hatimu)? (Al-
Qalam: 38-39) .
Yaitu apakah kamu mempunyai janji dan ikrar yang dikukuhkan
dari sisi Kami?
Sesungguhnya kamu benar-benar dapat mengambil keputusan
(sekehendakmu)? (Al-Qalam: 39).
Yakni sesungguhnya kamu dapat memperoleh apa yang kamu
ingini dan apa yang kamu sukai.
Tanyakanlah kepada mereka, "Siapakah di antara mereka yang
bertanggungjawab terhadap keputusan yang diambil itu?" (Al-Qalam: 40).
Artinya, katakanlah kepada mereka bahwa siapakah yang akan
menjamin dan bertanggung jawab terhadap keputusan itu?

10
Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini,
bahwa siapakah di antara mereka yang bertanggung jawab terhadap
keputusan itu?
Atau apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu? (Al-Qalam: 41)
Yaitu berhala-berhala dan tandingan-tandingan (yang mereka ada-
adakan).
Maka hendaklah mereka mendatangkan sekutu-sekutunya jika
mereka adalah orang-orang yang benar. (Al-Qalam: 41).

Dalam ayat ini, dinyatakan bahwa pendapat atau jalan pikir orang-
orang kafir itu tidak berdasarkan wahyu dari Allah, karena tidak ada satu
pun dari kitab Allah yang menerangkan seperti yang demikian itu, dengan
menanamkan kepada mereka, “Apakah kamu, hai orang-orang kafir
mempunyai suatu Kitab yang diturunkan dari langit, yang kamu terima
dari nenek moyangmu, kemudian kamu pelajari secara turun temurun yang
mengandung suatu ketentuan seperti yang kamu katakan itu. Apakah ada
pada kamu Kitab yang semacam itu yang membolehkan kamu memilih
apa yang kamu ingini, sesuai dengan kehendak kamu.
Ayat ini dikemukakan dalam bentuk kalimat tanya. Biasanya
kalimat tanya itu maksudnya untuk menanyakan sesuatu yang tidak
diketahui, tetapi kalimat tanya di sini untuk mengingkari dan untuk
menyatakan kejelekan suatu perbuatan, seakan-akan Allah menyatakan
kepada orang-orang kafir itu bahwa tidak ada suatu pun wahyu Allah yang
menyatakan demikian dan ucapan mereka itu adalah ucapan yang mereka
ada-adakan dan cara mengada-adakan yang demikian itu adalah cara yang
tidak terpuji.

E. Tafsir Surah Saba’ Ayat 44


ٍ ُ‫َو َمٓا ٰاتَ ْي ٰنهُ ْم ِّم ْن ُكت‬
َ َ‫ب يَّ ْد ُرسُوْ نَهَا َو َمٓا اَرْ َس ْلنَٓا اِلَ ْي ِه ْم قَ ْبل‬
٤٤ ‫ك ِم ْن نَّ ِذي ۗ ٍْر‬

11
Terjemahan: Tidaklah Kami berikan kepada mereka kitab apa pun
yang mereka pelajari dan tidak (pula) Kami utus seorang pemberi
peringatan kepada mereka sebelum engkau (Nabi Muhammad).

Tafsir Ibnu Katsir, yakni Allah Swt. belum pernah menurunkan


suatu kitab pun kepada bangsa Arab sebelum Al-Qur'an, belum pernah
pula mengutus seorang nabi kepada mereka sebelum Nabi Muhammad
Saw. Dan sebelum itu mereka selalu mengharapkannya dan mereka
mengatakan, "Seandainya datang kepada kami seorang pemberi peringatan
atau diturunkan kepada kami sebuah kitab, tentulah kami menjadi orang-
orang yang lebih mendapat petunjuk daripada selain kami." Tetapi setelah
Allah menganugerahkan hal itu yang mereka harapkan, ternyata mereka
mendustakannya, mengingkarinya, dan menentangnya.

Pada ayat ini Allah SWT membantah tuduhan mereka dan


menyatakan kebatilan pengakuan mereka bahwa agama nenek moyang
mereka itulah agama yang benar. Sebaliknya Allah menyatakan bahwa
agama yang benar ialah agama yang berdasarkan wahyu dari Allah dan
Kitab yang diturunkan kepada Rasul-Nya untuk disampaikan kepada
manusia, yang di dalamnya diterangkan syariat dan hal-hal yang
membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, sebagaimana
agama yang dibawa oleh junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW
yaitu agama Islam. Apa alasan mereka menetapkan bahwa agama syirik
yang mengingkari keesaan Allah SWT, itulah agama yang benar, padahal
belum pernah didatangkan kepada mereka kitab sebelum Al-Qur’an dan
belum pernah diutus kepada mereka seorang Rasul sebelum Nabi
Muhammad SAW.

12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tafsir surah Al-An’am ayat 105, orang-orang yang berkata kepada
Rasul, bahwa beliau telah mempelajari Al-Quran dari manusia, adalah
orang-orang bodoh yang tidak memahami ayat-ayat yang telah diulang-
ulang oleh Allah dengan berbagai macam, dan tidak mendalami rahasianya
serta kewajiban untuk mengutamakannya dari manfaat dunia.
Tafsir surah Al-An’am ayat 156, Allah menjelaskan tentang
turunnya alqur'an kepada orang musyrik mekah agar mereka pada hari

13
kiamat kelak tidak membuat-buat alasan mengenai sikap kemusyrikan dan
kemaksiatan mereka.
Tafsir surah Al-A’raf ayat 169, hukum halal dan haram, perintah
dan larangan dalam kitab itu mereka ketahui, tetapi mereka tidak
mengamalkannya.
Tafsir surah Al-Qalam ayat 37, dinyatakan bahwa pendapat atau
jalan pikir orang-orang kafir itu tidak berdasarkan wahyu dari Allah,
karena tidak ada satu pun dari kitab Allah yang menerangkan seperti yang
demikian itu.
Tafsir surah Saba’ ayat 44, Allah Swt. belum pernah menurunkan
suatu kitab pun kepada bangsa Arab sebelum Al-Qur'an, belum pernah
pula mengutus seorang nabi kepada mereka sebelum Nabi Muhammad
SAW.

B. SARAN
Saran yang dapat penulis berikan kepada pembaca atau pendengar
tentang makalah ini adalah agar pembaca tidak sekedar membaca makalah
ini akan tetapi, senantiasa merenungkan isi kandungan makalah ini dan
yang paling penting mengamalkan apa yang telah diketahui dari makalah
ini.

DAFTAR PUSTAKA

Rusiadi. (2012). Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Cet. Ke II.


Jakarta: Sedaun.
Dalimunthe, S.S. (2018). Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Bangunan
Ilmu Islamic Studies. Yogyakarta: Deepublish.
Departemen Agama Republik Indonesia. (2019). Qur’an dan
Terjemahnya. Surabaya: Mahkota.
Departemen Agama Republik Indonesia. (2019). Tafsir Al-Qur’an,.
Surabaya: Mahkota.

14
Al-Maraghi, A.M. (1992). Tafsir Al-Maraghi. Semarang: CV Thaha Putra.
Al-Raghib Al Asfahani. Mu’jam Mufradat Alfadz Al-Qur’an. Beirut: dar
al-Fikr, T.Th.
Shihab, M. Quraish. (2002). Tafsir Al-Mishbah. Jakarta: Lentera Hati.

15

Anda mungkin juga menyukai