Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN


EPISTIMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
Dosen Pengampu : Dr. Raja Lottung Siregar, M.Pd

Disusun Oleh :
Kelompok 1

INTAN LIANI 01332.111.17.2020


MUHAMMAD ARI 01325.111.17.2020

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM TUANKU TAMBUSAI


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
KABUPATEN ROKAN HULU
PASIR PENGARAIAN
PROVINSI RIAU
2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah. Kepada-Nya kita memuji, meminta pertolongan,


petunjuk dan ampunan. Kita berlindung kepada-Nya dari kejahatan jiwa kita dan
keburukan perbuatan kita. Siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada
yang dapat menyesatkannya, dan siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak
ada seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.

Kami bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain
Allah, Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan kami bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan Allah. Allah berfirman:

َ‫ق تُقَاتِ ِه َواَل تَ ُموتُ َّن ِإاَّل َوَأ ْنتُ ْم ُم ْسلِ ُمون‬
َّ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ َآ َمنُوا اتَّقُوا هَّللا َ َح‬

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah, dan jangan
sekali-kali mati kecuali sebagai muslim.” (Ali Imran : 102)

Dengan pertolongan allah sajalah sehingga kami dapat menyelesaikan


makalah “Epistimologi Pendidikan Islam “ yang digunakan sebagai salah satu
tugasmata kuliah “Kapita selekta pendidikan “.
Kami ucapkan banyak terima kasih,semoga makalah ini bisa membantu
bagi siapa yang membutuhkan,sedikit pengetahuan tentang Epistimologi Pendidikan
islam’.
Namun demikian,makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,segala kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk di masa yang
akan datang.
Pasir Pengaraian, 15 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistemologi Ilmu Pendidikan Islam...........................3


B. Metode Epistemologi Ilmu Pendidikan Islam................................4
C. Upaya membangun Epistemologi Ilmu Pendidikan Islam.............6
D.
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan islam sebagai suatu proses pengembangan potensi kreatifitas
peserta didik, bertujuan untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Allah SWT., cerdas, terampil, memiliki etos kerja yang tinggi, berbudi
pekerti luhur, mandiri dan bertanggung jawab terhadap dirinya, bangsa dan
Negara serta agama.
Proses itu sendiri sudah berlangsung sepanjang sejarah kehidupan manusia.
Ilmu pendidikan merupakan prinsip, struktur, metodologi, dan objek yang
memiliki karakteristik epistimologi ilmu islami. Oleh karena itu, pendidikan islam
sangat bertolak belakang dengan ilmu pendidikan non islam. Pengembangan
pendidikan islam adalah upaya memperjuangkan sebuah sistem pendidikan
alternative yang lebih dan relative dapat memenuhi kebutuhan umat islam dalam
menyelesaikan semua problematika kehidupan yang mereka hadapi sehari-hari.
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah


ini adalah.

1. Bagaimana pengertian Epistemologi Ilmu Pendidikan Islam?


2. Bagaimana metode Epistemologi Ilmu Pendidikan Islam?
3. Bagaimana upaya membangun Epistemologi Ilmu Pendidikan Islam?
C. Tujuan
1. Bagaimana pengertian Epistemologi Ilmu Pendidikan Islam?
2. Bagaimana metode Epistemologi Ilmu Pendidikan Islam?
3. Bagaimana upaya membangun Epistemologi Ilmu Pendidikan Islam?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistemologi Ilmu Pendidikan Islam


Secara etimologi, kata “epistemology” berasal dari bahasa Yunani;
“episteme” dan “logos”. “Episteme” berarti pengetahuan, sedangkan “logos”
berarti teori, uraian atau alasan.
Jadi epistimologi berarti sebuah teori tentang pengetahuan. Dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah “Theori of Knowledge”. Secara terminology,
menurut Dagobert D. runes dalam bukunya “Dictionary of Phlisophy”
mengatakan bahwa “Epistimologi sebagai cabang filsafat yang menyelidiki
tentang keaslian pengertian, struktur, mode, dan validitas pengetahuan. Menurut
Harun Nasution dalam bukunya “Filsafat Agama” mengatakan, bahwa yang
dimaksud dengan Epistimologi adalah “Ilmu yang membahas apa penetahuan itu
dan bagaimana memperolehnya”. Menurut Fudyartanto mengatakan bahwa
epistimologi berarti filsafat tentang pengetahuan atau dengan kata lain filsafat
pengetahuan.
Menurut KBBI epistimologi adalah cabang ilmu filsafat tentang dasar-dasar
dan batas-batas pengetahuan.1 Epistemologi adalah salah satu cabang pokok
filsafat yang membicarakan seluk-beluk pengetahuan.2
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa epistimologi adalh sebuah ilmu
yang mempelajari hal-hal yang bersangkutan dengan pengetahuan dan dipelajari
secara subtantif.
Oleh karena itu epistimologi bersangkutan dengan masalah-masalah yang
meliputi:
a). Filsafat, yaitu sebagai cabang ilmu dalam mencari hakikat dan kebenaran
pengetahuan.
b). Metode, memiliki tujuan untuk mengantarkan manusia mencapai
pengetahuan.
c). Sistem, bertujuan memperoleh realitas kebenaran pengetahuan.
1
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat Pers, Jakarata, 2002,
hal.3.
2
Abdul Munir Mulkhan dkk, Religiusitas Iptek, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hal.49.
Ilmu pendidikan islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan
hokum-hukum agama islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama
menurut ukuran-ukuran islam.3
Maka, epistemologi merupakan ilmu pendidikan islam yang menekankan
pada upaya, cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan
pendidikan islam. Jelaslah bahwa aktifitas berfikir dalam epistemology adalah
aktifitas yang paling mampu mengembangkan kreatifitas keilmuan disbanding
ontology dan aksiologi.

B. Metode Epistemoogi Pendidikan Islam


Metode merupakan bagian integral dari epistemologi, karena epistemologi
mencakup banyak pembahasan termasuk metode. Metode epistemologi
pendidikan Islam adalah sebagai metode-metode yang dipakai dalam menggali,
menyusun dan mengembangkan pendidikan Islam. Dengan kata lain, adalah
metode-metode yang dipakai dalam membangun ilmu pendidikan Islam.
Metode epistemologi pendidikan Islam adalah metode yang digunakan
untuk memperoleh pengetahuan tentang pendidikan Islam. Ada perbedaan antara
metode epistemologi pendidikan Islam dengan metode penelitian pendidikan
Islam.
Metode epistemologi Islam lebih berada pada tataran pemikiran filosofis,
sedangkan metode penelitian pendidikan Islam berada pada tataran teknis dan
operasional. Metode epistemologi pendidikan Islam merupakan alat filsafat yang
membahas pengetahuan pendidikan Islam. Metode epistemologi pendidikan Islam
berusaha membangun, merumuskan dan memproses pengetahuan tentang
pendidikan Islam.
Menurut Mujamil Qomar dari perenungan-perenungan terhadap ayat-ayat
Al-Quran, Hadits Nabi dan penalaran sendiri, untuk sementara didapatkan lima
macam metode yang secara efektif untuk membangun pengetahuan tentang
pendidikan Islam, yaitu:

a). Metode Rasional (Manhaj ‘Aqli)


3
Op.Cit., Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, hal 10
Metode Rasional adalah metode yang dipakai untuk memperoleh
pengetahuan dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan atau kriteria-
kriteria kebenaran yang bisa diterima rasio. Menurut metode ini sesuatu
dianggap benar apabila bisa diterima oleh akal, seperti sepuluh lebih banyak
dari lima. Tidak ada orang yang mampu menolak kebenaran ini berdasarkan
penggunaan akal sehatnya, karena secara rasional sepuluh lebih banyak dari
lima.
Metode ini dipakai dalam mencapai pengetahuan pendidikan Islam,
terutama yang bersifat apriori.Akal memberi penjelasan-penjelasan yang logis
terhadap suatu masalah, sedangkan indera membuktikan penjelasan-
penjelasan itu. Penggunaan akal untuk mencapai pengetahuan termasuk
pengetahuan pendidikan Islam mendapat pembenaran agama Islam.
Machfudz Ibawi berani menegaskan, bahwa bahasa Al-Quran seluruhnya
bersifat filosofis, dengan pengertian tidak mudah dimengerti tanpa mencari,
menganalisis atau menggali sesuatu yang tersimpan dibalik bahasa harfiah.
Oleh karena itu dibutuhkan pemikiran yang makin rasional dan logis
sebagai media atau alat untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman
terhadap kandungan Al-Quran sebagai cermin dari ajaran Islam. Teori-teori
yang diformulasikan oleh ilmuwan-ilmuwan Islam tidak banyak dipakai
sebagai landasan dalam membahas masing-masing disiplin ilmu karena masih
kalah oleh teori barat. Bahkan yang paling berbahaya secara intelektual
adalah bahwa teori-teori barat telah dianggap baku dan disakralkan karena
tidak pernah digugat.
Teori-teori pendidikan Islam yang dirumuskan pemikir-pemikir Islam
zaman dahulu juga menjadi sasaran pencermatan kembali dengan
menggunakan metode rasional. Seharusnya metode rasional telah lama
menjadi pegangan para filosof pendidikan Islam dalam merumuskan teori.
Namun, dalam kenyataan belum banyak ahli filsafat pendidikan Islam yang
memanfaatkan metode rasional ini.
Pendidikan Islam selama ini secara sinis masih dianggap meniru
pendidikan Barat. Jika diperhatikan landasan pendidikan Islam itu berupa
Quran dan Sunnah, dan seharusnya tidak ada lagi peniruan. Mekanisme kerja
metode rasional yang kesekian kali dalam mencapai pengetahuan pendidikan
Islam dilakukan dengan cara mengembangkan objek pembahasan.
Sebenarnya melalui metode rasional saja dapat diperoleh khazanah
pengetahuan pendidikan Islam dalam jumlah yang amat besar.
b). Metode Intuitif (Manhaj Zawqi)
Metode intuitif merupakan metode yang khas bagi ilmuan yang
menjadikan tradisi ilmiah Barat sebagai landasan berfikir mengingat metode
tersebut tidak pernah diperlukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Sebaliknya dikalangan Muslim seakan-akan ada kesepakatan untuk
menyetujui intuisi sebagai satu metode yang sah dalam mengembangkan
pengetahuan, sehingga mereka telah terbiasa menggunakan metode ini dalam
menangkap pengembangan pengetahuan.
Muhammad Iqbal menyebut intuisi ini dengan peristilahan “cinta” atau
kadang-kadang disebut pengalaman kalbu. Dalam pendidikan Islam,
pengetahuan intuitif ditempatkan pada posisi yang layak. Pendidikan Islam
sekarang menjadikan manusia sebagai objek material, sedang objek
formalnya adalah kemampuan manusia.
Pendidikan Islam sebenarnya secara spesifik terfokus untuk mempelajari
kemampuan manusia itu, baik berdasarkan wahyu, pemberdayaan akal
maupun pengamatan langsung. Di kalangan pemikir Islam, intuisi tidak hanya
disederajatkan dengan akal maupun indera, tetapi bahkan lebih diistimewakan
daripada keduanya.
Bagi Al-Gazhali, bahwa al-zawaq (intuisi) lebih tinggi dan lebih
dipercaya, daripada akal untuk menangkap pengetahuan yang betul-betul
diyakini kebenarannya. Sumber pengetahuan tersebut dinamakan al-
nubuwwat, yang pada nabi-nabi berbentuk wahyu dan pada manusia biasa
berbentuk Ilham. Sebagai suatu metode epistemologi, intuisi itu bersifat
netral. Artinya ia bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan berbagai macam
pengetahuan.
Hakekat intuisi menurut Al-Tahawuny, bisa bertambah dan berkurang.
Bila kita mengamati pengalaman kita sehari-hari tampaknya ada perbedaan
frekuensi intuisi muncul dalam rentang waktu tertentu. Adakalanya dalam
waktu yang berututan muncul beberapa kali, tetapi terkadang dalam waktu
yang lama juga tidak kunjung tiba. Akal adalah suatu substansi ruhaniah
yang melihat pemahaman yang kita sebut hati atau kalbu, yang merupakan
tempat terjadinya intuisi.
Penggunaan akal dan intuisi secara integral dapat memberikan kontribusi
yang cukup besar terhadap pengembangan metode-metode yang dipakai
menggali pengetahuan. Metode interpretasi misalnya, ia diyakini akan
tumbuh dan berkembang melalui pemanfaatkan metode-metode yang
menggunakan akal dan intuisi. Intuisi itu bisa didatangkan untuk memberikan
pencerahan konsentrasi, kontemplasi, dan imajinasi.
Sebaiknya kita memiliki tradisi ketiganya ini dalam mengembangkan
atau menyusun konsep pendidikan Islam yang bisa dipertanggung jawabkan
secara ilmiah di hadapan kriteria ilmu pengetahuan dan secara normatif di
hadapan wahyu.
c). Metode Dialogis (Manhaj Jadali)
Metode dialogis yang dimaksudkan di sini adalah upaya menggali
pengetahaun pendidikan Islam yang dilakukan melalui karya tulis yang
disajikan dalam bentuk percakapan antara dua orang ahli atau lebih
berdasarkan argumentasi-argumentasi yang bisa dipertanggung jawabkan
secara ilmiah.
Metode ini memiliki sandaran teologis yang jelas. Upaya untuk mecari
jawaban-jawaban adalah aktivitas yang baik menurut Islam maupun ilmu
pengetahuan. Peristiwa sebagai wujud dialog telah dikemukakan dalam Al-
Quran.
Pendidikan Islam perlu didialogkan dengan nalar kita untuk memperolah
jawaban-jawaban yang signifikan dalam mengembangkan pendidikan Islam
tersebut. Nalar itu akan memiliki daya analisis yang tajam manakala
menghadapi tantangan-tantangan. Ilmu pendidikan Islam harus bertumpu
pada gagasan-gagasan yang dialogis dengan pengalaman empiris yang terdiri
atas fakta atau informasi untuk diolah menjadi teori yang valid yang menjadi
tempat berpijaknya suatu pengetahuan ilmiah.
Untuk menerapkan metode ini, dapat disiapkan wadahnya dengan
beberapa cara, misalnya dengan menetapkan pasangan dialog, membentuk
forum dialog, mempertemukan dua forum dialog, maupun dengan
mengundang pakar-pakar pendidikan Islam, apabila difungsikan secara
maksimal. wadah-wadah dialog itu hanya berbeda skalanya saja, sedang misi
dan fungsinya relative sama. Semuanya sebagai wadah untuk menggali
pengetahuan pendidikan Islam dari Al-Quran, hadits dan praktek-praktek
pendidikan Islam, kemudian dirumuskan dalam teori-teori ilmiah tentang
pendidikan Islam.
Metode dialogis dalam epistemologi pendidikan Islam ini bisa
mengambil bermacam-macam objek: ketentuan-ketentuan wahyu, baik yang
terdapat pada Al-Quran maupun hadits yang disebut dengan konsep-konsep
normatif, pendapat-pendapat para pakar pendidikan Islam, baik pada masa
lampau maupun sekarang yang disebut konsep-konsep teoritis, dan
pengamatan terhadap pengalaman-pengalaman melaksanakan pendidikan
bagi kaum Muslim, baik dahulu maupun sekarang yang bisa disebut “konsep-
konsep empiris”.
Semua Objek itu ada dalam bingkai keislaman karena Islam terbagi
menjadi dua, yaitu Islam dalam arti wahyu dan Islam dalam arti budaya.
Islam wahyu berupa Al-Quran dan hadis sedang Islam budaya berupa
pemikiran, pengalaman, maupun tradisi umat Islam.
d). Metode Komparatif (Manhaj Maqaran)
Metode komparatif adalah metode memperoleh pengetahuan (dalam hal
ini pengetahuan pendidikan Islam, baik sesama pendidikan Islam maupun
pendidikan Islam dengan pendidikan lainnya).
Metode ini ditempuh untuk mencari keunggulan-keunggulan maupun
memadukan pengertian atau pemahaman, supaya didapatkan ketegasan
maksud dari permasalahan pendidikan. Maka metode komparatif ini masih
bisa dibedakan dengan pendidikan perbandingan.
Metode komparatif sebagai salah satu metode epistemologi pendidikan
Islam objek yang beragam untuk diperbandingkan, yaitu meliputi:
perbandingan sesama Ayat Al-Quran tentang pendidikan, antara ayat-ayat
pendidikan dengan hadits-hadits pendidikan, antara sesama hadits pendidikan,
antara sesama teori dari pemikir pendidikan, antara sesama teori dari pakar
pendidikan Islam dan non Islam, antara sesama lembaga pendidikan Islam,
antara sesama lembaga pendidikan Islam dengan lembaga pendidikan non
Islam, antara sesama sejarah umat Islam dahulu dan sekarang.
e). Metode Kritik (Manhaj Naqdi)
Metode kritik yaitu sebagai usaha untuk menggali pengetahuan tentang
pendidikan Islam dgan cara mengoreksi kelemahan-kelemahan suatu konsep
atau aplikasi pendidikan, kemudian menawarkan solusi sebagai altrnatif
pemecahannya.
Jadi maksudnya kritik bukan karena adanya kebencian, melainkan karena
adanya kejanggalan-kejanggalan atau kelemahan-kelemahan yang harus
diluruskan. Sebenarnya kritik adalah metode kita yang sudah ada sejak dulum
dari ilmu kalam, fiqh, sejarah Islam maupun hadits. Namun sayangnya
sekarang jarang sekali kalangan Muslim yang berpijak pada metode kritik
ketika mengungkapkan gagasan-gagasannya. Salah satau pemikir muslim
yang karya-karyanya bernuansa kritik adalah Muhammad Arkoun. Beliau
mengkritik bangunan epistemologi keilmuan agam Islam. Sebenarnya kritik
itu berkonotasi dalam makna upaya membangun, tidak seperti yang kita
pahami selama ini bahwa kritik adalah penghinaan. Dan itu berakibat umat
muslim merasa tidak suka terhadap kritik.
Dengan menggunakan metode kritik dapat mengkritik teori barat yang
tidak sepaham dengan nas-nas wahyu yang berkaitan dengan pendidikan
Islam.4
C. Upaya Membangun Epistemologi Ilmu Pendidikan Islam
Pengaruh pendidikan Barat terhadap pendidikan yang berkembang di
hampir semua negara ternyata sangat kuat. Pengaruh ini juga menembus
pendidikan Islam, sehingga sistem pendidikan Islam mengalami banyak
kelemahan. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut, para pakar
pendidikan Islam dan para pengambil kebijakan dalam pendidikan Islam harus

4
Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam, Erlangga, Jakarta, 2008, hal.270-350
mengadakan pembaharuan-pembaharuan secara komprehensif agar terwujud
pendidikan Islam ideal yang mencakup berbagai dimensi.
Pada dimensi pengembangan terdapat kesadaran bahwa cita-cita
mewujudkan pendidikan Islam ideal itu baru bisa dicapai bila ada upaya
membangun epistemologinya.5
Epistemologi pendidikan Islam ini, meliputi; pembahasan yang berkaitan
dengan seluk beluk pengetahuan pendidikan Islam mulai dari hakekat pendidikan
Islam, asal-usul pendidikan Islam, sumber pendidikan Islam, metode membangun
pendidikan Islam, unsur pendidikan Islam, sasaran pendidikan Islam, macam-
macam pendidikan Islam dan sebagainya.
Dalam pembahasan ini epistemologi pendidikan Islam lebih diarahkan pada
metode atau pendekatan yang dapat dipakai membangun ilmu pendidikan Islam,
daripada komponen-komponen lainnya, karena komponen metode tersebut paling
dekat dengan upaya mengembangkan pendidikan Islam, baik secara konsepteual
maupun aplikatif.
Epistemologi pendidikan Islam ini perlu dirumuskan secara konseptual
untuk menemukan syarat-syarat dalam mengetahui pendidikan berdasarkan
ajaran-ajaran Islam.
Syarat-syarat itu merupakan kunci dalam memasuki wilayah pendidikan
Islam, tanpa menemukan syarat-syarat itu kita merasa kesulitan mengungkapkan
hakekat pendidikan Islam, mengingat syarat merupakan tahapan yang harus
dipenuhi sebelum berusaha memahami dan mengetahui pendidikan Islam yang
sebenarnya. Setelah ditemukan syarat-syaratnya, langkah selanjutnya untuk dapat
menangkap ”misteri pendidikan Islam” adalah dengan menyiapkan segala sarana
dan potensi yang dimiliki para ilmuan atau pemikir, dalam kapasitasnya sebagai
penggali khazanah dan temuan pendidikan Islam.6
Oleh karena itu, epistemologi pendidikan Islam bisa berfungsi sebagai
pengkritik, pemberi solusi, penemu dan pengembang. Melalui epistemologi
pendidikan Islam ini, seseorang pemikir dapat melakukan :

5
Ibid,hal 351
6
Ismail SM dkk, Paradigma Pendidikan Islam, pustaka pelajar, Semarang, 2001, hal.100
Pertama, teori-teori atau konsep-konsep pendidikan pada umumnya maupun
pendidikan yang diklaim sebagi Islam dapat dikritisi dengan salah satu
pendekatan yang dimilikinya.
Kedua, epistemologi tersebut bisa memberikan pemecahan terhadap
problem-problem pendidikan, baik secara teoritis maupun praktis, karena teori
yang ditawarkan dari epistemologi itu untuk dipraktekkan.
Ketiga, dengan menggunakan epistemologi, para pemikir dan penggali
khazanah pendidikan Islam dapat menemukan teori-teori atau konsep-konsep baru
tentang pendidikan Islam.
Selanjutnya, yang keempat, dari hasil temuan-temuan baru itu kemudian
dikembangkan secara optimal.7
Mengingat epistemologi memiliki peran, pengaruh dan fungsi yang begitu
besar, dan terlebih lagi sebagai penentu atau penyebab timbulnya akibat-akibat
dalam pendidikan Islam, maka ada benarnya pendapat yang mengatakan ”Problem
utama pendidikan Islam adalah problem epistemologinya.” Sekiranya terjadi
kelemahan atau kemunduran pendidikan Islam, maka epistemologi sebagai
penyebab paling awal harus dibangun lebih dulu, dan melalui epistemologi juga,
jika kita berkeinginan mengembangkan pendidikan Islam.
Kekokohan bangunan epistemologi melahirkan ketahanan pendidikan Islam
menghadapi pengaruh apapun, termasuk arus budaya Barat, dan mampu memberi
jaminan terhadap kemajuan pendidikan Islam serta bersaing dengan pendidikan-
pendidikan lainnya.
Untuk mewujudkan ilmu islami diperlukan upaya membangun paradigm
filosofis ilmu yang islami. Bangunan paradigm keilmuan islam tersebut
didasarkan pada tiga elemen dasar, yaitu asumsi dasar, postulasi, serta tesis-tesis
tentang filsafat ilmu.
Pertama, adalah tataran asumsi. Asumsi dasar yang dipakai adalah
pandangan realisme metaphisik yaitu filsafat yang di samping mengakui adanya
realitas yang tidak sensual empiric juga mengakui adanya keteraturan alam
semesta, karena keteraturan tersebut adalah milik Allah SWT.

7
Ibid., hal 229
Kedua, adalah tataran postulasi. Postulasi dimaksud adalah pada tataran
ontologisnya, yaitu bahwa keteraturan tersebut tampil dalam eksistensi kebenaran
yang tunggal. Dalam tataran aksiologisnya digunakan dalam kerja reorientasi ilmu
menjadi islami, berupa semua cabang ilmu yang bisa mempertebal keimanan dan
menumbuhkan akhlak karimah. Alasan dari tataran aksiologisnya adalah ilmu itu
bersifat normative, dan oleh karenanya harus diorientasikan pada nilai (value),
baik nilai insaniah (yang dapat dilihat panca indra) atau pun nilai Ilahiyah (yang
diwahyukan).
Ketiga, tataran tesis. Tesis dimaksud adalah tesis epistemologis. Ada
beberapa tesis epistemologis, yaitu:
1. Bahwa wahyu adalah merupakan kebenaran mutlak.
2. Akal budi manusia adalah dlaif.
3. Bahwa ujud kebenaran yang dicapai dapat berupa eksistensi sensual,
logik, etik atau transsendental.

Substansi wahyu sebagai kebenaran mutlak tidak dapat dikenal secara


keseluruhan. Kebenaran mutlak tersebut yang hanya dapat diketahui adalah
kebenaran yang diwahyukan dan yang bersifat empirik. Adapun rentang
epistemologinya adalah dari ‘aql sampai fuad, sehingga bukti kebenaran tersebut
berupa bukti empirik (factual), logis, etis, dan hikmah.

Adapun substansi ilmu dalam filsafat ilmu mengacu pada moralitas


ketauhidan dan pencarian ridha Allah. Penjabaran ridha Allah adalah
pengembangan watak dan sifat yang mengacu pada asmaul-husna.8

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

8
Ismail SM dkk, Paradigma Pendidikan Islam, pustaka pelajar, Semarang, 2001, hal.100
Ada beberapa poin yang menjadi kesimpulan pembahasan di atas antara
lain:

1. Epistemologi merupakan ilmu pendidikan islam yang menekankan pada upaya,


cara, atau langkah-langkah untuk mendapatkan pengetahuan pendidikan islam.
Jelaslah bahwa aktifitas berfikir dalam epistemology adalah aktifitas yang
paling mampu mengembangkan kreatifitas keilmuan disbanding ontology dan
aksiologi.
2. Metode Epistemologi Pendidikan Islam, meliputi Metode Rasional (Manhaj
Aqli), Metode Intuitif (manhaj Zawqi), Metode Ideologis (Manhaj Jadali),
Metode Komparatif (Manhaj Maqaran), Metode Kritik (Manhaj Naqdi)
3. Upaya mewujudkan epistemologi ilmu pendidikan islam.Pertama, adalah
tataran asumsi. Kedua, adalah tataran postulasi. Postulasi dimaksud adalah
pada tataran ontologisnya, yaitu bahwa keteraturan tersebut tampil dalam
eksistensi kebenaran yang tunggal. Ketiga, tataran tesis. Tesis dimaksud adalah
tesis epistemologis.
Ada beberapa tesis epistemologis, yaitu: 1) bahwa wahyu adalah merupakan
kebenaran mutlak. 2) akal budi manusia adalah dlaif. 3) bahwa ujud kebenaran
yang dicapai dapat berupa eksistensi sensual, logik, etik atau transsendental.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun. Kami menyadari bahwa masih
terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Munir Mulkhan dkk, Religiusitas Iptek, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998,
hal 49
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarata,:
Ciputat Pers, 2002)

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, , (Jakarata,:


Ciputat Pers, 2002)

Ismail SM dkk, Paradigma Pendidikan Islam, Semarang : Pustaka Pelajar, 2001)

Jamaluddin, Abdullah Aly.1999. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: CV


Pustaka Setia

M. Athiyah Al Abrasy. 1993. Dasar-Dasar Pendidikan Islam. Jakarta: PT.


Bulan Bintan

Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam,( Jakarta: Erlangga , 2008)

Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: Remaja


Rosdakarya, 2004).

Anda mungkin juga menyukai