Anda di halaman 1dari 14

PROSES DAN ALAT MEMPEROLEH HUKUM ISLAM

OLEH :
GANI RAHIM : 2010300039

DOSEN PENGAMPU:
ABDUL AZIZ HARAHAP, S.H.I., M.H.

HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY
PADANGSIDIMPUAN
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulilahi rabbil ‘alamin, Was sholatu wassalamu ‘ala, Asyrofil ambiyaa iwal
mursalin, Sayyidina wa maulana Muhammadin, Wa ‘alaa ‘alihi wa shohbihi ajmain. Ama ba’du.
Pertama-tama marilah kita panjatkan segala puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala,
karena hanya dengan rahmat dan karunia-nya-lah, kami tim penulis makalah dapat
merampungkan isi makalh kami.

Makalah merupakan kumpulan materi yang para penulis ajarkan dalam perkuliahan .
Buku ajar ini mengacu kepada Rencana Program Kegiatan Pembelajaran Semester yang berlaku
pada Fakultas syariah dan ilmu hukum. Tidak lupa kami menghaturkan terima kasih kepada
dosen mata kuliah kami yang telah mendukung tugas kami sebagai dosen.

Demikian kami ucapkan terimakasih dan sekaligus kami sebagai penulis merasa masih
banyak kekurangn dalam penulisan makalah kami. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik
dan sara dari pembaca materi dalam makalah kami. Lebih kurangnya mohon maaf, wallahul
muwafiq ila aqwamith thoriq. Wassalamu ‘alaykum wa rahmatulaahi wabarakaatuh.

Padangsidimpuan, 28 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH...................................................1
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. EPISTIMOLOGIS HUKUM ISLAM...............................................2
B. CARA MEMPEROLEH HUKUM ISLAM.....................................4
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN...................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Epistemologi Islami akan lahir dan memberi jawab atas kegelisahan umat dewasa
ini. Epistemologi Islam ini diharapkan menjadi suatu pendekatan keilmuan yang
memiliki kekuatan besar dalam mengembangkan ilmu pengetahuan baru dan teknologi
yang berkepedulian terhadap lingkungan, baik lingkungan geografis, lingkungan sosial
maupun lingkungan budaya. Dengan kata lain, epistemologi Islam menjadi media
mewujudkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang beradab. Ilmu pengetahuan dalam
Islam memiliki karakteristikkhas yang berbeda secara fundamental dengan ilmu-ilmu
yangdikembangkan di Barat, baik landasan, sumber, sarana, danmetodologinya.
Dalam Islam, ilmu pengetahuan memilikilandasan yang kokoh melalui al-Qur’an
dan Sunnah; bersumberdari alam fisik dan alam metafisik; diperoleh melalui indra,
akal,dan hati/intuitif. Cakupan ilmunya sangat luas, tidak hanyamenyangkut persoalan-
persoalan duniawi, namun juga terkaitdengan permasalahan ukhrawi.Untuk itu, makalah
ini akan mencoba untuk mengurai permasalahan yang berkaitan dengan pengertian ilmu
pengetahuan dalam Islam, epistemologi ilmu pengetahuan dalam Islam, dan konsep Islam
dalam pengembangan ilmu dan gerakan intelektual.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah epistimologis hukum islam?

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. EPISTIMOLOGIS HUKUM ISLAM
Epistemologi bermaksud mengkaji menemukan ciri umum dan hakikat dari
pengetahuan manusia, bagaimana pengetahuan itu diperoleh dan diuji kebenarannya.
Surajiyo secara lebih rinci menyatakan bahwa pokok bahasan epistemologi adalah
meliputi hakikat sumber pengetahuan, metode memperoleh pengetahuan dan kriteria
kesahihan pengetahuan.1 Pendidikan Islam menurut Syekh Muhammad Al-Naquib
AlAttas ialah usaha yang dilakukan pendidik terhadap anak didik untuk pengenalan dan
pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia tentang tempat-
tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa
sehingga hal ini dapat membimbing kearah pengenalan dan pengakuan akan tempat
Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian. Lebih lanjut An-Naquib Al-
Attas menawarkan satu istilah kunci dalam memahami konsep pendidikan Islam yaitu
istilah adab.
Karena adab adalah disiplin tuubuh, jiwa dan ruh; disiplin yang menegaskan
pengenalan dan pengakuan tempat yang tepat dalam hubungannya dengan kemampuan
dan potensi jasmaniah, intelektual dan ruahniah. Pendidikan Islam menitik beratkan
kepada bimbingan jasmani-rohani berdasarkan ajaran Islam dalam membentuk akhlak
mulia. Mujamil mengatakan, bahwa epistimologi pendidikan Islam meliputi pembahasan
yang berkaitan dengan seluk beluk pengetahuan pendidikan Islam, mulai dari hakikat
pendidikan Islam, asal usul pendidikan Islam, sumber pendidikan Islam, metode
membangun pendidikan Islam, unsur pendidikan Islam, sasaran pendidikan Islam
macam-macam pendidikan Islam dan sebagainya. Epistimologi pendidikan Islam bukan
hanya membahas metode-metode dan pendekatan-pendekatan untuk memperoleh
pengetahuan tentang pendidikan Islam, melainkan mencakup banyak aspek.
Dengan demikian, epistimologi pendidikan Islam adalah kajian filsafat yang
membahas tentang sumber pendidikan Islam, metode dan pendekatan dalam
menggunakan dan mengolah sumber tersebut, serta nilai atau manfaat dari ilmu
pendidikan Islam tersebut.

1
Surajiyo, Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya Di Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),Hlm. 26

2
Metode Epistimologi Pendidikan Islam Menurut Ziauddin Sardar kesuksesan
umat Islam pada abad pertengahan karena perhatiannya pada persoalan epistemologi.
Epistemologi merupakan cara dalam mengekpresikan pandangan (worldview).
Kesuksesan para intelektual Muslim abad keemasan karena mencurahkan bakat dan
waktu pada tugas ini. Epistemologi menembus segala aspek kehidupan baik individual,
social dan peradaban. Tanpa epistemologi peradaban mustahil diwujudkan. Epistemologi
sebagai operator yang menstransformasikan kedalam realitas.
Huku,m Islam dalam pengertiannya .mempunyai nuansa ·yang patut mendapat
cacatan kita. Dengan mudah kitamengetahui bahwa pengertiandemikian· adalah
pengertian dari segipandangan peradilan, sebagai produk qadliyang mengeluarkan
peraturan berkenaan dengan adanya masalah· yang .harus diselesaikan. Hukum dapat
jugaberarti Fiqh Islam yang dalam kedudukannya dalam ilmn pokok.
Hukum Islam ini juga dalam kalangan ilmuwan Hukum Islam merupakan
pentetjemahan dari Fiqh Islam atan Fiqh saja. Kata-kata Fiqh dabulu juga mengandung
pengertian faham terhadap keseluruhan ajaran agama Islam, bubo hanya tentang hukum
(Iimt pada, ayat 122 surat At Taubat pengertian Jiyatafaqqahuu fiddien).
Hukum Islam bersifat dinamis, baik dari sisi praktik maupun metodologi
pencarian hukum Islam. Ini dapat dipahami dari pola-pola penggalian hukum Islam dari
tiap masanya, mengalami dinamika epistemologi yang dilakukan oleh para mujtahid pada
tiap masanya. Ini terekam dalam tiap masa periodesasi hukum Islam. Pada masa Nabi,
epistemologi hukum Islam sepenuhnya bersandar kepada dalil wahyu, yakni al-Qur’an
dan al-Sunnah, yang diputuskan oleh Rasulullah seorang diri. Pada masa Sahabat terdapat
perkembangan logika dan epistemologi hukum, selain al-Qur’an dan al-Sunnah
berkembanglah metode musyawarah yang kemudian menjelma menjadi Ijma’ sahabat.
Pada masa tabi’in dan imam madhhab epistemologi Hukum mencapai puncak
keemasannya dengan perkembangan metode penggalian hukum Islam yang beragam,
yaitu al-Qur’an, Hadits, Ijma’, qiyas, maslahah, Urf, istihsan, sad al-dhariah, dilalah
iqtiran dan lain-lain. Pada masa keemasan ini fiqih tidak hanya sebagai sesuatu yang
dipraktikkan, tetapi sudah menjadi ilmu yang mandiri. Masa selanjutnya adalah masa
kemunduran atau stagnasi, hukum Islam mengalami kemandekan dengan berkembangnya
sistem taqlid pada sistem kemadhhaban kepada imam madhhab.

3
Baru kemudian ide-ide kebangkitan disuarakan untuk menyelamatkan umat Islam,
seiring dengan berkembangnya ilmu hukum Islam. Pada masa ini epistemologi hukum
Islam sudah berkembang seiring derasnya dinamika yang ada pada masyakat. Kajian
hukum Islam tidak hanya kepada ilmu hukum Islam secara umum, tetapi sudah bergerak
bergandengan dengan ilmu-ilmu yang lain dalam memberikan jawaban dalam problem
hukum. Ilmu ekonomi, politik, hukum, sosiologi, antropologi, medis biologsi menjadi
pendekatan-pendekatan dalam epistemologi hukum Islam. Sehingga pada masa ini logika
atau epistemologi hukum Islam, selain menggunakan metode-metode yang di atas,
ditambah dengan ilmu-ilmu bantu. 2
Akhirnya penemuan hukum Islam (ijtihad) tidak terpaku kepada teks dan
metodenya, tetapi juga dilakukan dengan berbagai pendekatan atau sudut pandang yang
diperlukan, sehingga banyak pemikir-pemikir hukum Islam menawarkan berbagai ide
tentang pengembangan hukum Islam, misalnya fiqih rasional, fiqih rekonsiliatif, fiqih
kontemporer, fiqih sosial, reformasi bermadhhab, ijtihad kolektif. Inilah historisitas
epistemologi hukum Islam yang tidak pernah kering dan sepi dari perkembangan-
perkembangan sesuai dengan tuntutan dinamika ilmu pengetahuan dan teknologi.
B. PROSES MEMPEROLEH HUKUM ISLAM
Pengcmbaraan keilmuan a1-Ghazali dengan sikap tidak puas, ragu terhadap aliran
yang ccndcrung menyandarkan diri pada kemampuan insaniyah yang meliputi
kcmampuan indrawi dao akal serta rasa memberikan pengertian bahwa masing-masing
aliran mengandalkan potensi kcmampuan terscbut. Kondisi yang sedemikian rupa
dilakukan oleh aliran-a1iran bathiniyah, ka1am dan filsafat yang masing-masing sangat
yakin akan keunggulan potensi insaniyah sebagai alat dan sumber memperoleh atau
mencapai kebenaran ilmu. Al-Ghazali secara intelektual terns melakukan penelitian
terhadap ketiga aliran tersebut dan ia cenderung keluar dari pemahaman tentang sumber
dan a1at mencapai/ memperoleh kebenaran ilmu · seperti pandangan aliran bathiniyah,
kalam dan filsafat. Ia tidak henti-hentinya melakukan perenungan bahkan sempat
meninggalkan tugasnya sebagai · guru besar Nizamiyah dan tinggal di Damaskus untuk
melakukan meditasi.

2
Asmawi, Epistemologi Hukum Islam Perspektif Historis Dan Sosiologis Dalam Pengembangan Dalil ,
Volume 32, Nomor 1, Januari 2021, Hlm. 74.

4
Meditasi yang ia lakukan selama dua tahun scmpat membuatnya mengasingkan
diri (zuhud) dari persoalan duniawi. la hanya cendcrung memikirkan persoalao
spiritua1itas yang menekankao pelcstarian hubungan manusia dengan Allah SWt. Dibalik
sikapnya terscbut terpancar suatu pemikiran bahwa untuk sampai kcpada kebenaran
secara epistemologik manusia memiliki . kebebasan, tetapi terdapat keterbatasan. Artinya
potensi manusia tidak sampai kepada kebenaran mutlak, melainkan terbatas kepada
kebenaran relatif atau scmu. Jtulah kebenaran insaniyah, sedangkan kebenaran mutlak
adalah kebenaran Ilahiyah yang harus didukung oleh bisikan Allah untuk manusia:
Pandangan al-Ghazali apabila dipahami lebih dalam memberikan isyarat bahwa
setiap alat/potensi manusia itu menentukan lahimya jenis ilmu. Panca indera melahirkan
ilmu: ilmu yang merupakan produk pemikirao (ilmu aqliyah), sedaogkan hati melahirkan
ilmu hasil perenuogan dan penghayatan manusia (tlmu laduni/ al-dzauq). Berkaitan
dengan klasifikasi ilmu, nampaknya potensi manusia dapat dikaitkan dengan ilmu
mu'amalah baik
Masa pembentukkan Hukum Islam sudah dimulai sejak Muhammad SAW diutus
menjadi Rasul. Selama kurang lebih 23 tahun kerasulannya, otoritas tasyri’ berada
sepenuhnya oleh Allah melalui wahyu-Nya, al-Qur’an. Pada saat itu seringkali penetapan
hukum diawali oleh suatu peristiwa atau pertanyaan umat Muhammad kepadanya.
Merespons problem tersebut, Allah langsung menurunkan ayat al-Quran kepada Nabi
saw. Periode Mekkah juga bisa dikatakan sebagai periode revolusi akidah, karena
mengubah masyarakat yang awalnya sangat kental dengan sistem kepercayaan jahiliyah
menjadi penghambaan kepada Allah semata.3
Revolusi ini menghadirkan perubahan fundamental, rekontruksi sosial dan moral
bagi seluruh lapisan masyarakat. Pada masa ini belum ada ayat mengenai legislasi sosial
atau menyusun hukum-hukum civil seperti hukum-hukum perdagangan .Pada periode ini,
yang paling pokok ditekankan dalam ajaran Islam adalah masalah ketauhidan atau
akidah, karena tauhid inilah yang menjadi fondasi bagi segala amalan lainnya. Perbaikan
akidah diharapkan dapat menyelamatkan umat Islam dari kebiasaan-kebiasaan buruk
sebelumnya, seperti berperang, zina, mabukmabukkan, mengubur anak perempuan hidup-
hidup dan menghinakan perempuan.
3
Abdul Wahhab Khallaf, Sejarah Legislasi Islam, Terj. A. Sjinqithy Djamaluddin, Cet. 1,( Surabaya: Al-
Ikhlas, 1994). Hlm. 16.

5
Kemudian mengajarkan kepada mereka hal-hal yang baik, seperti menegakkan
keadilan, persamaan dan hak asasi manusia, saling tolong menolong dalam kebaikan dan
taqwa, serta menjauhkan diri dari perbuatan yang sia-sia . Dari salah satu surat yang turun
di Mekkah yaitu surat Al-An’am kita bisa mendapati beberapa contoh hukum-hukum
yang berkaitan dengan ketauhidan atau akidah. Seperti haram makan binatang yang
disembelih tanpa menyebut nama Allah dan hewan apa saja yang dilarang dimakan.
Demikian pula perintah untuk melaksamakam salat dan zakat.
Zakat pada periode Mekkah bersifat umum dalam arti sedekah, sementara cara
pelaksanaanya, kadar yang harus dikeluarkan dan ketentuan lainnya disyaratkan pada
periode madinah . Setelah nabi hijrah ke Madinah barulah nabi mengarahkan usahanya
membina hukum-hukum didalam pergaulan sosial. Ketika itulah nabi mensyariatkan
hukum dalam segala aspek kehidupan manusia, baik itu hubungan vertikal manusia
dengan Allah SWT, ataupun hubungan yang bersifat horizontal manusia dengan manusia
lain.
Pada periode Madinah banyak membahas masalah yang berkaitan dengan
masalah hukum hal ini dapat dimengerti karena :
1. Hukum itu akan dapat dilaksanakan bila dilindungi oleh kekuatan politik. Dalam
periode Madinah, kekuatan politik itu sudah dibangun dengan disepakatinya piagam
Madinah dengan mengukuhkan Nabi sebagai kepala negara.
2. Dalam periode ini, orang Islam sudah memiliki moral yang kuat, akidah yang mapan
serta akhlak yang baik, dimana hal tersebut akan menjadi lanndasan yang kokoh
dalam nelaksanakan tugas-tugas lain. Hanya orang yang mempunyai kualitas
diataslah yang dapat melaksanakan dan memelihara hukum itu.

Banyak sekali hukum yang disyariatkan pada periode Madinah untuk menjawab suatu
persoalan yang dihadapi oleh masyarakat, pada periode hukum lebih ditekankan untuk
menghadapi permasalahan yang kompleks dalam berkehidupan sosial, contohnya seperti
boleh tidaknya menggauli istri yang sedang haid, bolehkah berperang pada bulan haji,
bagaimana proses di haramkannya khamar, hukumhukum perdagangan dan lain-lain.

6
Abdul Wahhab Khalaf mengkategorikan ayat Al-Quran yang bermuatan hukum itu
kedalam tiga kategori besar yakni:4

1. Ayat yang berhubungan dengan aqidah (keyakinan) yakni kewajiban mengimani


Allah, Malaikat, Nabi dan Rasul, Hari kiamat dll.
2. Hukum akhlak, yakni kewajiban untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya dan
menghilangkan kejelekan
3. Hukum mua’amalat, yakni kewajiban mukallaf baik dalam perkataan, perbuatan
maupun penggunaan harta benda.

Dan ini menjadi objek ilmu fiqh. Apabila dirinci, maka ayat hukum dalam al-Qur’an
terdiri dari :

1. ayat yang menjelaskan tentang ibadah seperti shalat, puasa, haji dan jihad ada 140
ayat;
2. ayat yang menerangkan tentang keluarga seperti perkawinan, kewarisan, hibah wasiat
ada 70 ayat
3. ayat yang menerangkan tentang ekonomi ada 70 ayat
4. ayat yang menerangkan tentang kriminal, ada 40 ayat
5. ayat yang menerangkan tentang hubungan antar agama ada 25 ayat
6. ayat yang menerangkan tentang peradilan, ada 13 ayat;
7. ayat yang menerangkan tentang korelasi kaya-miskin, ada 10 ayat
8. ayat yang menerangkan tentang pemerintahan ada 10 ayat. Jumlah keseluruhan ayat-
ayat hukum ini berjumlah 368 ayat .

Ayat-ayat yang diturunkan Allah swt. langsung diamalkan oleh para sahabat, namun
terdapat beberapa ayat yang bersifat global dan memerlukan penjelasan dari Nabi saw.
Sesuai dengan kedudukannya sebagai pemberi penjelasan terhadap alQuran (Q.S. an-
Nahl: 44), Nabi membentuk aturan-aturan pelaksanaan dan contoh praktis agar dapat
diikuti dan diamalkan oleh sahabat. Dalam posisi sebagai penjelas, dapat dipahami bahwa
di samping berbicara berdasarkan wahyu, Nabi Muhammad saw. juga berbicara
berdasarkan pendapat dan ijtihadnya.

4
Yayan Sopyan, Tarikh Tasyri’ Sejarah Pembentukkan Hukum Islam, (Depok: Gramata Publishing, 2010),
Hlm. 64.

7
Berdasarkan uraian di atas, sangat jelas bahwa pada masa Nabi hukum Islam berada
dalam tahap pembentukan dan peletakan dasar-dasarnya, di mana sumber hukum Islam
kala itu adalah al-Quran dan Sunah. Ijtihad Nabi juga menjadi sumber hukum sejauh
tidak ada koreksi (wahyu) dari Allah, yang kemudian ijtihad ini menjadi sunnahnya.

Ilmu pengetahuan dan teknologi yang hingga saat ini menjadi kunci yang paling
mendasar dari kemajuan yang diraih umat manusia, tentunya tidak datang begitu saja
tanpa ada sebuah dinamika atau diskursus ilmiah. Proses untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan itulah lazim dikenal dengan istilah epistemologis.

Dalam kajian epistemologi (theory of knowledge), bahwa pengetahuan dimulai


dengan rasa ingin tahu. Dari perasaan inilah yang mengantarkan manusia untuk
mengubah ketidaktahuan menjadi “tahu”.Namun untuk mengetahui sesuatu, manusia
tidak sekedar mencari tanpa alat dalam memperoleh pengetahuan, melainkan melalui
bahkan selalu bergantung pada alat-alat dan cara-cara untuk dapat mengetahui sesuatu
tersebut.Sebab pengetahuan memiliki bermacam-macam jenis dansifatnya, yakni ada
pengetahuan yang sifatnya langsung dan tidak langsung, dan ada yang bersifat obyektif
umum dan ada pula yang bersifat subyektif khusus.Oleh karena itulah, ilmu pengetahuan
sangat bergantung pada sumbernya.

Tetapi, sumber pengetahuan dalam epistemologi sendiri selaludipertanyakan, yakni


apakah bersandar pada suatu otoritas, atau persepsi indera,atau akal-budi, dan atau
bahkan bersandar kepada intuisi semata. Dari sinilahkeberadaan manusia terlihat sangat
jelas bahwa manusia sebagai makhluk pencaripengetahuan (penafsir realitas) merupakan
tindakan yang mulia dihadapan Tuhan,dan dari sini pulalah letak keunggulan manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhandibandingkan dengan makhluk-makluk lain-Nya,
sehingga dalam dunia pemikiran, epistemologi menempati posisi penting, sebab ia
menentukan corak pemikiran dan pernyataan kebenaran yang dihasilkannya. Bangunan
dasar epistemologi berbeda dari satu peradaban dengan yang lain.

Perbedaan titik tekan dalam epistemologi memang besar sekali pengaruhnya dalam
konstruksi bangunan pemikiran manusia secara utuh. Pandangan dunia manusia akan
terpengaruh bahkan dibentuk oleh konsepsinya tentang epistemologi. Oleh karena itu
perlu pengembangan empirisme dalam satu keutuhan dimensi yang bermuatan

8
spiritualitas dan moralitas. Sehingga diharapkan epistemologi Islami akan lahir dan
memberi jawab atas kegelisahan umat dewasa ini. Epistemologi Islam ini diharapkan
menjadi suatu pendekatan keilmuan yang memiliki kekuatan besar dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan baru dan teknologi yang berkepedulian terhadap
lingkungan, baik lingkungan geografis, lingkungan sosial maupun lingkungan budaya.
Dengan kata lain, epistemologi Islam menjadi media mewujudkan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang beradab. Ilmu pengetahuan dalam Islam memiliki karakteristikkhas yang
berbeda secara fundamental dengan ilmu-ilmu yangdikembangkan di Barat, baik
landasan, sumber, sarana, danmetodologinya.

Dalam Islam, ilmu pengetahuan memilikilandasan yang kokoh melalui al-Qur’an dan
Sunnah; bersumberdari alam fisik dan alam metafisik; diperoleh melalui indra, akal,dan
hati/intuitif. Cakupan ilmunya sangat luas, tidak hanyamenyangkut persoalan-persoalan
duniawi, namun juga terkaitdengan permasalahan ukhrawi.Untuk itu, makalah ini akan
mencoba untuk mengurai permasalahan yang berkaitan dengan pengertian ilmu
pengetahuan dalam Islam, epistemologi ilmu pengetahuan dalam Islam, dan konsep Islam
dalam pengembangan ilmu dan gerakan intelektual.5

5
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan; Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta:
Kencana, 2010), H. 111

9
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Hukum Islam bersifat dinamis, baik dari sisi praktik maupun metodologi
pencarian hukum Islam. Ini dapat dipahami dari pola-pola penggalian hukum Islam dari
tiap masanya, mengalami dinamika epistemologi yang dilakukan oleh para mujtahid pada
tiap masanya. Ini terekam dalam tiap masa periodesasi hukum Islam. Pada masa Nabi,
epistemologi hukum Islam sepenuhnya bersandar kepada dalil wahyu, yakni al-Qur’an
dan al-Sunnah, yang diputuskan oleh Rasulullah seorang diri. Pada masa Sahabat terdapat
perkembangan logika dan epistemologi hukum, selain al-Qur’an dan al-Sunnah
berkembanglah metode musyawarah yang kemudian menjelma menjadi Ijma’ sahabat.
Pada masa tabi’in dan imam madhhab epistemologi Hukum mencapai puncak
keemasannya dengan perkembangan metode penggalian hukum Islam yang beragam,
yaitu al-Qur’an, Hadits, Ijma’, qiyas, maslahah, Urf, istihsan, sad al-dhariah, dilalah
iqtiran dan lain-lain. Pada masa keemasan ini fiqih tidak hanya sebagai sesuatu yang
dipraktikkan, tetapi sudah menjadi ilmu yang mandiri. Masa selanjutnya adalah masa
kemunduran atau stagnasi, hukum Islam mengalami kemandekan dengan berkembangnya
sistem taqlid pada sistem kemadhhaban kepada imam madhhab.

10
DAFTAR PUSTAKA

Surajiyo, Filsafat Ilmu Dan Perkembangannya Di Indonesia (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),
Asmawi, Epistemologi Hukum Islam Perspektif Historis Dan Sosiologis Dalam Pengembangan
Dalil , Volume 32, Nomor 1, Januari 2021.
Abdul Wahhab Khallaf, Sejarah Legislasi Islam, Terj. A. Sjinqithy Djamaluddin, Cet. 1,
( Surabaya: Al-Ikhlas, 1994).
Yayan Sopyan, Tarikh Tasyri’ Sejarah Pembentukkan Hukum Islam, (Depok: Gramata
Publishing, 2010).
Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan; Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2010).

11

Anda mungkin juga menyukai