DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat allah swt yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga Kami dapat menyelesaikan tugas makalah kami yang
berjudul Sejarah pertumbuhan dan perkembangan filsafat hukum islam
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata
kuliah filsafat hukum islam selain itu, makalah ini juga bertujuan uuntuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan penulis
Kami menyadari makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna .Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
Kelompok 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Cara pengumpulan data ini dari pemahaman dan pendapat dari Pustaka
(library research) yang diamana data-data akan di peroleh melalui studi tehadap
buku-buku, jurnal, dan karya-karya ilmiah lain yang sesuai dengan pokok
masalah. Sumbe data dalam masalah ini dapat dibedakan menjadi sumber data
utama dan sumber data pendukung, sumber data utama merupakan karya-karya
asli yang ditulis oleh tokoh-tokoh yang mempunyai pandangan tentang maslahah,
yaitu karya al-juwaini, al-Ghazali, ‘Izzuddin ibn ‘Abd al-Salam, al-ufi, dan al-
Shatibi. Sementara data pendukung adalah karya-karya ushul fiqh lainnya yang
secara umum juga memberikan penjelasan mengenai maslahah. Selain itu karya
Sejarah hukum islam juga dijadikan karya pendukung untuk menjelaskan konsep
maslahah tersebut dari sisi kesejarahannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat Hukum Islam
Filsafat Hukum Islam terdiri dari tiga kata, yaitu: Filsafat, Hukum dan
Islam. Ketiga kata itu memiliki defenisi masing-masing. Sebelum mendefenisikan
Filsafat Hukum Islam, alangkah baiknya terlebih dahulu, mendefenisikan Filsafat
Hukum. Filsafat Hukum adalah pengetahuan tentang pemikiran mendalam,
sistematis, logis, dan radikal tentang berbagai aturan yang berlaku dalam
kehidupan manusia, baik aturan bermasyarakat maupun aturan bernegara. Hukum
adalah peraturan-peraturan tentang perbuatan dan tingkah laku manusia dalam lalu
lintas hidup. Dalam islam, “Hukum” adalah menetapkan sesuatu atas sesuatu
(itsbatu syai,in ‘ala syai’in). secara ringkas, ia berarti ketetapan.1
Filsafat Hukum Islam adalah kajian tentang hakikat hukum islam, sumber
asal muasal hukum Islam dan prinsip penerapannya, serta manfaat hukum islam
bagi kehidupan masyarakatnya yang melaksanakannya. Dengan demikian, yang
dimaksud dengan Filsafat Huku Islam adalah setiap kaidah, asas atau mabda’,
aturan-aturan pengendalian masyarakat pemeluk agama Islam. Kaidah-kaidah itu
dapat berupa ayat Al-Qur’an, hadis pendapat sahabat dan tabi’in, ijma’ ulama,
fatwa lembaga keagamaan. Filsafat Hukum Islam diartikan pula dengan istilah
hikmah at-tasyri’. Berdasarka pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
Filsafat Hukum Islam merupakan pengethuan tentang rahasia hukum yang digali
secara filosofis, baik dengan pendekatan atologis maupun epistemologis. Filsafat
Hukum Islam dapat diartikan pula sebagai pengetahuan tentang hukum Islam da
nasal-muasalnya, proses pencarian rahasia dan ‘illat hukum serta tujuannya
diberlakukan sebagai prinsip-prinsip dasar untuk berperilaku.2
Pergumulan antara bangsa satu dengan bangsa lain di dunia hampir tak
bisa dihindari sama sekali. Implikasi dari semua ini adalah, tidak adanya
kemurnian budaya satu pun di dunia ini. Dan biasanya negara besarlah yang
memiliki pengaruh dan bersifat hegemonik. Hanya, Islam memiliki originalitas
dan otentisitas ajaran. Oleh sebab itu ketika Islam bersinggungan dengan budaya
Yunani, Persi, Cina atau yang lainnya, maka tidak otomatis Islam di Yunanikan,
diPersikan, di Cinakan.
ة َٰٓيُأْو ِلي ٱَأۡلۡل َٰب ِب َلَع َّلُك ۡم َتَّتُقونٞ َو َلُك ۡم ِفي ٱۡل ِقَص اِص َحَيٰو
“Dan dalam qisha itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwa.” (Qs.
Al-Baqarah/2:179)
Ayat diatas menunjukan bahwa mempergunakan akal pikiran untuk
menagkap makan yang terkandung dalam syari’ah sesuai dengan petunjuk al-
Quran termasuk yang dianjurkan. Pemikiran yang mendalam tentang syari’ah atau
hukum Islam melahirkan filsafat hukum Islam.
Oleh karena itu Nabi Muhammad setelah pindah atau hijrah dari Mekah ke
Madinah,dianggap telah memutuskan hubungan dengan klen yang asli, karena itu
pula diperangi oleh anggota klen asalnya. Pada masa ini, kedudukan Nabi
Muhammad sangat penting, terutama bagi ummat islam. Pengakuan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa tidaklah lengkap bagi seorang muslim tanpa pengakuan
terhadap kerasulan Nabi Muhammad.4
4
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Perkembangan Hukum Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1971, h. tt,
Konsekuensinya ummat islam harus mengikuti firman–firman Tuhan yang
terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad yang dicatat dalam kitab-
kitab hadist. Melalui wahyuNya Allah menegaskan posisi Muhammad dalam
rangka agama islam, yaitu :
Pada masa pemerintahan Abu Bakar Siddiq dibentuk panitia khusus yang
bertugas mengumpulkan catatan ayat-ayat Qur’an yang telah ditulis dijaman Nabi
pada bahan-bahan darurat seperti pelepah kurma dan tulang-tulang unta dan
menghimpunnya daam satu naskah. Khalifah kedua yaitu Umar Bin Khatab yang
melanjutkan usaha Abu Bakar meluaskan daerah.
Islam sampai ke Palestina, Sirya, Irak dan Persia. Contoh ijthad Umar
adalah menurut (Q.s.5:38) orang yang mencuri, diancam dengan hukuman potong
tangan. Dimasa pemerintahan Umar terjadi kelaparan dalam masyarakat
disemenanjung Arabia, dalam keadaan itu ancaman terhadap pencuri tersebut
tidak dilaksanakan oleh khalifah Umar berdasarkan pertimbangan keadaan darurat
dan kemaslahatan jiwa masyarakat. Selanjutnya pada pemilihan khalifah.
Dimasa ini lahir para ahli hukum Islam yang menemukan dan
merumuskan garis-garis suci islam, muncul berbagai teori yang masih dianut
dan digunakan oleh umat islam sampai sekarang. Banyak faktor yang
memungkinkan pembinaan dan pengembangan pada periode ini, yaitu:
Pada masa ini ahli hukum tidak lagi menggali hukum fiqih Islam dari
sumbernya yang asli tapi hanya sekedar mengikuti pendapat-pendapat yang telah
ada dalam mashabnya masing-masing. Yang menjadi ciri umum pemikiran hukum
dalam masa ini adalah para ahli hukum tidak lagi memusatkan usahanya untuk
memahami prinsip-prinsip atau ayat-ayat hukum yang terdapat pada Al Qur’an
dan sunah, tetapi pikirannya ditumpukan pada pemahaman perkataan-perkataan,
pikiran-pikiran hukum para imamnya saja.
5
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004, h. 42.
Hanya saja barangkali pemikiran-pemikiran hukum Islam yang mereka
ijtihadkan khususnya Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim, tidak menyebar luas
kepada dunia Islam sebagai akibat dari kondisi dan situasi dunia Islam yang
berada dalam kebekuan, kemunduran dan bahkan berada dalam cengkeraman
orang lain, ditambah lagi dengan sarana dan prasarana penyebaran ide-ide seperti
percetakan, media massa dan elektronik serta yang lain sebagainya tidak ada,
padahal sesungguhnya ijtihad-ijtihad yang mereka hasilkan sangat berilian,
menggelitik dan sangat berpengaruh bagi orang yang mendalaminya secara serius.
Ijtihad-ijtihad besar yang dilakukan oleh kedua dan bahkan ketiga orang
tersebut di atas, dilanjutkan kemudian oleh Jamaluddin Al-Afgani (1839-1897)
terutama di lapangan politik. Jamaluddin Al-Afgani inilah yang memasyhurkan
ayat Al-Qur’an: Sesungguhnya Allah tidak akan merubah nasib suatu bangsa
kalau bangsa itu sendiri tidak (terlebih dahulu) berusaha mengubah nasibnya
sendiri (Q.S. Ar-Ra’du (13): 11). Ayat ini dipakainya untuk menggerakan
kebangkitan ummat Islam yang pada umumnya dijajah oleh bangsa Barat pada
waktu itu. Al-Afgani menilai bahwa kemunduran ummat Islam itu pada dasarnya
adalah disebabkan penjajahan Barat.
Oleh karena penyebab utama dari kemunduran itu adalah penjajahan Barat
terhadap dunia Islam, maka Al-Afgani berpendapat bahwa agar ummat Islam
dapat maju kembali, maka penyebab utamanya itu yang dalam hal ini adalah
penjajahan Barat harus dilenyapkan terlebih dahulu. Untuk itulah maka Al-Afgani
menelorkan ide monumentalnya yang sangat terkenal sampai dengan saat ini,
yaitu Pan Islamisme, artinya persatuan seluruh ummat Islam.
b) Periode klasik
c) Periode Modern
1. Filsafat Hukum Islam terdiri dari tiga kata, yaitu: Filsafat, Hukum dan Islam.
Ketiga kata itu memiliki defenisi masing-masing. Sebelum mendefenisikan
Filsafat Hukum Islam, alangkah baiknya terlebih dahulu, mendefenisikan Filsafat
Hukum. Filsafat Hukum adalah pengetahuan tentang pemikiran mendalam,
sistematis, logis, dan radikal tentang berbagai aturan yang berlaku dalam
kehidupan manusia, baik aturan bermasyarakat maupun aturan bernegara. Hukum
adalah peraturan-peraturan tentang perbuatan dan tingkah laku manusia dalam lalu
lintas hidup. Dalam islam, “Hukum” adalah menetapkan sesuatu atas sesuatu
(itsbatu syai,in ‘ala syai’in). secara ringkas, ia berarti ketetapan.
Filsafat Hukum Islam adalah kajian tentang hakikat hukum islam, sumber
asal muasal hukum Islam dan prinsip penerapannya, serta manfaat hukum islam
bagi kehidupan masyarakatnya yang melaksanakannya. Dengan demikian, yang
dimaksud dengan Filsafat Huku Islam adalah setiap kaidah, asas atau mabda’,
aturan-aturan pengendalian masyarakat pemeluk agama Islam. Kaidah-kaidah itu
dapat berupa ayat Al-Qur’an, hadis pendapat sahabat dan tabi’in, ijma’ ulama,
fatwa lembaga keagamaan. Filsafat Hukum Islam diartikan pula dengan istilah
hikmah at-tasyri’. Berdasarka pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
Filsafat Hukum Islam merupakan pengethuan tentang rahasia hukum yang digali
secara filosofis, baik dengan pendekatan atologis maupun epistemologis. Filsafat
Hukum Islam dapat diartikan pula sebagai pengetahuan tentang hukum Islam da
nasal-muasalnya, proses pencarian rahasia dan ‘illat hukum serta tujuannya
diberlakukan sebagai prinsip-prinsip dasar untuk berperilaku.
2 .Filsafat berasal dari Keldania (sekarang Irak), kemudian pindah ke Mesir, lalu
ke Yunani, Suryani, dan akhirnya sampai ke negeri Arab. Filsafat pindah ke negeri
Arab setelah datangnya Islam. Setelah kaum muslimin membentuk suatu negara
raksasa yang membentang dari penghujung negeri Cina di timur, sampai ke
penghujung semenanjung Andalusia di Barat. Mereka telah menerima dan
memegang panji-panji peradaban dunia, mendalami berbagai disiplin ilmu dan
seni, serta merenungkan dasar-dasarnya. Watak ajaran Islam adalah terbuka, oleh
sebab itu sesuai dengan perkembangan dan perluasan wilayah Islam itu sendiri,
maka ajaran Islam tidak bisa lepas dari pergumulan dengan budaya dan
pengetahuan bangsa lain serta berkembang semakin luas dan menyangkut
berbagai disiplin ilmu, termasuk filsafat.
Pergumulan antara bangsa satu dengan bangsa lain di dunia hampir tak
bisa dihindari sama sekali. Implikasi dari semua ini adalah, tidak adanya
kemurnian budaya satu pun di dunia ini. Dan biasanya negara besarlah yang
memiliki pengaruh dan bersifat hegemonik. Hanya, Islam memiliki originalitas
dan otentisitas ajaran. Oleh sebab itu ketika Islam bersinggungan dengan budaya
Yunani, Persi, Cina atau yang lainnya, maka tidak otomatis Islam di Yunanikan,
diPersikan, di Cinakan.
Assyaukanie, Luthfi, Ideologi Islam Dan Utopia: Tiga Model Negara Demokrasi
Di Indonesia, 2011
Asy’ari, Musa, ‘Filsafat Islam Dalam Ilmu Ushul Fiqih’, Pemikiran Hukum Dan
Hukum Islam, 6.2 (2015), 415–30
Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
1977, h.tt.
http://juniskaefendi.blogspot.com/2014/06/sejarah-pertumbuhan-dan -
perkembangan.html. (diakses pada senin 20 September 2023)..
https://sg.docs.wps.com/module/common/loadPlatform/?
sid=sIJfWtpfRAbfkxagG&v=v2