Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Filsafat Ilmu
Dosen pengampuh: Dr. Ika Istadewi S.Pd.,M.Pd

Oleh:
Nama: Siti Hajariyah
NIM: 211030073

KELAS D
JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) DATOKARAMA PALU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Epistemologi Pendidikan Islam" dengan tepat
waktu.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Ilmu. Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan tentang manusia prasejarah bagi para pembaca dan juga
bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ika Istadewi S.Pd.,M.Pd selaku Dosen
Pengampuh mata kuliah Filsafat Ilmu. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Palu, 10 Novembert 2021


Penulis

Siti Hajariyah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... ii

1.1 Latar Belakang .............................................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Pembahasan ........................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 3

2.1 Konsep Epistemologi ..................................................................................................... .3

2.2 Epistemologi Pendidikan Islam ..................................................................................... .4

2.3 Landasan Epistemologi Pemikiran Pendidikan Islam ..................................................... .5

2.4 Ciri-ciri Epistemologi Pendidikan Islam ......................................................................... .7

2.5 Implikasi Epistemologi Islam Dalam Pendidikan Islam ................................................. .7

2.6 Persoalan Kebenaran (truth) dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam……..……....…8

2.7 Problematika Epistemologi Pendidikan Islam…………………………..……..………..9

2.8 Epistemologi Menurut Pandangan Beragama Aliran Filsafat Dunia…………...………10

2.9 Fungsi Epistemologi Dalam Pendidikan…………………………………….……..…..12

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 13

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 13

3.2 Saran ............................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 15


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap ilmu pengetahuan seharusnya diinspirasi dari haril kerja epistemologinya.
Pendidikan Islam harus dibangun dan dikembangkan berdasarkan epistemologi untuk
menciptakan pendidikan Islam yang bermutu dan berdaya saing tinggi untuk bisa bertahan
dan memimpin.
Upaya penggalian, penemuan dan pengembangan pendidikan Islam bisa efektif dan
efisien, bila didasarkan epistemologi pendidikan Islam. Sehingga pengembangan
pendidikan Islam secara konseptual maupun secara aplikatif harus dibangun dari
epistemologi pendidikan Islam secara menyeluruh.
Pertanyaan yang dikemukakan dalam epistimologi adalah menyangkut apa yang
dimaksud pengetahuan yang benar, apa sumber dan dasarnya, bagaimana cara mengetahui
dan sebagainya. Disebabkan kenyataan bahwa studi epistimologis berkaitan dengan
pertanyaan mengenai dasar pencapaian pengetahuan yang dapat dipertanggung
jawabkan serta ketepatan berbagai metode mencapai kebenaran yang dapat dipercaya, maka
epistimologi dan metafisika menduduki posisi sentral dalam proses pendidikan. Hal ini
dikarenakan dunia pendidikan merupakan wahana berlangsungnya proses pewarisan
kebudayaan, utamanya berupa ilmu pengetahuan. Kedudukan epistimologi menjadi penting
artinya mengingat di dalamnya dikaji hakekat ilmu atau pengetahuan yang menjadi
substansi pendidikan itu sendiri.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengertian epistemologi dan epistimologi pendidikan Islam?
2. Bagaimanakah landasan epistimologi pemikiran pendidikan Islam?
3. Bagaimanakah ciri epistemologi dan implikasinya dalam pendidikan Islam?
4. Bagaimanakah Persoalan kebenaran dan implikasinya dalam pendidikan Islam?
5. Bagaimanakah Problematika Epistimologi pendidikan Islam?
6. Bagaimanakah klasifikasi ilmu (bukan dikotomisasi) ilmu dalam islam?

1.3 Tujuan Pembahasan


1. Untuk mengetahui pengertian epistemologi pendidikan Islam
2. Untuk mengetahui landasan epistimologi pemikiran pendidikan Islam
3. Untuk mengetahui ciri epistemologi dan implikasinya dalam pendidikan Islam
4.Untuk mengetahui Persoalan kebenaran dan implikasinya dalam pendidikan Islam
5. Untuk mengetahui Problematika Epistimologi pendidikan Islam
6. Untuk mengetahui klasifikasi ilmu (bukan dikotomisasi) ilmu dalam islam
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Epistimologi


Secara etimologi, istilah epistimologi berasal dari bahasa Yunani episteme berarti
pengetahuan dan logos berarti teori. Jadi, epistimologi dapat didefinisikan sebagai cabang
filsafat yang mempelajari asal mula ataun sumber pengetahuan.
Dalam konteks fisafat Barat, ada dua sumber pengetahuan yang dianggap
melahirkan ilmu pengetahuan yakni rasio dan pengalaman. Yang menjadikan pengalaman
sebagai sumber ilmu pengetahuan melahirkan paham empirisme. Sedangkan yang
menjadikan rasio sebagai sumber ilmu pengetahuan melahirkan paham rasionalisme. Kedua
paham inilah yang menjadi cikal bakal ilmu pengetahuan modern yaitu metode sains
(scientific methode). Dari metode ini lahirlah pengetahuan sains (scientific knowledge)
Empirisme berasal dari bahasa yunani yang berarti pengalaman. Menurut aliran ini,
manusia pada awalnya tidak memiliki pengetahuan (blank), sesuatu
yang blank ini selanjutnya diisi oleh pengalaman manusia. Pengalaman manusia tersebut
adalah hasil kerja indera manusia. Asumsi dasar dari pendapat ini adalah indera
menghubungkan manusia dengan hal-hal kongkrit material. Tokoh aliran ini adalah John
Locke dan David Hume.
Namun, pengalaman yang dihasilkan indera sangat terbatas, gunung dari jauh
kelihatan mulus, padahal penuh dengan pohon dan tebing yang curam. Begitupun bulan
terlihat kecil, padahal bumi ini bias ambruk jika bulan jatuh. Oleh karena itu, pengetahuan
inderawi yang merupakan cikal bakal empirisme ini menuai kritikan. Lalu muncullah
paham rasionalisme.
Bagi rasionalisme, akalah adalah gerbang ilmu pengetahuan. Dalam rasionalisme,
indera tetap berfungsi dalam membantu kerja akal menemukan kebenaran dari pengetahuan
yang diinginkan. Jadi, rasionalime adalah aliran yang mengatakan bahwa sumber
pengetahuan adalah akal. Tokohnya adalah Descartes dan Spinioza. Rasionalisme dan
empirisme selanjutnya melahirkan metode ilmiah yaitu kebenaranyang diperoleh melalui
pembuktian ilmiah (sistematis, objektif, empirik, dan logis).
Dalam ajaran islam, di samping indera dan akal, terdapat pula apa yang disebut
intuisi dan wahyu. Intuisi ini disebut bashirah mulhamah, sedang ahli psikologis
menyebutnya indera ke enam. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa
melalui prosea penalaran tertentu. Seseorang yang terpusat pemikirannya pada suatu
masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Pengetahuan yang
diperoleh melalui indera ke enam ini disebut pula dengan hikmah yang tidak diberikan
kepada rangka sembarang orang melainkan kepada orng-orang tertentu melalui proses
penyucian jiwa dalam taqarrub kepada Allah SWT.

2.2 Epistimologi Pendidikan Islam


Ketika manusia lahir, keadaannya suci (fitrah) dan tidak mempunyai pengetahuan
sedikitpun. Kemudian Allah memberinya akal, hati dan indera berupa penglihatan dan
pendengaran sebagai alat atau media untuk memperoleh pengetahuan.
Seperti penjelasan di atas, akal (rasionalisme) mengkritik empirisme, lalu apakah
kritik buat akal?. Ternyata akal juga terbatas (al-aqlu mahduudun). Akal bias mentok,
kementokan akal bermula ketika dikaitkan dengan aspek diluar rasional manusia yaitu
supra-rasional. Lebih-lebih dalam ajaran islam bukan hanya berkaitan dengan sesuatu yang
bersifat rasional empiris, tetapi juga iirasional/supra rasional . Keyakinan terhadap sesuatu
yang supra-rasional di atas memiliki implikasi pada desain epistimologi pendidikan islam.
Misalnya keyakinan akan adanya Yang Maha Pencipta yaitu Allah SWT memberikan
gambaran bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah zat yang Maha Alim.
Dalam ajaran islam terdapat wilayah yang ma'qul dan gairu ma'qul. Untuk yang
ma'qul, akal dan indera manusia biasa berfungsi, tetapi bagi yang tidak bias dirasionalisasi
dan tidak bias dilihat dengan kasat mata, maka aspek iman mulai berfungsi. Dan iman itu
ada di dalam hati (Qalbun). Oleh karena itu, secara epistimologis, bias dikatakan bahwa
islam menggunakan akal, indera dan hati dalam memperoleh ilmu pengetahuan.
Lalu, mungkinkah hati itu memperoleh pengetahuan?. Menurut Ma'anZiyadah,
kalbu mampu memperoleh pengetahuan(al-ma'rifah) melalui daya cita rasa (al-zawqiyyah)
Bahkan dalam surat Al-Hajj ayat 46 disebutkan : "Apakah mereka tidak berjalan di muka
bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan hati itu mereka dapat memahami atau
mempunyai telinga yang dengannya mereka dapat mendengar, karena sesungguhnya bukan
mata itu yang buta, tetapi yang ada adalah hati yang ada di dalam dada. Q.S. Al-Hajj ayat
46"
2.3 Landsasan Epistimologi Pemikiran Pendidikan Islam
Setiap manusia dilahirkan membawa membawa fitrah serta dibekaliberbagai potensi
dan kemampuan yang berbeda dari manusia lainnya.
Fitrah atau potensi tersebut selanjutnya digunakan manusia mulai dari sebatas
inderawi (indera zahir), lalu berpikir dengan akal serta pada tingkatan tertentu manusia bias
dengan potensi indera bathiniahnnya dan di luar logika.
Ada beberapa hal dalam ajaran islam yang bias dijadikan landasan dalam menguak
konsep epistimologi pendidikan islam. Diantaranya adalah :
1. Awalnya manusia dilahirkan tidak mengetahui sesuatu apapun (Allah hanya memberikan
kemampuan potensial untuk dijadikan aktual). Hal ini dijelaskan dalam surah An-Nahl
yang berbunyi : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahi sesuatu, dan Dia (Allah) member kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar
kamu bersyukur. Q.S An-Nahl ayat 78.
2. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah
disebutkan. Ma min mauluudin illa yuuladu 'alal fitrah fabawaahu yuhawwidaanihi au
yunasshiraanihi au yumajjisaanihi. Menurut Muhaimin, kata fitrah, disamping berarti
"suci", fitrah juga berarti potensi dan beberapa arti lain yang merujuk pada potensi dasar
manusia. Kata "fitrah" memiliki beragam makna diantaranya : (a) Fitrah berarti suci,
(b) Fitrah berarti islam, (c) Fitrah berarti mengakui keEsaan Allah, (d) Fitrah berarti
murni, (e) Fitrah berari kopndisi penciptaan manusia yang cenderung menerima kebenaran,
(f) Fitrah berarti potensi dasar manusia, (g) Fitrah berarti ketetapan / kejadian asal
manusia, (h) Fitrah berarti tabiat alami dan (i) Fitrah berarti ghorizah/insting.
3. Ayat pertama turun adalah Al-'Alaq yang diawali dengan kata iqra' yang berarti perintah
membaca, menelaah, menyelidiki atau mengeksplorasi. Menurut Quraisy Syihab, wahyu
pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena Al-qur'qn menghendaki
umatnya untuk membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi rabbik, dalam arti
bermanfaat bagi kemanusiaan.
4. Al-Qur'an bukan hanya menjelaskan segala jenis pengetahuan tetapi juga menjelaskan
alat untuk mencapai pengetahuan tersebut seperti akal, indera serta hati manusia seperti
yang termaktub dalam surat An-Nahl (16:78).
5. Surat Al-Fatihah diawali oleh pujian mutlak (al-istigraqiyyah dalam al-hamdu) kepada
Tuhan sebagai pendidik semesta alam. Tuhan adalah Maha Pendidik bagi semesta alam.
Hal ini menunjukkan bahwa Allah lah sumber ilmu pengetahuan.
6. Allah SWT memiliki 99 nama atau yang dikenal dengan asmaul huisna, salah satunya
adalah yaa 'alim (Maha Mengetahui). Ini juga petunjuk bahwa Allah lah Yang Maha Alim
sebagai sumber setiap ilmu yang dimilki manusia.
7. Potensi inderawi tersebut dibarengi oleh potensi berpikir melalui akal (al-'aqlu) yang
Allah anugrahkan kepada manusia sebagai media memperoleh pengetahuan.
Untuk menepis kebingungan tentang sumber dan metode/alat untuk memperoleh
pengetahuan terdapat dua kata kunci yang terkadang digunakan secara bergantian dengan
makna yang sama atau berbeda oleh para ahli yaitu kata "sumber" dan kata "alat" untuk
memperoleh pengetahuan. Dalam ajaran islam pada umunya dan pendidikan islam pada
khususnya, sumber pengetahuan itu adalah Allah SWT dengan ayat kauliyah dan
kauniyahNya, sedangkan akal sebenarnya "bukan sumber" tetapi alat yang digunakan untuk
menggali pengetahuan dari sumber tersebut.
2.4 Ciri-Ciri Epistimologi Pendidikan Islam
Dalam konteks epistimologi, epistimologi islam memiliki cirri-ciri khusus yang
membedakannya yang membedakannya dengan epistimologi lainnya, khususnya
epistimologi kaum sekuler. Berkaitan dengan epistimologi islam adalah :
1. Meyakini bahwa sumber pengetahuan adalah zat Yang Maha 'Alim yaitu Allah SWT
yang bersifat mutlak kebenarannya.
2. Meyakini bahwa potensi manusia untuk memperoleh pengetahuan baik itu potensial akal,
potensi inderawi ataupun potensi hati adalah pemberian dari Yang Maha Pencipta Allah
SWT. Di sini kebenaran yang bersumber dari yang maha mutlak sudah dalam wilayah
interpretasi manusia sehingga jika melahikan ilmu pengetahuan (kebenaran relatif), jika
melahirkan pengalaman spiritual, kebenarannya bersifat esoterik dan personal, jika
melahirkan pemikiran filsafat, kebenarannya bersifat spekulatif.
3. Meyakini bahwa potensi yang dianugrahkan tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk
iqra' terhadap Al-Qur'an ataupun fenomena alam.
4. Pengetahuan yang diperoleh manusia bukanklah sesuatu yang bebas nilai (free of value)
tetapi terikat (value bond) oleh nilai-nilai ilahiyah (divine value) yang penggunaannya tidak
boleh lepas dari landasan konsep penciptaan manusia yaitu sebagai hamba Allah
dan khalifatulah fil ardi.
2.5 Implikasi Epistimologi Islam dalam pendidikan Islam
Epistimologi islam bukan hanya berdasarkan pada akal, indera tetapi juga wahyu.
Selanjutnya pengetahuan dalam ajaran islam adalah pengetahuan yang diperoleh dari kajian
atau interpretasi manusia terhadap ayat-ayat Tuhan baik kauliyah ataupun kauniyah.
Bedasarkan ilustrasi sederhana di atas, secara epistimologis pendidikan islam
semestinya:
1. Pendidikan harus terikat oleh nilai-nilai ilahi yang dalam pendidikan melahirkan prinsip
tauhid dengan karakteristik rabbaniyyah.
2. Tidak membeda-bedakan antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lain. Karena ilmu
berasal dari zat Yang Maha Alim.
3. Tujuan dunia dan ukhrawi harus dipahami sebagai tujuan yang berkesinambungan, yang
sebatas dibedakan tetapi tidak untuk dipisahkan.
4. Metode yang digunakan dalam memperoleh ilmu pengetahuan seperti akal, indera dan
harus didasarkan pada konsep syukur nikmat, yaitu menggunakan akal dan hati sesuai
dengan petunjuk ilahi untuk memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka mendekatkan diri
kepadaNya bukan untuk semakin menjauhkan diri dari Allah.
5. Pendekatan tekstual tetap penting tetapi dibarengi dengan pendekatan kontekstual melalui
penalaran logis serta pendekatan imaniyah atau pendekatan zauqiyah (optimalisasi potensi
rasa dalam hati melalui penyucian hati) adalah kombinasi pendekatan yang diharapkan
melahirkan generasi yang berilmu, beriman dan beramal shaleh.
2.6 Persoalan kebenaran (truth) dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam
Kebenaran adalah sebuah pencarian. Sebagai sebuah pencarian, tingkat kebenaran
dari kebenaran yang dicari sangat tergantung pada siapa yang mencari, dengan apa dia
mencari, apa tujuan mencari dan kemana dia mencari. Berikut jenis-jenis kebenaran yang
merupakan kajian spesifik filsafat ilmu yang beragam tersebut yaitu :
1. Kebenaran mutlak, kebenaran ini adalah kebenaran yang bersumber dari wahyu ilahi.
Kebenaran wahyu itu diperoleh melalui pendekatan imani, kebenaran ini juga ditopang oleh
kinerja akal.
2. Kebenaran relatif yaitu kebenaran yang diperoleh melalui rasio/akal pikiran manusia.
Kebenaran ini diperoleh melalui pemikiran logis, empiric dan disertai dengan pembuktian
ilmiah.
3. Kebenaran spekulatif yaitu kebenaran yang berasal dari pemikiran filsafat. Kebenaran ini
diperoleh melalui pemikiran radikal, integral dan universal.
4. Kebenaran intuitif yaitu kebenaran yang bersifat personal yang dimiliki oleh orang-orang
tertentu dengan cara tertentu pula.

2.7 Problematika Epistimologi Pendidikan Islam


Dari dulu sampai sekarang, persoalan pendidikan pada umumnya tidak lepas dari
dua hal yaitu aspek moral di satu sisi serta asapek intelektual di sisi lain. Jika
aspek moral adalah bekal potensial dalam berprilaku termasuk sebagai filter terhadap
tantangan dunia global, maka aspek intelektual adalah bekal positif dalam rangka hidup di
tengah berbagai kompetisi yang menuntut multikompetensi.
Ada beberapa kritik terhadap pendidikan islam yaitu :
1. Islam sulit maju karena pendidikan islam mengedepankan aspek ukhrawi, sehingga aspek
duniawi diabaikan.
2. Islam sulit maju karena saat ini tidak sedikit pendidikan islam mulai bergaya liberal
bahkan sekuler. Sehingga aspek spritualitas atau nilai transcendental mulai terabaikan.
3. Pendidikan islam saat ini dalam tataran praktisnya sebenarnya bermasalah pada dua hal di
atas, yaitu dari aspek intelektual dan moral-spiritual. Dari aspek intelektual, pendidikan
islam dengan pendidikan lainnya dan dari aspek moral pendidikan islam juga mulai
kehilangan sentuhan spiritualnya.
Bila ditinjau dari segi epistimologisnya, pendidikanb islam bias melepaskan diri
dari tiga kritikan di atas. Karena gambaran tentang epistimologi pendidikan islam
menunjukkan bahwa betapa idealnya pendidikan islam bila konsep epistimologis tersebut
mampu diaplikasikan. Hanya saja, masalah klasik tetap saja membayangi pendidikan islam
yaitu kesenjangan antara idealita dengan realita. Aspek epistimologis yang ideal tersebut
berlabuh hanya di tataran teoritis dan mentok dalam tataran praktisnya.
H. Klasifikasi Ilmu dalam Islam (Bukan Dikotomisasi)
Dalam sejarah pemikiran pendidikan islam klasik, pengetahuan manusia ada yang
bersifat perennial knowledge (ilmu ladunny) yaitu ilmu yang dianugrahkan oleh Allah
kepada orang-orang tertentu tanpa dipelajari dan ada yang bersifat acquired
knowledge (ilmu kasby) yaitu ilmu yang diberikan Allah melalui usaha manusia dalam
menuntutnya berdasarkan potensi-potensi yang Allah berikan kepada manusia.
Jadi, epistimologi islam adalah epistimologi yang berpijak pada ayat-ayat Tuhan
baik qauliyah dan kauniyah yang diperoleh melalui potensi anugrah dan inspirasi ilahi
(indera, akal dan hati) yang digunakan selalu sesuai kehendak pemberinya yaitu Allah
SWT.
.2.8 Epistemologi Menurut Pandangan Beragama Aliran Filsafat Dunia

Epistemologi memiliki sudut pandang yang beragam. Sudut pandang tersebut


dikelompokkan berdasarkan aliran filsafat dunia, yaitu:

1.Epistemologi Idealisme

Pada sudut pandang idealisme, epistemologi menghendaki kurikulum yang


digunakan dalam pendidikan untuk lebih fokus pada isi secara objektif. Dalam artian,
kurikulum tersebut menyediakan pengalaman belajar sebanyak-banyaknya dan berasal dari
jenis yang beragam. Hal ini dikarenakan pribadi idealisme cenderung peka terhadap realitas
di sekitarnya, sehingga mereka sangat menghargai pengalaman yang mereka miliki
sebelumnya.

2. Epistemologi Realisme

Pada sudut pandang realisme, epistemologi menghendaki bahwa menanamkan


pengetahuan tertentu kepada anak yang sedang tumbuh dan berkembang merupakan tugas
terpenting di sekolah. Penerapannya mengedepankan inisiatif guru sebagai pengalihan
warisan pengetahuan, bukan pada siswa. Guru berperan untuk memutuskan arah yang harus
dilalui peserta didik dan apa saja materi pembelajaran yang harus mereka terima di kelas.
3. Epistemologi Pragmatisme

Pada sudut pandang pragmatisme, epistemologi yang dianut adalah pengetahuan


yang ditemukan harus membawa perubahan bagi kehidupan manusia. Jika tidak membawa
perubahan maka tidak bisa dikatakan pengetahuan. Jadi, pengetahuan dinilai melalui kadar
instrumentalnya atau hasil akhir yang didapat. Guru harus mampu mengonstruksi proses
pembelajaran dengan menempatkan masalah tertentu yang pemecahannya dapat membawa
siswa untuk memahami lingkungan sosial dan fisik mereka yang lebih baik.

4. Epistemologi Eksistensialisme

Pada sudut pandang eksistensialisme, epistemologi merupakan sebuah eksistensi


yang dipilih dalam kebebasan. Bereksistensi yang dimaksud yaitu bereksistensi dalam
perbuatan yang harus dilakukan oleh setiap orang bagi dirinya sendiri. Pilihan bukan
merupakan soal konseptual, tetapi soal komitmen total dari individu. Dengan demikian,
orang lain tidak berhak untuk menentukan pilihan dalam pengambilan keputusan yang
dilakukan.

Mereka meyakini hanya orang yang berani sajalah yang mampu mengambil keputusan, dan
hal tersebut akan menentukan arah hidupnya di masa depan. Jika seseorang tidak berani
mengambil keputusan, maka bagi mereka adalah sosok yang tidak bereksistensi dalam arti
yang sebenarnya.
2.9 Fungsi Epitemologi dalam Dunia Pendidikan
Setelah kita merangkum penjelasan tentang pengertian epistemologi dan berbagai
macam aliran pemahamannya, kita semakin yakin bahwa epistemologi memiliki peran yang
sangat penting dalam dunia pendidikan. Hal ini dikarenakan epistemologi merupakan induk
dari temuan ilmu pengetahuan yang telah tercipta. Dan dalam dunia pendidikan, ilmu
pengetahuan merupakan bekal yang diberikan pengajar kepada peserta didik lalu diberikan
lagi kepada generasi selanjutnya di masa mendatang.
Epistemologi dalam dunia pendidikan bertugas melakukan usaha untuk menetapkan
sebuah kebenaran yang berasal dari sebuah isi pemikiran dan divalidasi oleh metode ilmiah.
Itulah mengapa epistemologi dalam dunia pendidikan juga berperan penting sebagai sarana
untuk mengetahui berbagai variasi kebenaran pengetahuan.
Manusia adalah makhluk yang memiliki pikiran dan akal. Terkadang, tidak semua
manusia memiliki pola pikir dan akal yang sama. Isi kepala manusia itu berbeda antara satu
dan lainnya. Dan sesungguhnya manusia itu tidak bisa hidup dengan mengandalkan satu
kebenaran pengetahuan saja. Kita membutuhkan beraneka ragam kebenaran pengetahuan
untuk memantapkan langkah kita ke masa depan. Semua itu bisa kita dapatkan dengan
mengenyam pendidikan.
Selain itu, epistemologi dapat membantu agar manusia tidak mudah terjebak dalam
sebuah pemahaman tertentu yang belum divalidasi kebenarannya. Terutama di zaman
sekarang yang dengan mudahnya kita menemukan informasi asal-asalan di media sosial.
Informasi tersebut biasa kita sebut sebagai hoax. Dengan menerapkan epistemologi dalam
dunia pendidikan, kita membantu untuk memerangi hoax yang semakin hari semakin
mudah diyakini oleh mereka yang kurang mendapatkan literasi pendidikan maupun literasi
media massa.
BAB III
PENUTUP
Epistemologi merupakan ilmu yang mengkaji tentang sumber ilmu
pengetahuan atau teori tentang ilmu pengetahuan. Studi filsafat
pendidikan Islam meyakini bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah
wahyu di atas akal dan panca indra. Karena itu, ilmu dalam Islam tidak
hanya bersandar pada capaian akal dan indrawi tetapi lebih dari ilmu ia
berpijak pada kebenaran Ilahi yang kemudian dapat disebut teosentris,
bukan antroposentris atau ilmu yang berlandaskan pada rasionalisme
manusia. Bahkan pada batas tertentu intuisi berupa kasyf dapat dijadikan
sebagai metode pencapaian kebenaran ilmu. Antroposentrisme
sebagaimana dikembangkan oleh Barat hanya akan terjebak pada
kebenaran semu yang mempertuhankan manusia dengan kekuatan akal
yang sebenarnya terbatas.

3.1 Kesimpulan
1. Epistemologi Pendidikan Islam adalah upaya, cara, atau langkah- langkah untuk
mendapatkan pengetahuan pendidikan yang berdasarkan Alquran dan As-Sunah. ...
Sistem pendidikan Islam harus menempatkan Alquran maupun As-Sunah sebagi
pemberi petunjuk ke arah mana proses pendidikan digerakkan.
2. Ketika manusia lahir, keadaannya suci (fitrah) dan tidak mempunyai pengetahuan
sedikitpun. Kemudian Allah memberinya akal, hati dan indera berupa penglihatan dan
pendengaran sebagai alat atau media untuk memperoleh pengetahuan.
3. Meyakini bahwa sumber pengetahuan adalah zat Yang Maha 'Alim yaitu Allah SWT
yang bersifat mutlak kebenarannya. Dan juga meyakini bahwa potensi manusia untuk
memperoleh pengetahuan baik itu potensial akal, potensi inderawi ataupun potensi hati
adalah pemberian dari Yang Maha Pencipta Allah SWT.
4.Epistimologi islam bukan hanya berdasarkan pada akal, indera tetapi juga wahyu.
Selanjutnya pengetahuan dalam ajaran islam adalah pengetahuan yang diperoleh dari kajian
atau interpretasi manusia terhadap ayat-ayat Tuhan baik kauliyah ataupun kauniyah.
5. persoalan pendidikan pada umumnya tidak lepas dari dua hal yaitu aspek moral di satu
sisi serta asapek intelektual di sisi lain. Jika aspek moral adalah bekal potensial dalam
berprilaku termasuk sebagai filter terhadap tantangan dunia global, maka
aspek intelektual adalah bekal positif dalam rangka hidup di tengah berbagai kompetisi
yang menuntut multikompetensi
6.Kita tak perlu mengakui kebenaran dan mengambilnya dari sumber manapun datangnya,
bahkan walaupun kebenaran itu dibawa kepada kita oleh generasi-generasi terdahulu dan
bangsa-bangsa asing. Kebenaran takpernah menghinakan orang yang menerimanya,
melainkan selalu membuatnta mulia

3.2 Saran
1. Mahasiswa sebaiknya dalam menempuh pendidikan berusaha untuk mengembangkan
olah pikir dan daya nalar, sehingga dapat bertindak sesuai dengan ilmu yang dimiliki
2. Para pakar dan para pemegang kendali pendidikan Islam diharapkan selalu untuk
memperbaharui metode atau pendekatan dalam membangun pendidikan Islam secara
menyeluruh.
DAFTAR PUSTAKA

Iwan Fitriani, Mohamad.2013. Fisafat Pendidikan Islam Paradigma Filosofis dalam


Pendidikan Islam. Labuapi Lombok Barat : Elhikam Press Lombok.

https://www.researchgate.net/publication/342982872_DASAR_EPISTEMOLOGI_DALA
M_FILSAFAT_PENDIDIKAN_ISLAM

Anda mungkin juga menyukai